Penerapan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa kelas XI MIA 1 SMA Bopkri 2 Yogyakarta pada materi sistem pertahanan tubuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM-BASED LEARNING) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA PADA MATERI

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh :

Benedikta Meryana Utami Saputri NIM 121434015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

i

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM-BASED LEARNING) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA PADA MATERI

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh :

Benedikta Meryana Utami Saputri NIM 121434015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

"Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal"

(Ayub 42:2)

Karya ini saya persembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus yang telah memberkati, menyertai dan melindungi hidup saya

2. Bapak dan Mama yang tersayang

3. Saudara saya (Hendri), keluarga dan sahabat terkasih 4. Dosen pembimbing: Dra. Maslichah Asy'ari, M.Pd. 5. Universitas Sanata Dharma


(6)

(7)

(8)

vii

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM-BASED LEARNING) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA PADA MATERI SISTEM PERTAHANAN

TUBUH

Benedikta Meryana Utami Saputri Universitas Sanata Dharma

2017 ABSTRAK

Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada materi sistem pertahanan tubuh, hal ini disebabkan metode pembelajaran yang dominan menggunakan metode ceramah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pencapaian kategori kemampuan berpikir kritis, mengetahui peningkatan hasil belajar ranah kognitif, dan mengetahui pencapaian indikator penilaian hasil belajar ranah psikomotorik siswa kelas XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta dengan penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah pada materi sistem pertahanan tubuh.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan pada bulan Mei 2017 dengan subyek penelitian 27 siswa. Penelitian ini terdiri dari 2 siklus dan masing-masing 2 kali pertemuan. Intrument pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan soal evaluasi. Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa siswa kelas XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta mampu mencapai kategori kemampuan berpikir sangat kritis dengan penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah pada materi sistem pertahanan tubuh dimana siklus I dan siklus II memperoleh hasil 100%. Hasil belajar ranah kognitif siswa pada materi sistem pertahanan tubuh mengalami peningkatan dimana pada siklus I diperoleh rata-rata sebesar 60,25 dengan persentase 15% dan pada siklus II diperoleh rata-rata sebesar 69,75 dengan persentase 45%. Selain itu, siswa juga mampu mencapai indikator penilaian hasil belajar ranah psikomotorik yang sangat tinggi dimana pada siklus I dan siklus II mencapai hasil sebesar 100%.

Kata Kunci: hasil belajar ranah kognitif, hasil belajar ranah psikomotorik, kemampuan berpikir kritis, materi sistem pertahanan tubuh, pembelajaran berbasis masalah


(9)

viii

PROBLEM-BASED ON LEARNING APPLICATION TO IMPROVE CRITICAL LEARNING ABILITY AND LEARNING OUTCOMES OF SENIOR HIGH

SCHOOL BOPKRI 2 YOGYAKARTA STUDENTS GRADE XI MIA 1 IN MATERIALS OF BODY DEFENSE SYSTEM

Benedikta Meryana Utami Saputri Sanata Dharma University

2017

ABSTRACT

This research was based on the low ability of critical thinking and learning outcomes of students toward body defense system materials which caused by dominant oral learning method. The aims of this research were to know the achievement of critical thinking skills category, to know the improvement of cognitive learning outcomes, and to know the achievement of assessment indicator of psychomotor learning outcomes of grade XI MIA 1 Senior High School BOPKRI 2

Yogyakarta through the application of Problem Based Learning model on the body defense system material.

This research was Classroom Action Research (CAR) which was conducted in May 2017 involving 27 students as subjects. This research consists both of 2 cycles and 2 meetings. Data was collected using observation sheet and evaluation question. Obtained data were analyzed quantitatively and qualitatively.

The research results showed that student’s grade XI MIA 1 Senior High School BOPKRI 2 Yogyakarta could achieve the very critical category of critical thinking skills category through the application of Problem Based Learning model on

the body defense system material which in cycle I and cycle II get result 100%. Cognitive learning outcomes on the body defense system material was improve which the average cycles I was 60.25 with the percentage of completeness of 15% and 69.75 for cycle II with 45% percentage. More over, student also could achieve the assessment indicator of psychomotor learning outcomes that very high which in cycle I and cycle II reach 100%.

Keywords: body defense system material, critical thinking ability, cognitive learning outcomes, problem based learning, psychomotor learning outcomes


(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kasih dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul "Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa Kelas XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta pada Materi Sistem Pertahanan Tubuh". Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Biologi.

Penyusunan skripsi ini banyak mendapatkan bantuan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Oleh sebab itu ijinkan penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini: 1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan berkat perlindungan dan

penyertaan kepada penulis.

2. Bapak Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc, Ph.D, selaku rektor Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Rohandi, Ph.D, selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

4. Bapak Dr. Marcellinus Andi Rudhito, S.Pd, selaku Kepala Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sanata Dharma.

5. Bapak Drs. Antonius Tri Priantoro, M.For.Sc, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Sanata Dharma.

6. Ibu Dra. Maslichah Asy'ari, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing yang telah dengan sabar membimbing, peduli dan membantu saya.

7. Bapak Natarinus Ahau, Ibu Florentina Ita Rini, selaku orang tua saya dan Petrus Kanisius Hendriyanto Dwi Putra adik saya, yang selalu mendukung memberi semangat dan mendoakan saya.

8. Ibu Istiana, selaku guru mata pelajaran biologi kelas XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

9. Para guru dan siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta serta para staf Universitas Sanata Dharma.

10.Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Biologi yang telah mendidik dan membimbing saya selama belajar di Pendidikan Biologi.


(11)

x

11.Teman-teman tersayang (Karlin, Nisa, Lina, Chedis, Elsy, Yosefa, Kak Gia, Ester) yang selalu membantu, memberi semangat dan peduli kepada saya.

12.Teman-teman Pendidikan Biologi 2012 dan 2013 yang selalu memberikan semangat dan kerjasama.

13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan doa kepada saya.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun serta mendukung demi kesempurnaan skripsi. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat semakin memberi manfaat bagi penulis dan pembaca di masa mendatang.


(12)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 6

C. BATASAN MASALAH ... 7

D. TUJUAN PENELITIAN ... 8

E. MANFAAT PENELITIAN ... 9

BAB II DASAR TEORI ... 11

A. BELAJAR DAN PEMBELAJARAN ... 11

B. BERPIKIR KRITIS ... 14

C. HASIL BELAJAR ... 18

D. MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH ... 24

1. Hakikat Model Pembelajaran Berbasis Masalah... 24

2. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah... 26

3. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah ... 29

4. Implementasi Model, Prinsip Reaksi, Sistem Lingkungan dan Dampak Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 30


(13)

xii

5. Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 32

6. Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah ... 33

7. Prinsip-prinsip Pembelajaran Berbasis Masalah ... 33

8. Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 34

9. Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 37

10.Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 39

E. MATERI SISTEM PERTAHANAN TUBUH ... 40

F. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN ... 41

G. KERANGKA BERPIKIR ... 42

H. HIPOTESA TINDAKAN ... 44

BAB III METODE PENELITIAN... 46

A. JENIS PENELITIAN ... 46

B. SETTING PENELITIAN ... 46

C. DESAIN PENELITIAN ... 47

D. INSTRUMEN PENELITIAN ... 55

E. TEKNIK ANALISIS DATA... 58

F. INDIKATOR KEBERHASILAN ... 70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 72

A. DESKRIPSI PENELITIAN SETIAP SIKLUS ... 72

1. Siklus I ... 72

2. Siklus II ... 79

B. ANALISIS DATA ... 85

1. Kemampuan Berpikir Kritis ... 85

2. Hasil Belajar Ranah Kognitif ... 87

3. Hasil Belajar Ranah Psikomotorik ... 91

C. PEMBAHASAN ... 93

1. Kemampuan Berpikir Kritis ... 93

2. Hasil Belajar Ranah Kognitif ... 96

3. Hasil Belajar Ranah Psikomotorik ... 101

D. KETERBATASAN PENELITIAN ... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

A. KESIMPULAN ... 105

B. SARAN ... 105


(14)

xiii

DAFTAR TABEL

TABEL 3.1 INDIKATOR OBSERVASI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS . 58

TABEL 3.2 LEMBAR OBSERVASI BERPIKIR KRITIS ... 59

TABEL 3.3 RUBRIK PENILAIAN LEMBAR BERPIKIR KRITIS ... 60

TABEL 3.4 KRITERIA KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SECARA KLASIKAL ... 63

TABEL 3.5 KRITERIA KETUNTASAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA SECARA KLASIKAL ... 65

TABEL 3.6 RUBRIK PENILAIAN LEMBAR OBSERVASI PSIKOMOTORIK SISWA... 65

TABEL 3.7 LEMBAR OBSERVASI PSIKOMOTORIK SISWA ... 68

TABEL 3.8 KRITERIA HASIL BELAJAR PSIKOMOTORIK SISWA SECARA KLASIKAL ... 70

TABEL 3.9 INDIKATOR KEBERHASILAN ... 71

TABEL 4.1 HASIL OBSERVASI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SIKLUS I... 86

TABEL 4.2 HASIL OBSERVASI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SIKLUS II ... 86

TABEL 4.3 SKOR SISWA SIKLUS I ... 88

TABEL 4.4 HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF SIKLUS I ... 88

TABEL 4.5 SKOR SISWA SIKLUS II ... 89

TABEL 4.6 HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF SIKLUS II ... 90

TABEL 4.7 HASIL OBSERVASI RANAH PSIKOMOTORIK SAAT DISKUSI PADA SIKLUS I ... 92 TABEL 4.8 HASIL OBSERVASI RANAH PSIKOMOTORIK SAAT


(15)

xiv

DISKUSI PADA SIKLUS II ... 92 TABEL 4.9 HASIL OBSERVASI RANAH PSIKOMOTORIK SAAT

PRESENTASI ... 92 TABEL 4.10 HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF ... 100


(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 2.1 SINTAKS MODEL PBM ... 34

GAMBAR 2.2 KERANGKA BERPIKIR... 44

GAMBAR 3.1 ADAPTASI DEPDIKNAS, 1999 PTK MODEL KEMMIS DAN MCTAGGART ... 47

GAMBAR 4.1 DISKUSI KELOMPOK SIKLUS I ... 75

GAMBAR 4.2 SISWA MENYAJIKAN HASIL DISKUSI ... 76

GAMBAR 4.3 SISWA MENGERJAKAN SOAL EVALUASI SIKLUS I ... 77

GAMBAR 4.4 DISKUSI KELOMPOK SIKLUS II ... 82

GAMBAR 4.5 PRESENTASI KELOMPOK 6 ... 83

GAMBAR 4.6 GRAFIK KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA ... 95

GAMBAR 4.7 GRAFIK KATEGORI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS ... 96

GAMBAR 4.8 GRAFIK PERSENTASE KKM ... 100

GAMBAR 4.9 GRAFIK PERSENTASE PSIKOMOTORIK SISWA SAAT DISKUSI ... 103

GAMBAR 4.10 GRAFIK PERSENTASE PSIKOMOTORIK SISWA SAAT PRESENTASI ... 103


(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 SILABUS KEGIATAN PEMBELAJARAN ... 110

LAMPIRAN 2 RPP SIKLUS I ... 115

LAMPIRAN 3 RPP SIKLUS II ... 121

LAMPIRAN 4 PRA-TINDAKAN ... 128

LAMPIRAN 5 RUBRIK PENILAIAN PRE-TEST ... 133

LAMPIRAN 6 HASIL EVALUASI PERTEMUAN 1 ... 145

LAMPIRAN 7 RUBRIK PENILAIAN EVALUASI PERTEMUAN 1 ... 148

LAMPIRAN 8 HASIL EVALUASI PERTEMUAN 2 ... 152

LAMPIRAN 9 RUBRIK PENILAIAN EVALUASI PERTEMUAN 2 ... 155

LAMPIRAN 10 HASIL EVALUASI PERTEMUAN 3 ... 159

LAMPIRAN 11 RUBRIK PENILAIAN EVALUASI PERTEMUAN 3 ... 162

LAMPIRAN 12 HASIL EVALUASI PERTEMUAN 4 ... 165

LAMPIRAN 13 RUBRIK PENILAIAN EVALUASI PERTEMUAN 4 ... 168

LAMPIRAN 14 HASIL LKS 1 ... 173

LAMPIRAN 15 HASIL LKS 2 ... 177

LAMPIRAN 16 HASIL LKS 3 ... 181

LAMPIRAN 17 HASIL LKS 4 ... 184

LAMPIRAN 18 KISI-KISI SOAL PRE-TEST ... 188

LAMPIRAN 19 KISI-KISI SOAL EVALUASI SIKLUS I ... 190

LAMPIRAN 20 KISI-KISI SOAL EVALUASI SIKLUS II ... 191

LAMPIRAN 21 HASIL OBSERVASI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS .. 192

LAMPIRAN 22 HASIL OBSERVASI PSIKOMOTORIK SISWA SAAT DISKUSI ... 193 LAMPIRAN 23 HASIL OBSERVASI PSIKOMOTORIK


(18)

xvii

SISWA SAAT PRESENTASI ... 194 LAMPIRAN 24 TABEL SKOR SISWA SIKLUS I DAN SIKLUS II ... 195 LAMPIRAN 25 TABEL SKOR BERPIKIR KRITIS SISWA ... 196 LAMPIRAN 26 TABEL SKOR PSIKOMOTORIK SISWA SAAT DISKUSI 197 LAMPIRAN 27 TABEL SKOR PSIKOMOTORIK SISWA


(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian (Suyono dan Hariyanto, 2011). Aktivitas belajar dapat dilakukan dimana saja, tetapi pada umumnya aktivitas belajar dilakukan siswa di dalam kelas. Aktivitas belajar siswa juga merupakan sebuah proses membangun makna terhadap pengetahuan yang diperoleh siswa sendiri. Peran seorang guru hanya sebagai fasilitator yang bertugas mengarahkan serta membantu mendorong siswa untuk lebih aktif berfikir dalam mencari solusi terhadap permasalahan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Pengarahan dari guru kepada siswa dalam aktivitas belajar tentu akan memiliki pengaruh yang sangat besar bagi peningkatan keterampilan belajar siswa sehingga kegiatan belajar akan menjadi lebih optimal.

Dalam pelaksanaan pengelolaan kegiatan belajar mengajar atau pembelajaran harus memahami prinsip pembelajarannya terlebih dahulu sehingga dengan dasar tersebut akan mendapatkan hasil pengelolaan yang optimal (Daryanto dan Rahardjo, 2012). Pembelajaran yang baik dan berhasil akan terlihat dari prestasi belajar siswa yang tinggi dan adanya perubahan pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor siswa sesuai


(20)

dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pembelajaran dapat dipahami sebagai sebuah aktivitas yang dilakukan oleh guru dalam mengatur dan mengorganisasikan lingkungan belajar dengan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar (Irham dan Wiyani, 2014)

Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar yang dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. UUSPN No. 20 tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran (Sagala dalam Abidin, 2014). Pembelajaran hendaknya senantiasa dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa karena konteks alamiah ini memberikan sesuatu yang dapat dilakukan siswa, bukan sesuatu yang harus dipelajari, sehingga hal ini akan secara alamiah menuntut siswa berpikir dan mendapatkan hasil belajar yang alamiah pula (Sagala dalam Abidin, 2014).

Mendapatkan hasil belajar dalam bentuk perubahan harus melalui proses tertentu yang dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan dari luar individu. Pada dasarnya belajar untuk memperoleh keterampilan atau


(21)

kemampuan memecahkan berbagai masalah secara logis dan rasional. Melalui belajar rasional, individu diharapkan memiliki kemampuan

rational problem solving, yaitu kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan pertimbangan dan strategi akal sehat, logis dan sistematis (Rohmah, 2012).

Sebagian masalah dalam kehidupan nyata bersifat dinamis, sesuai dengan perkembangan zaman dan konteks atau lingkungannya, maka disamping pengembangan kurikulum juga perlu dikembangkan model pembelajaran yang sesuai tujuan kurikulum yang memungkinkan siswa dapat secara aktif mengembangkan kerangka berpikir dalam memecahkan masalah serta kemampuannya untuk bagaimana belajar (learning how to learn). Ketika siswa masuk kelas, mereka tidak dalam keadaan kosong melainkan mereka telah memiliki pengetahuan awal. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka pembelajaran perlu diawali dengan mengangkat permasalahan yang sesuai dengan lingkungannya (permasalahan kontekstual) (Hosnan, 2014).

SMA BOPKRI 2 Yogyakarta adalah sekolah swasta yang dikelola oleh Yayasan Badan Oesaha Pendidikan Kristen Republik Indonesia. Lokasinya terletak di jalan Jendral Sudirman No.87, Terban, Gondokusuman, Yogyakarta. Sekolah ini berdiri tanggal 1 Agustus 1949. Sekolah ini juga memiliki jumlah siswa yang sedikit. Menurut hasil wawancara dengan guru Biologi Kelas XI MIA 1 sering mengalami permasalahan dalam menghadapi siswa di kelas sehingga hal tersebut


(22)

mempengaruhi hasil belajar siswa. Rata-rata hasil belajar khususnya materi sistem pertahanan tubuh yang diperoleh siswa adalah 62,08% dan tidak terdapat siswa yang tuntas sedangkan di sekolah tersebut ketuntasan KKM adalah 75. Menurut hasil tersebut terlihat sekali kemampuan siswa dalam menganalisis kurang. Kemudian jika dipandang dari segi psikomotor untuk materi sistem pertahanan tubuh belum pernah diukur, hal ini dikarenakan materi tersebut tidak bisa dipraktikan. Walaupun materi sistem pertahanan tubuh tidak bisa dipraktikan tetapi dapat dinilai dengan melihat beberapa aspek yang mencakup keaktifan siswa saat berdiskusi dalam kelompok dan kemampuan memberikan pendapat dan aktif dalam diskusi maupun presentasi. Adanya penilaian kemampuan psikomotorik tersebut tentu saja dapat melihat kemampuan kritis siswa dalam menganalisis dan memberi pendapat, baik dalam diskusi maupun presentasi. Oleh sebab itu, maka perlu ditingkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan hasil belajar siswa agar menjadi lebih optimal yakni dengan menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam kegiatan pembelajarannya.

Pemilihan model Pembelajaran Berbasis Masalah didasarkan pada karakteristik dari model pembelajaran itu sendiri yang lebih menekankan pada kemampuan berpikir kritis siswa. Selain itu, melalui proses analisis pemecahan masalah, siswa juga dapat menemukan konsep, prinsip dan berbagai pengalaman belajar sehingga menjadikan siswa lebih aktif, kritis menganalisis masalah dan kreatif dalam mengikuti pelajaran biologi.


(23)

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yakni, Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dengan Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP Xaverius 3 Bandar Lampung pada Materi Interaksi Makhluk Hidup dengan Lingkungannya (Kurniawan, 2014), membuktikan adanya peningkatan pada kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa, hal ini terbukti pada siklus I sebesar 60,76% dan pada siklus II sebesar 81,88%. Nilai rata-rata hasil belajar kognitif siswa pada siklus I sebesar 58% dan pada siklus II sebesar 81% (Kurniawan, 2014).

Selain itu, penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah terbukti sangat efektif digunakan dalam proses pembelajaran karena siswa dapat mengoptimalkan otak mereka untuk berpikir dalam menganalisis serta memecahkan masalah, sehingga ketika siswa dihadapkan pada suatu permasalahan yang menyangkut kehidupan nyata, siswa tidak lagi canggung dalam menjawab dan menyelesaikan permasalahan yang dijumpai tersebut. Dalam hal ini, siswa menjadi mendapat kesempatan untuk mengoptimalkan hasil belajar dalam memecahkan suatu permasalahan yang dapat merangsang kemampuan berpikir kritis siswa, dengan demikian sikap guru yang berperan sebagai fasilitator mampu menghasilkan sebuah aktivitas pembelajaran yang menekankan pada kemampuan kerjasama diantara siswa dalam memecahkan masalah sehingga secara perlahan merangsang siswa untuk mengembangkan daya nalar dan menjadikan suatu kesempatan untuk siswa mencapai hasil


(24)

belajar yang baik yakni dengan mendorong siswa lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.

Melalui permasalahan dan pernyataan yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yakni dengan Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa Kelas XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta pada Materi Sistem Pertahanan Tubuh.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah siswa kelas XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta dapat mencapai kategori kemampuan berpikir kritis dengan penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah pada materi sistem pertahanan tubuh ? 2. Apakah model Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan

hasil belajar ranah kognitif siswa kelas XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta pada materi sistem pertahanan tubuh ?

3. Apakah siswa kelas XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta dapat mencapai indikator penilaian hasil belajar ranah psikomotorik dengan penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah pada materi sistem pertahanan tubuh ?


(25)

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka di dalam penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh peneliti ini perlu diadakan pembatasan masalah. Ruang lingkup yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Berpikir Kritis

Dalam penelitian ini berpikir kritis yang dimaksud mencakup (1) cara memahami serta menganalisis suatu permasalahan yang ditemukan; (2) cara mencari informasi yang relevan; (3) konsisten dengan pendapat sendiri; (4) cara mengkomunikasikan pendapat kepada orang lain; (5) cara merumuskan pendapat atau gagasan yang disampaikan; (6) cara merumuskan solusi atau pemecahan masalah.

2. Hasil Belajar

Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan (Sanjaya, 2008). Dalam penelitian terdapat dua domain yang akan diukur :

a. Domain kognitif

Domain kognitif meliputi aspek menjelaskan dan menganalisis b. Domain psikomotorik

Domain psikomotorik meliputi aspek keaktifan dalam melakukan diskusi kelompok, dan aspek kemampuan memberi pendapat


(26)

untuk pemecahan masalah dan aktif dalam diskusi maupun presentasi

3. Materi

Materi yang akan diajarkan adalah Sistem Pertahanan Tubuh

Standar Kompetensi

4. Menjelaskan struktur dan fungsi organ manusia dan hewan

tertentu, kelainan dan/ penyakit yang mungkin terjadi serta implikasinya pada salingtemas

Kompetensi Dasar

3.8 Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda asing berupa antigen dan bibit penyakit

5. Subyek

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta yang berjumlah 27 orang siswa

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah :

1. Untuk mengetahui pencapaian kategori kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta dengan penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah pada materi sistem pertahanan tubuh


(27)

2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa kelas XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta dengan penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah pada materi sistem pertahanan tubuh 3. Untuk mengetahui pencapaian indikator penilaian hasil belajar ranah

psikomotorik siswa kelas XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta dengan penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah pada materi sistem pertahanan tubuh

4. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti

Peneliti memperoleh pengalaman dalam melakukan penelitian tindakan kelas, selain itu sebagai pedoman bagi peneliti apabila hendak melakukan penelitian kedepannya.

2. Bagi guru

Guru dapat mengembangkan lebih lanjut model pembelajaran berbasis masalah dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran biologi sehingga siswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran, dan siswa menjadi lebih terlatih dalam keterampilan belajar serta menganalisis permasalahan yang terjadi dalam kehidupan nyata. 3. Bagi sekolah

Sekolah memperoleh masukan dalam penggunaan model pembelajaran yang dapat digunakan bagi semua mata pelajaran yang diajarkan sehingga kualitas dan mutu sekolah menjadi lebih meningkat dan dapat bersaing dengan sekolah lainnya.


(28)

4. Bagi siswa

Siswa dapat memperoleh pembelajaran biologi yang menarik dan tingkat pemahaman siswa terhadap materi sistem pertahanan tubuh yang diajarkan akan meningkat sehingga akan berpengaruh pada hasil belajar yang lebih baik.


(29)

11 BAB II

DASAR TEORI

A. Belajar dan Pembelajaran

Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam kandungan) hingga liang lahat. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif) (Siregar dan Nara, 2010).

Menurut R. Gagne dalam Susanto (2013) belajar dapat didefenisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Bagi Gagne, belajar dimaknai sebagai suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Gagne juga menekankan bahwa belajar sebagai suatu upaya memperoleh pengetahuan atau keterampilan melalui instruksi. Instruksi yang dimaksud adalah perintah atau arahan dan bimbingan dari seorang pendidik atau guru (Gagne, dalam Susanto, 2013).

Menurut Hilgrad dalam Suyono dan Hariyanto (2011), belajar adalah suatu proses dimana suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respon terhadap suatu situasi. Dalam berbagai defenisi ini,


(30)

ditekankan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku akibat pengalaman, yang relatif menetap, menuju kabaikan, perubahan positif-kualitatif. Konsep belajar ini menekankan bahwa belajar tidak hanya dari segi teknis, tetapi juga tentang nilai dan norma.

Belajar dimaknai sebagai kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Belajar bukan lagi merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi oleh guru ke dalam kepala seorang peserta didik. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan aktivitas siswa sendiri. Artinya belajar baru bermakna jika ada pembelajaran terhadap dan oleh siswa. Siswa sebagai subjek didik harus secara aktif meraih dan memperoleh pengetahuan baru sesuai dengan minat, bakat, perilaku dan norma-norma serta nilai-nilai yang berlaku. Belajar adalah suatu kebutuhan hidup yang self generating, yang mengupayakan diri sendiri, karena sejak lahir manusia memiliki dorongan untuk melangsungkan hidup, menuju suatu tujuan tertentu. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, tidak harus dalam kondisi formal di dalam kelas, tetapi dapat secara informal, non formal dan seperti dinyatakan di atas, siswa dapat belajar dari alam atau dari peristiwa sosial sehari-hari (Suyono dan Hariyanto, 2011).

Belajar adalah sebuah proses yang kompleks yang di dalamnya terkandung beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut adalah (a) bertambahnya jumlah pengetahuan; (b) adanya kemampuan mengingat dan mereproduksi; (c) adanya penerapan pengetahuan; (d) menyimpulkan


(31)

makna; (e) menafsirkan dan mengaitkannya dengan realitas dan; (f) adanya perubahan sebagai pribadi.

Menurut Bloom, ada tiga domain belajar, yaitu : (a) Kawasan kognitif, yakni perilaku yang merupakan proses berpikir atau perilaku hasil kerja otak; (b) Kawasan afektif, yakni perilaku yang dimunculkan seseorang sebagai pertanda kecenderungannya untuk membuat pilihan atau keputusan untuk beraksi dengan lingkungan tertentu; (c) Kawasan psikomotor, yakni perilaku yang dimunculkan oleh hasil kerja fungsi tubuh manusia (Bloom, dalam Siregar dan Nara, 2010).

Dalam belajar mengatur kegiatan intelektual, yang ditekankan ialah kesanggupan memecahkan masalah melalui konsep dan kaidah yang telah dimiliki. Tipe belajar ini menekankan pada aplikasi kognitif dalam pemecahan persoalan. Ada dua aspek penting dalam tipe belajar ini yakni, prinsip pemecahan masalah dan langkah berpikir dalam pemecahan masalah (Sudjana, 1989).

Gagne mendefenisikan pembelajaran sebagai pengaturan peristiwa secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar dan membuatnya berhasil guna. Lebih lanjut Gagne dalam Siregar dan Nara (2010) mengemukan suatu defenisi pembelajaran yang lebih lengkap. Pembelajaran dimaksudkan untuk menghasilkan belajar, situasi eksternal harus dirancang sedemikian rupa untuk mengaktifkan, mendukung dan mempertahankan proses internal yang terdapat dalam peristiwa belajar (Gagne dalam Siregar dan Nara, 2010).


(32)

Dari beberapa pengertian pembelajaran yang telah dikemukakan maka dapat disimpulkan beberapa ciri pembelajaran sebagai berikut. (a) Merupakan upaya sadar dan disengaja; (b) Pembelajaran harus membuat siswa belajar; (c) Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan; (d) Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses, maupun hasilnya. Dalam melaksanakan pembelajaran, agar dicapai hasil yang lebih optimal perlu diperhatikan beberapa prinsip pembelajaran. Prinsip pembelajaran bila diterapkan dalam proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran akan diperoleh hasil yang lebih optimal (Siregar dan Nara, 2010).

B. Berpikir Kritis

Perilaku kognitif dalam tingkat yang lebih tinggi atau tertinggi yaitu berpikir (thinking). Kemampuan berpikir hanya mungkin dapat dilakukan apabila telah memiliki konsep-konsep tertentu dengan ditunjang oleh daya nalar yang kuat (Surya, 2015). Berpikir melibatkan kegiatan memanipulasi dan mentransformasi informasi dalam memori. Kita berpikir untuk membentuk konsep, menalar, berpikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir secara kreatif, dan memecahkan masalah (Santrock, 2009).

Menurut Rohmah (2012) Berpikir adalah aktifitas jiwa yang bertujuan untuk memecahkan sesuatu masalah atau problem, sehingga menemukan hubungan-hubungan dan menentukan sangkut pautnya. Oleh karena itu berpikir merupakan fungsi jiwa yang dinamis yang melalui


(33)

suatu proses kearah tercapainya suatu tujuan tertentu yang akhirnya menetapkan suatu keputusan.

Pendidik terkenal, John Dewey dalam Santrock (2009) mengajukan gagasan ketika ia berbicara mengenai pentingnya membuat murid berpikir secara reflektif. Berpikir kritis meliputi berfikir secara reflektif dan produktif serta mengevaluasi bukti. Satu cara untuk mendorong murid agar berpikir secara kritis adalah memberikan mereka topik atau artikel kontroversial yang menghadirkan dua sisi permasalahan untuk didiskusikan. Guru dapat merangsang kemampuan murid untuk berpikir kritis dengan menggunakan lebih banyak tugas yang membutuhkan kemampuan murid untuk terfokus pada sebuah masalah, sebuah pertanyaan atau sebuah masalah dari pada hanya mengulangi fakta-fakta. Guru yang mendorong kreativitas sering kali mengandalkan keingintahuan alamiah murid. Guru memberikan latihan dan aktivitas yang merangsang murid untuk menemukan pemecahan terhadap masalah dengan pemikiran yang mendalam dari pada hanya mengajukan banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang dihafalkan (Santrock, 2009).

Berpikir kritis lebih bersifat ke bagian otak kiri dengan fokus pada menganalisis dan mengembangkan berbagai kemungkinan. Berpikir kritis yaitu berpikir untuk: (a) membandingkan dan mempertentangkan berbagai gagasan; (b) memperbaiki dan memperhalus; (c) bertanya dan verifikasi; (d) menyaring, memilih dan mendukung gagasan; (e) membuat putusan dan timbangan; (f) menyediakan landasan untuk suatu tindakan. Berpikir


(34)

kritis merupakan salah satu strategi kognitif dalam pemecahan masalah yang lebih kompleks dan menuntut pola yang lebih tinggi. Berpikir kritis merupakan salah satu bentuk diantara berbagai jenis berpikir. Seperti yang sudah dikatakan di atas bahwa berpikir kritis lebih banyak berada dalam kendali otak kiri dengan fokus pada menganalisis dan mengembangkan berbagai kemungkinan dari masalah yang dihadapi. Pada dasarnya, pemecahan masalah merupakan satu strategi kognitif yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari termasuk para siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dalam konteks pembelajaran, pemecahan masalah merupakan salah satu strategi yang dapat membantu proses dan hasil pembelajaran (Surya, 2015).

Prinsip pemecahan masalah merupakan landasan bagi terealisasinya langkah berpikir. Pemecahan masalah memerlukan kemahiran intelektual seperti belajar deskrimasi, belajar konsep dan belajar kaidah. Kemahiran intelektual tersebut, pada gilirannya akan membentuk satu kemampuan intelektual yang lebih tinggi, yakni langkah-langkah berpikir dalam pemecahan masalah, dengan perkataan lain, kemampuan memecahkan masalah merupakan aspek kognitif tingkat tinggi (Sudjana, 1989).

Para pakar dibidang psikologi kognitif membedakan antara berpikir kritis dengan pemecahan masalah dalam dua hal yaitu pertama pemecahan masalah menuntut seorang individu untuk memecahkan masalah khusus dalam ranah tertentu, sementara berpikir kritis menuntut


(35)

kita untuk mempertimbangkan isu-isu umum antar beberapa ranah. Kedua, berpikir kritis dibedakan dengan pemecahan masalah dalam hakikat apa yang dievaluasi. Pada umumnya masalah merupakan keadaan eksternal sedangkan berpikir kritis diarahkan kepada keadaan internal. Jadi, berpikir kritis juga terfokus dalam arti kita tidak hanya berpikir, tetapi kita berpikir tentang sesuatu yang ingin kita pikirkan, sehingga tujuan berpikir secara kritis ialah memberikan bobot dan penilaian terhadap informasi dengan cara yang sedemikian rupa sehingga kita dapat membuat keputusan secara tepat. Dengan demikian, dalam proses pembelajaran siswa harus terus diberikan bantuan agar mampu mengembangkan pola-pola berpikir kritis dengan menggunakan informasi yang memadai. Hal yang perlu diingat ialah bahwa segala bentuk berpikir kritis, tidak mungkin dapat dilakukan tanpa komponen utama yaitu pengetahuan karena pengetahuan merupakan sesuatu yang digunakan untuk berpikir secara kritis dan juga diperoleh sebagai hasil berpikir kritis, selain itu pengetahuan yang telah dimiliki akan banyak membantu dalam keseluruhan proses pemecahan masalah pada setiap langkahnya (Surya, 2015).

Pengajaran pemikiran kritis yang efektif bergantung pada penentuan suasana ruang kelas yang mendorong penerimaan terhadap sudut pandang yang berlainan dan diskusi bebas. Kemampuan pemikiran kritis yang paling baik dipelajari menurut topik-topik yang sudah tidak asing lagi bagi siswa (Slavin, 2009).


(36)

C. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah perubahan perilaku individu yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor (Rusmono, 2012). Secara sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Untuk mengetahui apakah hasil belajar yang dicapai telah sesuai dengan tujuan yang dikehendaki dapat diketahui melalui evaluasi, dengan dilakukannya evaluasi atau penilaian ini dapat dijadikan feedback atau tindakan lanjut, atau bahkan cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang dikemukakan oleh Wasliman dalam Susanto (2013) yakni hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat (Wasliman dalam Susanto, 2013)

Menurut Bloom ada tiga domain belajar, yaitu : a. Cognitive Domain (kawasan kognitif)


(37)

Keenam kategori atau taksonomi ini kemudian disempurnakan oleh Lorin Anderson Krathwohl dengan istilah serta urutan sebagai berikut: remembering (mengingat), understanding (memahami),

applying (menerapkan), analyzing (menganalisis, mengurai),

evaluating (menilai), dan creating (menciptakan).

1) Mengingat: Merupakan kompetensi yang paling mendasar dalam ranah kognitif. Kompetensi ini berada atau lebih rendah di bawah kompetensi memahami. Kompetensi mengingat ditandai oleh aktivitas peserta didik yang bersifat hafalan.

2) Memahami: Kompetensi memahami dapat juga disebut dengan istilah "mengerti". Kompetensi ini ditandai oleh kemampuan peserta didik untuk mengerti akan suatu konsep, rumus ataupun fakta-fakta untuk kemudian menafsirkan dan menyatakannya kembali dengan kata-kata sendiri.

3) Menerapkan, Mengaplikasi: Merupakan kemampuan melakukan atau mengembangkan sesuatu sebagai wujud dari pemahaman konsep tertentu.

4) Menganalisis: Merupakan kemampuan memisahkan suatu fakta atau konsep ke dalam beberapa komponen dan menghubungkan satu sama lain untuk memperoleh pemahaman atas konsep tersebut secara utuh.

5) Mengevaluasi: Merupakan kemampuan di dalam menunjukkan kelebihan dan kelemahan sesuatu berdasarkan kriteria atau patokan


(38)

tertentu. Termasuk ke dalam kemampuan ini adalah pemberian tanggapan, kritik, dan saran.

6) Menciptakan: Merupakan kompetensi kognitif paling tinggi, sebagi perpaduan sekaligus pemuncak dari kompetensi-kompetensi lainnya. Menciptakan merupakan kemampuan ideal yang seharusnya dimiliki oleh seorang peserta didik setelah mempelajari kompetensi tertentu (Krathwohl dalam Kosasih, 2014).

Pada dimensi pengetahuan, ada empat kategori, yaitu sebagai berikut.

1) Fakta (factual knowledge): berisi unsur- unsur dasar yang harus diketahui siswa jika mereka akan diperkenalkan dengan suatu mata pelajaran tertentu atau untuk memecahkan masalah suatu masalah tertentu (low level abstraction)

2) Konsep (conceptual knowledge): meliputi skema, model mental atau teori dalam berbagai model psikologi kognitif

3) Prosedur (procedural knowledge): pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu, biasanya berupa seperangkat urutan atau langkah- langkah yang harus diikuti

4) Metakognitif (metacognitive knowledge): pengetahuan tentang pemahaman umum, seperti kesadaran tentang sesuatu dan pengetahuan tentang pemahaman pribadi seseorang.


(39)

b. Affective Domain (kawasan afektif)

Perilaku yang dimunculkan sesorang sebagai pertanda kecenderungannya untuk membuat pilihan atau keputusan untuk beraksi di dalam lingkungan tertentu. Kawasan afektif menurut Krathwohl, Bloom dan Masia dalam Siregar dan Nara (2010), meliputi tujuan belajar yang berkenaan dengan minat, sikap dan nilai serta pengembangan penghargaan dan penyesuaian diri. Kawasan ini dibagi dalam lima jenjang tujuan, yaitu sebagai berikut.

1) Penerima (receiving): meliputi kesadaran akan adanya suatu sistem nilai, ingin menerima nilai, dan memperhatikan nilai tersebut, misalnya siswa menerima sikap jujur sebagai sesuatu yang diperlukan 2) Pemberian respons (responding): meliputi sikap ingin merespons

terhadap sistem, puas dalam memberi respons, misalnya bersikap jujur dalam setiap tindakannya

3) Pemberian nilai atau penghargaan (valuing): penilaian meliputi penerimaan terhadap suatu sistem nilai, memilih sistem nilai yang disukai dan memberi komitmen untuk menggunakan sistem nilai tertentu, misalnya jika seseorang telah menerima sikap jujur, ia akan selalu komit dengan kejujuran, menghargai orang-orang yang bersikap jujur dan ia juga berperilaku jujur

4) Pengorganisasian (organization): meliputi memilah dan menghimpun sistem nilai yang akan digunakan, misalnya berperilaku jujur ternyata


(40)

berhubungan dengan nilai-nilai yang lain seperti kedisiplinan, kemandirian, keterbukaan dan lain-lain

5) Karakterisasi (characterization): karakteristik meliputi perilaku secara terus menerus sesuai dengan sistem nilai yang telah diorganisasikannya, misalnya karakter dan gaya hidup seseorang, sehingga ia dikenal sebagai pribadi yang jujur, keteraturan pribadi, sosial dan emosi seseorang sehingga dikenal sebagai orang yang bijaksana.

c. Psychomotor Domain (kawasan psikomotor)

Perilaku yang dimunculkan oleh hasil kerja fungsi tubuh manusia. Domain ini berbentuk gerakan tubuh, antaralain seperti berlari, melompat, melempar, berputar, memukul, menendang dan lain-lain. Dave mengemukakan lima jenjang tujuan belajar pada ranah psikomotor, kelima jenjang tujuan tersebut adalah sebagai berikut.

1) Meniru: kemampuan mengamati suatu gerakan agar dapat merespons 2) Menerapkan: kemampuan mengikuti pengarahan, gerakan pilihan dan

pendukung dengan membayangkan gerakan orang lain

3) Memantapkan: kemampuan memberikan respons yang terkoreksi atau respons dengan kesalahan-kesalahan terbatas atau minimal

4) Merangkai: koordinasi rangkaian gerak dengan membuat aturan yang tepat


(41)

5) Naturalisasi: gerakan yang dilakukan secara rutin dengan menggunakan energi fisik dan psikis yang minimal (Dave dalam Siregar dan Nara, 2010).

Belajar aktif adalah suatu usaha manusia untuk membangun pengetahuan dalam dirinya. Belajar aktif merupakan perkembangan dari teori Dewey Learning by Doing. Prinsip Learning by Doing yaitu bahwa siswa perlu terlibat dan berpartisipasi secara spontan. Keinginan siswa akan hal-hal yang belum diketahuinya mendorong keterlibatan siswa secara aktif dalam suatu proses pembelajaran. Menurut Dewey, guru berperan untuk menyediakan sarana bagi siswa untuk dapat belajar. Dengan peran serta siswa dan guru dalam pembelajaran aktif akan tercipta suatu pengalaman yang bermakna.

Peran serta siswa dan guru dalam konteks belajar menjadi sangat penting. Guru berperan aktif sebagai fasilitator yang membantu memudahkan siswa dalam pembelajaran, sebagai narasumber yang mampu mengundang pemikiran dan daya kreasi siswa, sebagai pengelola yang mampu merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang bermakna, yang dapat mengelola sumber belajar yang diperlukan.

Gagne dan Briggs dalam Yamin (2007) menjelaskan rangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam kelas meliputi 9 aspek untuk menumbuhkan aktivitas dan partisipasi siswa, diantaranya adalah:


(42)

1. Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran

2. Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar) kepada siswa 3. Mengingatkan kompetensi prasyarat

4. Memberikan stimulus (masalah, topik dan konsep) yang akan dipelajari

5. Memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya

6. Memunculkan aktivitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran 7. Memberikan umpan balik (feed back)

8. Melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa berupa test, sehingga kemampuan siswa selalu terpantau dan terukur

9. Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan diakhir pembelajaran D. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning)

1. Hakikat Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Model Pembelajaran Berbasis Masalah yang (selanjutnya disebut MPBM) berakar dari keyakinan John Dewey bahwa guru harus mengajar dengan menarik naluri alami siswa untuk menyelidiki dan menciptakan. Berdasarkan keyakinan ini, pembelajaran hendaknya senantiasa dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa karena konteks alamiah ini memberi sesuatu yang dapat dilakukan siswa, bukan sesuatu yang harus dipelajari, sehingga hal ini akan secara alamiah menuntut siswa berpikir dan mendapatkan hasil belajar yang alamiah pula.


(43)

Konsep pembelajaran ini selanjutnya dipandang sebagai konsep pembelajaran yang sangat sesuai dengan tuntutan belajar abad ke-21 yang mengharuskan siswa senantiasa mengembangkan kemampuan berpikir, kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan melaksanakan penelitian sebagai kemampuan yang diperlukan dalam konteks dunia yang cepat berubah (Abidin, 2014).

Pembelajaran berbasis masalah didasarkan atas teori psikologi kognitif, terutama berlandaskan pada teori Piaget dan Vigotsky (konstruktivisme). Menurut teori konstruktivisme siswa belajar mengonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya. Pembelajaran berbasis masalah dapat membuat siswa belajar melalui upaya penyelesaian permasalahan dunia nyata (real world problem) secara terstruktur untuk mengonstruksi pengetahuan siswa. Pembelajaran akan dapat membentuk kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) dan meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis. Pembelajaran dengan metode PBL melibatkan siswa untuk aktif menggali pengetahuan, aktif mencari informasi baru, mengintegrasikan pengetahuan baru dengan apa yang diketahuinya, mengorganisasikan informasi yang diketahui, menjelaskan pada teman yang lain dan melibatkan teknologi dalam proses belajar (Sani, 2014).

Kemendikbud (2013b) memandang MPBM suatu model pembelajaran yang menantang peserta didik untuk "belajar bagaimana belajar", bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari


(44)

permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau meteri yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan. Sejalan dengan hal ini, MPBM dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah- masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, MPBM merupakan model pembelajaran yang menyediakan pengalaman otentik yang mendorong siswa siswa untuk belajar aktif, mengonstruksi pengetahuan, dan mengintegrasi konteks belajar di sekolah dan belajar dikehidupan nyata secara alamiah. Model ini menempatkan situasi bermasalah sebagai pusat pembelajaran, menarik dan mempertahankan minat siswa, yang kedua digunakan agar siswa mampu mengungkapkan pendapatnya tentang sesuatu secara multi perspektif. Dalam MPBM masalah kehidupan nyata yang kompleks digunakan untuk memotivasi siswa untuk mengidentifikasi dan meneliti konsep dan prinsip yang dibutuhkan untuk mengetahui dan memecahkan masalah tersebut (Abidin, 2014)

2. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Delisle dalam Abidin (2014) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang dikembangkan untuk membantu guru mengembangkan kemampuan


(45)

berpikir dan keterampilan memecahkan masalah pada siswa selama mereka mempelajari materi pelajaran. Model pembelajaran berbasis masalah juga merupakan model pembelajaran yang menyediakan pengalaman otentik yang mendorong siswa untuk belajar aktif, mengontruksi pengetahuan, mengintegrasikan konteks belajar di sekolah dan belajar dikehidupan nyata secara alamiah (Abidin, 2014).

Pembelajaran berbasis masalah, penggunaannya di dalam tingkat berpikir yang lebih tinggi, dalam situasi berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar. Pembelajaran berbasis masalah, antara lain bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah (Hosnan, 2014).

Sementara itu, guru sebagai tutor mempunyai tugas mengelola strategi pembelajaran berbasis masalah dan langkah-langkahnya, memfasilitasi berfungsinya kelompok kecil, memandu siswa untuk mempelajari materi khusus (isi mata pelajaran) menuju mekanisme dan konsep dan bukan solusi dari masalah, mendukung otonomi siswa dalam belajar, menstimulasi motivasi untuk mengarahkan dan mempengaruhi perkembangan siswa dan mengevaluasi pembelajaran. Kegiatan di kelas adalah menerima umpan balik dari kelompok lain, di bawah panduan guru. Untuk mengembangkan suatu masalah lebih lanjut dalam strategi pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah, dimulai dengan menjelaskan isi informasi yang akan dipelajari, menjelaskan keterampilan yang akan dipraktikkan, menjelaskan kemungkinan terdapat


(46)

sumber-sumber informasi yang penting, menuliskan pernyataan atau rumusan masalah berdasarkan kurikulum, relevan dengan pengalaman belajar, tidak terstruktur, cukup fleksibel untuk dikembangkan, mengembangkan pernyataan masalah yang terfokus, daftar sumber yang akan digunakan, memastikan bahwa cakupan masalah sesuai dengan waktu yang direncanakan, dan merencanakan strategi evaluasinya (Rusmono, 2012).

Selain itu pembelajaran berbasis masalah juga merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan dan membuka dialog. Permasalahan yang dikaji hendaknya merupakan permasalahan kontekstual yang ditemukan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran berbasis masalah memungkinkan untuk melatih siswa dalam mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan serta mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan (Sani, 2014).

Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang menggunakan masalah nyata (autentik) yang tidak terstruktur (ill- structured) dan bersifat terbuka sebagai konteks bagi peserta didik untuk mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membangun pengetahuan baru (Hosnan, 2014). Jadi, dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah siswa akan mudah memahami materi yang diajarkan karena lebih banyak menggunakan contoh-contoh kongkrit berdasarkan fakta dalam kehidupan


(47)

sehari-hari sehingga kemampuan menganalisis siswa terhadap suatu masalah lebih tinggi, dengan demikian siswa akan lebih mudah paham pada materi yang diajarkan.

Penerapan pembelajaran berbasis masalah berdasarkan hasil berbagai penelitian menunjukan hasil positif. Misalnya, hasil penelitian Gijselaers dalam Hosnan (2014) menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran berbasis masalah menjadikan peserta didik mampu mengidentifikasi informasi yang diketahui dan diperlukan secara strategi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Jadi, penerapan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah (Hosnan, 2014).

3. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah

MPBM memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Masalah menjadi titik awal pembelajaran

b. Masalah yang digunakan dalam masalah yang bersifat kontekstual dan otentik

c. Masalah mendorong lahirnya kemampuan siswa berpendapat secara multiperspektif

d. Masalah yang digunakan dapat mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan serta kompetensi siswa

e. MPBM berorientasi pada pengembangan belajar mandiri f. MPBM memanfaatkan berbagai sumber belajar


(48)

g. MPBM dilakukan melalui pembelajaran yang menekankan aktivitas kolaboratif, komunikatif dan kooperatif

h. MPBM menekankan pentingnya pemerolehan keterampilan meneliti, memecahkan masalah dan penguasaan pengetahuan i. MPBM mendorong siswa agar mampu berpikir tingkat tinggi :

analisis, sintesis dan evaluatif

j. MPBM diakhiri dengan evaluasi, kajian pengalaman belajar dan kajian proses pembelajaran.

4. Implementasi Model, Prinsip Reaksi, Sistem Lingkungan dan Dampak Model Pembelajaran Berbasis Masalah

a. Implementasi Model

Dalam implementasinya guru dan siswa harus memiliki kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif, terampil berkomunikasi dan memiliki semangat dan motivasi bekerja baik secara individu maupun secara kooperatif. Selama penerapan model, guru harus mencatat berbagai aktivitas dan hasil kerja siswa untuk mengatur dan mengikat pola berpikir dan pola kebiasaan belajar serta mencoba mempengaruhi siswa secara psikologis agar mereka terbiasa beraktivitas dengan baik.


(49)

b. Prinsip Reaksi

Reaksi utama yang harus diberikan adalah guru harus senantiasa membangkitkan motivasi belajar, mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan produktif dan membiasakan siswa bekerja secara kooperatif, kolaboratif dan komunikatif.

c. Sistem Lingkungan

Guna menerapkan model ini, sistem lingkungan belajar yang diharapkan tersedia adalah ketersediaan kasus yang bisa dipecahkan secara multiperspektif, media dan sumber belajar yang relevan, lembar kerja proses yang lengkap secara individu dan kelompok dan situasi pembelajaran yang mendukung. Selain itu siswa juga harus menyadari benar peran dan tugasnya selama pembelajaran yang meliputi (1) mengoptimalkan kemampuan berpikir, keterampilan berkreasi dan motivasi belajar dan bekerja; (2) terbuka terhadap ide, konsep, gagasan dan masukan baru; (3) siap bekerja sama secara kolaborasi dan kooperatif; dan (4) mengoptimalkan kemampuan berkomunikasi baik intrakelompok maupun antar kelompok (Abidin, 2014)

d. Dampak yang Diharapkan

MPBM dikembangkan dengan harapan memberi dampak intruksional berupa (1) peningkatan kemampuan siswa dalam menguasai materi pembelajaran; (2) pengembangan kemampuan siswa


(50)

dalam memecahkan masalah otentik dan (3) peningkatan kemampuan siswa dalam berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Selain itu, terdapat pula dampak penyertanya yakni berupa dalam hal (1) mengembangkan karakter siswa antara lain disiplin, cermat, kerja keras, tanggung jawab, toleran, santun, berani dan kritis serta etis; (2) membentuk kecakapan hidup pada diri siswa; (3) meningkatkan sikap ilmiah; dan (4) membina kemampuan siswa dalam berkomunikasi, berargumentasi dan berkolaborasi/ bekerja sama. Secara visual, dampak penerapan model ini dapat digambarkan sebagai berikut (Abidin, 2014).

5. Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah

Tujuan pembelajaran adalah membantu siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan mengubah tingkah laku siswa, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Perubahan tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, keterampilan dan nilai atau norma yang berfungsi sebagi pengendali sikap dan perilaku siswa.

Tujuan utama pembelajaran berbasis masalah bukanlah penyampaian sejumlah besar pengetahuan kepada peserta didik, melainkan pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah dan sekaligus mengembangkan kemampuan peserta didik untuk secara aktif membangun pengetahuan sendiri.

Dalam kegiatan belajar mengajar akan melibatkan semua komponen pengajaran untuk menentukan sejauh mana tujuan yang


(51)

telah ditetapkan dapat tercapai. Kegiatan belajar mengajar sebagai suatu sistem mengandung sejumlah komponen yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat dan sumber serta evaluasi.

6. Ciri-Ciri Pembelajaran Berbasis Masalah

Adapun ciri-ciri dari pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut, (a) Pengajuan masalah atau pertanyaan; (b) Keterkaitan dengan berbagai masalah disiplin ilmu; (c) Penyelidikan yang autentik; (d) Menghasilkan dan memamerkan hasil/ karya; (e) Kolaborasi.

7. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Berbasis Masalah

Prinsip utama adalah penggunaan masalah nyata sebagai sarana bagi peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan dan sekaligus mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah.

Di dalam pembelajaran berbasis masalah, pusat pembelajaran adalah peserta didik (student-centered), sementara guru berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi peserta didik untuk secara aktif menyelesaikan masalah dan membangun pengetahuannya secara berpasangan ataupun berkelompok (kolaborasi antarpeserta didik) (Hosnan, 2014).


(52)

8. Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Sintaks MPBM telah dirumuskan secara beragam oleh beberapa ahli pembelajaran. Sintaks MPBM berikut merupakan sintaks hasil pengembangan yang dilakukan atas sintaks terdahulu. Sintaks MPBM hasil pengembangan tersebut disajikan dalam gambar 2.1 (Abidin, 2014).

Gambar 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Berdasarkan gambar 2.1 dapat dijelaskan bahwa tahapan MPBM adalah sebagai berikut.

Fase 2: Membangun struktur kerja Fase 1:

Menemukan masalah Prapembelajaran

Fase 5: Merumuskan

solusi Fase 4:

Mengumpulkan dan berbagi

informasi Fase 3:

Menetapkan masalah

Pasca- pembelajaran Fase 7: Menyajikan

solusi Fase 6:

Menentukan solusi terbaik


(53)

a. Prapembelajaran

Tahapan ini merupakan kegiatan yang dilakukan guru disebelum pembelajaran inti dimulai. Pada tahap ini guru merancang mempersiapkan media dan sumber belajar, mengorganisasikan siswa, dan menjelaskan prosedur pembelajaran.

b. Fase 1: Menemukan masalah

Pada saat ini siswa membaca masalah yang disajikan guru secara individu. Berdasarkan hasil membaca siswa menuliskan berbagai informasi penting, menemukan hal yang dianggap sebagai masalah, dan menentukan pentingnya masalah tersebut bagi dirinya secara individu. Tugas guru pada tahap ini adalah memotivasi siswa untuk mampu menemukan masalah.

c. Fase 2: Membangun struktur kerja

Pada tahap ini siswa secara individu membangun struktur kerja yang akan dilakukan dalam menyelesaikan masalah. Upaya untuk membangun struktur kerja ini diawali dengan aktivitas siswa mengungkapkan apa yang mereka ketahui tentang masalah, apa yang ingin diketahui dari masalah dan ide apa yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah. Tugas guru pada tahap ini adalah memberikan kesadaran akan pentingnya rencana aksi untuk memecahkan masalah.


(54)

d. Fase 3: Menetapkan masalah

Pada tahap ini siswa menetapkan masalah yang dianggap paling penting atau masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan nyata. Tugas guru pada tahap ini adalah mendorong siswa untuk menemukan masalah utama dan membantu siswa menyusun rumusan masalah.

e. Fase 4: Mengumpulkan dan berbagi informasi

Pada tahap ini siswa melakukan kegiatan pengumpulan data melalui kegiatan penelitian atau kegiatan sejenis lainnya. Berdasarkan informasi yang telah siswa peroleh secara individu, selanjutnya siswa berbagi informasi tersebut dengan temannya dalam kelompok yang telah ditetapkan.

f. Fase 5: Merumuskan solusi

Pada tahap ini siswa secara berkelompok mencoba melakukan merumuskan solusi terbaik bagi pemecahan masalah yang dihadapi. Proses perumusan solusi dilakukan secara kolaboratif dan kooperatif dengan menekankan komunikasi efektif dalam kelompok. Tugas guru adalah memastikan proses kelompok terjadi secara kolaboratif, kooperatif dan komunikatif.


(55)

g. Fase 6: Menentukan solusi terbaik

Pada tahap ini siswa menimbang kembali berbagai solusi yang dihasilkan dan mulai memilih beberapa solusi yang dianggap paling tepat untuk memecahkan masalah. Tugas guru adalah menyakinkan siswa pentingnya meninjau ulang dan menimbang keefektifan solusi yang telah dihasilkan pada tahap sebelumnya.

h. Fase 7: Menyajikan solusi

Pada tahap ini perwakilan siswa tiap kelompok memaparkan hasil kerjanya. Pada tahap ini guru juga melakukan penilaian atas performa atau produk yang dihasilkan oleh siswa.

i. Pasca-pembelajaran

Pada tahap ini guru membahas kembali masalah dan solusi alternatif yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam prosesnya guru membandingkan antara solusi satu dengan solusi lain hasil pemikiran siswa atau juga dibandingkan dengan solusi yang secara teoritis yang ada.

9. Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah

Sejalan dengan karakteristik MPBM dipandang sebagai sebuah model pembelajaran yang memiliki banyak keunggulan. Keunggulan tersebut dipaparkan Kemendikbud (2013b) sebagai berikut.


(56)

a. Dengan MPBM akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa yang belajar memecahkan suatu masalah akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diberikan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik berhadapan dengan situasi tempat konsep diterapkan.

b. Dalam situasi MPBM, siswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.

c. MPBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

Beberapa keunggulan MPBM juga dikemukakan oleh Delisle dalam Abidin (2014) sebagai berikut.

a. MPBM berhubungan dengan situasi kehidupan nyata sehingga pembelajaran menjadi bermakna.

b. MPBM mendorong siswa untuk belajar secara aktif.

c. MPBM mendorong lahirnya berbagai pendekatan belajar secara interdisipliner.

d. MPBM memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih apa yang akan dipelajari dan bagaimana mempelajarinya.


(57)

f. MPBM diyakini mampu meningkatkan kualitas pendidikan.

Selain beberapa keunggulan di atas, keunggulan MPBM dapat ditambahkan beberapa hal sebagai berikut.

a. MPBM mampu mengembangkan motivasi belajar siswa. b. MPBM mendorong siswa untuk mampu berpikir tingkat tinggi. c. MPBM mendorong siswa mengoptimalkan kemampuan

metakognisinya.

d. MPBM menjadi pembelajaran jadi bermakna sehingga mendorong siswa memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan mampu belajar secara mandiri (Abidin, 2014).

10. Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah

Di samping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran berbasis masalah juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya:

a. Ketika siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui pemecahan masalah

membutuhkan cukup waktu untuk persiapan

c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari (Ambarjaya, 2012).


(58)

E. Materi Sistem Pertahanan Tubuh

Sistem pertahanan tubuh merupakan bentuk pertahanan tubuh terhadap benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada penelitian pembahasan meliputi

Standar Kompetensi:

3. Menjelaskan struktur dan fungsi organ manusia dan hewan tertentu, kelainan dan/ penyakit yang mungkin terjadi serta implikasinya pada salingtemas

Kompetensi Dasar:

3.8 Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda asing berupa antigen dan bibit penyakit

Ruang lingkup materi yang dibahas meliputi:

1. Sistem pertahanan tubuh 2. Antigen dan antibodi

3. Macam-macam antibodi dan fungsinya 4. Macam-macam sistem pertahanan tubuh 5. Mekanisme sistem pertahanan tubuh

6. Macam-macam gangguan yang terjadi pada sistem pertahanan tubuh dan cara mengobati/penanggulangannya (HIV/AIDS, alergi, penyakit autoimun, cacar)


(59)

F. Hasil Penelitian yang Relevan

Sebagai acuan dalam pembuatan penelitian ini, maka peneliti menggunakan beberapa kajian sebagai acuan :

1. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dengan Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP Xaverius 3 Bandar Lampung pada Materi Interaksi Makhluk Hidup dengan Lingkungannya (Kurniawan, 2014), membuktikan adanya peningkatan pada kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa, hal ini terbukti pada siklus I sebesar 60,76% dan pada siklus II sebesar 81,88%. Nilai rata- rata hasil belajar kognitif siswa pada siklus I sebesar 58% dan pada siklus II sebesar 81%.

2. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Model Problem Based Learning

pada Pokok Bahasan Pencemaran Lingkungan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri Grujugan Bondowoso (Wahyudi, dkk, 2014). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pengembangan bahan ajar berbasis Model Problem Based Learning pada pokok bahasan pencemaran lingkungan dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa kelas X SMA Negeri Grujugan Bondowoso. Hal ini terlihat dari hasil nilai pre-test memiliki rata-rata 66,50 dan post-test memiliki rata-rata 85,60 dan secara keseluruhan mengalami persentase kenaikan nilai sebesar 32,30%.


(60)

G. Kerangka Berpikir

Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang (Sudjana, 1989). Prinsip pembelajaran bila diterapkan dalam proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran akan diperoleh hasil yang lebih optimal (Siregar dan Nara, 2010). Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, tidak harus dalam kondisi formal di dalam kelas, tetapi dapat secara informal, nonformal dan seperti dinyatakan di atas, siswa dapat belajar dari alam atau dari peristiwa sosial sehari-hari (Suyono dan Hariyanto, 2011). Aktivitas belajar juga merupakan salah satu proses membangun makna terhadap pengetahuan. Siswa diajak untuk menganalisis suatu peristiwa lewat kemampuan berpikir secara kritis. Menurut Surya (2015), berpikir kritis merupakan salah satu strategi kognitif dalam pemecahan masalah yang lebih kompleks dan menuntut pola yang lebih tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian relevan yang dilakukan oleh Kurniawan (2014) membuktikan bahwa penerapan PBL salah satunya dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa kelas VII SMP Xaverius 3 Bandar Lampung yang dibuktikan dari persentase hasil kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 60,76% meningkat pada siklus II menjadi 81,88%. Nilai rata-rata hasil belajar kognitif siswa pada siklus I sebesar 58% dan pada siklus II sebesar 81%.


(61)

Penelitian yang lainnya dilakukan oleh Wahyudi, dkk (2014) membuktikan bahwa penerapan PBL dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa kelas X SMAN Grujugan Bondowoso dibuktikan dari hasil

pre-test memiliki rata-rata 66,50 dengan jumlah siswa yang tuntas pada

pre-test sebanyak 9 siswa dan post-test memiliki rata-rata 85,60 secara keseluruhan siswa mengalami persentase kenaikan nilai sebesar 32,30%.

Melihat hasil dari penelitian relevan ini maka penerapan PBL terbukti dapat meningkatkan salah satunya kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa. Sehingga model pembelajaran yang tepat yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Pembelajaran Berbasis Masalah. Model pembelajaran yang dapat digunakan dalam menganalisis suatu permasalahan dalam kehidupan sehari-hari serta mencari solusi pada masalah tersebut. Skema tentang kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar 2.2


(62)

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

H. Hipotesis Tindakan

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah: 1. Siswa kelas XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta dapat mencapai

kategori kemampuan berpikir kritis dengan penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah pada materi sistem pertahanan tubuh.

Penelitian Relevan Masalah

Siswa kurang optimal

mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa

Wahyudi (2014), bahan ajar berbasis model PBL dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri Grujugan

Bondowoso Kurniawan (2014),

PBM dengan pendekatan JAS dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VII SMP Xaverius 3 Bandar Lampung

Tindakan

Menerapkan model PBM untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa kelas XI MIA 1 SMA BOPKRI 2


(63)

2. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siswa kelas XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta pada materi sistem pertahanan tubuh.

3. Siswa kelas XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta dapat mencapai indikator penilaian hasil belajar ranah psikomotorik dengan penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah pada materi sistem pertahanan tubuh.


(64)

46 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tidakan Kelas adalah penelitian yang mengangkat masalah-masalah aktual yang dilakukan oleh para guru. Penelitian ini merupakan pencermatan kegiatan belajar yang berupa tindakan untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran di kelas secara lebih profesional (Taniredja dkk, 2011).

B. Setting Penelitian 1. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa kelas XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada materi sistem pertahanan tubuh

3. Tempat Penelitian

SMA BOPKRI 2 Yogyakarta, Jl. Jend. Sudirman No.87, Terban, Gondokusuman, Yogyakarta 55223

4. Waktu Penelitian


(65)

C. Desain Penelitian

Desain penelitian dengan model Kemmis dan McTaggart pada hahekatnya berupa perangkat-perangkat dengan satu perangkat terdiri dari empat komponen, yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi (Depdiknas, dalam Tanireja, 2011). Proses siklus kegiatan dalam Penelitian Tindakan Kelas ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Siklus I

Siklus II

Gambar 3.1 Adaptasi Depdiknas, 1999 PTK Model Kemmis dan McTaggart

Siklus di atas menggambarkan aktivitas dalam PTK yang diawali dengan perencanaan tindakan (planning), penerapan tindakan (action) dan

Tindakan dan Observasi Rencana

Tindakan

Refleksi

Tindakan dan Observasi Rencana

Tindakan Ulang


(66)

observasi (observation), serta refleksi (reflection) dan seterusnya sampai dicapai kualitas pembelajaran yang diinginkan.

Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, hal ini dilakukan karena melihat keterbatasan waktu untuk persiapan dan pelaksanaan penelitian. Setiap siklus yakni siklus I dan siklus II terdiri dari 4 tahapan yakni, tahapan perencanaan tindakan (planning), penerapan tindakan dan observasi (action and observation), serta refleksi (reflection).

1. Pra Tindakan

Sebelum memasuki siklus I, peneliti membuat instrumen soal pre-test kepada siswa untuk mengetahui sejauh mana pemahaman serta pengetahuan siswa terhadap materi sistem pertahanan tubuh.

2. Siklus I

Aktivitas pembelajaran pada siklus I dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan yakni 4 x 45 menit.

a. Perencanaan

Perencanaan adalah langkah yang dilakukan oleh guru ketika akan memulai tindakannya (Arikunto, 2010). Perencanaan bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran bermutu yang mampu membelajarkan siswa secara efektif dan membangkitkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran (Tampubolon, 2014). Pada tahap ini peneliti


(67)

merencanakan terlebih dahulu tindakan yang akan dilaksanakan sebagai berikut:

1) Menganalisis materi dan menentukan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)

2) Menyiapkan materi pembelajaran yang akan diajarkan

3) Membuat perangkat pembelajaran seperti RPP, Silabus dan LKS yang berbasis masalah

4) Membuat instrument pengumpulan data, yakni:

a) Membuat soal evaluasi beserta kunci jawabannya untuk mengukur dan mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang sudah diajarkan.

b) Membuat lembar observasi untuk mengamati kemampuan berpikir kritis dan psikomotorik siswa selama kegiatan belajar berlangsung b. Tindakan dan Observasi

Tahapan ini adalah tahapan pelaksanaan skenario dari proses pembelajaran yang telah direncanakan oleh peneliti yakni menerapkan model Pembelajaran Berbasis Masalah dan pengamatan yang dilakukan oleh observer. Kegiatan ini meliputi

Pertemuan 1:

1) Siswa diminta membentuk kelompok yang terdiri dari 4 orang dan diminta mengerjakan LKS 1

2) Siswa diminta menganalisis topik pembahasan dan merumuskan topik tersebut


(68)

3) Siswa diminta menggali kembali topik pembahasan tersebut 4) Siswa diminta membangun struktur kerja dalam kelompok

5) Siswa menjelaskan sistem pertahanan tubuh, menganalisis perbedaan antigen dan antibodi, menganalisis macam-macam bentuk antibodi dan fungsinya, menjelaskan macam-macam sistem pertahanan tubuh, menganalisis mekanisme pertahanan tubuh

6) Siswa diminta mengumpulkan informasi yang relevan dari berbagai sumber

7) Siswa diminta merumuskan solusi yang tepat sesuai dengan topik pembahasan

8) Siswa diminta menentukan solusi berdasarkan informasi dan pendapat dari anggota kelompok

9) Beberapa kelompok diminta menyajikan hasil diskusi dengan cara presentasi di depan kelas

Pertemuan 2:

1) Pengkondisian kelas XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta ke dalam suasana belajar

2) Siswa diminta membentuk kelompok yang terdiri dari 4 orang dan diminta mengerjakan LKS 2

3) Siswa diminta menganalisis kasus pembahasan dan merumuskannya 4) Siswa diminta menggali kembali topik pembahasan


(69)

6) Siswa menganalisis AIDS, menganalisis penyebab AIDS, menganalisis HIV, menganalisis cara HIV menyerang tubuh manusia, menganalisis cara mengobati/penanggulangan AIDS, menganalisis alergi, menganalisis penyebab alergi, menganalisis mekanisme alergi menyerang tubuh manusia, menganalisis cara mengobati alergi

7) Siswa diminta mengumpulkan informasi yang relevan dari berbagai sumber

8) Siswa diminta merumuskan solusi yang tepat sesuai dengan kasus tersebut

9) Siswa diminta menentukan solusi berdasarkan informasi dan pendapat dari anggota kelompok

10)Beberapa kelompok diminta menyajikan hasil analisis dengan cara persentasi di depan kelas

Tahap tindakan dilakukan bersama dengan tahap observasi. Pada tahap observasi yang dilakukan oleh observer adalah mengamati kemampuan berpikir kritis siswa dalam menganalisis sebuah topik, menggali informasi yang tepat dan menyampaikan pendapat. Selain itu, peneliti juga mengobservasi psikomotorik siswa selama pembelajaran berlangsung. Selain tahap observasi, tahap evaluasi juga merupakan tahapan penting yang dilaksanakan bersama dengan tahap tindakan. Pada siklus I evaluasi dilakukan disetiap akhir pertemuannya yakni pertemuan 1 dan pertemuan 2.


(70)

c. Refleksi

Pada tahap refleksi ini peneliti merefleksikan apa saja yang telah dilakukan saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran dan bagaimana hasil yang diperoleh sebelum dan setelah diberi tindakan. Tahap refleksi ini juga penting dilaksanakan tujuannya untuk memberikan perbaikkan pada siklus II.

3. Siklus II

Aktivitas pembelajaran pada siklus II dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan yakni 4 x 45 menit.

a. Perencanaan

Pada siklus II ini peneliti merencanakan kembali tindakan yang akan dilaksanakan yakni sebagai berikut:

1) Menyiapkan materi pelajaran

2) Membuat perangkat pembelajaran seperti RPP dan LKS 3) Membuat instrumen pengumpulan data seperti:

a. Membuat soal evaluasi dan kunci jawaban

b. Membuat lembar observasi untuk mengamati kemampuan berpikir kritis dan psikomotorik siswa

b. Tindakan dan Observasi

Tahap ini merupakan tahap melaksanakan skenario pembelajaran dengan menerapkan model Pembelajaran Berbasis Masalah dan pengamatan yang dilakukan oleh observer. Kegiatan ini meliputi:


(71)

Pertemuan 3:

1) Siswa diminta membentuk kelompok yang terdiri dari 4 orang dan diminta mengerjakan LKS 3

2) Siswa diminta menganalisis kasus tersebut dan merumuskannya 3) Siswa diminta menggali kembali kasus tersebut

4) Siswa diminta membangun struktur kerja dalam kelompok

5) Siswa menganalisis lupus, menganalisis penyebab lupus, menganalisis proses terjadi lupus, menganalisis cara mengobati lupus, menganalisis diabetes mellitus tipe 1, menganalisis penyebab diabetes mellitus tipe 1, menganalisis proses terjadi diabetes mellitus tipe 1, menganalisis cara mengobati diabetes mellitus tipe 1

6) Siswa diminta mengumpulkan informasi yang relevan dari berbagai sumber

7) Siswa diminta merumuskan solusi yang tepat sesuai dengan kasus tersebut

8) Siswa diminta menentukan solusi berdasarkan informasi dan pendapat dari anggota kelompok

9) Beberapa kelompok diminta menyajikan hasil analisis dengan cara presentasi di depan kelas

Pertemuan 4:

1) Pengkondisian kelas XI MIA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta ke dalam suasana belajar


(72)

2) Siswa diminta membentuk kelompok yang terdiri dari 4 orang dan diminta mengerjakan LKS 4

3) Siswa diminta menganalisis kasus tersebut dan merumuskannya 4) Siswa diminta menggali kasus tersebut

5) Siswa diminta membangun struktur kerja dalam kelompok

6) Siswa menganalisis cacar, menganalisis penyebab cacar, menganalisis proses terjadi cacar, menganalisis cara mengobati cacar, menganalisis imunisasi, menganalisis manfaat imunisasi, menganalisis jenis-jenis imunisasi, menganalisis kaitan imunisasi dengan sistem pertahanan tubuh

7) Siswa diminta mengumpulkan informasi yang relevan dari berbagai sumber

8) Siswa diminta merumuskan solusi yang tepat sesuai dengan kasus tersebut

9) Siswa diminta menentukan solusi berdasarkan informasi dan pendapat dari anggota kelompok

10)Beberapa kelompok diminta menyajikan hasil analisis dengan cara persentasi di depan kelas

Pada tahap observasi siklus II observer melihat kemampuan berpikir kritis siswa berdasarkan aspek yang meliputi akurasi dan kelayakan informasi serta alur penalaran. Pada tahap ini juga mengamati aspek psikomotorik siswa selama pembelajaran berlangsung. Kemudian pada siklus II juga memiliki tahap evaluasi. Evaluasi siklus II dilakukan


(1)

(2)

(3)

Lampiran 24 TABEL SKOR SISWA SIKLUS I DAN SIKLUS II No. Inisial Siklus I

Rata-rata

Keterangan Siklus II Rata-rata

Keterangan

1 2 3 4

1 A 40 70 55 Tidak tuntas 70 70 70 Tidak tuntas

2 B 40 70 55 Tidak tuntas 60 70 65 Tidak tuntas

3 C 50 50 50 Tidak tuntas 80 80 80 Tuntas

4 D 40 90 65 Tidak tuntas 40 70 55 Tidak tuntas

5 E 60 90 75 Tuntas 30 80 55 Tidak tuntas

6 F 60 50 55 Tidak tuntas 70 80 75 Tuntas

7 G 70 60 65 Tidak tuntas 90 80 85 Tuntas

8 H 50 70 60 Tidak tuntas 50 80 65 Tidak tuntas

9 I 20 50 35 Tidak tuntas 50 60 55 Tidak tuntas

10 J 50 90 70 Tidak tuntas 40 80 60 Tidak tuntas

11 K 40 60 50 Tidak tuntas 80 80 80 Tuntas

12 L 60 60 60 Tidak tuntas 70 80 75 Tuntas

13 M 40 70 55 Tidak tuntas 90 70 80 Tuntas

14 N 60 60 60 Tidak tuntas 80 80 80 Tuntas

15 O 70 40 55 Tidak tuntas 70 80 75 Tuntas

16 P 80 80 80 Tuntas 50 80 65 Tidak tuntas

17 Q 40 90 65 Tidak tuntas 50 70 60 Tidak tuntas

18 R 50 80 65 Tidak tuntas 60 80 70 Tidak tuntas

19 S 70 90 80 Tuntas 90 90 90 Tuntas

20 T 30 70 50 Tidak tuntas 40 70 55 Tidak tuntas

Rata-rata hasil belajar Siklus I Siklus II


(4)

Lampiran 25 TABEL SKOR BERPIKIR KRITIS SISWA

Observer Kelompok Siklus I Siklus II

Skor Pertemuan 1 Skor Pertemuan 2 Skor Pertemuan 3 Skor Pertemuan 4

Observer 1 Kel. 1 40 36 40 35

Kel. 6 41 40 41 36

Observer 2 Kel. 2 39 44 44 44

Kel. 4 43 41 44 42

Observer 3 Kel. 3 44 45 45 44

Kel. 5 44 44 44 43

Kelompok SIKLUS I SIKLUS II

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3 Pertemuan 4

Kelompok 1 40 36 40 35

Kelompok 2 39 44 44 44

Kelompok 3 44 45 45 44

Kelompok 4 43 41 44 42

Kelompok 5 44 44 44 43


(5)

Lampiran 26 TABEL SKOR PSIKOMOTORIK SISWA SAAT DISKUSI

Observer Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3 Pertemuan 4

Kel. Skor Kel. Skor Kel. Skor Kel. Skor

Observer 1 Kel. 1 18 Kel. 2 16 Kel. 3 19 Kel. 1 13

Kel. 6 19 Kel. 3 20 Kel. 4 20 Kel. 3 18

Observer 2 Kel. 2 16 Kel. 4 19 Kel. 1 19 Kel. 4 19

Kel. 4 20 Kel. 6 19 Kel. 2 17 Kel. 5 18

Observer 3 Kel. 3 20 Kel. 1 20 Kel. 5 20 Kel. 2 20

Kel. 5 20 Kel.5 20 Kel. 6 20 Kel. 6 20

Kelompok SIKLUS I SIKLUS II

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3 Pertemuan 4

Kelompok 1 18 20 19 13

Kelompok 2 16 16 17 20

Kelompok 3 20 20 19 18

Kelompok 4 20 19 20 19

Kelompok 5 20 20 20 18


(6)

Lampiran 27 TABEL SKOR PSIKOMOTORIK SISWA SAAT PRESENTASI

Pertemuan Observer Kelompok Skor

Pertemuan 1 Observer 1 Kelompok 1 21

Kelompok 2 23

Observer 2 Kelompok 1 23

Kelompok 2 25

Observer 3 Kelompok 1 23

Kelompok 2 23

Pertemuan 2 Observer 1 Kelompok 3 24

Observer 2 Kelompok 3 25

Observer 3 Kelompok 3 23

Pertemuan 3 Observer 1 Kelompok 4 24

Kelompok 5 22

Observer 2 Kelompok 4 25

Kelompok 5 25

Observer 3 Kelompok 4 24

Kelompok 5 24

Pertemuan 4 Observer 1 Kelompok 6 21

Observer 2 Kelompok 6 25