TESIS S431208041 Joko Pramono

(1)

i

ANALISIS PENGUKURAN KINERJA MANAJEMEN BERBASIS

SEKOLAH DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD

DI SMK NEGERI 6 SURAKARTA

TESIS

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Magister Sains Program Studi Magister Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

JOKO PRAMONO NIM: S431208041

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2014


(2)

18 Juli 2014


(3)

iii

25 Juli 2014


(4)

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya dedikasikan untuk :

 Allah SWT sebagai bentuk rasa syukur atas karunia iman, hati dan akal.  Pak’e dan Mbok’e yang menemani langkahku dalam munajat suci mereka.  Imelda Yooshika Harjoko,S.TP, (momo) belahan jiwa atas motivasi doa dan

cintayang tulus dan yang selalu menanyakan “Kapan Wisudanya?”.

 Para asatidz yang memompa semangat dan mengiringi langkah saya dengan doa Qudus mereka.

Para sahabat melingkar yang mendoakan dan terus menanyakan Kapan selesainya Akh??

 Keluarga besar Komunitas Tarbiyyah di Surakarta dan Karanganyar.  Keluarga besar SMK N 6 Surakarta


(6)

HALAMAN MOTTO

Dhawuhe Gusti Allah Tindakno, Gusti Allah ra bakal nglirwake,

Larangane Gusti Allah Tinggalno, Gusti Allah ra bakal nyengsarakake. (Mbah H. Suwarno)

Dan katakanlah, Bekerjalah kamu, maka Allah akan Melihat

pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang Mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (Qs 9:105)

Hidup Hanya Sekali Jadikan Ia Penuh Arti (penulis)

Nilailah sendiri kinerjamu, sebelum dinilai oleh Allah SWT di

akhirat kelak (Umar bin Khathab)


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillahilladzi alafa baina quluubina fa ashbahna bi ni’matihi ikhwana. Sanjungan dan pujian hanya layak untuk Allah SWT, rabbuna wa rabbukum. Atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis dengan judul “Analisis Kinerja Manajemen Berbasis Sekolah dengan Pendekatan Balanced Scorecard di SMK Negeri 6 Surakarta” ini disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari dalam penyelesaian tesis ini banyak pihak yang berkontribusi baik langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa syukur kepada Allah SWT dan ungkapan terima kasih yang teriring doa jazakumullahu khairan katsiiran kepada:

1. Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang telah berkenan memberikan kesempatan penulis untuk memperoleh Beasiswa Unggulan dalam menyelesaikan studi di Program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi UNS. 2. Prof. Dr. Ravik Karsidi,M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret.

3. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunis,M.S., selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.

4. Dr. Wisnu Untoro,M.S., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

5. Dr. Payamta,M.Si.,CPA.,Ak. Selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret, sekaligus yang setiap bertemu selalu menyampaikan “temen-temen sudah ujian lho”.commit to user


(8)

6. Dra. Y. Anni Aryani, M.Prof.Acc., Ph.D., Ak., selaku Sekretaris Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret.

7. Dr. Djuminah,M.Si.,Ak., selaku pembimbing tesis, yang sabar dan telaten dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

8. Bapak/Ibu Dosen beserta staf di Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret yang telah banyak memberikan bimbingan keilmuan kepada penulis.

9. Teman-teman mahasiswa Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret kelas Guru yang kompak, semanak, grapyak atas semua atensinya selama menempuh studi.

10. Kepala SMK Negeri 6 Surakarta, Bapak/Ibu Guru/karyawan dan keluarga besar SMK Negeri 6 Surakarta yang telah membantu penulis dalam menyajikan data yang diperlukan dalam penulisan tesis ini.

11. Anak-anak kelas XII SMK Negeri 6 Surakarta tahun pelajaran 2013/2014 yang menjadi membantu sebagai sampel penelitian ini.

12. Imelda Yooshika Harjoko,S.TP. alias momo yang senantiasa memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan studi ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu per satu, atas doa dan kontribusinya dalam penyelesaian tesis ini.

Akhirnya, dengan memohon ampunan Allah SWT, penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, kemanfaatan dari tesis ini semoga menjadi amal jariyah untuk semuanya.

Surakarta, Juli 2014 Penulis


(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

ABSTRAK ... xxii

ABSTRACT ... xxiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 15

A. Manajemen Berbasis Sekolah ... 15

1. Kualitas Pendidikan ... 15


(10)

Halaman

2. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ... 19

3. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah ... 22

4. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah ... 24

5. Impelementasi Manajemen Berbasis Sekolah ... 25

B. Kinerja ... 30

1. Pengertian Kinerja ... 30

2. Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja ... 32

3. Parameter Pengukuran Kinerja Sekolah ... 36

C. Pendekatan Balanced Scorecard ... 44

1. Konsep Balanced Scorecard ... 44

2. Perspektif Keuangan ... 49

3. Perspektif Pelanggan ... 52

4. Perspektif Proses Bisnis Internal ... 58

5. Perspektif Peembelajaran dan Pertumbuhan ... 59

D. Keunggulan Balanced Scorecard ... 62

E. Balanced Scorecard pada Organisasi Sekolah ... 64

1. Perspektif Pelanggan Sekolah dalam BSC ... 70

2. Perspektif Keuangan Sekolah dalam BSC ... 73

3. Perspektif Bisnis Internal Sekolah dalam BSC ... 74

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Sekolah dalam BSC... 79

F. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah dengan pendekatan Balanced Scorecard ... ... 81


(11)

xi

Halaman

G. Penelitian Terdahulu ... ... 85

H. Kerangka Berfikir ... ... 92

BAB III METODE PENELITIAN ... ... 94

A. Metode Penelitian ... ... 94

1. Jenis Penelitian ... ... 94

2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 94

B. Teknik Pengumpulan Data ... ... 95

1. Populasi dan Sampel ... ... 95

2. Teknik Pengumpulan Data ... 100

C. Definisi Operasional, Pengukuran Variabel dan Sumber Data ... 100

D. Teknik Analisis Data ... ... 112

1. Pengujian Instrumen ... ... 112

2. Teknis Analisis Data ... ... 115

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 118

A. Deskripsi Umum SMK Negeri 6 Surakrta ... 118

1. Letak Geografis ... ... 118

2. Struktur Organisasi ... 118

3. Visi, Misi, dan Tujuan SMK N 6 Surakarta ... 120

4. Standar Tenaga Pendidik ... ... 124

5. Akreditasi Sekolah SMK N 6 Surakarta ... 124

6. Kurikulum SMK N 6 Surakarta ... 125

7. Standar Sarana dan Prasarana ... 126

8. Peserta Didik ... ... 130


(12)

Halaman

B. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Instrumen ... 135

1. Uji Validitas ... ... 135

2. Uji Reliabilitas ... ... 136

C. Pengukuran Kinerja SMK N 6 dengan Pendekatan Balanced Scorecard ... ... 137

1. Analisis Kinerja Perspektif Keuangan SMK N 6 Surakarta ... 137

2. Analisis Kinerja Perspektif Pelanggan SMK N 6 Surakarta ... 142

3. Analisis Kinerja Perspektif Proses Bisnis Internal SMK N 6 Surakarta ... 168

4. Analisis Kinerja Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan SMK N 6 Surakarta ... 185

5. Hasil Analisis Kinerja SMK N 6 Surakarta dengan pendekatan Balanced Scorecard secara Keseluruhan ... 211

D. Identifikasi SWOT Balanced Scorecard dan Rencana Operasi SMK Negeri 6 Surakarta ... 212

BAB V PENUTUP ... 219

A. Kesimpulan ... 219

B. Keterbatasan ... 220

C. Saran ... 220

D. Implikasi ... 221

DAFTAR PUSTAKA ... 225

LAMPIRAN ... 234


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Indikator Kinerja Sekolah ... ... 42

Tabel 2 Measuring Strategic Financial Themes ... 52

Tabel 3 Balanced Scorecard for Educational Service ... 67

Tabel 4 Expected measures in BSC and Baldrige Criteria for Education and Business ... 68

Tabel 5 Jadwal Kegiatan Penelitian... 95

Tabel 6 Komposisi Tenaga Pendidik Dan Kependidikan SMK N 6 Ber-Dasarkan Tingkat Pendidikan ... 97

Tabel 7 Distribusi Sampel Tenaga Pendidik Dan Kependidikan ... 98

Tabel 8 Data Siswa Smk N 6 Surakarta Tahun 2013/2014 ... 99

Tabel 9 Distribusi Sampel Perspektif Pelanggan Berdasarkan Program Keahlian ... ... ... 99

Tabel 10 Skala Pengukuran Kinerja Keuangan ... ... 103

Tabel 11 Skala Pengukuran Kinerja Perspektif Pelanggan ... 105

Tabel 12 Metode Scoring Kinerja Inovasi ... 107

Tabel 13 Metode Scoring terhadap Kinerja Proses Operasi ... 108

Tabel 14 Metode Scoring terhadap Kinerja Layanan Alumni ... 109

Tabel 15 Kategori Kinerja Layanan Purna Jual (Alumni) ... 110

Tabel 16 Skala Pengukuran Kinerja Proses Bisnis Internal ... 110

Tabel 17 Skala Pengukuran Kinerja Perspektif Pertumbuhan/Pembelajaran .... 112

Tabel 18 Format Bobot Keseluruhan Balanced Scorecard ... 122


(14)

Tabel 19 Nilai Kinerja Akhir Balanced Scorecard SMKN 6 Surakarta ... 117

Tabel 20 Kualifikasi Guru SMK N 6 tahun 2013/2014 ... 123

Tabel 21 Nilai Akreditasi Sekolah per Kompetensi Keahlian ... 124

Tabel 22 Prasarana (Ruang) SMK N 6 tahun 2013/2014 ... 126

Tabel 23 Sarana Penunjang Pembelajaran ... 127

Tabel 24 Ketersediaan Buku di Perpustakaan ... 128

Tabel 25 Jumlah Siswa SMK N 6 tahun 2013/2014 ... 129

Tabel 26 Distribusi Rombel berdasarkan Kompetensi Keahllian ... 129

Tabel 27 Nilai rata-rata Ujian Nasional (5 tahun terakhir) ... 130

Tabel 28 Raihan Juara Lomba Kompetensi Siswa ... 131

Tabel 29 Prestasi Non Akademik tahun 2013/2014 ... 132

Tabel 30 Angka Siswa Mengulang dan Keluar ... 132

Tabel 31 Pendaftar Peserta Didik Baru dan Jumlah yang Diterima ... 133

Tabel 32 Rangkuman Validitas Instrumen Kepuasan Pelanggan ... 135

Tabel 33 Perbandingan Anggaran dan Realisasi Keuangan th 2012/2013 ... 138

Tabel 34 Rekapitulasi Kinerja Perspektif Keuangan SMK N 6 Surakarta ... 141

Tabel 35 Kenyataan (persepsi) Responden terhadap Tangibility SMK N 6 ... 143

Tabel 36 Hasil Perhitungan Skor Kenyataan dan Skor Harapan Pelanggan Untuk Tangibility SMK N 6 ... 145

Tabel 37 Kenyataan (persepsi) Responden terhadap Reliability SMK N 6 ... 149

Tabel 38 Hasil Perhitungan Skor Kenyataan dan Skor Harapan Pelanggan Untuk Reliability SMK N 6 ... 150

Tabel 39 Kenyataan (persepsi) Responden terhadap Responsiveness ... 154


(15)

xv

Halaman Tabel 40 Hasil Perhitungan Skor Kenyataan dan Skor Harapan Pelanggan

Untuk Responsiveness SMK N 6 ... 155

Tabel 41 Kenyataan (persepsi) Responden terhadap Assurance SMK N 6 ... 158

Tabel 42 Hasil Perhitungan Skor Kenyataan dan Skor Harapan Pelanggan Untuk Assurance SMK N 6 ... 159

Tabel 43 Rekapitulasi Daya Serap Tamatan SMK N 6 tahun 2013/2014 ... 160

Tabel 44 Rekapitulasi Daya Serap Tamatan SMK N 6 tahun 2012/2013 ... 160

Tabel 45 Kenyataan (persepsi) Responden terhadap Emphaty SMK N 6 ... 164

Tabel 46 Hasil Perhitungan Skor Kenyataan dan Skor Harapan Pelanggan Untuk Emphaty SMK N 6 ... ... 165

Tabel 47 Rekapitulasi Tanggapan Responden (Pelanggan) terhadap Keselu-ruhan aspek Kepuasan Layanan SMK N 6 ... 165

Tabel 48 Rekapitulasi Skor Obyektif EDS tahun 2012/2013 ... 169

Tabel 49 Ringkasan Perolehan Skor EDS untuk Kinerja Proses ... 177

Tabel 50 Tenaga Kependidikan SMK N 6 tahun 2013/2014 ... 179

Tabel 51 Hasil Pengukuran terhadap Layanan Purna Jual ... 183

Tabel 52 Rekapitulasi Skor Pengukuran Kinerja Perspektif Proses Binis Internal ... ... ... 183

Tabel 53 Nilai Kinerja Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan ... 184

Tabel 54 Rekapitulasi Tanggapan Responden terhadap Tingkat Kepuasan Kerja ... ... ... 186

Tabel 55 Tanggapan Responden terhadap Kesibukan Sepanjang Hari ... 188


(16)

Halaman Tabel 56 Tanggapan Responden terhadap Kesempatan Bekerja Mandiri

dalam Menyelesaikan Pekerjaan ... 189 Tabel 57 Tanggapan Responden terhadap Kesempatan Melakukan Sesuatu

yang Baru ... ... ... 190 Tabel 58 Tanggapan Responden terhadap Kesempatan Menjadi Bagian

pen-ting dalam Kelompok Kerja ... 191 Tabel 59 Tanggapan Responden terhadap Cara Pimpinan Menangani Setiap

Masalah di Sekolah ... ... 191 Tabel 60 Tanggapan Responden terhadap Kemampuan Pimpinan Membuat

keputusan ... ... 192 Tabel 61 Tanggapan Responden terhadap Melakukan Pekerjaan Sesuai Hati

Nurani ... ... 193 Tabel 62 Tanggapan Responden terhadap Pekerjaan Sekarang Memberikan

Jaminan Hidup ... ... 194 Tabel 63 Tanggapan Responden terhadap Kesempatan Membantu Pekerjaan

Rekan Kerja ... ... 195 Tabel 64 Tanggapan Responden terhadap Kesempatan Memberitahuu Rekan

Kerja ... ... ... 195 Tabel 65 Tanggapan Responden terhadap Kesempatan Melakukan Pekerjaan

dengan Menggunakan Kemampuan Sendiri ... 196 Tabel 66 Tanggapan Responden terhadap Penerapan Kebijakan Organisasi

dalam Kegiatan Sehari-hari ... ... 197


(17)

xvii

Halaman Tabel 67 Tanggapan Responden terhadap Imbalan yang Diterima Dikaitkan

Dengan Beban Kerja yang Dilakukan ... 197 Tabel 68 Tanggapan Responden terhadap Kesempatan Meningkatkan

Ketrampilan pada Pekerjaan ... ... 198 Tabel 69 Tanggapan Responden terhadap Kebebasan Menggunakan

Peni-laian Sendiri ... ... 199 Tabel 70 Tanggapan Responden terhadap Kesempatan Menggunakan

Meto-de sendiri dalam Menyelesaikan Pekerjaan ... 200 Tabel 71 Tanggapan Responden terhadap Kondisi Kerja ... 201 Tabel 72 Tanggapan Responden terhadap Keharmonisan Sesama Rekan Kerja 201 Tabel 73 Tanggapan Responden terhadap Penghargaan atau Sanksi yang

Diterima Jika Menyelesaikan pekerjaan dengan baik/buruk ... 202 Tabel 74 Tanggapan Responden terhadap Perasaan Puas yang Diperoleh

Dalam Menyelesaikan Pekerjaan ... 203 Tabel 75 Rekapitulasi tanggapan Kepuasan terhadap Sistem Infromasi ... 205 Tabel 76 Tanggapan Responden terhadap Ketersediaan Informasi yang

di-butuhkan ... ... ... 206 Tabel 77 Tanggapan Responden terhadap Tingkat Keakuratan Informasi

yang Tersedia ... ... ... 207 Tabel 78 Tanggapan Responden terhadap Waktu yang Diperlukan untuk

Mendapatkan Informasi ... ... 208


(18)

Halaman Tabel 79 Tanggapan Responden terhadap Waktu yang Diperlukan untuk

Mendapatkan Keakuratan Informasi yang Dibutuhkan ... 209

Tabel 80 Rekapitulasi Pengukuran Kinerja Sekolah Secara Keseluruhan ... 210

Tabel 81 Analisis SWOT Balanced Scorecard SMKN 6 Surakarta ... 213

Tabel 82 Action Plan Peningkatan Kinerja SMKN 6 Surakarta ... 216


(19)

xix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Interaksi Komponen MBS ... 27

Gambar 2 Desain Dasar Sistem BSC ... 48

Gambar 3 Desain Dasar BSC dalam Organisasi Publik/Nirlaba ... 49

Gambar 4 Pengukuran Inti Perspektif Pelanggan (Customer Core Value) ... 53

Gambar 5 The Customer Value Proposition ... 55

Gambar 6 Model Monitoring dan Mengukur Kepuasan Pelanggan ... 58

Gambar 7 Perspektif Bisnis Internal ... 59

Gambar 8 Kerangka Pengukuran Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan 61 Gambar 9 Hubungan Sebab Akibat Empat Perspektif BSC ... 62

Gambar 10 Latest BSC model adopted by ITE ... . 66

Gambar 11 Restrukturisasi Pemberdayaan Implementasi MBS ... 82

Gambar 12 Model Pemberdayaan Implementasi MBS dengan Pendekatan Manajemen Strategis dan Balanced Scorecard ... 84

Gambar 13 Kerangka Konsep Penelitian ... 93

Gambar 14 Struktur Organisasi SMK Negeri 6 Surakrta ... 119

Gambar 15 Grafik Nilai rata-rata Ujian Nasional lima tahun terkahir ... 131

Gambar 16 Grafik Penerimana Peserta Didik Baru ... 133

Gambar 17 Grafik Tingkat Kepuasan dimensi Tangibility ... 147

Gambar 18 Grafik Tingkat Kepuasan dimensi Reliability ... 152

Gambar 19 Grafik Tingkat Kepuasan dimensi Responsiveness ... 157

Gambar 20 Grafik Tingkat Kepuasan dimensi Assurance ... 162


(20)

Halaman

Gambar 21 Grafik Kepuasan Pelanggan terhadap Kualitas Layanan ... 167

Gambar 22 Grafik Kualifikasi Guru SMK N 6 Surakarta ... 178

Gambar 23 Grafik Tingkat kepuasan Pegawai SMK N 6 ... 187

Gambar 24 Grafik Tingkat Kepuasan Terhadap Sistem Informasi ... 205

Gambar 25 Grafik Skor Kinerja SMK Negeri 6 Surakarta ... 211


(21)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuesioner Penelitian Untuk Pengukuran Kepuasan Pelanggan ... 234

2. Kuesioner Penelitian Untuk Pengukuran Guru/karyawan ... 237

3. Data Tanggapan Responden Terhadap Harapan Pelayanan Sekolah ... 240

4. Data Tanggapan Responden Terhadap Kenyataan Pelayanan Sekolah ... 245

5. Data Tanggapan Responden Guru/Karyawan terhadap Kepuasan Kerja .... 250

6. Hasil Perhitungan Frekuensi Tingkat Harapan Pelanggan ... 253

7. Hasil Perhitungan Frekuensi Tingkat Kenyataan Pelanggan ... 258

8. Hasil Perhitungan Frekuensi Tingkat Kepuasan Guru/Pegawai ... 264

9. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 272


(22)

ABSTRAK

ANALISIS PENGUKURAN KINERJA MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD DI SMK

NEGERI 6 SURAKARTA Joko Pramono, S.Pd.

NIM: S431208041

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kinerja SMK Negeri 6 Surakarta dengan pendekatan Balanced Scorecard. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif. Penelitian dilakukan dengan mengukur tingkat kinerja SMK Negeri 6 Surakarta terhadap empat aspek (perspektif) kinerja yang ada dalam Balanced Scorecard, yaitu: perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Data primer berupa kuesioner digunakan untuk mengukur kinerja perspektif pelanggan dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, sedangkan pengukuran terhadap kinerja perspektif keuangan dan perspektif proses bisnis internal menggunakan data sekunder. Responden dalam penelitian ini adalah para siswa dan guru/karyawan SMK Negeri 6 Surakarta.

Hasil akhir penelitian menunjukkan bahwa kinerja SMK Negeri 6 Surakarta secara keseluruhan berada pada kategori sangat baik. Kinerja perspektif keuangan memperoleh kinerja baik yaitu memenuhi syarat ekonomis, efektif, dan efisien. Kinerja perspektif pelanggan memperoleh nilai dengan kategori baik. Kinerja perspektif proses bisnis internal menunjukkan kinerja sangat baik. Kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menunjukkan kinerja baik. Dari hasil penelitian ini diharapkan SMK Negeri 6 Surakarta (1) meningkatkan kinerja pada perspektif yang berada pada kategori baik menjadi sangat baik, (2) pegawai tata usaha dan tenaga perpustakaan perlu meningkatkan kualitas pelayanan kepada para siswa, (3) para guru lebih meningkatkan perhatian terhadap permasalahan belajar para siswa, (4) pimpinan sekolah semakin akomodatif dan kreatif dalam menangani setiap permasalahan sekolah, sehingga kinerja SMK Negeri 6 Surakarta semakin lebih baik.

Kata Kunci: Pengukuran Kinerja, Balanced Scorecard, Perspektif Keuangan, Perspektif Pelanggan, Perspektif Proses Bisnis Internal, Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan.


(23)

xxiii ABSTRACT

MEASUREMENT ANALYSIS OF SCHOOL BASED MANAGEMENT PERFORMANCE BY USING BALANCED SCORECARD APPROACH IN

SMK NEGERI 6 SURAKARTA Joko Pramono, S.Pd.

NIM: S431208041

The study aims to measure the performance of SMKN 6 Surakarta by Balanced Scorecard approach. It is a quantitative study with descriptive design. The study was conducted by measuring the level performance of SMKN 6 Surakarta on four aspects (perspectives) performance in the Balanced Scorecard, namely: financial perspective, customer perspective, internal business processes, and learning and growth perspective. The primary data which is questionnaire was used to measure both the performance of customer perspective and learning and growth perspective, while the secondary data was used to measure both the financial perspective performance and internal business process perspective. The study used students and teachers and also staffs of SMKN 6 Surakarta as respondents.

The final result of the study shows that the performance of SMKN 6 Surakarta is on the very good level in general. The performance of financial perspective shows good performance which qualifies the requirement of economical, effective, and efficient, while the performance of customer perspective gains good category. In addition, the performance of internal business processes shows very good level and also the performance of learning and growth perspective shows good category. The results recommend SMKN 6 Surakarta to (1) make effort to improve the school performance which has been at the good level into very good category, (2) the staffs and the librarian should improve the service quality to students, (3) the teachers should concern much more toward the problem of student’s learning, (4) the school leader should be more accommodative and creative in dealing with any school problems, so that the performance of SMKN 6 Surakarta will improve.

Keywords: performance measurement, Balanced Scorecard, financial perspective, customer perspective, process of internal business perspective, learning and growth perspective


(24)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu pilar kesejahteraan bangsa. Pendidikan merupakan satu-satunya cara mengubah potensi sumber daya manusia menjadi human capital. Penelitian yang dilakukan oleh Mankiw, Romer, dan Weil (1992) sebagaimana dikutip oleh Iman Sugema (2014) menyajikan fakta bahwa setiap investasi dalam human capital sebesar 10 persen dari produk domestik bruto (PDB) akan menciptakan tambahan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,37 persen. Angka ini menunjukkan bahwa dampak pendidikan terhadap pertumbuhan ekono-mi sedikit lebih tinggi dibanding dampak dari investasi fisik. Sebagai perban-dingan, investasi fisik sebesar 10 persen dari PDB hanya menciptakan pertum-buhan ekonomi tak lebih dari dua persen (Republika, Senin 5 Mei 2014).

Secara umum kondisi pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan bila dibandingkan dengan negara lain. Menurut Education For All Global Monitoring Report 2012 yang dikeluarkan oleh UNESCO setiap tahunnya, pendidikan Indonesia berada di peringkat ke-64 untuk pendidikan di seluruh dunia dari 120 negara. Data Education Development Index (EDI) Indonesia, pada 2011 Indonesia berada di peringkat ke - 69 dari 127 negara (http://kampus.okezone.com). Data lain rendahnya daya saing pendidikan di Indonesia dibandingkan dengan negara lain disajikan oleh The Global Competitiveness. Pada tahun 2011, dari laporan The Global Competitiveness, Indonesia menempati peringkat ke 46 dari 139 negara dan turun dari peringkat 44 pada tahun 2010. Sementara negara jiran di ASEAN, misalnya Malaysia meningkat dari peringkat 26 pada tahun 2010


(25)

menjadi peringkat 21 pada tahun 2011, Singapura meningkat dari peringkat 3 ke peringkat 2, dan Philipina dari peringkat 85 menjadi peringkat 75. Rendahnya daya saing pendidikan Indonesia ini menunjukkan rendahnya kinerja institusi pendidikan, termasuk didalamnya sekolah.

Hasil studi Bank Dunia yang dituangkan dalam Title Education in Indonesia: from Crisis to Recovery (1998) dalam Indriati (2011) mengidenti-fikasi empat hal yang merupakan kendala pengembangan kemajuan pendidikan di Indonesia yaitu: Pertama, sistem organisasi yang tumpang tindih di tingkat pendidikan dasar sehingga menyebabkan mutasi dan pengembangan karier terhambat. Kedua, pengelolaan manajerial yang sentralistik pada tingkat menengah, sehingga manajemennya tidak efektif dan efisien. Ketiga, sangat kaku dalam pembiayaan sekolah; dan keempat, manajemen yang diterapkan belum mampu membawa perubahan pada peningkatan produktifitas pendidikan.

Katuuk (2014) menyatakan bahwa masalah rendahnya kinerja pendidikan dan institusi pendidikan disebabkan oleh banyak hal dan telah diteliti. Pertama, dampak dan efek globalisasi memaksa sekolah untuk menghasilkan good-quality dan lulusan yang kompetitif. Kedua, perkembangan demokratisasi dan permintaan perubahan/pergeseran paradigma dari sentralisasi menuju otonomi dan desen-tralisasi. Otonomi dan desentralisasi pendidikan memberikan ruang kewenangan kepada unit-unit pendidikan dalam mengambil kebijakan dan keputusan terkait pengembangan sekolah. Ketiga, terkait dengan otonomi dan desentralisasi penge-lolaan pendidikan, reformasi managemen pengepenge-lolaan pendidikan mutlak diperlu-kan. Dalam hal ini, manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan salah satu model manajemen yang dapat diaplikasikan sebagai bentuk reformasi manajemen


(26)

pendidikan. Keempat, MBS yang telah diimplementasikan di Indonesia merupa-kan langkah strategis dalam rangka meningkatmerupa-kan kualitas pendidimerupa-kan.

Suparman (www.depdiknas.go.id) berpendapat sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata. Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipilih semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi, mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan. Kedua, penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi, yang kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Dengan demikian sekolah kehilangan keman-dirian, motivasi, dan inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional. Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat pada umumnya selama ini lebih banyak bersifat dukungan dana, bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan akuntabilitas, sekolah tidak mempunyai beban untuk memper-tanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya


(27)

4

orang tua siswa, sebagai salah satu pihak utama yang berkepentingan dengan pendidikan.

Data lain, hasil penelitian Balitbang Depdiknas (2012) menunjukkan bahwa manajemen sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Manajemen sekolah secara langsung akan mempengaruhi dan menen-tukan efektif tidaknya kurikulum, sarana pembelajaran, waktu mengajar, dan proses pembelajaran. Untuk itulah perlu dilakukan pembenahan manajemen sekolah agar peningkatan kualitas pendidikan dapat tercapai, disamping perlunya peningkatan kualitas guru dan pengembangan bahan ajar.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia menyebutkan bahwa pendidikan nasional selalu menghadapi tantangan sesuai tuntutan perubahan lokal, nasional, dan global, sehingga perlu dilakukan pembaharuan secara terarah dan berkesinambungan. Pemerintah Indonesia tengah berupaya untuk meningkatkan kualitas pengelolaan institusi pendidikan di segala lini termasuk di dalamnya pengelolaan Sekolah Menengah Kejuruan atau SMK.

Peningkatan kualitas pendidikan menengah kejuruan diwujudkan melalui pengembangan sistem manajemen sekolah dimana otonomi, akuntabilitas, akreditasi dan evaluasi menjadi pilar utama. Hal ini merupakan implikasi dari UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, kemudian disempurnakan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004, telah mengubah segala peraturan yang bersifat sentralis menjadi desentralis, di mana sejumlah kewenangan telah diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri. Pemerintah


(28)

Daerah dapat melakukan kreasi, inovasi, dan improvisasi dalam upaya mem-bangun daerahnya termasuk dalam bidang pendidikan.

Pelaksanaan otonomi di bidang pendidikan mempunyai perbedaan dengan pelaksanaan otonomi di bidang lainnya, sebab otonomi pendidikan tidak saja sampai di tingkat Kabupaten/Kota, tetapi sampai ke sekolah sebagai ujung tombak penyelenggaraan pendidikan. Salah satu model otonomi pendidikan ini adalah yang disebut dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Sekolah mempunyai kewenangan untuk melakukan kreasi, inovasi dan improvisasi dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu.

MBS merupakan salah satu strategi yang ditetapkan oleh Indonesia sebagai standar dalam mengembangkan keunggulan pengelolaan sekolah. Penegasan ini dituangkan dalam UU Pendiddiknas Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 51 ayat 1 bahwa pengelolaan satuan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah. MBS yang diterapkan saat ini diharapkan mampu untuk meningkatkan mutu pendidikan yang berorientasi juga pada proses pelaksanaan pendidikan, bukan hanya berorientasi pada input yang selama ini banyak terjadi pada sekolah di Indonesia. MBS bertujuan untuk meningkatkan semua kinerja sekolah (efektivitas, kualitas/mutu, efesiensi, inovasi, relevansi, dan pemeratan serta akses pendidikan). Selain itu, pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) yang tertuang dalam Permendiknas Nomor 63 tahun 2009 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan.

Pembaharuan sistem manajemen sekolah menjadi kunci utama peningkatan kualitas pendidikan, termasuk Sekolah Menengah Kejuruan agar mampu bersaing


(29)

6

diera kompetisi global. Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilihat dari kemampuan institusi untuk menghasilkan keluaran (outcome) berupa lulusan yang memiliki pengetahuan yang mendalam, wawasan yang luas, life skill yang unggul, serta attitude yang profesional. Peningkatan kualitas pengelolaan sekolah ditunjukkan dengan kemampuan institusi sekolah di dalam mengelola sumber daya sehingga mampu memberikan pelayanan prima kepada pengguna, memiliki tata administrasi yang teratur dan modern, meningkatkan kemandirian finansial dan kesejahteraan, serta mengembangkan aset organisasi. Secara umum keber-hasilan Sekolah Menengah Kejuruan menurut Suyanto (2011) dapat diukur dari tiga hal, yaitu: pertama, terserapnya tamatan di dunia kerja sesuai dengan kompetensi pada program keahliannya, kedua, mampu mengembangkan diri dalam berwirausaha sehingga dapat menciptakan lapangan kerja baru, dan ketiga, mampu bersaing dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Terkait dengan pelaksanaan Majemen Berbasis Sekolah pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan terutama dalam hal supervisi dan pengawasan. Pelaksanaan otonomi pendidikan menuntut perubahan dalam sistem supervisi yang bukan saja mengemban fungsi pengawasan tetapi juga fungsi pembinaan terhadap menyelenggaraan pendidikan. Pengawasan dan pembinaan pendidikan baik di tingkat lembaga pendidikan maupun birokrasi pengelolaan. Pengawasan dan pembinaan sebagai bagian dari manajemen harus dapat berjalan seimbang dengan fungsi manajemen lainnya agar dapat dicapai peningkatan kinerja penye-lenggara pendidikan secara optimal. Pelaksanaan otonomi daerah mempunyai implikasi terhadap tuntutan pelaksanaan proses evaluasi yang lebih profesional, obyektif, jujur, dan transparan sebagai rangkaian dari pengawasan dan pembinaan sekolah dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan.


(30)

Proses evaluasi terhadap seluruh aspek pendidikan harus diarahkan pada upaya untuk menjamin terselenggaranya layanan pendidikan yang berkualitas (Quality assurance) dan memberdayakan mereka yang dievaluasi sehingga menghasilkan lulusan pendidikan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Artinya pihak yang dievaluasi, apakah itu administrator pendidikan, Kepala Sekolah, guru, atau siswa akan merasakan bahwa kegiatan evaluasi membantu untuk mengenal berbagai kelebihan dan kekurangannya, serta memberikan arah yang jelas dilaku-kan untuk mencapai kualitas yang lebih baik. Oleh karena itu evaluasi harus dilakukan secara berkesinambungan, komprehensif, dan transparan serta memo-tivasi peserta didik dan pengelola pendidikan untuk terus menerus berupaya meningkatkan mutu kegiatan pembelajaran dan pendidikan.

Sehubungan dengan prinsip evaluasi di atas, untuk menjaga komparabilitas dan pengakuan kualitas input, proses dan hasil dari setiap lembaga pendidikan perlu dilakukan penilaian kinerja sekolah. Proses penilaian kinerja sekolah dilaku-kan secara berkala dan terbuka dengan tujuan membantu dan memberdayadilaku-kan sekolah agar mampu mengembangkan sumber dayanya dalam mencapai tujuan pendidikan. Kinerja sekolah harus selalu diukur agar dapat dilakukan tindakan-tindakan penyempurnaan. Tindakan penyempurnaan yang dimaksud antara lain memperbaiki kinerja yang masih lemah, meningkatkan hubungan yang lebih baik antara staf dan manajemen, meningkatkan hubungan yang lebih erat dengan customer sekolah (Dally (2010: 36)

Wahyudi Prakasa dalam Yulianto (2008) memaparkan bahwa suatu sistem pengukuran kinerja dikatakan efektif jika memenuhi syarat-syarat:

a. Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri sesuai perspektif pelanggan.


(31)

8

b. Evaluasi berbagai aktivitas, menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang customer validated.

c. Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi pelanggan, sehingga menghasilkan penilaian yang komprehensif.

d. Memberikan umpan balik untk membantu seluruh anggota organisasi mengenali masalah-masalah yang ada kemungkinan perbaikan.

Pengukuran kinerja sekolah yang selama ini sering dilakukan adalah menggunakan perolehan nilai Ujian Nasional atau peringkat sekolah yang diukur dari rata-rata nilai Ujian Nasional, tingkat putus sekolah, dan keuangan saja. Model penilaian kinerja sekolah yang masih digunakan pemerintah adalah sistem penilaian kinerja dengan pola akreditasi sekolah yang dilaksanakan oleh BNSP. Pengukuran kinerja sekolah dengan sistem akreditasi masih ditemukan kelemahan seperti hanya melihat dari bukti fisiknya saja tanpa melihat pada faktor lain dan hasil yang dicapai tidak mengalami perbaikan. Bahkan terdapat sekolah yang telah terakreditasi A, justru semakin sedikit siswanya atau ditinggalkan pelanggan utamanya. Hasil telaah dari Kemendiknas (2011) yang tertuang dalam “Kajian Analisis Akreditasi Sekolah” membahas tentang beberapa kelemahan sistem penilaian kinerja dengan pola akreditasi, yaitu: 1) Panjangnya alur kerja dalam proses akreditasi; 2) Pelaksanaan tugas yang bersifat manual; 3) Kompleksitas pekerjaan; 4) Pengulangan pekerjaan dan; 5) Tidak adanya integrasi dengan layanan lainnya.

Dalam perkembangan selanjutnya, sejalan dengan penetapan PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), secara internal, sekolah (termasuk SMK N 6 Surakarta) diharapkan melakukan penilaian kinerja dengan instrumen Evaluasi Diri Sekolah (EDS). EDS merupakan evaluasi diri sekolah


(32)

dalam pencapaian Standar Nasional Pendidikan. Melalui evaluasi diri sekolah, sekolah dapat mengekspos realitas sekolah tersebut melalui analisis delapan standar nasional pendidikan. Sekolah akan mengetahui data yang benar tentang standar nasional pendidikan dengan instrumen meliputi standar isi, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar penilaian, standar pendidik dan tenaga pen-didikan, standar pembiayaan, standar kompetensi lulusan, dan standar penge-lolaan. Pengukuran kinerja dengan EDS memberikan gambaran tentang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah namun tidak memberikan gambaran kinerja sekolah yang menyeluruh.

Pengukuran kinerja yang telah dilakukan sebagaimana dipaparkan di atas belum menyentuh seluruh aspek yang ada di organisasi sekolah sehingga belum dapat menunjukkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Pengukuran pada aspek lain, misalnya pengukuran kepuasan pelanggan/siswa, kepuasan guru dan karyawan maupun stakeholder pendidikan yang lain belum menjadi prioritas pengukuran kinerja. Kondisi ini menjadikan sekolah tidak mengetahui secara holistik tentang kinerja sekolah. Padahal setiap organisasi, menurut Pyzdek dalam Indriati (2011) termasuk sekolah, perlu mengevaluasi kinerjanya dari sudut pandang yang lebih komprehensif.

Pengukuran kinerja yang komprehensif baik terkait dengan aspek keuangan maupun non keuangan, jangka pendek maupun jangka panjang terdapat pada Balanced Scorecard. Balanced Scorecard juga dianggap lebih sesuai untuk lembaga pendidikan/sekolah yang telah melaksanakan MBS karena memiliki visi dan misi menjadi sekolah unggul dalam berbagai aspek kinerjanya. Penilaian kinerja sekolah dengan pendekatan Balanced Scorecard diharapkan dapat mengatasi kelemahan berbagai penilaian kinerja yang selama ini telah dilakukan


(33)

10

atas institusi pendidikan. Yuksel dan Caskun (2013) menyatakan bahwa BSC tidak hanya baik dalam monitoring dan evaluasi kinerja institusi pendidikan tetapi juga sangat baik juga untuk mencapai peningkatan kinerja terbaik. Mac Stravic (1999) dalam Yuksel dan Caskun (2013) Implementasi BSC di institusi pendidikan dapat memberikan internal stakeholders seperti staf guru dan pekerja kebanggaan dengan apa yang dikerjakan. Salah satu kendala dalam implementasi MBS adalah faktor pengetahuan dan kemampuan perangkat manjemen sekolah yang masih lemah tentang penyusunan perencanaan strategik lembaga dan penjabarannya dalam perencanaan yang lebih operasional. Data survei yang dilakukan oleh Sugeng (2010) di Kota Malang menunjukkan bahwa lembaga sekolah umumnya baru mampu menyusun visi dan misi dan belum mampu merealisasikannya dalam perencanaan strategis sekolah. Penelitian yang dilakukan oleh Dally (2010) tentang kajian implementasi Balanced Scorecard pada salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Bandung menunjukkan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat dipadukan dengan Balanced Scorecard sebagai model pengukuran kinerja di sekolah. Penggunaan BSC dapat membantu menterjemahkan visi, misi, dan strategi sekolah kedalam tujuan dan ukuran operasional (Hansen dan Mowen 2003 dalam Ali 2012). Tujuan dan ukuran operasional tersebut kemudian dinyatakan ke dalam empat perspektif, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan.

Penggunaan metode Balanced Scorecard dalam pengukuran kinerja organisasi memungkinkan pelaksanaan pengukuran kinerja organisasi dari aspek keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan berdasarkan capaian sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi dengan


(34)

mengacu pada tujuan, visi dan misi yang telah dicanangkan. Pendekatan Balanced Scorecard dapat memperhitungkan entitas sebagai fungsi yang menyeluruh dengan mengaitkan visi, misi, strategi lembaga, dan pengukuran kinerja yang komprehensif dan progresif.

SMK Negeri 6 Surakarta sebagai organisasi, memiliki visi, misi dan tujuan yang akan dicapai. Pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi sangat ditentukan oleh pengelolaan terhadap seluruh sumber daya dan stakeholder SMK Negeri 6 Surakarta. Sejauh mana pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi diperlukan penilaian kinerja sekolah agar kualitas pendidikan dan pengelolaan institusi pendidikan (SMK N 6 Surakarta) terus meningkat dan memberikan kepuasan kepada seluruh stakeholdernya.

Data penerimaan siswa baru dari Bagian Litbang dan Kesiswaan diketahui terjadi penurunan jumlah pendaftar di SMK Negeri 6 Surakarta pada lima tahun terakhir yang menunjukkan menurunnya minat customer atau masyarakat untuk bersekolah di SMK N 6 Surakarta. Penurunan jumlah pendaftar yang merupakan calon pelanggan dapat merupakan indikator terdapatnya permasalahan dalam kinerja sekolah khususnya dalam kepuasan pelanggan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti bermaksud melakukan analisis pengukuran kinerja manajemen berbasis sekolah SMK Negeri 6 Surakarta dengan pendekatan Balanced Scorecard agar diperoleh gambaran kinerja yang komprehensif dibandingkan dengan pengukuran kinerja yang telah dilakukan dengan pendekatan-pendekatan lain yang pernah dilakukan. Hal ini peneliti lakukan dengan melihat belum ada penelitian sejenis yang dilakukan untuk tingkat SMK di Jawa Tengah, khususnya di SMK Negeri 6 Surakarta.


(35)

12

B. Perumusan masalah

Pengukuran kinerja yang selama ini telah dilakukan di SMK N 6 Surakarta, baik berupa Evaluasi Diri Sekolah, Akreditasi maupun pemeringkatan sekolah yang ditinjau dari peroleh nilai Ujian Nasional masih bersifat parsial dan belum komprehensif sehingga belum mencerminkan pencapaian visi, misi dan tujuan sekolah.

Untuk dapat meningkatkan kinerja SMK Negeri 6 Surakarta diperlukan penilaian kinerja secara menyeluruh yang dapat mengarahkan seluruh akivitas yang dilakukan agar sesuai dengan visi, misi dan strategi yang ditetapkan. Penilian kinerja dengan pendekatan balanced scorecard diharapkan mampu memberikan gambaran menyeluruh terkait dengan kinerja SMK N 6 Surakarta dalam empat perspektif, yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Penilaian kinerja yang menyeluruh akan memberikan informasi dan masukan bagi sekolah terkait dengan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (SWOT) sekaligus menjadi referensi bagi sekolah dalam menyusun rencana operasi (Plan Action) peningkatan kinerja sekolah.

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi pokok permasalahan pada:

a. Bagaimana kinerja SMK Negeri 6 Surakarta jika diukur dari aspek keuangan? b. Bagaimana kinerja SMK Negeri 6 Surakarta jika diukur dari aspek pelanggan? c. Bagaimana kinerja SMK Negeri 6 Surakarta jika diukur dari aspek bisnis

internal?

d. Bagaimana kinerja SMK Negeri 6 Surakarta jika diukur dari aspek pembelajaran dan pertumbuhan?


(36)

e. Bagaimana rencana operasi (plan action) dalam rangka peningkatan kinerja MBS SMK Negeri 6 Surakarta berdasarkan hasil analisis kinerja dengan pendekatan Balanced Scorecard?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumuasan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah : a. Mendeskripsikan kinerja SMK Negeri 6 Surakarta apabila dilihat dari aspek

keuangan.

b. Mendeskripsikan kinerja SMK Negeri 6 Surakarta apabila dilihat dari aspek pelanggan.

c. Mendeskripsikan kinerja SMK Negeri 6 Surakarta apabila dilihat dari aspek bisnis internal.

d. Mendeskripsikan kinerja SMK Negeri 6 Surakarta apabila dilihat dari aspek pembelajaran dan pertumbuhan.

e. Merumuskan rencana operasi (plan action) peningkatan kinerja SMK Negeri 6 Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak:

a. Manfaat Teoritis Akademis

Penelitian ini secara akademis diharapkan dapat menambah khasanah pene-litian yang sudah ada sebelumnya khususnya terkait dengan pengukuran kinerja MBS dengan pendekatan balanced scorecard. Di samping itu,


(37)

14

kan pula penelitian ini dapat menjadi referensi bagi berbagai pihak yang akan melakukan penelitian sejenis dan menjadi referensi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya terkait denngan pengukuran kinerja dengan balanced scorcard dalam dunia pendidikan, khususnya SMK.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini sangat bermakna bagi peneliti, yang juga sebagai guru, dimana dalam jenjang karir akan bersentuhan dengan pengukuran kinerja sekolah. Di sisi lain, penelitian ini diharapkan bermakna bagi sekolah (SMK N 6 Surakarta) sebagai dasar penetapan strategi peningkatan kinerja. Lebih dari itu, peneliti berharap, penelitian ini juga dapat digunakan oleh Dikpora Kota Surakarta khususnya Bagian Pembinaan SMK untuk mengetahui tingkat kinerja MBS di kota Surakarta ditinjau dari empat aspek yang ada dalam balanced scorecard.


(38)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Manajemen Berbasis Sekolah 1. Kualitas Pendidikan

Pendidikan merupakan faktor kunci dalam pembangunan nasional di segala bidang, baik sosial, politik, ekonomi, budaya maupun moral (Pushpanadham, 2006). Peningkatan kualitas pendidikan akan memberikan multiflier effect terha-dap komponen pembangunan bangsa yang lain. Pendidikan yang berkualitas akan mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia yang menjadi subyek seka-ligus obyek dari pembangunan itu sendiri.

a. Pengertian Kualitas Pendidikan

Pengertian mutu menurut Umaedi dalam Halim (2010) mengandung makna derajat (tingkat keunggulan suatu produk (hasil/kerja) baik berupa barang maupun jasa baik yang tangible maupun intangible. Dalam konteks pendidikan, mutu pendidikan mengacu pada proses pendidikan dan hasil pen-didikan. Untuk mengetahui hasil/prestasi yang dicapai sekolah, terutama aspek kemampuan akademik dapat dilakukan dengan menggunakan bench-marking.

Pengertian kualitas atau mutu dapat dilihat dari konsep secara absolut dan relatif (Edward & Sallis 2004). Dalam konsep absolut sesuatu disebut berkualitas jika memenuhi standar tertinggi dan sempurna. Dengan kata lain sesuatu itu tidak ada lagi yang dapat mengungguli kualitasnya. Relevansinya

15


(39)

16

dalam konteks pendidikan, konsep kualitas absolut ini bersifat elitis karena hanya sedikit lembaga pendidikan yang akan mampu menawarkan kualitas tertinggi kepada peserta didik dan hanya sedikit siswa yang akan mampu membayarnya (Rofiq 2012). Sedangkan dalam konsep relatif, kualitas ber-makna memenuhi spesifikasi yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan (fit for their purpose). Edward & Sallis dalam Nurkolis (2003: 68) mengemukakan kualitas dalam konsep relatif berhubungan dengan pelanggan, maka kualitas diartikan dengan kesesuaian dengan spesifikasi yang ditetapkan pelanggan.

Dalam konteks dunia pendidikan, kualitas yang dimaksudkan adalah dalam konsep relatif, terutama jika dikaitkan dengan kepuasan pelanggan. Supriyanto (1999) dalam Slamet (2010) mengemukakan dalam bidang pendi-dikan, pelanggan internal adalah pegawai sekolah, sedangkan pelanggan eksternal adalah peserta didik. Fokus utama dari lembaga pendidikan ialah pada pelanggan eksternal (peserta didik) (http://utuhslamet.wordpress.com).

Dalam konteks Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) kualitas lulusan salah satunya diukur dari penguasaan kompetensi. Kualitas out put SMK yang diharapkan tergambar dalam profil lulusan SMK sebagai mana dirumuskan oleh Kementrian Pendidikan Nasional sebagai berikut:

a. Kemampuan mengembangkan jati diri sebagai warga NKRI serta integri-tas moral dan akhlak yang tinggi.

b. Kemampuan belajar sepanjang hayat secara mandiri dan memproses infor-masi untuk kepentingan kini dan nanti serta kebiasaan membaca dan me-nulis dengan baik.


(40)

c. Pribadi yang bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan yang ditun-jukkan dengan kesediaan menerima tugas, memenuhi standar dan strategi yang tepat serta konsisten dalam menyelesaikan tugas tesebut, dan ber-tanggungjawab terhadap hasilnya.

d. Kemampuan berfikir yang kuat dan luas secara deduktif, induktif, ilmiah, kritis, kreatif, inovatif, dan eksperimentif untuk menemukan kemungkinan -kemungkinan baru atau ide-ide baru yang belum terfikirkan sebelumnya. e. Penguasaan tentang diri sendiri sebagai pribadi.

f. Penguasaan materi pelajaran yang ditunjukkan dengan kelulusan ujian nasional dan sertifikasi internasional untuk mata pelajaran yang dikompe-tisikan secara internasional.

g. Penguasaan teknologi dasar yang mutakhir dan canggih. h. Bekerja sama dengan pihak lain secara individual, kelompok.

i. Kemampuan mengkomunikasikan ide dan informasi kepada pihak lain dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing (terutama bahasa Inggris)

j. Kemampuan mengelola kegiatan.

k. Kemampuan mengidentifikasi dan mengorganisasi, merencanakan dan mengalokasikan sumber daya manusia dan sumber daya alam.

l. Kemampuan memecahkan masalah dan pengambilan keputusan. m. Terampil dalam menggunakan ICT.

n. Memahami budaya bangsa lain.

o. Kepedulian terhadap lingkungan sosial, fisik, dan budaya.

p. Menghasilkan karya yang bermanfaat bagi diri sendiri dan bangsa.


(41)

18

q. Memahami, menghayati, dan menerapkan jiwa kewirausahaan dalam kehidupannya.

b. Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan

Kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai cara dan strategi. John Bishop dalam Nurkholis (2003: 78-79) memaparkan beberapa strategi peningkatan kualitas pendidikan:

1) Meningkatkan ukuran prestasi akademik melalui ujian nasional atau ujian daerah yang terkait dnegan kompetensi dan pengetahuan, memperbaiki tes bakat (Scolastic Aptitude Test), sertifikasi kompetensi, dan profil porto-folio.

2) Membentuk kelompok sebaya (peer learning) untuk meningkatkan gairah pembelajaran melalui belajar secara kooperatif (cooperative learning). 3) Menciptakan kesempatan baru di sekolah dengan mengubah jam sekolah

menjadi pusat belajar sepanjang hari dan tetap membuka sekolah pada jam-jam libur.

4) Meningkatkan pemahaman dan penghargaan belajar melalui penguasaan materi dan penghargaan atas pencapaian prestasi akademik.

5) Membantu siswa memperoleh pekerjaan dengan menawarkan kursus-kursus atau diklat yang berkaitan dengan ketrampilan memperoleh pe-kerjaan.

Sementara itu, Hardy (2007) mengemukakan bahwa peningkatan mutu pendidikan mencakup aspek input, proses dan output.


(42)

a. Input Pendidikan, antara lain dilakukan melalui: 1) Pengangkatan guru dan peningkatan kualifikasi, kompetensi tenaga kependidikan dan Sertifikasi Guru; 2) Pemenuhan kebutuhan fasilitas belajar, buku dan alat pembelajaran minimal; 3) Rehabilitasi sekolah-sekolah yang tidak layak pakai; dan 4) Penataan dan standarisasi sistem pembiayaan pendidikan minimal.

b. Proses pendidikan dilakukan melalui: 1) Peningkatan proses pembelajaran yang efektif (berbasis kompetensi, life skills, belajar tuntas, mendorong kreativitas); 2) Peningkatan efektivitas penilaian pendidikan di tingkat kelas; dan 3) Pembenahan manajemen dan kepemimpinan sekolah melalui program manajemen berbasis sekolah.

c. Output pendidikan mencakup: 1) Pelaksanaan sistem ujian nasional untuk mengukur kompetensi siswa dan sebagai bentuk akuntabilitas publik; 2) Pelaksanaan akreditasi sekolah untuk menentukan tingkat kelayakan suatu lembaga pendidikan; 3) Pelaksanaan kompetisi akademik dan non akademik tingkat lokal, nasional dan internasional

2. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Istilah manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan terjemahan dari

“school-based management (SBM)”. Istilah ini populer di Amerika Serikat setelah munculnya keraguan terhadap relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.


(43)

20

Wohlstetter dan Mohrman sebagaimana dikutip Hasballah (2006: 67) menyatakan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah adalah pendekatan politis untuk mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada partisipan sekolah pada tingkat lokal guna memajukan sekolahnya. Partisipan lokal yang dimaksud adalah kepala sekolah, guru, pengawas, orang tua siswa, masyarakat sekitar, dan siswa sendiri.

Oswald (1995) memberikan deskripsi manajemen berbasis sekolah sebagai:

“the desentralization of decision-making to the school site with the argument that, when properly implemented, improvements are experienced in student programmes because resouces are provided to match thier needs; in the quality of decision making through participation; and in the quality of communication among all the stakeholders”.

Pendapat Oswald ini sejalan dengan Sackney dan Dibski (1992: 105) dengan menyatakan bahwa “for some of its advocates, it is also a proposal for shared decicion making within schools. And for some, it is a method for increasing the influence of parents in school decision-making”

Larry Kuchn dalam “ERIC Clearinghouse on Educational Manage-ment” mengatakan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah dapat didefinisikan sebagai suatu proses kerja komunitas sekolah dengan cara menerapkan kaidah-kaidah otonomi, akuntabilitas, partisipasi, dan sustainabilitas untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran bermutu (Sudarwan Danim 2006: 33)

Ibtisam dalam Halim (2010) menjelaskan bahwa MBS merupakan upaya pengelolaan struktur penyelenggaraan pendidikan yang terdesentralisasi dengan penempatan sekolah sebagai unit utama pengingkatan mutu pendi-commit to user


(44)

dikan. Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa MBS sebagai upaya memo-tivasi kepala sekolah untuk lebih bertanggung jawab terhadap mutu peserta didik.

Mallen, Ogawa dan Krans dalam Halim (2010) juga menjelaskan bahwa MBS merupakan konsep penyelenggaraan sekolah yang bersifat desentralisasi dengan mengidentifikasi sekolah itu sendiri sebagai unit utama peningkatan serta bertumpu pada redistribusi kewenangan pembuatan keputusan. Imple-mentasi MBS ini paling tidak didasarkan pada dua argumen yakni 1) MBS diharapkan mampu meningkatkan kepastian manajemen sekolah dan gover-nance dan 2) MBS dapat memunculkan kondisi yang memungkinkan per-baikan pengajaran dan pembelajaran.

Seiring dengan perubahan paradigma pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi melalui UU No. 32 Tahun 2005 tentang Otonomi Daerah maka dibidang pendidikan pun terjadi perubahan paradigma mengikuti perubahan desentralisasi pemerintahan ini yaitu otonomi pendidikan walaupun tidak sepenuhnya misalnya kurikulum, ujian nasional dan sebagainya masih diatur oleh Pusat, saat ini manajemen sekolah jauh berbeda dari manajemen pendidikan sebelumnya yang semua serba diatur dari pemerintah pusat. Imple-mentasi manajemen pendidikan model MBS berpusat pada sumber daya yang ada di sekolah itu sendiri. Dengan demikian, akan terjadi perubahan para-digma manajemen sekolah, yaitu yang semula diatur oleh birokrasi di luar sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah itu sendiri.


(45)

22

MBS memberikan kekuasaan yang luas hingga tingkat sekolah secara langsung. Dengan adanya kekuasaan pada tingkat lokal sekolah maka keputu-san manajemen terletak pada stakeholder lokal, dengan demikian mereka diberdayakan untuk melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan kinerja sekolah. Dengan MBS terjadi proses pengambilan keputusan kolektif ini dapat meningkatkan efektifitas pengejaran dan meningkatkan kepuasan guru.

Walaupun MBS memberikan kekuasaan penuh kepada sekolah secara individual, dalam proses pengambilan keputusan sekolah tidak boleh berada di satu tangan saja. Ketika MBS belum ditetapkan, proses pengambilan keputu-san sekolah seringkali dilakukan sendiri oleh pihak sekolah secara internal yang dipimpin langsung oleh kepala sekolah. Namun, dalam kerangka MBS proses pengambilan keputusan mengikutkan partisipasi dari berbagai pihak baik internal, eksternal, maupun jajaran birokrasi sebagai pendukung. Dalam pengambilan keputusan harus dilakukan secara kolektif diantara stakeholder sekolah. Dengan demikian, sekolah akan bersifat responsif terhadap kebu-tuhan masing-masing siswa dan masyarakat sekolah. Prestasi belajar siswa dapat dioptimalkan melalui partisipasi langsung orang tua dan masyarakat. 3. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah

Idealnya konsep MBS ini adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan


(46)

nasional. Karena itu, esensi MBS = Otonomi Sekolah + Pengambilan Keputusan partisipatif untuk mencapai sasaran mutu sekolah. Brown (1990) dalam Hasbullah (2010: 75), karakteristik utama dan efektif dalam penerapan MBS mencakup otonomi, fleksibilitas, dan responsibilitas, perencanaan oleh kepala sekolah dan warga sekolah, deregulasi sekolah, partispasi lingkungan sekolah, kolaborasi dan kerjasama antar staf sekolah dan rasa peduli dari kepala sekolah dan guru.

Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan/kemandirian yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka/tidak tergantung. Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasar-kan aspirasi warga sekolah sesuai peraturan perundang-undangan pendidiberdasar-kan nasional yang berlaku. Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus didu-kung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi dan menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumberdaya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemam-puan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemamkemam-puan adaptif, antisi-patif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.

Pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, dimana warga sekolah (guru, siswa, karyawan, orang tua siswa, tokoh


(47)

24

rakat) didorong untuk terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan yang dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika sesorang dilibatkan (berpartisipasi) dalam pengam-bilan keputusan, maka yang bersangkutan akan mempunyai ”rasa memiliki” terhadap keputusan tersebut, sehingga yang bersangkutan juga akan bertang-gungjawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah. Singkatnya makin besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa memiliki, makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggung jawab dan makin besar pula dedikasinya. Tentu saja pelibatan warga sekolah dalam pengam-bilan keputusan harus mempertimbangkan keahlian, batas kewenangan dan relevansinya dengan tujuan pengambilan keputusan sekolah.

4. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah

Dally (2010: 19) menjelaskan tujuan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah adalah :

a. meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan insiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya tang tersedia;

b. meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama; c. meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, sekolah dan

pemerintah tentang mutu sekolah;

d. meningkatkan kompetisi yang sehat antarsekolah untuk pencapaian mutu pendidikan yang diharapkan;


(48)

e. memberdayakan potensi sekolah yang ada agar menghasilkan lulusan yang berhasil guna dan berdaya guna.

Pada prinsipnya tujuan dari MBS adalah meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengam-bilan keputusan bersama, meningkatkan tanggung jawab kepala sekolah kepada institusi sekolahnya dan meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.

5. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah

Model MBS yang diterapkan di Indonesia diberi nama Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). MPMBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah, dan mendorong pertisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Sedangkan pengambilan keputu-san partisipatif adalah cara untuk mengambil keputukeputu-san melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratis dimana warga sekolah didorong


(49)

26

untuk terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan yang dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah.

Wohlstetter dalam Watson sebagaimana dikutip oleh Nurkholis (2003: 81-82) memberikan panduan yang komprehensif sebagai elemen kunci refor-masi MBS yang terdiri atas:

a. menetapkan secara jelas visi dan hasil yang diharapkan;

b. menciptakan fokus tujuan nasional yang memerlukan perbaikan;

c. adanya panduan kebijakan dari pusat yang berisi standar-standar kepada sekolah;

d. tingkat kepemimpinan yang kuat dan dukungan politik serta dukungan kemimpinan dari atas;

e. pembangunan kelembagaan sekolah melalui pelatihan dan dukungan kepada kepala sekolah, guru, dan anggota dewan sekolah;

f. adanya keadilan dalam pendanaan atau pembiayaan pendidikan.

Implementasi MBS di sekolah memungkinkan sekolah mengolaborasi dan menyinergikan seluruh komponen yang ada di sekolah untuk pencapaian tujuan sekolah. Elder (1996) menggambarkan interaktif komponen dari MBS sebagai berikut:


(50)

Gambar 1: Interaksi Komponen MBS (Elder, 1996)

Menurut Elder (1996) beberapa komponen yang dapat mendorong penguatan implementasi MBS di sekolah antara lain:

a. Peran kunci dari kepala sekolah dan penting untuk memastikan bahwa kepala sekolah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang baik untuk posisinya.

b. Tuntutan atas kepala sekolah dan guru untuk memiliki pengetahuan, skil dan sikap dengan pengadaan program training dan upgrading.

c. Penyebaran kewenangan di sekolah dengan melibatkan partisipasi seluruh stakeholder sekolah dalam pembuatan kebijakan sekolah dan implemen-tasinya.

d. Melakukan deseminasi informasi kepada seluruh stakeholder sehingga mereka dapat membuat keputusan berdasarkan informasi tersebut.

Menurut Fattah (2003: 67), implementasi MBS yang baik akan memberi-kan keuntungan sebagai berikut:

SBM

(MBS)

Decission-making, delegation, consultation, collaboration Curriculum & instruction School Develompment: Buildings & facilities Students Assessment Staff Profesional Development Paret & Community Development Programmes Extra Curricular Activities Staff Assessments


(51)

28

a. Kebijakan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada siswa, orang tua, dan guru;

b. Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumberdaya lokal;

c. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, tingkat putus sekolah, moral guru, hasil belajar, tingkat pengulangan, dan iklim sekolah;

d. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah, perubahan perencanaan.

Danim (2008: 121) memaparkan ukuran keberhasilan dari implementasi MBS dapat dinilai dari delapan kriteria, yaitu:

a. Jumlah siswa yang mendapat pelayanan pendidikan semakin meningkat. b. Kualitas layanan pendidikan menjadi lebih baik. Layanan yang berkualitas

menyebabkan prestasi siswa juga meningkat dan secara bersama kualitas pendidikan juga meningkat.

c. Tingkat tinggal kelas menurun dan produktifitas sekolah meningkat. Jumlah calon siswa yang mendaftar meningkat dan tingkat tinggal kelas menurun karena siswa bersemangat untuk datang ke sekolah.

d. Karena program sekolah direncanakan bersama-sama dengan masyarakat maka relevansi penyelenggaraan, biak kurikulum ataupun sarana prasarana disesuaikan dengan situasi dan tujuan.

e. Terjadinya keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan karena penentuan biaya pendidikan tidak dilakukan secara merata, tetapi berdasarkan kemam-puan ekonomi masing-masing keluarga.


(52)

f. Semakin meningkatnya keterlibatan orang tua dalam pengambilan keputu-san baik keputukeputu-san instruksional maupun organisasi.

g. Semakin baiknya iklim dan budaya kerja di sekolah yang akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan kualitas pendidikan selanjutnya.

Keberhasilan implementasi MBS akan mendorong terwujudnya sekolah yang efektif. Sekolah yang efektif umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai berikut:

a. Proses belajar mengajar yang efektivitasnya tinggi; b. Kepemimpinan sekolah yang kuat;

c. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib; d. Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif; e. Sekolah memiliki budaya mutu;

f. Sekolah memiliki “teamwork”yang kompak, cerdas, dan dinamis; g. Sekolah memiliki kemandirian (kewenangan);

h. Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat; i. Sekolah memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen;

j. Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (psikologis dan fisik); k. Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan; l. Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan;

m. Komunikasi yang baik;

n. Sekolah memiliki akuntabilitas.


(53)

30 B. Kinerja 1. Pengertian Kinerja

Secara etimologis kinerja merupakan terjemahan dari performance (Inggris). Selain bermakna kinerja, performance juga diterjemahkan secara beragam. Sedarmayanti (2001: 50) mengemukakan performance dapat diterje-mahkan menjadi “kinerja, juga berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja/unjuk kerja/penampilan kerja”. Secara umum istilah kinerja digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun organisasi. Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu organisasi dihubungkan dengan misi dan visi yang diemban oleh suatu organisasi, serta mengetahui dampak positif dan negatif suatu kebijakan operasional yang diambil. Dengan adanya informasi kinerja suatu organisasi sektor publik akan dapat diambil tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas kebijakan, meluruskan kegiatan-kegiatan utama dan tugas pokok organisasi, bahan untuk perencanaan, menentukan tingkat keberhasilan organisasi dan sebagainya (Muhroji 2012).

Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Kinerja dapat diketahui hanya jika individu atau organisasi tersebut memiliki kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa


(54)

ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada parameter ukurnya (www.mohmahsun.blogspot. com).

Gibson et al. (1996: 118) mengatakan, kinerja adalah tingkat keber-hasilan dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai sese-orang atau sekelompok sese-orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Prawirosentono 1999). Terdapat hubungan erat antara kinerja perorangan dengan kinerja organisasi, dengan kata lain bila kinerja karyawan baik maka kemungkinan besar kinerja organisasi juga baik. Sebaliknya, jika kinerja karyawan buruk maka secara lanngsung akan berdampak terhadap buruknya kinerja organisasi. Oleh karena itulah penting sebuah kinerja untuk dapat diukur, baik kinerja karyawan secara perseorangan maupun kinerja organisasi secara keseluruhan. Hal ini senada dengan Rivai (2004: 14) mengemukakan kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.

Terkait dengan ruang lingkupnya, kinerja juga memiliki dua perspektif yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Asumsinya adalah kinerja organisasi merupakan akumulasi dari kinerja individu yang ada dalam organisasi tersebut. Moeljono (2003: 66) menegaskan kinerja organisasi


(55)

32

sangat ditentukan oleh kinerja individu. Hasibuan (2001: 94) menyatakan kinerja sebagai prestasi kerja mengungkapkan “prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang disandarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”.

2. Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja adalah proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan seberapa jauh pelanggan terpuaskan); hasil kegiatan diban-dingkan dengan maksud yang diinginkan, efektifitas tindakan dalam mencapai tujuan (Robertson 2002 dalam Mahsun 2009: 25).

Menurut Yuwono et al., (2007: 23), pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktifitas dalam rantai nilai (value chain) yang terdapat dalam perusahaan atau organi-sasi. Pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi dan pengaruhnya berdasarkan sasaran standar dan kinerja (Mulyadi 2001). Pengukuran kinerja menentukan secara periodik operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuah-kan tindakan dan hasil yang diinginkan.


(56)

Whittaker (dalam Tangkilisan, 2007: 171) mengemukakan pengukuran kinerja organisasi merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Stout (dalam Tangkilisan, 2007: 174) mengemukakan pengukuran kinerja organisasi meru-pakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa atau pun suatu proses.

Mahmudi (2010: 14) menyatakan bahwa tujuan pengukuran kinerja adalah:

a. Mengetahui tingkat ketercapaian organsisasi.

Penilaian kinerja berfungsi sebagai tonggak yang menunjukkkan tingkat ketercapaian tujuan dan menunjukkan apakah organisasi berjalan sesuai dengan arah atau menyimpang dari tujuan yang ditetapkan.

b. Menyediakan sarana pembelajaran bagi pegawai.

Penilaian kinerja merupakan sarana untuk pembelajaran pegawai tentang bagaimana seharusnya mereka bertindak dan memberikan dasar dalam perubahan perilaku, sikap, ketrampilan atau pengetahuan kerja yang harus dimiliki pegawai untuk mencapai hasil terbaik.

c. Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya.

Penerapan penilaian kinerja dalam jangka panjang bertujuan untuk membentuk budaya berprestasi di dalam organisasi dengan menciptakan keadaan setiap orang dalam organisasi dituntut untuk berprestasi. Kinerja antar waktu harus meningkat dan lebih baik.


(57)

34

d. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian penghargaan dan hukuman.

Organisasi yang berkinerja tinggi berusaha menciptakan sistem penghar-gaan seperti kenaikan gaji/tunjangan, promosi, atau hukuman seperti penundaan promosi atau teguran, yang memiliki hubungan yang jelas dengan pengetahuan, ketrampilan, dan kontribusi terhadap kinerja organisasi.

e. Memotivasi pegawai.

Dengan adanya penilaian kinerja yang dihubungkan dengan manajemen kompensasi, maka pegawai yang berkinerja tinggi atau baik akan memperoleh penghargaan.

f. Menciptakan akuntabilitas publik.

Penilaian kinerja menunjukkan seberapa besar kinerja manajerial dicapai yang menjadi dasar penilaian akuntabilitas. Kinerja tersebut harus diukur dan dilaporkan dalam bentuk laporan kinerja sebagai bahan untuk mengevaluasi kinerja organisasi dan berguna bagi pihak internal maupun eksternal.

Menurut Lynch dan Cross (1993) dalam Yuwono et al. (2007: 29) pengukuran kinerja memberikan manfaat untuk:

a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberikan kepuasan kepada pelanggan.


(58)

b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelangggan dan pemasok internal.

c. Mengidentifikasi berbagai persoalan pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan.

d. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.

e. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi imbalan atas perilaku yang diharapkan tersebut.

Pengukuran kinerja sekolah yang merupakan bagian dari organisasi sektor publik merupakan hal yang sangat penting. Bastian (2007: 275) menyebutkan beberapa manfaat pengukuran kinerja baik untuk internal maupun eksternal organisasi sektor publik, yaitu:

a. Memastikan pemahaman para pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk pencapaian kinerja.

b. Memastikan terpaianya rencana kinerja yang telah disepakai.

c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja. d. Memberikan penghargaan dan hukuman yang obyektif atas prestasi pelaksana yang telah diukur dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati.

e. Menjadi alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi.

f. Mengidentifikasikan apakah kepuasan sudah terpenuhi.


(59)

36

g. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.

h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif. i. Menunjukkan peningkatan perlu dilakukan.

j. Mengungkapkan permasalahan yang terjadi.

Secara lebih spesifik, Muhroji (2012) memberikan paparan tentang manfaat pengukuran kinerja sekolah, yaitu:

1. Meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah. Oleh karen itu informasi pencapaian kinerja sekolah akan mem-berikan masukan kepada sekolah mengenai pelayanan pendidikan yang diinginkan oleh masyarakat.

2. Guru dan karyawan akan mengukur sendiri aktivitasnya sehingga dapat meningkatkan motivasi bekerja. Sekolah akan memperioritaskan program dan aktivitas yang meningkatkan kinerja sekolah.

3. Memberikan informasi tentang posisi dan kedudukan sekolah dibandingkan sekolah lainnya.

4. Membantu mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi sekolah, baik masalah internal maupun masalah eksternal.

3. Parameter Pengukuran Kinerja Sekolah

Merujuk kepada konsep organisasi, sekolah dapat disebut sebagai organisasi. Oleh karena itu pengertian kinerja organisasi dapat digunakan sebagai dasar untuk merumuskan pengertian kinerja sekolah. Berdasarkan hal tersebut kinerja sekolah dapat didefinisikan sebagai kualitas proses dan hasil kerja yang telah dilakukan oleh sekolah sesuai dengan visi dan misi sekolah.


(60)

Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja sekolah. Rogers (1994) dalam Mahmudi (2010: 20) menyatakan bahwa kinerja merupakan suatu konstruk yang bersifat multidimensional, pengukurannya juga bervariasi ter-gantung pada kompleksitas faktor-faktor yang membentuk kinerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah:

a. Faktor personal/individu yang meliputi: pengetahuan, keterampilan /skill, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu.

b. Faktor kepemimpinan yang meliputi: kualitas dalam memberikan doro-ngan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader.

c. Faktor sistem yang meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja organisasi. d. Faktor kontekstual/situasional yang meliputi tekanan dan perubahan

ling-kungan eksternal dan internal.

Sebagai suatu konstruk, menurut Collins & Mary (1992), Bhargava et al. (1994), serta Li & Simerly (1988), kinerja bersifat multidimensional akan bias jika diukur dengan menggunakan pengukuran atau standar tunggal. Oleh karena itu umumnya kinerja diukur berdasarkan perbandingan dengan berbagai kriteria atau standar (Murphy et al. 2996; Wiklund 1999). Lumkin dan Dess (1996), dan Wiklund (1999), menegaskan “karena kinerja suatu organisasi memiliki banyak dimensi, maka semakin banyak ukuran yang digunakan, yaitu berdasarkan perbandingan berbagai kriteria dan standar, akan


(61)

38

semakin memberikan informasi kinerja yang semakin baik. Brandon dan Drtina (1998), mengingatkan kesalahan penetapan pengukuran kinerja akan mengakibatkan informasi kinerja yang salah. Oleh karena langkah pertama dalam merancang sistem pengukuran kinerja adalah memilih ukuran-ukuran yang tepat sesuai dengan seluruh aspek dan kepentingan organisasi.

Lusthaus et al. (1999: 46) mengemukakan kinerja organisasi dapat diukur melalui dimensi efektivitas, efisiensi, relevansi, dan kesinambungan keuangan. Perry (dalam Syarifudin dan Tangkilisan 2002: 14) menge-mukakan dimensi pengukuran untuk mengukur kinerja organisasi adalah workload/demand, economy, efficiency, effectiveness, dan equity. Sementara itu, Nurkolis (2003: 111) mengemukakan kinerja sekolah dapat diukur dari efektivitas, kualitas, produktivitas, efisiensi, inovasi, kualitas kehidupan, dan moral kerja.

Ammons (dalam Muhammad 2008: 15) menjelaskan kinerja organi-sasi dapat diukur melalui kriteria workload, efficiency, effectiveness, dan pro-ductivity. Workload menunjukkan jumlah beban kerja yang diselesaikan. Efficiency menunjukkan perbandingan antara input dan output. Effectiveness menunjukkan perbandingan antara output dan outcome yaitu tingkat keterca-paian hasil akhir setelah output diperoleh. Productivity menunjukkan jumlah hasil yang dicapai pada kurun waktu tertentu.

Fenwick (dalam Muhammad 2008: 15) menggunakan tiga dimensi dalam mengukur kinerja organisasi, yaitu ekonomis, efisiensi, dan efektivitas. Dimensi ekonomi adalah perbandingan antara biaya yang dikeluarkan dan


(1)

Item_13. Imbalan yang ada terima dikaitkan dengan beban kerja yang anda lakukan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 8 14,5 14,5 14,5

3 13 23,6 23,6 38,2

4 28 50,9 50,9 89,1

5 6 10,9 10,9 100,0

Total 55 100,0 100,0

Item_14. Kesempatan untuk meningkatkan ketrampilan/skill pada pekerjaan anda saat ini

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 6 10,9 10,9 10,9

3 18 32,7 32,7 43,6

4 24 43,6 43,6 87,3

5 7 12,7 12,7 100,0

Total 55 100,0 100,0

Item_15. Kebebasan untuk menggunakan penilaian/saran kepada organisasi/sekolah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 12 21,8 21,8 21,8

3 21 38,2 38,2 60,0

4 20 36,4 36,4 96,4

5 2 3,6 3,6 100,0


(2)

Item_16. Kesempatan untuk menggunakan cara /metode anda sendiri untuk menyelesaikan pekerjaan.

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 2 3,6 3,6 3,6

3 11 20,0 20,0 23,6

4 36 65,5 65,5 89,1

5 6 10,9 10,9 100,0

Total 55 100,0 100,0

Item_17. Kondisi kerja (kenyamanan, fasilitas kerja) anda saat ini. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 3 5,5 5,5 5,5

3 14 25,5 25,5 30,9

4 26 47,3 47,3 78,2

5 12 21,8 21,8 100,0

Total 55 100,0 100,0

Item_18. Kerharmonisan kerja dengan sesama rekan kerja

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 4 7,3 7,3 7,3

3 11 20,0 20,0 27,3

4 29 52,7 52,7 80,0

5 11 20,0 20,0 100,0


(3)

Item_19. Penghargaan/imbalan /pujian yang anda terima jika menyelesaikan pekerjaan dengan baik.

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 1 1,8 1,8 1,8

2 5 9,1 9,1 10,9

3 24 43,6 43,6 54,5

4 20 36,4 36,4 90,9

5 5 9,1 9,1 100,0

Total 55 100,0 100,0

Item_20. Perasaan puas yang anda peroleh dalam menyelesaiakan pekerjaan tersebut.

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 2 3,6 3,6 3,6

3 12 21,8 21,8 25,5

4 33 60,0 60,0 85,5

5 8 14,5 14,5 100,0

Total 55 100,0 100,0

Item_21. Bagaimana penilaian anda terhadap tingkat ketersediaan informasi yang anda butuhkan di sekolah?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 4 7,3 7,3 7,3

3 13 23,6 23,6 30,9

4 27 49,1 49,1 80,0

5 11 20,0 20,0 100,0


(4)

Item_22. Bagaimana penilaian anda terhadap tingkat keakuratan informasi yang tersedia di sekolah?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 2 3,6 3,6 3,6

3 25 45,5 45,5 49,1

4 26 47,3 47,3 96,4

5 2 3,6 3,6 100,0

Total 55 100,0 100,0

Item_23. Bagaimana penilaian anda terhadap waktu yang diperlukan untuk mendapat informasi yang anda butuhkan di sekolah?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 3 27 49,1 49,1 49,1

4 19 34,5 34,5 83,6

5 9 16,4 16,4 100,0

Total 55 100,0 100,0

Item_24. Bagaimana penilaian anda terhadap waktu yang diperlukan untuk mendapat keakuratan informasi yang ada butuhkan di sekolah?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 1 1,8 1,8 1,8

3 23 41,8 41,8 43,6

4 29 52,7 52,7 96,4

5 2 3,6 3,6 100,0


(5)

Lampiran 9.Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen (Kuesioner Pelanggan) HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN

(PELANGGAN) A. Hasil Uji Validitas

Butir rHitung rTabel(α =5%, n= 100) Keterangan

1 0,414 0,195 Valid

2 0,396 0,195 Valid

3 0,468 0,195 Valid

4 0,579 0,195 Valid

5 0,462 0,195 Valid

6 0,649 0,195 Valid

7 0,379 0,195 Valid

8 0,391 0,195 Valid

9 0,623 0,195 Valid

10 0,496 0,195 Valid

11 0,630 0,195 Valid

12 0,634 0,195 Valid

13 0,330 0,195 Valid

14 0,681 0,195 Valid

15 0,721 0,195 Valid

16 0,655 0,195 Valid

17 0,568 0,195 Valid

18 0,676 0,195 Valid

19 0,644 0,195 Valid

20 0,493 0,195 Valid

21 0,577 0,195 Valid

22 0,561 0,195 Valid

23 0,649 0,195 Valid

24 0,696 0,195 Valid

B. Uji Reliabilitas


(6)

Item-Total Statistics Scale Mean

if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Item_1 78,35 109,583 ,368 ,457 ,903

Item_2 77,79 108,632 ,335 ,485 ,903

Item_3 78,59 106,911 ,405 ,502 ,902

Item_4 78,08 106,357 ,533 ,636 ,900

Item_5 77,95 107,462 ,404 ,526 ,902

Item_6 77,91 102,265 ,593 ,552 ,898

Item_7 78,12 108,228 ,308 ,446 ,905

Item_8 77,31 107,650 ,317 ,415 ,905

Item_9 77,96 105,695 ,581 ,718 ,899

Item_10 78,06 108,097 ,450 ,633 ,901

Item_11 77,94 102,259 ,571 ,650 ,899

Item_12 78,44 104,996 ,591 ,608 ,898

Item_13 78,31 110,277 ,275 ,323 ,904

Item_14 77,99 102,959 ,635 ,628 ,897

Item_15 78,22 103,123 ,683 ,643 ,896

Item_16 78,17 104,486 ,612 ,616 ,898

Item_17 78,17 104,809 ,510 ,589 ,900

Item_18 77,85 102,028 ,626 ,624 ,897

Item_19 77,96 103,312 ,593 ,606 ,898

Item_20 77,66 106,469 ,432 ,403 ,902

Item_21 77,68 104,664 ,521 ,649 ,900

Item_22 78,33 105,314 ,506 ,670 ,900

Item_23 78,04 103,736 ,602 ,649 ,898