Buka BAB 2 Gambaran Umum

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1. Aspek Geografi dan Demografi

2.1.1. Kondisi Geografis dan Topografis 2.1.1.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah

Kabupaten Cilacap adalah kabupaten dengan wilayah administrasi yang terluas di Provinsi Jawa Tengah. Luas Kabupaten Cilacap ± 6,94 persen dari luas Provinsi Jawa Tengah atau ± 225.360,84 ha (2.253,61 km2),

termasuk Pulau Nusakambangan ± 11.511 ha. Kabupaten Cilacap terletak pada bagian ujung barat daya dan selatan wilayah Provinsi Jawa Tengah memiliki letak geografis pada 108o4 30 -109o30 30 Bujur Timur dan 7o30

-7o45 20 Lintang Selatan.

Tabel 2.1

Letak Geografis Kabupaten Cilacap

Arah Batas Wilayah

Derajat Keterangan

Utara 7o30 LS Kabupaten Banyumas dan Brebes

Selatan 7o45 20 LS Laut Indonesia

Barat 108o4 30 BT Provinsi Jawa Barat

Timur 109o30 30 BT Kabupaten Kebumen

Sumber: BPS, Cilacap Dalam Angka, 2012

Secara administratif Kabupaten Cilacap terbagi menjadi 24 kecamatan dengan 269 desa dan 15 kelurahan. Kecamatan dengan wilayah terluas adalah Kecamatan Wanareja (190,63 Km2) dan terkecil adalah

Kecamatan Cilacap Selatan (9,11 Km2) belum termasuk Pulau

Nusakambangan yang masuk wilayah administrasi Kecamatan Cilacap Selatan. Kecamatan Dayeuluhur menjadi kecamatan dengan jarak terjauh dari ibukota kabupaten (107 Km).


(2)

Tabel 2.2

Kepadatan Wilayah Kecamatan di Kabupaten Cilacap Tahun 2011

Kecamatan Luas Wilayah (Km2)

Jumlah Penduduk

Kepadatan (Jiwa/Km2)

Penyebaran (Persen)

Dayeuhluhur 185,03 48.573 262 2,77

Wanareja 190,63 95.630 504 5,45

Majenang 138,52 126.175 911 7,19

Cimanggu 167,44 97.883 585 5,58

Karangpucung 115,02 73.018 635 4,16

Cipari 121,27 61.657 508 3,51

Sidareja 54,24 57.123 1.040 3,25

Kedungreja 74,50 80.182 1.123 2,59

Patimuan 72,27 45.535 605 4,57

Gandrungmangu 143,19 102.373 715 5,83

Bantarsari 97,50 68.940 722 3,93

Kawunganten 133,38 80.280 684 4,57

Kampung Laut 125,75 16.840 115 0,96

Jeruk Legi 99,30 62.879 650 3,58

Kesugihan 82,31 96.039 1.167 5,47

Adipala 61,19 79.717 1.303 4,54

Maos 28,04 48.079 1.714 2,74

Sampang 27,30 37.269 1.365 2,12

Kroya 58,84 103.004 1.751 5,87

Binangun 51,42 65.872 1.281 3,75

Nusawungu 61,26 77.090 1.258 4,39

Cilacap Selatan 9,11 78.464 8.613 4,47

Cilacap Tengah 22,15 83.985 3.792 4,78

Cilacap Utara 18,84 68.661 3.644 3,91

Sub Total 2.138,50 1.755.268 821 100

P. Nusakambangan 115,11 - -

-Total 2.253,61 1.755.268 821 100

Tahun 2010 2.138,50 1.748.705 818

Tahun 2009 2.138,50 1.744.128 816

Sumber: BPS, Cilacap Dalam Angka, 2012

Kabupaten Cilacap memiliki posisi yang strategis karena berada pada jalur transportasi regional utama yang menghubungkan Provinsi Jawa Barat dengan Provinsi Jawa Tengah di sepanjang pesisir Selatan Pulau Jawa. Kabupaten Cilacap juga berada di Kawasan Barlingmascakeb (Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen).


(3)

Gambar 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Cilacap

Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cilacap Tahun 2011-2031, untuk pengembangan dan pemantapan pusat-pusat pelayanan secara merata dan seimbang dalam sistem perkotaan dan sistem perdesaan, sebagai berikut :

a. Penguatan kawasan perkotaan Cilacap sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) melalui pengembangan kegiatan-kegiatan yang berbasis ekonomi sektor migas dan ekonomi sektor non migas, serta peningkatan pelayanan transportasi;

b. Penguatan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Kroya diarahkan menjadi Pusat Kegiatan Wilayah yang dipertahankan mengingat peran kota ini terutama sebagai simpul transportasi kerata api dengan keberadaan Stasiun Kroya, disamping perekonomian kota;

c. Penguatan Pusat Kegiatan Kawasan (PPK) Sidareja diarahkan menjadi PKL yang dipromosikan (PKLp) mengingat keberadaan kota ini sebagai pusat pelayanan untuk beberapa kecamatan di sekitarnya;

d. Penguatan fungsi dan peran PPK sebagai pusat pelayanan skala kecamatan di masing-masing ibukota kecamatan;


(4)

e. Penguatan fungsi dan peran Pusat Pelayanan Lokal (PPL) sebagai pusat pelayanan kegiatan skala antar desa;

f. Penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dengan perdesaan secara sinergis.

2.1.1.2.

Topografi

Kondisi topografi Kabupaten Cilacap beragam mulai dari kawasan pegunungan, dataran miring hingga daerah pesisir pantai. Arah barat laut Kabupaten Cilacap merupakan kawasan pegunungan dengan ketinggian lebih dari 100 m dpl (di atas permukaan laut) dengan puncak tertinggi 1.210 m dpl yakni berada di Gunung Subang di Kecamatan Dayeuhluhur. Kabupaten Cilacap bagian tenggara terbagi menjadi dua kawasan bentang alam, yakni pegunungan di sebelah utara dan dataran miring yang landai ke arah barat daya-selatan sampai ke Segara Anakan dengan elevasi kurang dari 100 m dpl. Kabupaten Cilacap bagian timur dan selatan memiliki kondisi wilayah dataran rendah berbatasan dengan Samudera Hindia di selatan. Pulau Nusakambangan memanjang dengan panjang sekitar 30 km dari barat ke timur dengan topografi pegunungan yang tidak terlalu tinggi, kurang dari 100 m dpl.

Berdasarkan ketinggian wilayah di Kabupaten Cilacap, Kecamatan Dayeuhluhur merupakan kecamatan pada letak wilayah tertinggi yaitu 198 m dpl, sedangkan Kecamatan Kampung Laut menjadi kecamatan yang letak wilayahnya paling rendah yaitu 1 m dpl. Adapun pusat keramaian Kabupaten Cilacap yang terletak di Kecamatan Cilacap Selatan, Cilacap Tengah dan Cilacap Utara berada pada ketinggian 5 sampai dengan 6 m dpl.


(5)

Tabel 2.3

Ketinggian Wilayah Kecamatan di Kabupaten Cilacap

Kecamatan m dpl Kecamatan m dpl

Dayeuhluhur 198 Kampung Laut 1

Wanareja 25 Jeruk Legi 9

Majenang 23 Kesugihan 8

Cimanggu 40 Adipala 8

Karangpucung 50 Maos 8

Cipari 50 Sampang 8

Sidareja 26 Kroya 10

Kedungreja 45 Binangun 8

Patimuan 5 Nusawungu 10

Gandrungmangu 15 Cilacap Selatan 6

Bantarsari 8 Cilacap Tengah 5

Kawunganten 56 Cilacap Utara 6

Sumber: BPS, Cilacap Dalam Angka, 2012

2.1.1.3. Klimatologi

Kondisi klimatologi Kabupaten Cilacap sepanjang periode tahun 2007-2011 menunjukkan kondisi yang cukup stabil. Hal ini ditunjukkan oleh temperatur rata-rata Kabupaten Cilacap berada pada suhu 26-27oC, dengan

kelembapan rata-rata yang sedikit mengalami peningkatan 2 persen, dari 81 persen pada tahun 2009 menjadi 83 persen pada tahun 2011 dan kecepatan angin rata-rata yang juga meningkat dari 4,0 knots pada tahun 2007-2010 menjadi 4,7 knots pada tahun 2011.

Selama periode 2007-2011, arah angin rata-rata berada pada rentang 146-182 derajat. Curah hujan berada pada rentang 2807-1668 mm per tahun. Indikator klimatologi lain disajikan dalam Tabel 2.4.

Tabel 2.4

Klimatologi Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011

Indikator 2007 2008 2009 2010 2011

Temperatur Rata-rata (oC) 27,1 26,8 27,1 27,6 26,7

Kelembapan Rata-rata (%) 82 82 81 83 83

Kecepatan Angin Rata-rata (knots) 4 4 4 4 4,7

Arah Angin Rata-rata (derajat) 176 153 146 182 179,2

Curah Hujan Rata-rata (mm) 2.807 1.668 2.036 2.047 1.743


(6)

2.1.1.4. Geologi

Kondisi topografi Kabupaten Cilacap yang beragam mulai dari kawasan pegunungan, dataran miring, hingga daerah pesisir pantai, sedikit banyak mempengaruhi geologi wilayah Kabupaten Cilacap. Faktor variasi ketinggian wilayah dari 1 m dpl hingga 198 m dpl juga turut mempengaruhi geologis wilayah sehingga diperlukan wawasan mengenai kemungkinan terjadinya bencana alam.

Struktur geologi Kabupaten Cilacap berupa struktur perlipatan, sesar dan kekar. Struktur tersebut terjadi pada batuan yang berumur Tersier Awal dan Tersier Akhir, dibeberapa tempat tampak jelas dan tercerminkan oleh bentuk bentang alamnya, ditempat lain hanya dapat diketahui dari pola sebaran batuan atau dari hasil penafsiran pengukuran kedudukan bidang perlapisannya. Struktur lipatan sebagian besar berarah Barat-Timur dan sebagian lagi berarah Barat Laut Tenggara dan Timur Laut Barat Daya.

Bentuk antiklin umumnya setangkup , dengan lereng utara lebih terjal kecuali antiklin yang melalui sungai Donan dengan lereng Utara lebih landai. Struktur sesarnya ada yang berupa patahan naik, sesar geser jurus dan sesar turun. Sesar naik terdapat dibagian Barat dan Timur, berarah hampir Barat-Timur. Sesar geser mendatar dijumpai dengan arah barat laut-tengara, utara-selatan, dan timur laut-barat daya. Sesar geser diduga terjadi setelah perlipatan memotong struktur lipatan. Sesar turun arahnya umumnya barat-timur, sesar inipun memotong lipatan. Struktur kekar-kekar banyak dijumpai pada batuan umur tersier, arahnya tak beraturan.

Pada Oligeson Akhir terjadi peningkatan tektonik sampai Miosen Awal, kegiatan tektonik didalam karang bolong dan daerah Gabon menghasilkan Formasi Gabon Tektonik ini berpengaruh pada pembentukan cekungan Banyumas, sesarnya terentang diutara Cilacap arah barat laut-tenggara melalui karang bolong sampai di barat Banyumas, sesar lain terentang melalui Majenang-Cilacap.

Pada akhir Miosen Awal terjadi penerobosan andesit di Karang bolong, yang diikuti oleh suatu pengangkatan, proses ini menyebabkan daerah tersebut terangkat muncul di permukaan laut. Tektonik kemudian aktif lagi pada Miosen akhir sampai Pliosen lereng cekungan labil, sehingga menyebabkan terbentuknya endapan turbidit Formasi Halang Pliosen Akhir


(7)

terjadi penerobosan basalt yang disusun oleh pengangkatan kemudian pelipatan dan pergeseran. Pengangkatan tersebut berlanjut pada Kala Pleistosen ditandai dengan adanya kegiatan gunung api kemudian disertai pembentukan alluvium dan endapan pantai yang berlanjut hingga sekarang.

Gambar 2.2 Peta Geologi Kabupaten Cilacap

Menurut para ahli geologi dan ilmuwan tsunami, Kabupaten Cilacap digolongkan sebagai daerah berisiko tinggi tsunami karena beberapa ratus kilometer sebelah selatan Cilacap, terdapat salah satu zona utama tumbukan lempeng tektonik bumi, yang merupakan sumber utama gempa bumi penyebab tsunami. Apabila tsunami besar terjadi, maka wilayah Kabupaten Cilacap dan sekitarnya dapat terkena dampak, khususnya di sepanjang pantai yang banyak dihuni oleh penduduk dengan tingkat kepadatan tinggi.

2.1.1.5. Hidrologi

Kabupaten Cilacap mempunyai 5 (lima) kawasan cekungan air tanah yang memberikan perlindungan terhadap air tanah. Kawasan cekungan air tanah ini berupa kawasan imbuhan air dan lepasan air tanah dengan luasan kurang lebih 1.274 hektar. Rincian luasan dan lokasi cekungan


(8)

air tanah di Kabupaten Cilacap berdasarkan Perda Propinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang RTRW Propinsi, sebagai berikut :

a. Cekungan air tanah Majenang; b. Cekuangan air tanah Sidareja;

c. Cekungan air tanah Nusakambangan; d. Cekungan air tanah Cilacap; dan e. Cekungan air tanah Kroya.

Gambar 2.3. Peta Cekungan Air Tanah

Wilayah sungai di Kabupaten Cilacap terbagi dalam dua jenis yaitu: Wilayah Sungai Citanduy yang merupakan wilayah sungai lintas provinsi dan Wilayah Sungai Serayu yang merupakan wilayah sungai strategis nasional sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cilacap Tahun 2011-2031, yaitu sebagai berikut:

1. Jaringan sumber daya air lintas provinsi wilayah sungai Citanduy meliputi:

a. DAS Citanduy; b. DAS Cibereum;


(9)

c. DAS Citotok; d. DAS Cimeneng; e. DAS Cikonde; f. DAS Sapuregel; g. DAS Gatel; h. DAS Branalang; i. DAS Kipah; j. DAS Panembung; k. DAS Karanganyar; l. DAS Tambakreja; m. DAS Nirbaya; n. DAS Solokjari; o. DAS Permisan;

p. DAS Lempongpucung; q. DAS Solok Permisan; r. DAS Solokpring; s. DAS Pandan; dan t. DAS Solokdewata.

2. Jaringan sumber daya air strategis nasional wilayah sungai Serayu meliputi:

a. DAS Ijo; b. DAS Tipar; c. DAS Serayu; dan d. DAS Donan.

Adapun prasarana pengairan atau irigasi merupakan prasarana yang penting, mengingat sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Cilacap. Pemanfaatan lahan untuk pertanian (sawah) sebesar 29,91 persen dari seluruh luas tanah Kabupaten Cilacap diluar Pulau Nusakambangan yaitu 213.850,288 Ha. Prasarana irigasi primer sepanjang 168.576 m, saluran sekunder sepanjang 240.086 m, sedangkan bangunan pelengkap irigasi sepanjang 2.383 m.

Air bersih merupakan kebutuhan mendasar yang dapat mendukung terciptanya masyarakat yang sehat serta mendukung terciptanya aktivitas ekonomi yang lebih dinamis. Kebutuhan air bersih di Kabupaten


(10)

Cilacap dipenuhi antara lain melalui air tanah dangkal (sumur) dan air bersih yang disalurkan oleh PDAM. Berdasarkan data sampai dengan tahun 2012, PDAM Cilacap telah melayani 58.929 pelanggan baik industri, niaga, sosial, rumah tangga, kantor maupun pelanggan khusus. Jumlah pelanggan tersebut paling banyak adalah pelanggan rumah tangga yang mencapai lebih dari 90 persen.

2.1.1.6. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di Kabupaten Cilacap sepanjang periode tahun 2007-2011 cenderung stabil yaitu pada penggunaan lahan sawah 29,50 persen dan mengalami peningkatan menjadi 29,61 persen (2010) dan 29,91 persen (2011). Begitu pula dengan penggunaan lahan bukan sawah yang stabil sepanjang tahun 2007-2011 yaitu sebesar 68,7 persen, namun persentasenya terus menurun menjadi 68,6 (2010) dan 64,59 persen (2011). Adapun penggunaan lahan lainnya juga stabil pada periode 2007-2011 yaitu 1,7-1,8 persen, namun mengalami peningkatan persentase menjadi 5,49 persen pada 2011. Jenis penggunaan lahan lainnya yaitu rawa-rawa, tambak dan kolam.

Tabel 2.5

Luas dan Persentase Penggunaan Lahan Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011

Jenis Penggunaan

2007 2008 2009 2010 2011

Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %

Lahan Sawah 63.093 29,50 63.093 29,50 63.093 29,50 63.318 29,61 63.963 29,91

Irigasi Teknis 36.842 17,23 36.842 17,23 36.717 17,17 37.256 17,42 37.881 17,71 Irigasi Setengah

Tehnis 2.741 1,28 2.741 1,28 2.900 1,36 2.629 1,23 2.861 1,34

Irigasi

Sederhana 1.887 0,88 1.887 0,88 2.197 1,03 3.867 1,81 4.312 2,02 Irigasi Desa

/Non-PU 3.651 1,71 3.651 1,71 1.630 0,76 2.027 0,95 2.066 0,97

Tadah Hujan 17.358 8,12 17.358 8,12 19.649 9,19 17.499 8,18 16.541 7,73

Lebak - - - 82 0,04

Polder dan

Lainnya 614 0,29 614 0,29 - - 40 0,02 220 0,10

Bukan Lahan


(11)

Pekarangan 32.920 15,39 32.920 15,39 32.920 15,39 35.334 16,52 4.784 2,24 Tegal/ Kebun 45.213 21,14 45.213 21,14 45.213 21,14 45.797 21,42 42.397 19,83

Ladang/ Huma 719 0,34 719 0,34 719 0,34 284 0,13 284 0,13

Penggembalaan/

Padang Rumput - - - 3 0,00

Sementara Tidak

Diusahakan 211 0,10 211 0,10 211 0,10 148 0,07 136 0,06

Ditanami Pohon

/Hutan Rakyat 4.206 1,97 4.206 1,97 4.208 1,97 4.294 2,01 5.747 2,69 Hutan Negara 43.519 20,35 43.519 20,35 43.518 20,35 42.823 20,02 40.992 19,17 Perkebunan 9.579 4,48 9.579 4,48 9.579 4,48 10.153 4,75 11.921 5,57 Lain-lain 10.596 4,95 10.596 4,95 10.540 4,93 7.872 3,68 31.870 14,90

Lahan Lainnya 3.794 1,77 3.794 1,77 3.849 1,80 3.827 1,79 11.693 5,49

Rawa-rawa 3.069 1,44 3.069 1,44 3.069 1,44 3.069 1,44 2.993 1,40

Tambak 171 0,08 171 0,08 171 0,08 151 0,07 111 0,05

Kolam/Empang 554 0,26 554 0,26 609 0,28 607 0,28 514 0,24

Total Luas

Lahan 213.850 100 213.850 100 213.850 100 213.850 100 213.850 100

Sumber: BPS, Cilacap Dalam Angka 2007-2009, Indikator Pembangunan Kab. Cilacap 2012

2.1.2. Kondisi Demografi

2.1.2.1. Penduduk dan Persebarannya

Penduduk merupakan faktor penting yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu persoalan jumlah penduduk dan ketenagakerjaan merupakan merupakan salah satu isu utama dalam pembangunan. Jumlah penduduk Kabupaten Cilacap menurut data dari BPS pada tahun 2011 adalah 1.755.268 jiwa dengan jumlah laki-laki 879.198 jiwa (50,08 persen) dan jumlah perempuan 876.070 jiwa (49,92 persen).

Tabel 2.6

Laju Pertumbuhan Penduduk, Pertumbuhan Penduduk Alami danSex Ratiodi Kabupaten Cilacap 2007-2011

Tahun Laki-laki (orang)

Perempuan (orang)

Jumlah (orang)

Growth Rate*

Lahir (orang)

Mati (orang)

Natural Growth**

Sex Ratio

Dependency Ratio 2007 865.619 864.850 1.730.469 0,46 17.723 8.600 0,53 100,09 54,97 2008 870.295 868.308 1.738.603 0,47 17.258 9.131 0,54 100,23 43,62 2009 873.251 870.877 1.744.128 0,32 16.630 9.084 0,43 100,27 45,08 2010 875.825 872.880 1.748.705 0,26 17.990 9.775 0,47 100,34 47,17 2011 879.198 876.070 1.755.268 0,38 18.920 10.129 0,50 100,40 50,17


(12)

Kecamatan-kecamatan dengan jumlah penduduk paling banyak adalah Kecamatan Majenang, Kroya, Gandrungmangu, Cimanggu, Kesugihan dan Wanareja (Gambar 2.4). Sekitar 35 persen penduduk Kabupaten Cilacap tinggal di kecamatan-kecamatan tersebut (7,12 persen di Kecamatan Majenang; 5,87 persen di Kecamatan Kroya; 5,84 persen di Kecamatan Gandrungmangu; 5,61 persen di Kecamatan Cimanggu; 5,49 persen di Kecamatan Kesugihan dan 5,44 persen di Kecamatan Wanareja).

Sumber: BPS, Cilacap dalam Angka 2011 Gambar 2.4

Grafik Jumlah Penduduk per Kecamatan Tahun 2011

Kepadatan jumlah yang diukur dengan jumlah penduduk untuk setiap km2 menggambarkan persebaran penduduk di suatu wilayah. Pola

persebaran penduduk antar wilayah selain memberikan gambaran aspek demografi antar wilayah yang terkait dengan aspek geografi juga memberikan gambaran pusat-pusat gravitasi kegiatan ekonomi antar wilayah.

Kepadatan penduduk antar kecamatan di Kabupaten Cilacap bervariasi dengan rata-rata dari 107,26 penduduk per km2 di Kecamatan

Kampung Laut sampai 8.583,82 penduduk per km2 di Kecamatan Cilacap

- 20 40 60 80 100 120 140

Majenang Kroya Gandrungmangu Cimanggu Kesugihan Wanareja Cilacap Tengah Kedungreja Adipala Kawunganten Cilacap Selatan Nusawungu Karangpucung Bantarsari Cilacap Utara Binangun Jeruklegi Cipari Sidareja Dayeuhluhur Maos Patimuan Sampang Kampunglaut


(13)

kecil di wilayah-wilayah pegunungan dengan basis ekonomi pertanian. Sedangkan wilayah-wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi di Kabupaten Cilacap terletak di wilayah dengan topografi datar dan pesisir dengan basis kegiatan ekonomi industri, perdagangan, transportasi dan jasa keuangan serta jasa-jasa.

Tabel 2.7

Kepadatan Penduduk Kabupaten Cilacap per Kecamatan (orang/km2)

No Kecamatan Tahun Rata-rata

2007 2008 2009 2010 2011

1 Dayeuhluhur 259,96 261,02 262,24 262,86 262 261,62

2 Wanareja 493,82 496,55 499,30 500,33 504 498,80

3 Majenang 882,77 886,94 889,43 892,18 911 892,46

4 Cimanggu 584,93 585,31 585,78 586,39 585 585,48

5 Karangpucung 626,94 630,43 632,17 632,96 635 631,50

6 Cipari 499,94 502,78 502,78 505,13 508 503,73

7 Sidareja 1.033,08 1.035,32 1.039,04 1.040,24 1.040 1.037,54

8 Kedungreja 1.121,73 1.121,29 1.121,70 1.122,24 1.123 1.121,99

9 Patimuan 579,99 585,00 591,37 598,19 605 591,91

10 Gandrungmangu 703,51 706,16 709,01 711,62 715 709,06

11 Bantarsari 705,59 710,73 714,17 717,65 722 714,03

12 Kawunganten 613,16 613,50 617,21 615,35 684 628,64

13 Kampung Laut 96,81 97,71 108,53 118,23 115 107,26

14 Jeruklegi 624,12 624,32 636,90 641,27 650 635,32

15 Kesugihan 1.172,59 1.171,36 1.169,97 1.167,87 1.167 1.169,76

16 Adipala 335,99 337,16 336,39 336,41 1.303 529,79

17 Maos 1.658,01 1.661,18 1.676,48 1.679,51 1.714 1.677,84

18 Sampang 1.353,82 1.353,27 1.352,98 1.356,05 1.365 1.356,22

19 Kroya 1.724,90 1.728,34 1.731,58 1.736,69 1.751 1.734,50

20 Binangun 1.284,80 1.308,14 1.311,86 1.314,78 1.281 1.300,12 21 Nusawungu 1.236,92 1.242,65 1.254,83 1.255,94 1.258 1.249,67 22 Cilacap Selatan 8.514,56 8.594,51 8.609,22 8.587,81 8.613 8.583,82 23 Cilacap Tengah 3.759,79 3.770,04 3.799,50 3.796,71 3.792 3.783,61 24 Cilacap Utara 3.565,56 3.599,90 3.627,72 3.627,72 3.644 3.612,98


(14)

2.1.2.2. Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk Kabupaten Cilacap selama periode 1990-2010 adalah 1,00 persen dengan kecenderungan menurun1. Rata-rata

pertumbuhan penduduk tahunan adalah 0,93 persen. Selama periode waktu tersebut, pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi pada tahun 1991 (2,95 persen) dan tahun 1996 (2,75 persen).

Pertumbuhan penduduk pada dasarnya mencakup 2 komponen, komponen alamiah dan komponen migrasi. Pertumbuhan alamiah melihat pertambahan penduduk yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah (kematian dan kelahiran) bukan faktor migrasi. Seperti halnya pertumbuhan penduduk total, pertumbuhan penduduk alamiah Kabupaten Cilacap juga menunjukkan kecenderungan menurun (dari 0,86 persen pada tahun 1990 menjadi 0,47 persen pada tahun 2010) dengan pola yang relatif tidak terlalu fluktuatif dibandingkan pertumbuhan penduduk total. Satu hal yang menarik adalah sebelum tahun 2002 pertumbuhan penduduk total lebih tinggi (kecuali tahun 1992 dan 1993) dibandingkan pertumbuhan penduduk alamiah.

Setelah tahun 2006, pertumbuhan penduduk alamiah lebih tinggi dari pertumbuhan penduduk total. Ini mengindikasikan bahwa sebelum tahun 2002 pertumbuhan penduduk Cilacap banyak dipengaruhi oleh faktor migrasi, terutama migrasi masuk. Pada tahun-tahun tersebut banyak orang luar yang menetap dan bekerja di Kabupaten Cilacap. Sebaliknya, setelah tahun 2006 faktor-faktor alamiah lebih mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Setelah tahun 2006, lebih sedikit orang Kabupaten Cilacap yang bekerja di luar atau orang luar yang menetap di Kabupaten Cilacap. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Cilacap tahun 1990-2010 bisa dilihat dalam Gambar 2.5.


(15)

2,98 0,49 2,75 1,07 0,23 0,26 0,42 0,47 -0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 19 90 19 91 19 92 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06 20 07 20 08 20 09 20 10

Pertumbuhan Pertumbuhan Alami

Sumber: BPS, Cilacap dalam Angka 2011

Gambar 2.5

Grafik Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Cilacap Tahun 1990-2010 Kecamatan dengan pertumbuhan penduduk natural tertinggi pada tahun 2011 adalah Kecamatan Majenang dengan pertumbuhan penduduk 1,55 persen, Kecamatan Wanareja 0,76 persen, Kecamatan Cilacap Selatan 0,75 persen dan Kecamatan Jeruklegi 0,73 persen. Sementara kecamatan dengan pertumbuhan terendah adalah Kecamatan Dayeuhluhur 0,02 persen.

Tabel 2.8

Jumlah Penduduk per Kecamatan (orang)

Kecamatan 2007 2008 2009 2010 2011

DAYEUHLUHUR 48.219 48.427 48.635 48.608 48.573

WANAREJA 93.964 94.423 94.765 95.139 95.630

MAJENANG 122.617 123.008 123.447 124.519 126.175

CIMANGGU 97.950 98.025 98.125 98.150 97.883

KARANGPUCUNG 72.332 72.560 72.737 72.881 73.018

CIPARI 60.924 60.799 61.151 61.422 61.657

SIDAREJA 56.838 56.964 57.071 57.176 57.123

KEDUNGREJA 80.191 80.050 80.174 80.141 80.182

PATIMUAN 43.766 44.328 44.816 45.220 45.535

GANDRUNGMANGU 100.889 101.325 101.726 102.097 102.373

BANTARSARI 67.641 68.041 68.494 68.732 68.940

KAWUNGANTEN 78.606 78.645 78.828 78.989 80.280

KAMPUNGLAUT 13.839 15.349 16.750 16.821 16.840

JERUKLEGI 60.414 61.529 61.691 62.113 62.879


(16)

ADIPALA 80.162 80.169 80.118 79.909 79.717

MAOS 46.580 46.669 46.978 47.222 48.079

SAMPANG 37.004 36.955 36.957 37.028 37.269

KROYA 101.866 102.013 102.364 102.597 103.004

BINANGUN 64.392 65.469 65.633 65.803 65.872

NUSAWUNGU 75.860 76.803 76.854 77.059 77.090

CILACAP SELATAN 77.445 78.230 78.297 78.310 78.464

CILACAP TENGAH 84.940 84.268 84.052 84.136 83.985

CILACAP UTARA 67.486 68.161 68.292 68.619 68.661

JUMLAH 1.730.469 1.738.603 1.744.128 1.748.705 1.755.268

Sumber: BPS, Cilacap dalam Angka 2011

2.1.2.3. Komposisi Penduduk

Disamping melihat jumlah penduduk absolut dan

pertumbuhannya, melihat struktur penduduk baik berdasarkan umur maupun jenis kelamin sangatlah penting. Struktur penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin sangat berguna untuk memproyeksi pertumbuhan penduduk di masa yang akan datang dan kebutuhan lapangan pekerjaan, pangan, pendidikan dan kesehatan.

Struktur penduduk dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu; kelahiran, kematian dan migrasi. Ketiga hal tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap pertumbuhan penduduk melalui perantara tiga hal tersebut (tidak langsung)

Struktur penduduk berdasarkan umur ditentukan oleh banyakanya penduduk yang berusia 15 tahun ke bawah dan 65 tahun ke atas. Menurut Mantra (2000)2, suatu wilayah dikatakan berstruktur umur muda

jika jumlah penduduk berumur 15 tahun ke bawah besar (lebih besar dari 40 persen) sedangkan jumlah penduduk berumur 65 tahun ke atas kecil (lebih kecil dari 10 persen). Sebaliknya, suatu wilayah dikatakan berstruktur umur tua jika jumlah penduduk berumur 15 tahun ke bawah kecil (lebih kecil dari 40 persen) dan jumlah penduduk berumur 65 tahun ke atas besar (sekitar 10 persen).

Struktur penduduk Kabupaten Cilacap berdasarkan umur menunjukkan evolusi dari kecenderungan berstruktur umur muda menuju


(17)

kecenderungan umur tua. Pada tahun 1990, sebanyak 36,10 persen penduduk berusia di bawah 15 tahun dan 3,58 persen penduduk berusia di atas 65 tahun. Pada tahun 2010, persentase penduduk berumur di bawah 15 tahun menurun menjadi 28,35 persen dan persentase penduduk berumur di atas 65 tahun meningkat menjadi 7,12 persen. Struktur umur yang menua membawa implikasi pada rasio ketergantungan (akan dibahas pada sub bab 2.8 poin 4).

Tabel 2.9

Penduduk Usia Muda dan Penduduk Usia Tua

Tahun Penduduk Umur < 15 Tahun Penduduk Umur > 65 Tahun

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

1990 525.641 36,10 52.138 3,58

1995 514.785 33,20 78.568 5,07

2000 506.777 30,33 93.578 5,60

2005 474.334 27,64 110.439 6,43

2010 495.749 28,35 124.559 7,12

2011 497.612 28,34 125.026 7,12

Sumber: BPS, Cilacap dalam Angka 2012

Sejalan dengan struktur penduduk yang cenderung menua, bentuk piramida penduduk Kabupaten Cilacap tahun 1990-2010 memperlihatkan perkembangan bentuk dari bentuk piramida menuju bentuk lonceng. Bentuk piramida tahun 1990 dan 1995 cenderung ekspansif dengan komposisi penduduk muda cenderung lebih banyak dari komposisi penduduk tua. Pada piramida ekspansif, angka kelahiran tinggi dan angka kematian tinggi. Hal ini disebabkan antara lain karena usia pernikahan yang cenderung dini, fasilitas kesehatan yang kurang memadai dan gizi buruk.

Memasuki tahun 2000, bentuk piramida penduduk

bertransformasi menuju bentuk piramida stasioner. Karakteristik dari piramida stasioner adalah jumlah penduduk pada masing-masing kelompok umur tidak jauh berbeda (kecuali pada kelompok umur tertentu). Berkebalikan dengan pada piramida ekspansif, angka kelahiran dan kematian rendah pada piramida stasioner. Piramida stasioner adalah bentuk umum piramida di negara maju. seperti Jerman dan Amerika Serikat. Gambar 2.6


(18)

menggambarkan perkembangan bentuk piramida penduduk Kabupaten Cilacap tahun 1990, 1995, 2000, 2005 dan 2010.

Sumber: BPS, Cilacap Dalam Angka 2011 Gambar 2.6

Grafik Piramida Penduduk Kabupaten Cilacap 1990-2010

Keterangan : Jumlah penduduk di atas 65 tahun tampak sangat banyak yang ditunjukkan oleh batang yang melebar. Hal ini disebabkan data penduduk yang tersedia tidak memecah penduduk usia 65 tahun ke atas dalam kelompok umur 65-69 tahun, 70-74 tahun dan 75 tahun ke atas.

Perkembangan bentuk piramida mencerminkan perubahan tingkat kelahiran, kematian dan juga migrasi. Sejak tahun 1990, tingkat kelahiran terlihat menurun yang ditandai dengan dasar piramida yang semakin menjorok ke dalam. Ini menunjukkan jumlah penduduk usia 0-4 tahun lebih sedikit dari jumlah penduduk 5-9 tahun. Bagian tengah piramida masih menggelembung yang mencerminkan angka kelahiran yang relatif lebih tinggi pada tahun-tahun sebelumnya. Penurunan angka kelahiran membawa implikasi bayi-bayi yang lahir ketika menjadi dewasa akan menanggung penduduk usia tua yang jumlahnya lebih banyak (angka kelahiran masih lebih tinggi). Penurunan angka kelahiran ini sekaligus menunjukkan karakteristik transisi demografis pada tahap kedua (tahap transisi). Perkembangan piramida penduduk disajikan dalam Gambar 2.6.

Selain komposisi penduduk berdasarkan umur, piramida 13.00 8.00 3.00 2.00 7.00 12.00

0 - 4 5 - 9 10 - 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60 - 64 65+

1990

Perempuan Laki - Laki

13.00 8.00 3.00 2.00 7.00 12.00 0 - 4

5 - 9 10 - 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60 - 64 65+

1995

Perempuan Laki - Laki

13.00 8.00 3.00 2.00 7.00 12.00 0 - 4

5 - 9 10 - 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60 - 64 65+

2000

Perempuan Laki - Laki

13.00 8.00 3.00 2.00 7.00 12.00 0 - 4

5 - 9 10 - 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60 - 64 65+

2005 Perempuan Laki - Laki

13.00 8.00 3.00 2.00 7.00 12.00 0 - 4

5 - 9 10 - 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60 - 64 65+

2010


(19)

kelamin. Sejak 2007, rasio jenis kelamin (sex ratio) Kabupaten Cilacap relatif tidak berubah, berada pada angka 100. Rasio yang tidak terlalu jauh dari 100 menunjukkan jumlah laki-laki dan perempuan relatif seimbang.

Tabel 2.10 Rasio Jenis Kelamin

Tahun Laki-laki Perempuan Rasio Jenis Kelamin

2007 865.619 864.850 100,09

2008 870.295 868.308 100,23

2009 873.251 870.877 100,27

2010 875.825 872.880 100,34

2011 879.198 876.070 100,40

Sumber: BPS, Cilacap Dalam Angka 2011

Rasio jenis kelamin kelompok umur muda (di bawah 15 tahun) berada di atas angka 100 dan menunjukkan kecenderungan meningkat selama periode 1990-2010. Secara spesifik, rasio jenis kelamin kelompok umur 0-4 tahun meningkat dari 101 (tahun 1990) menjadi 107 (tahun 2010). Ini berarti jumlah anak laki-laki yang dilahirkan lebih banyak daripada jumlah anak perempuan yang dilahirkan. Sebaliknya, rasio jenis kelamin kelompok umur 15-45 tahun cenderung berada di bawah angka 100. Artinya, jumlah penduduk perempuan di kelompok umur tersebut lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki. Turunnya rasio jenis kelamin pada kelompok umur di atas kelompok umur muda bisa disebabkan oleh tingginya angka kematian laki-laki dan atau tingginya migrasi penduduk laki-laki keluar kabupaten. Jika menilik pola terkini pertumbuhan penduduk yang lebih banyak dipengaruhi oleh komponen alamiah, bisa jadi turunnya rasio jenis kelamin lebih disebabkan oleh tinggi angka kematian penduduk laki-laki. Dengan kata lain, angka harapan hidup laki-laki lebih rendah dibandingkan dengan perempuan.

Pola rasio jenis kelamin menurut kelompok umur bisa dilihat dalam Gambar 2.7. Komposisi penduduk menurut umur membawa implikasi penting bagi tinggi/ rendahnya beban ketergantungan bagi penduduk kelompok produktif.


(20)

Sumber: BPS, Cilacap Dalam Angka

Gambar 2.7

Grafik Rasio Jenis Kelamin Menurut Kelompok Umur

2.2. Aspek Kesejahteraan Masyarakat:

2.2.1. Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi

Perkembangan Pendapatan Masyarakat

Produk Domestik Bruto Kabupaten Cilacap memiliki karakteristik khusus yaitu besarnya pengaruh sektor migas terhadap pembentukan PDRB. Ini bisa dilihat dari besarnya selisih nominal antara PDRB migas dan PDRB non migas.

Tabel 2.11

PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2006-2011 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Milyaran Rp)

Tahun

Dengan Migas Tanpa Migas

PDRB Pertumbuhan (%) PDRB Pertumbuhan (%)

2008 22.390,02 6,07 8.730,44 5,00

2009 22.732,98 1,53 9.174,60 5,08

2010 23.739,17 4,43 9.660,59 5,30

2011 24.792,15 4,44 10.169,96 5,27

Sumber: BPS, Cilacap Dalam Angka 2012

80 85 90 95 100 105 110 0 -4 5 -9 1 0 -1 4 1 5 -1 9 2 0 -2 4 2 5 -2 9 3 0 -3 4 3 5 -3 9 4 0 -4 4 4 5 -4 9 5 0 -5 4 5 5 -5 9 6 0 -6 4 6 5 + 1990 80 85 90 95 100 105 110 115 0 -4 5 -9 1 0 -1 4 1 5 -1 9 2 0 -2 4 2 5 -2 9 3 0 -3 4 3 5 -3 9 4 0 -4 4 4 5 -4 9 5 0 -5 4 5 5 -5 9 6 0 -6 4 6 5 + 1995 80 85 90 95 100 105 110 115 120 0 -4 5 -9 1 0 -1 4 1 5 -1 9 2 0 -2 4 2 5 -2 9 3 0 -3 4 3 5 -3 9 4 0 -4 4 4 5 -4 9 5 0 -5 4 5 5 -5 9 6 0 -6 4 6 5 + 2000 80 85 90 95 100 105 110 115 0 -4 5 -9 1 0 -1 4 1 5 -1 9 2 0 -2 4 2 5 -2 9 3 0 -3 4 3 5 -3 9 4 0 -4 4 4 5 -4 9 5 0 -5 4 5 5 -5 9 6 0 -6 4 6 5 + 2005 80 85 90 95 100 105 110 115 120 0 -4 5 -9 1 0 -1 4 1 5 -1 9 2 0 -2 4 2 5 -2 9 3 0 -3 4 3 5 -3 9 4 0 -4 4 4 5 -4 9 5 0 -5 4 5 5 -5 9 6 0 -6 4 6 5 + 2010


(21)

Secara sektoral, sektor yang memberi sumbangan terbesar terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Cilacap selama 4 tahun terakhir adalah sektor pertanian, perdagangan dan industri pengolahan. Meskipun memiliki kontribusi paling besar, kontribusi sektor pertanian menunjukkan kecenderungan menurun, yaitu; dari 33,10 persen (2008) menjadi 31,34 persen (2011). Sebaliknya, kontribusi sektor perdagangan menunjukkan kecenderungan meningkat, yaitu; dari 20,84 persen (2008) menjadi 21,38 persen (2011). Kontribusi setiap sektor terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Cilacap selengkapnya disajikan dalam Tabel 2.12

Tabel 2.12

Distribusi Persentase PDRB Tanpa Migas Atas Dasar Harga Konstan 2007-2011 (%)

No Sektor 2007 2008 2009 2010 2011

1 Pertanian n.a 33,10 32,71 32,30 31,34

2 Pertambangan dan Penggalian n.a 3,03 3,07 3,12 3,15

3 Industri Pengolahan n.a 19,32 19,27 19,24 19,59

4 Listrik dan Air Bersih n.a 0,84 0,83 0,81 0,80

5 Bangunan n.a 4,71 4,81 4,95 5,09

6 Perdagangan, hotel dan restaurant n.a 20,84 20,95 21,10 21,38

7 Angkutan dan Komunikasi n.a 5,65 5,69 5,76 5,88

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan n.a 4,93 4,95 5,01 5,04

9 Jasa-jasa n.a 7,58 7,70 7,71 7,74

PDRB 100 100 100 100

Sumber: BPS, Cilacap Dalam Angka 2012

2.2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Dinamika Bisnis

Selama periode 2008-2011, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cilacap (tanpa migas) terus meningkat, yaitu dari 5,00 persen (2008) menjadi 5,27 persen (2011). Angka PDRB tanpa migas digunakan karena terlampau besarnya pengaruh sektor migas terhadap PDRB Kabupaten Cilacap. Secara nominal, besarnya pengaruh sektor non migas ditunjukkan dengan selisih antara PDRB migas dengan PDRB tanpa migas yang sangat besar (nilai PDRB dengan migas besarnya lebih dari dua kali lipat nilai PDRB tanpa migas). Pertumbuhan ekonomi yang dihitung dengan PDRB migas cenderung lebih fluktuatif dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tanpa migas karena adanya fluktuasi output sektor migas.


(22)

2.2.1.2. Perkembangan Pendapatan menurut Kecamatan

Rata-rata pertumbuhan ekonomi kecamatan di Kabupaten Cilacap kurun waktu 2006-2010 sebesar 4,87 persen. Hampir separuh kecamatan di Kabupaten Cilacap memiliki rata pertumbuhan lebih rendah dari rata-rata totalnya. Kecamatan yang tumbuh di bawah rata-rata-rata-rata total kecamatan adalah Kecamatan Dayeuhluhur (3,34 persen), Wanareja (4,75 persen), Cimanggu (4,42 persen), Cipari (3,84 persen), Bantarsari (4,37 persen), Kawunganten (3,68 persen), Kampung Laut (3,68 persen), Jeruklegi (4,54 persen), Kesugihan (4,47 persen), Binangun (4,29 persen) dan Nusawungu (4,77 persen).

Kecamatan yang memiliki pertumbuhan di atas rata-rata total kecamatan adalah Kecamatan Majenang (4,88 persen), Sidareja (4,97 persen), Kedungreja (5, 5 persen), Patimuan (5,07 persen), Gandrungmangu (4,84 persen), Adipala (5,08 persen), Maos (5,7 persen), Sampang (6,11 persen), Kroya (5,29 persen), Cilacap Selatan (5,03 persen), Cilacap Tengah (6,34 persen), dan Cilacap Utara (5,20 persen).

Sumber : PDRB Kabupaten Cilacap Tahun 2004, 2007, 2010, Buku 2, BPS Kabupaten Cilacap Gambar 2.8

Grafik Rata-Rata Pertumbuhan PDRB Kecamatan di Kabupaten Cilacap Tahun 2006-2010 (%)


(23)

Pada tahun 2000, kontribusi PDRB kecamatan terhadap PDRB total Kabupaten Cilacap tidak merata. Hal ini terlihat dari persebaran kontribusi PDRB kecamatan terhadap total PDRB yang berkisar antara 1,75 persen (Kecamatan Patimuan) hingga 8,44 persen (Kecamatan Majenang). Kisaran kontribusi PDRB per kecamatan terhadap PDRB total tahun 2005 dan 2010 tidak jauh berbeda. Pada tahun 2005, kisaran kontribusi PDRB kecamatan berada pada rentang 1,41 persen (Kecamatan Patimuan) hingga 8,59 persen (Kecamatan Cilacap Selatan). Pada tahun 2010, kisaran kontribusinya berada pada kisaran 1,43 persen (Kecamatan Patimuan) hingga 8,66 persen (Kecamatan Cilacap Selatan).

2.2.1.3. Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita menunjukkan rata-rata tingkat pendapatan setiap penduduk dalam suatu wilayah dalam periode waktu tertentu. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang konsisten, pendapatan perkapita masyarakat juga mengalami peningkatan.

Tabel 2.13

Pendapatan Perkapita Tanpa Migas

Tahun Harga Berlaku (Rupiah)

Pertumbuhan atas dasar Harga

berlaku (%)

Harga Konstan (Rupiah)

Pertumbuhan atas dasar Harga

Konstan (%)

2007 7.463.364,77 12,81 4.375.341,51 3,90

2008 8.448.162,23 13,20 4.570.667,34 4,46

2009 9.290.090,47 9,97 4.775.136,00 4,47

2010 10.266.250,18 10,48 5.003.992,94 4,79

2011* 11.322.314,80 10,29 5.245.709,13 4,83

Rata2 9.358.036,49 11,35 4.794.169,38 4,49

Ket : * Angka sementara

Sumber: Indikator Pembangunan Kabupaten Cilacap Tahun 2012

Selama 2007-2011, pendapatan perkapita tanpa migas baik menurut harga berlaku maupun harga konstan meningkat. Secara umum, peningkatan ini mengindikasikan kesejahteraan yang semakin meningkat.

2.2.1.4. Ketimpangan Pendapatan

Indeks Gini Kabupaten Cilacap selama 2001-2011 berada pada rentang 0,20-0,32 (kategori ketimpangan relatif rendah). Meskipun tergolong rendah, kecenderungan angka indeks gini yang meningkat menunjukkan ketimpangan yang cenderung meningkat.


(24)

Tabel 2.14

Perkembangan Rasio Gini dan Ukuran Pemerataan

Menurut Kriteria Bank Dunia Kabupaten Cilacap Tahun 2001-2010

Tahun Indeks Gini Kriteria Bank Dunia

40% I 40% II 20 % III

2001 0,2032 27,43 40,63 31,94

2002 0,2680 25,00 35,90 39,10

2003 0,2381 26,06 38,52 35,42

2004 0,2308 27,40 37,06 35,55

2005 0,2864 23,11 37,54 39,35

2006 0,2629 24,01 39,06 36,92

2007 0,2732 24,06 37,04 38,89

2008 0,2403 25,70 39,00 35,30

2009 0,2706 24,85 38,52 36,63

2010 0,2509 26,01 37,62 36,37

2011 0,3209 21,23 35,66 43,11

Sumber : Data dan Informasi Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah 2002-2009

Pemerataan Pendapatan dan Pola Konsumsi Jawa Tengah, berbagai Tahun Indikator Pembangunan Kabupaten Cilacap Tahun 2012

Kelemahan Indeks Gini adalah besarnya nilai Indeks Gini tidak bisa menjelaskan letak ketimpangannya. Untuk mengatasi kelemahan Indeks Gini, para pakar ekonomi menganjurkan ukuran yang lain untuk melengkapi, seperti ukuran bank dunia.

Bank Dunia mengkategorikan kesenjangan distribusi pendapatan menjadi; (1) tinggi, bila 40 persen penduduk berpenghasilan terendah menerima kurang dari 12 persen bagian pendapatan; (2) sedang, bila 40 persen penduduk berpenghasilan terendah menerima 12 hingga 17 persen bagian pendapatan dan (3) rendah, bila 40 persen penduduk berpenghasilan terendah menerima lebih dari 17 persen bagian pendapatan. Menurut kategori Bank Dunia, Kabupaten Cilacap tergolong memiliki tingkat kesenjangan distribusi pendapatan yang rendah karena 40 persen penduduk yang berpenghasilan terendah menerima lebih dari 17 persen bagian pendapatan (sekitar 24-28 persen). Gambar ketimpangan menurut Bank Dunia ini senada dengan angka Indeks Gini, yaitu; Kabupaten Cilacap memiliki tingkat ketimpangan yang rendah.

Dalam hal Upah Minimal Kabupaten (UMK) di Kabupaten Cilacap dibagi dalam tiga wilayah berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah yaitu: wilaya Kota, Timur dan Barat yang besarannya berbeda. Pada tahun


(25)

2007 wilayah kota Rp.647.500; timur Rp.560.000 dan barat Rp.555.000. kemudian pada tahun 2011 baru mencapai: kota Rp.852.000; timur Rp.747.000 dan barat Rp.720.000.

2.2.1.5. Ketimpangan Antar Wilayah

Ketimpangan pendapatan antar wilayah diukur dengan Indeks Williamson. Semakin besar nilai Indeks Williamson semakin tinggi ketimpangan antar wilayah. Sebaliknya, semakin kecil Indeks Williamson semakin kecil ketimpangan antar wilayah.

Ketimpangan antar wilayah di Kabupaten Cilacap cukup tinggi. Nilai Indeks Williamson Kabupaten Cilacap di atas 0,50. Selain tinggi, ketimpangan antar wilayah di Kabupaten Cilacap menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, yang ditunjukkan dengan meningkatnya indeks Williamson dari 0,58 (2000) menjadi 0,80 (2010).

Ketimpangan antar wilayah yang tinggi di Kabupaten Cilacap disebabkan oleh ketidakmerataan output perekonomian di semua wilayah Kabupaten Cilacap. Ketimpangan yang tinggi ini tampaknya disebabkan oleh tingginya konsentrasi industri migas di wilayah tertentu di Kabupaten Cilacap. Dengan mengeluarkan sektor migas dalam perhitungan, nilai Indeks Williamson menunjukkan angka yang lebih rendah dibandingkan Indeks Williamson yang memasukan Sektor Migas. Indeks Williamson yang tidak memasukkan sektor migas pada tahun 2000 adalah sebesar 0,36. Angka ini meningkat menjadi 0,57 pada tahun 2010.

Gambar 2.9


(26)

2.2.1.6. Inflasi

Secara umum inflasi di Kabupaten Cilacap bergerak sejalan dengan inflasi Jawa tengah. Pengaruh kebijakan nasional berkaitan dengan harga (harga BBM) tentu berdampak pada inflasi di daerah. Sebagaimana tampak pada Gambar 2.11, inflasi yang tinggi pada tahun 2005 dan 2008 disebabkan oleh kebijakan harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Dampak kenaikan inflasi di Kabupaten Cilacap akibat kebijakan harga BBM oleh pemerintah pusat pada tahun 2005 dan 2008 nampak lebih tinggi dibandingkan dampak kenaikan inflasi di Jawa Tengah secara umum. Sebaliknya pada saat harga BBM diturunkan oleh pemerintah pusat pada tahun 2009 penurunan inflasi di Cilacap jauh lebih rendah dibandingkan Jawa Tengah secara umum.

Gambar 2.10

Grafik Inflasi Cilacap dan Jawa Tengah (%)

Gambar 2.11 menggambarkan inflasi di Kabupaten Cilacap berdasarkan kelompok pengeluaran barang. Naiknya harga BBM pada tahun 2005 dan 2008 secara langsung berimbas pada inflasi kelompok-kelompok pengeluaran untuk bahan bakar, transportasi, makanan, bahan makanan, pendidikan dan kesehatan. Sebaliknya kelompok pengeluaran untuk sandang nampak tidak terpengaruh oleh kebijakan harga BBM. Namun demikian pada tahun 2011 ada lonjakan yang tajam pada inflasi untuk kelompok pengeluaran sandang. Pada tiga tahun terakhir, seluruh kelompok pengeluaran menunjukkan kecenderungan inflasi yang rendah dan stabil terutama pasca kebijakan penurunan harga BBM pada tahun 2009.


(27)

Sumber: BPS Indek harga konsumen Kabupaten Cilacap, berbagai edisi Gambar 2.11


(28)

2.2.2. Fokus Kesejahteraan 2.2.2.1. Pendidikan

Angka melek huruf merupakan indikator pendidikan yang menunjukkan kemampuan membaca dan menulis penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Tabel 2.15 menunjukkan angka melek huruf mengalami peningkatan sepanjang periode tahun 2007-2011, dari 90,1 persen (2007) menjadi 91,48 persen (2011). Hal ini mengindikasikan mayoritas penduduk berusia 15 tahun ke atas di Kabupaten Cilacap telah menerima dan mengakses pendidikan dasar.

Tabel 2.15

Angka Melek Huruf Penduduk Berusia 15 Tahun Keatas Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011

Indikator 2007 2008 2009 2010 2011

Angka Melek Huruf (%) 90.10 90.10 90.28 90.28 91.48 Sumber: Indikator Pembangunan Kabupaten Cilacap Tahun 2012

Angka rata-rata lama sekolah di Kabupaten Cilacap juga meningkat selama 2007-2011, yaitu dari 6,6 tahun (2007) menjadi 6,86 tahun (2011). Ini mengindikasikan bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten Cilacap belum menyelesaikan pendidikan dasar sembilan tahun.

Tabel 2.16

Angka Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011

Indikator 2007 2008 2009 2010 2011

Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 6.6 6.6 6.72 6.85 6.86 Sumber: Indikator Pembangunan Kabupaten Cilacap Tahun 2012

Data rata-rata lama sekolah sejalan dengan data pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk. Selama 2007-2011, sekitar 34-39 persen penduduk berpendidikan terakhir SD/MI dan sekitar 22-29 persen penduduk tidak tamat SD. Dengan kata lain, sekitar 60 persen penduduk berpendidikan SD ke bawah. Data ini sekaligus mengindikasikan Kabupaten Cilacap belum bisa memenuhi program pemerintah wajib belajar sembilan tahun (Wajar Dikdas 9 Tahun).


(29)

Tabel 2.17

Angka Pendidikan yang Ditamatkan di Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011 (%)

Pendidikan 2007 2008 2009 2010 2011

Tidak/Belum Pernah Sekolah 8.33 8.12 7.43 6.06 5.93

Tidak Tamat SD 22.58 29.89 27.49 25.07 25.13

SD/MI 39.42 34.04 33.74 35.49 34.60

SMP/MTS 15.84 15.88 15.42 17.15 18.54

SMA/SMK/MA 11.06 10.12 12.37 11.79 12.71

PT (D1/D2/D3/DIV/S1/S2) 2.77 1.94 3.56 4.44 3.08

Sumber: Statistik Sosial dan Kependudukan Jateng, 2007-2011

Angka Partisipasi Murni (APM) pada tiap tingkat pendidikan di Kabupaten Cilacap memiliki perkembangan yang berbeda-beda. Pada tingkat SD/MI, APM mengalami penurunan dari 96,83 (2007) menjadi 90,85 (2011). Sebaliknya, APM SMP/MTS dan SMA/SMK/MA berkecenderungan yang meningkat, masing-masing dari 69.84 (2008) menjadi 72,89 (2011) dan dari 39,66 (2009) menjadi 42,01 (2011). APM perguruan tinggi juga mengalami peningkatan dari 3,66 (2009) menjadi 4,33 (2010).

Tabel 2.18

Angka Partisipasi Murni SD/MI, SMP/MTS, SMA/SMK/MA, dan Perguruan Tinggi Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011

Pendidikan 2007 2008 2009 2010 2011

SD/MI 96.38 97.33 98.03 96.46 90.85

SMP/MTS 72.90 69.84 71.03 69.14 72.89

SMA/SMK/MA 44.81 45.19 39.66 42.99 42.01

PT n.a n.a 3.66 4.33 n.a

Sumber: Indikator Utama Sosial, Politik, dan Keamanan Prov. Jateng 2008-2011 Statistik Kependidikan Prov. Jateng, 2010

Angka Partisipasi Kasar (APK) menunjukkan perkembangan serupa dengan APM. Tabel 2.19 menunjukkan APK SD/MI menurun dari 111,26 (2007) ke 105,03 (2011). Angka partisipasi kasar perguruan tinggi juga menurun dari 9,03 (2009) menjadi 8,76 (2010). Sebaliknya, APK SMP/MTS dan APK SMA/SMK/MA berkecenderungan meningkat. Angka partisipasi kasar SMP/MTS meningkat dari 79,39 (2007) menjadi 91,13 (2011). Angka partisipasi kasar SMA/SMK/MA meningkat dari 56,69 (2007) menjadi 60,71 (2011).


(30)

Tabel 2.19

Angka Partisipasi Kasar SD/MI, SMP/MTS, SMA/SMK/MA, dan Perguruan Tinggi Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011

Pendidikan 2007 2008 2009 2010 2011

SD/MI 111.26 110.22 112.62 112.98 105.03

SMP/MTS 79.39 75.21 78.79 77.87 91.13

SMA/SMK/MA 56.69 60.82 55.07 59.72 60.71

PT n.a n.a 9.03 8.76 n.a

Sumber: Indikator Utama Sosial, Politik, dan Keamanan Prov. Jateng 2008-2011 Statistik Kependidikan Prov. Jateng, 2010

2.2.2.2. Kesehatan

Indikator kesejahteraan masyarakat bidang kesehatan mencakup Angka Kelangsungan Hidup Bayi (AKHB), persentase balita gizi buruk dan angka usia harapan hidup. Indikator-indikator kesehatan tersebut disajikan dalam Tabel 2.20.

Tabel 2.20

Beberapa Indikator Kesehatan Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011

Indikator 2007 2008 2009 2010 2011

Angka Kelangsungan Hidup Bayi (per

1000 kelahiran) 986,20 986,43 988,88 990,19 990,67

Balita Gizi Buruk (persen) 0,13 0,11 0,07 0,06 0,07

Angka Usia Harapan Hidup (tahun) 69,86 70,20 70,51 70,82 71,12 Sumber: Indikator Pembangunan Kabupaten Cilacap 2012

Data tahun 2007-2011 menunjukkan AKHB Kabupaten Cilacap mengalami peningkatan dari 986.2 (2007) menjadi 990.67 (2011). Peningkatan AKHB Kabupaten Cilacap menunjukkan meningkatnya jumlah bayi lahir hidup dalam setiap 1000 kelahiran. Mendukung data AKHB, persentase balita gizi buruk menurun dari 0,13 persen (2007) menjadi 0,07 persen (2011). Secara umum, meningkatnya AKHB dan menurunnya persentase balita gizi buruk bisa jadi disebabkan; peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan persalinan dan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan ibu dan bayi.

Seperti halnya AKHB, Usia Harapan Hidup (UHH) mengalami peningkatan yaitu; dari 69,86 tahun (2007) menjadi usia 71,12 tahun (2011). Peningkatan UHH mengindikasikan adanya peningkatan kualitas hidup penduduk.


(31)

2.2.2.2.1. Kasus Kematian Bayi

Indikator kasus kematian bayi yang tinggi bukan saja mengindikasikan buruknya status kesehatan masyarakat, tetapi lebih jauh mengindikasikan lemahnya beberapa aspek yang saling terkait, antara lain lemahnya kesadaran masyarakat terhadap persoalan maternalitas selama proses kehamilan dan pasca melahirkan serta ketidak-terjangkauan layanan kesehatan yang memadai oleh masyarakat. Oleh karena itu kasus kematian bayi merupakan indikator yang sangat sensitif bagi pemerintah daerah menyangkut layanan kesehatan sekaligus status kesehatan masyarakat. Gambar 2.13. adalah data kasus kematian bayi Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah tahun 2010 dan 2011 yakni jumlah bayi yang mati dalam satu tahun.

Pada tahun 2010, jumlah kasus kematian bayi di Kabupaten Cilacap menempati urutan ke-3 terbanyak dari 35 Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah dengan jumlah kasus sebanyak 285 kasus. Pada tahun 2011 terjadi penurunan peringkat, menjadi peringkat ke-4 terbanyak. Jumlah kasus kematian bayi di Kabupaten Cilacap pada tahun 2011 juga mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, menjadi 198 kasus.

Pada level kecamatan, empat kecamatan dengan kasus kematian bayi tertinggi pada tahun 2008 adalah Kecamatan Kroya, Kecamatan Kawunganten, Kecamatan Kedungreja dan Kecamatan Cipari. Pada tahun 2010, empat kecamatan tersebut tidak lagi tergolong dalam empat kecamatan dengan kasus kematian bayi tertinggi. Sekalipun demikian kasus kematian bayi pada kecamatan-kecamatan tersebut masih tergolong tinggi. Pada tahun 2010, tiga kecamatan dengan kasus kematian bayi tertinggi adalah Kecamatan Wanareja, Kecamatan Cimanggu, dan Kecamatan Majenang.

2.2.2.2.2. Angka Kematian Bayi(Infant Mortality Rate)

Angka kematian bayi menunjukkan banyaknya bayi yang mati sebelum mencapai ulang tahunnya yang pertama per 1.000 kelahiran hidup pada suatu waktu tertentu. Angka ini menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan


(32)

program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Keluarga Berencana (KB), serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi.

Tabel 2.21

Angka Kematian Bayi (per 1000 Kelahiran Hidup) Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011

Tahun Kasus AKB

2007 392 12,4

2008 385 13,3

2009 314 10,8

2010 283 9,8

2011 275 9,3

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap 2011

Sejak tahun 2008 hingga 2011, Angka Kematian Bayi (AKB) Kabupaten Cilacap terus mengalami penurunan. Pada tahun 2011 AKB Kabupaten Cilacap sebesar 9,3/1000 kelahiran hidup. Angka tersebut sangat baik mengingat target MDG s untuk AKB Kabupaten Cilacap adalah sebesar 10/1000 kelahiran hidup. Sekalipun AKB Kabupaten Cilacap telah mendekati target MDG s, tetap diperlukan adanya perhatian khusus terhadap pembangunan kesehatan termasuk masalah kematian bayi. Hal tersebut mengingat kasus kematian bayi Kabupaten Cilacap masih menduduki peringkat ke-4 tertinggi di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 (sekalipun membaik dibanding tahun 2010, lihat gambar 2.13).

Penyebab kematian bayi tertinggi (dengan mengabaikan penyebab lain-lain) pada tahun 2008-2009 adalah Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Pada tahun 2008 dan 2009 kasus BBLR tinggi pada Kecamatan Cipari, Kecamatan Kedungreja, Kecamatan Kroya, dan Kecamatan Kawunganten (merupakan kecamatan yang sama dengan empat kecamatan dengan kasus kematian bayi tertinggi). Pada tahun 2010 penyebab kematian bayi tertinggi (dengan mengabaikan penyebab lain-lain) adalah Asfiksia. Kecamatan dengan penyebab kematian bayi Asfiksia tertinggi pada tahun 2010 adalah Kecamatan Cimanggu, Kecamatan Kawunganten, Kecamatan Kroya (7 kasus).

BBLR merupakan bayi dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan (prematur) dan Dismaturitas artinya bayi lahir cukup (usia kehamilan


(33)

38 minggu) tapi berat badan lahirnya lebih kecil yaitu kurang dari 2500 gram. Dari sisi ibu dalam masa kehamilan, hal ini dapat terjadi karena adanya penyakit (DM, anemia defisiensi besi, toksemia gravidarum), faktor usia ibu yang melahirkan dalam usia muda (<20 th), sebab lain (alkohol, merokok, narkotik kelainan plasenta, infeksi, hipertensi, radiasi lingkungan) dan keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi berkurang. Tingginya kasus BBLR sebagai penyebab kematian bayi mengindikasikan perlunya perhatian pada gizi ibu hamil dan usia melahirkan ibu.

Asfiksia merupakan kondisi dimana tubuh kehabisan oksigen karena tidak mampu melakukan pernafasan. Pada bayi, kasus asfiksia berarti bayi tidak mampu bernafas secara spontan dan teratur pada saat kelahirannya. Asfiksia sangat terkait dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusar, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007). Hal ini memiliki makna sangat diperlukannya tenaga penolong persalinan yang memahami dengan baik faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan Asfiksia dan tindakan pertolongan yang harus segera dilakukan.


(34)

Tabel 2.22

Angka Kematian Bayi (per 1000 kelahiran hidup) dan Penyebab Kematian Bayi Menurut Kecamatan, Kabupaten Cilacap Tahun 2008-2011

No Kecamatan

Kasus Kematian Bayi

Penyebab Kematian Bayi

2008 2009 2010

2008 2010 BBLR Asfiksia Lain-lain Tetanus BBLR Asfiksia Lain-lain BBLR Asfiksia Lain-lain Tetanus

1 Dayeuhluhur 4 15 0 1 3 0 3 0 5 7 2 1 0

2 Wanareja 16 28 5 2 7 0 6 5 4 4 4 12 1

3 Majenang 23 19 3 2 18 0 3 7 6 8 4 4 0

4 Cimanggu 23 20 1 1 20 1 7 4 7 3 7 7 0

5 Karangpucung 19 8 2 1 16 0 2 2 6 2 2 2 0

6 Cipari 24 19 9 1 14 0 6 2 6 9 1 1 0

7 Sidareja 14 14 7 4 3 0 1 2 4 2 6 6 0

8 Kedungreja 24 18 6 2 15 0 1 2 10 4 2 2 0

9 Patimuan 8 5 1 3 4 0 2 4 5 1 1 1 0

10 Gandrungmangu 17 10 5 3 9 0 6 3 11 2 2 2 0

11 Bantarsari 20 12 6 5 9 0 4 1 7 2 1 5 0

12 Kawunganten 25 11 7 5 13 0 7 1 4 2 7 2 0

13 Kampung Laut 4 3 2 0 1 0 2 1 4 0 1 0 0

14 Jeruklegi 2 8 1 2 7 0 5 0 1 0 2 1 0

15 Kesugihan 4 17 2 5 5 0 2 3 10 0 7 2 0

16 Adipala 1 4 1 5 15 0 0 0 2 4 0 0 0

17 Maos 1 8 3 0 14 0 2 0 1 0 2 2 0

18 Sampang 5 7 2 3 3 0 3 3 2 1 2 1 0

19 Kroya 28 17 7 3 18 0 3 5 2 4 7 2 0

20 Binangun 10 5 7 0 3 0 1 1 13 0 0 1 0

21 Nusawungu 15 13 4 4 7 0 6 4 14 3 1 2 0

22 Cilacap Selatan 15 11 4 4 4 0 0 0 11 2 2 2 0

23 Cilacap Tengah 18 9 3 6 9 0 1 1 4 0 4 1 0

24 Cilacap Utara 14 0 4 2 7 0 5 2 4 4 2 0 0

Total 334 281 92 64 224 1 78 53 143 64 69 59 1


(35)

2.2.2.2.3. Kasus Kematian Balita

Selain kematian bayi, kematian balita juga merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam mendeskripsikan pembangunan manusia dari sisi kesehatan masyarakatnya. Gambar 2.14 menunjukkan kasus kematian balita di Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah tahun 2010 dan 2011. Dibandingkan tahun 2010, jumlah kasus kematian balita di Kabupaten Cilacap mengalami penurunan. Pada tahun 2010 Kabupaten Cilacap menempati peringkat ke- 7 kasus kematian balita tertinggi di Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah kasus kematian balita 84 jiwa. Pada tahun 2011 kasus kematian balita turun menjadi 14 kasus. Meskipun demikian, dibandingkan kabupaten/ kota yang lain di Jawa Tengah, peringkat kasus kematian balita di Kabupaten Cilacap masih tergolong tinggi, yakni urutan ke-16 dari 35 kabupaten/ kota dengan kasus kematian balita.

2.2.2.2.4. Angka Kematian Balita

Berkaitan dengan Angka Kematian Balita (AKBA), Dinas kesehatan Kabupaten Cilacap melaporkan pada tahun 2011 angka kematian balita Kabupaten Cilacap adalah sebesar 10,14 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini menurun dibandingkan tahun tahun 2010 dengan angka kematian balita sebesar 12,7 per 1000 kelahiran hidup. Target angka kematian balita tahun 2015 yang ditetapkan dalam MDG s adalah 11,03 11,03 per 1000 kalahiran hidup. Dengan dmikian angka kematian balita di Kabupaten Cilacap telah mencapai target yang telah ditetapkan.

Tabel 2.23

Angka Kematian Balita (per 1000 kelahiran hidup) Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011

Tahun AKBA

2007 15,5

2008 14,7

2009 12,7

2010 12,7

2011 10,14

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap 2011

Indikator angka kematian balita memberikan gambaran kelangsungan hidup anak yang sekaligus merefleksikan kondisi sosial,


(36)

ekonomi dan lingkungan anak- anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. Oleh karena itu Angka Kematian Balita biasanya dipakai untuk memberikan gambaran kesulitan ekonomi penduduk.

Angka Kematian Balita juga erat kaitannya dengan pelayanan dasar kesehatan balita, gizi, serta tingkat pengetahuan ibu mengenai kesehatan bayi dan balita. Dari jumlah balita yang ada di Kabupaten Cilacap, sebesar 0,06 persennya masih mengalami gizi buruk. Target angka gizi buruk tahun 2015 yang ditetapkan dalam MDG s sebesar 1 persen, dengan demikian sejalan dengan angka kematian balita di Kabupaten Cilacap yang telah mencapai target MDG s, angka gizi buruk di Kabupaten Cilacap juga sejalan dengan target MDG s.

Tabel 2.24

Persentase Balita Gizi Buruk Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011

Tahun Persentase Balita Gizi Buruk

2007 0,13

2008 0,11

2009 0,07

2010 0,06

2011 0,06

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap 2011

2.2.2.2.5. Kasus Kematian Ibu

Seberapa besar jumlah kasus kematian ibu menggambarkan status dan tingkat kesehatan perempuan. Di Indonesia, dalam 1 jam terdapat 2 orang ibu meninggal karena komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas (Mantra, 2011). Hal tersebut mencerminkan perlunya penanganan kesehatan yang lebih baik terhadap ibu hamil dan melahirkan.

Kabupaten Cilacap, pada tahun 2010 menduduki peringkat ke-4 tertinggi di Jawa Tengah untuk kasus kematian ibu. Pada tahun 2011, terjadi sedikit perbaikan jumlah kasus kematian ibu. Kasus kematian ibu menurun dari 34 kasus di tahun 2010 menjadi 24 kasus di tahun 2011, dan berada pada peringkat ke-6 di antara Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah dengan kasus kematian Ibu yang tinggi.


(37)

2.2.2.2.6. Angka Kematian Ibu

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu target MDG s yang pada tingkat nasional masih sulit dicapai. Angka Kematian Ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup Kabupaten Cilacap menunjukkan penurunan yang sangat besar di tahun 2011 dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2011 AKI Kabupaten Cilacap sebesar 95,2 sedangkan target MDG s untuk AKI adalah 100. Dengan demikian AKI Kabupaten Cilacap sudah mencapai target MDG s yang telah ditetapkan.

AKI memberikan gambaran risiko yang dihadapi ibu-ibu selama kehamilan dan melahirkan. Tingkat risiko tersebut sangat dipengaruhi oleh status gizi ibu, keadaan sosial ekonomi, keadaan kesehatan menjelang kehamilan dan kelahiran, ketersedianya dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan obstetri. Tingginya angka kematian ibu menunjukkan keadaan sosial ekonomi yang rendah dan fasilitas pelayanan kesehatan ibu hamil dan melahirkan termasuk pelayanan prenatal dan obstetri yang rendah pula.

Tabel 2.25

Angka Kematian Ibu (AKI) Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011

TAHUN AKI

2007 139,00

2008 127,84

2009 120,00

2010 117,00

2011 94,92

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap

Terdapat 3 faktor yang berpengaruh terhadap proses terjadinya kematian maternal. Proses yang paling dekat terhadap kejadian kematian maternal (determinan dekat) yaitu kehamilan itu sendiri dan komplikasi dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas (komplikasi obstetri).

Kematian ibu nifas memiliki pengertian kematian ibu pada masa 0-40 hari pasca persalinan, biasanya akibat pendarahan. Perdarahan pada masa nifas dapat disebabkan oleh :

1. Akibat minum ramuan obat atau jamu bersih darah yang tidak aman untuk ibu baik setelah keguguran maupun setelah melahirkan;


(38)

3. Akibat pijat daerah perut ke dukun, dengan tujuan memulihkan posisi alat kandungan;

4. Gizi buruk dan lemahnya kontraksi rahim selama masa pemulihan. Selain pada masa nifas, pendarahan memang tercatat sebagi faktor penyebab kematian ibu terbanyak (dengan mengabaikan penyebab lain-lain) di Kabupaten Cilacap tahun 2006-2010. Pada saat persalinan, pendarahan dapat disebabkan oleh beberapa sebab yaitu :

1. Proses persalinan yang tidak aman yang ditolong oleh dukun yang tidak terlatih;

2. Proses pengguguran kandungan yang disengaja dan tidak aman; 3. Usia ibu terlalu muda yang berusia kurang dari 20 tahun (Ibu

yang hamil usia muda kondisi alat kandungan belum siap sehingga mudah terjadi perdarahan);

4. Ibu melahirkan pada usia yang terlalu tua/ lebih dari 35 tahun (Kondisi fisik ibu bila tidak terjaga kesehatannya akan berisiko terhadap kemungkinan perdarahan);

5. Melahirkan anak dengan jarak terlalu dekat (kurang dari 2 tahun); 6. Terlalu sering melahirkan, misalnya ibu yang melahirkan lebih

dari 3 kali;

7. Kondisi kesehatan ibu akibat penyakit kronis dan anemia (kurang darah) dan gizi yang buruk;

8. Gangguan pembekuan darah;

9. Gangguan kelemahan kontraksi otot rahim setelah bayi dan tali pusar/ ari-ari, dan sebagainya.

Terkait dengan hal tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya penanganan dan pencegahan pendarahan pada ibu hamil dan melahirkan. Mengingat pendarahan pada masa kehamilan, saat persalinan maupun masa nifas merupakan sebab yang multifaktor, perlu dilakukan kegiatan antisipasi sejak awal mengenai kemungkinan terjadinya pendarahan.

Kegiatan antisipasi pendarahan yang dapat dilakukan oleh pemerintah diantaranya penyuluhan yang dapat meningkatkan pengetahuan ibu hamil mengenai tanda-tanda dan bahaya pendarahan pada masa hamil, saat melahirkan maupun masa nifas. Selain kegiatan yang berkenaan dengan


(39)

wawasan ibu hamil, pemerintah perlu memperhatikan kuantitas dan kualitas penyediaan sarana prasarana serta tenaga kesehatan yang ada, khususnya yang terkait langsung dengan kehamilan dan persalinan.

Tabel 2.26

Penyebab Kematian Ibu dikarenakan Pendarahan dan Eklamasi di Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011

No Kecamatan

2007 2008 2009 2010 2011

Penda-rahan

Ekla-masi

Penda-rahan

Ekla-Masi

Penda-rahan

Ekla-masi

Penda-rahan

Ekla-masi

Penda -rahan

Ekla-masi 1 Dayeuhluhur

2 Wanareja 2 2 2

3 Majenang 2 4 2 4 1

4 Cimanggu 2 2 1

5 Karangpucung 1

6 Cipari 1 2 1 2

7 Sidareja 1 1 1 1 3

8 Kedungreja 1 1 1 1 1

9 Patimuan 1 1 1 1 1

10 Gandrungmangu 2 1 2 1

11 Bantarsari

12 Kawunganten 2 2

13 Kampung Laut 2 2

14 Jeruklegi 2

15 Kesugihan 1

16 Adipala 2 2 3

17 Maos

18 Sampang 2

19 Kroya 1

20 Binangun 1 1 1

21 Nusawungu 1 1

22 Cilacap Selatan 1 2 1 2 1

23 Cilacap Tengah 4

24 Cilacap Utara 3 3 4

Total 14 2 14 6 14 2 14 6 29


(40)

Tabel 2.27

Penyebab Kematian Ibu dikarenakan Infeksi dan Lainnya di Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011

No. Kecamatan

2007 2008 2009 2010 2011

Lain-Lain Infeksi

Lain-Lain Infeksi

Lain-Lain Infeksi

Lain-Lain Infeksi

Lain-Lain Infeksi

1 Dayeuhluhur 1 1

2 Wanareja 1 1 1 1 1

3 Majenang 2 2

4 Cimanggu 1 1

5 Karangpucung 3 3

6 Cipari 1 1 1 1

7 Sidareja 1

8 Kedungreja 1 1 1

9 Patimuan 1 1 1 1

10 Gandrungmangu 1 2 1 2

11 Bantarsari 2 1 2 2 1 2

12 Kawunganten 2 1 2 1

13 Kampung Laut

14 Jeruklegi 1

15 Kesugihan 1 1 1 1

16 Adipala 1

17 Maos

18 Sampang 2

19 Kroya 1 1 1 1 1

20 Binangun 3 11 3 11

21 Nusawungu 1 1 1 1 1 1

22 Cilacap Selatan 2 1 2 1 1

23 Cilacap Tengah 1 1 1 1 1 1 1

24 Cilacap Utara 1 1 1

Total 20 5 16 12 20 5 16 12 11

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap

2.2.2.2.7. Status Gizi

Gizi merupakan hal yang sangat penting bagi tubuh. Gizi akan mempengaruhi pertumbuhan tubuh, kesehatan dan kecerdasan seseorang. Secara tidak langsung seseorang dengan gizi yang buruk berimplikasi pada tingkat kesejahteraannya. Hal ini disebabkan karena tingkat kesehatan dan kecerdasan yang kurang baik akibat gizi buruk akan mengakibatkan produktivitas yang rendah. Oleh karena itu status gizi masyarakat memberikan gambaran penting kondisi kesejahteraan masyarakat.


(41)

Secara umum , kondisi balita di Kabupaten Cilacap menunjukkan kecenderungan stagnan atau menurun. Selama kurun waktu tahun 2008 2011, persentase anak balita yang ditimbang untuk status gizi baik meskipun berfluktuasi cenderung meningkat dari 93,96% pada tahun 2008 menjadi 96,55% di tahun 2011. Kemudian untuk status gizi lebih juga berfluktuasi namun berkecenderungan turun dari 1,47% di tahun 2008 menjadi 0,78% di tahun 2011. Untuk kasus gizi kurang meskipun di tahun 2008 mencapai 4,46% dan pada tahun tahun 2009 turun menjadi 2,5% namun kemudian selalu naik sehingga pada tahun 2011 mencapai 3,5%. Kemudian untuk kasus gizi buruk cenderung stagnan mulai dari 0,11% di tahun 2008 menjadi 0,1% di tahun 2011.

Tabel. 2.28

Prosentase Status Gizi Anak Balita yang Ditimbang di Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011

TAHUN BURUK KURANG BAIK LEBIH

2007 n.a n.a n.a n.a

2008 0,11 4,46 93,96 1,47

2009 0,07 2,5 96,36 1,09

2010 0,08 3,09 95,69 1,13

2011 0,1 3,5 96,55 0,78

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap

Tabel 2.29

Jumlah Kasus Gizi Buruk

Keterangan 2009/2010 2010/2011

Sisa Tahun sebelumnya 11 60

Baru Murni 149 42

Kambuhan - 5

Sub 160 107

Mati 3 2

Sembuh 151 41

Sisa 6 64

Persentase Balita Ditimbang 44.55 88.83

Sumber: Jawa Tengah dalam Angka, 2009 dan 2010

Sampai dengan tahun 2011, kasus gizi buruk di Kabupaten Cilacap masih tergolong sangat tinggi. Kabupaten Cilacap menempati urutan ke- 3 tertinggi kasus gizi buruk terbanyak di antara Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah kasus 193 kasus pada tahun 2011.


(42)

Kualitas gizi masyarakat selain sangat terkait dengan pendapatan masyarakat (karena orang miskin sulit untuk membeli makanan dengan gizi yang cukup) juga erat kaitannya dengan kesadaran masyarakat itu sendiri dan tenaga kesehatan yang tersedia. Jumlah ahli gizi di Kabupaten Cilacap sepanjang tahun 2007-2011 cenderung meningkat. Sekalipun demikian peningkatan tersebut sangat kecil mengingat jumlah penduduk yang juga cenderung meningkat serta memperhatikan kembali kesehatan ibu, bayi dan balita yang juga sangat erat hubungannya dengan persoalan gizi.

Tabel 2.30

Jumlah Ahli Gizi di Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011

Tahun

Jumlah ahli gizi Jumlah ahli gizi

di puskesmas

Jumlah ahli gizi di RS

Jumlah ahli gizi di tempat lainnya

2007 8 7 6

2008 8 8 6

2009 11 9 7

2010 12 9 7

2011 13 9 7

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap

2.2.2.3. Pertanahan

Indikator kesejahteraan bidang pertanahan mencakup status kepemilikan tanah di Kabupaten Cilacap.

Tabel 2.31

Bidang Tanah Sesuai Dengan Status Kepemilikan

No Status Kepemilikan 2007 2008 2009 2010 2011

1 Hak Milik n.a 6.175 8.305 9.230 5.274

2 Hak Guna Bangunan n.a 864 890 438 364

3 Hak Guna Usaha n.a - - -

-4 Hak Pakai n.a 29 51 30 30

5 Girik n.a 838.484 829.177 829.177 819.430

Sumber: Profil Daerah Kabupaten Cilacap, 2012

Melihat tabel di atas, kepemilikan tanah yang bersertifikat hak milik masih sangat rendah dengan prosentase 0,64 pada tahun 2008.


(43)

2.2.2.4. Ketenagakerjaan

Banyaknya angkatan kerja yang bekerja menjadi salah satu indikator kesejahteraan. Hal tersebut karena penduduk yang bekerja memiliki penghasilan sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kesejahateraannya. Banyaknya angkatan kerja yang bekerja bisa dilihat dari tingginya persentase jumlah penduduk yang bekerja terhadap angkatan kerja. Secara umum, selama periode 2007-2008, persentase penduduk bekerja terhadap angkatan kerja menunjukkan kecenderungan meningkat. Pada tahun 2011, persentase ini mencapai 93,28 persen, yang bisa diartikan 93 persen dari angkatan telah bekerja.

Tabel 2.32

Persentase Penduduk yang Bekerja Tahun 2007-2011

Indikator 2007 2008 2009 2010 2011

Persentase Penduduk yang Bekerja 89,00 90,00 88,55 90,25 93,28 Sumber: BPS, Indikator Pembangunan Kab. Cilacap 2007, 2008, 2012 (diolah)

2.2.2.5. Kemiskinan

Indikator kesejahteraan masyarakat bidang kemiskinan mencakup jumlah dan persentase penduduk miskin, garis kemiskinan, indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Perkembangan indikator-indikator tersebut selama 2007-2011 disajikan dalam Tabel 2.3.3.

Tabel 2.33

Indikator Kesejahteraan Masyarakat Bidang Kemiskinan

Indikator 2007 2008 2009 2010 2011

Jumlah Penduduk Miskin (orang) 363.600 343.899 318.751 297.181 281.950 Persentase Penduduk Miskin 22.59 21.40 19.88 18.11 17.15 Garis Kemiskinan (Rp) 141.840 161.646 191.167 206.714 224.530 Pengeluaran perkapita (Rp)

Makanan (%) Bukan Makanan (%)

232.728

56.4 43.6

262.662

56.25 43.75

321.891

54.38 45.62

332.229

55.93 44.07

433.180

52.09 47.91

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) 3.48 4.67 2.76 3.05 2.59

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) 0.76 1.35 0.6 0.1 0.6


(44)

Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Cilacap selama 2007-2011 menurun dari 363.600 jiwa (2007) menjadi 281.950 jiwa (2011). Penurunan jumlah penduduk miskin diikuti dengan penurunan persentase penduduk miskin terhadap total penduduk yaitu dari 22,59 persen (2007) menjadi 17,15 persen (2011).

Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan meningkat dari Rp. 141.840,00 (2007) menjadi Rp. 224.530,00 (2011). Di luar pengaruh inflasi, penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin dan peningkatan garis kemiskinan menunjukkan semakin banyak orang yang keluar dari kondisi miskin (menurut definisi pengeluaran) dan semakin meningkatnya kesejahteraan penduduk miskin.

Dari sisi pengeluaran, pengeluaran perkapita penduduk meningkat dan masih didominasi pengeluaran makanan. Meskipun mendominasi, porsi pengeluaran makanan menunjukkan kecenderungan menurun, dari 56,40 persen (2007) menjadi 52,09 persen (2011). Sebaliknya, porsi pengeluaran bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan) menunjukkan kecenderungan meningkat, dari 43,60 persen (2007) menjadi 47.91 persen (2011).

Indikator kemiskinan lain yang sering digunakan adalah Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1). Indeks Kedalaman Kemiskinan adalah ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin dari garis kemiskinan. Di samping P1, ukuran kemiskinan lainnya adalah Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran persebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Angka P1 memiliki kecenderungan menurun, yaitu dari 3,48 (2007) menjadi 2,59 (2011). Angka P2 juga menunjukkan kecenderungan menurun, yaitu dari 0,76 (2007) menjadi 0,6 (2011). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung


(45)

semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin menyempit.

2.2.3. Fokus Seni Budaya dan Olahraga 2.2.3.1. Kebudayaan

Indikator bidang kebudayaan mencakup; rasio grup kebudayaan per 10.000 penduduk dan rasio gelanggang/balai remaja yang tidak dikelola swasta per 10.000 penduduk. Indikator-indikator tersebut disajikan dalam Tabel 2.34.

Rasio grup kebudayaan per 10.000 penduduk pada tahun 2011 adalah 0,66. Jumlah gelanggang remaja pada tahun 2011 adalah 4 gelanggang dan rasio gelanggang/ balai remaja per 10.000 pada tahun 2011 adalah 0,02. Secara umum, rasio-rasio ini masih rendah.

Tabel 2.34

Rasio Grup Kebudayaan dan Gelanggang/Balai Remaja*

Indikator 2007 2008 2009 2010 2011

Rasio Grup Kebudayaaan (per 10.000) n.a n.a n.a n.a 0,66 Rasio Gelanggang/Balai Remaja* (per 10.000) n.a 0,02 0,02 0,02 0,02

Ket: *) non-milik swasta

Sumber: BPS, Statistik Potensi Desa Provinsi Jateng, 2011 (diolah) Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, 2012 (diolah)

2.2.3.2. Pemuda dan Olahraga

Indikator bidang pemuda dan olahraga mencakup; rasio keberadaan organisasi pemuda dan olahraga dan ketersediaan sarana olahraga. Indikator-indikator tersebut disajikan dalam Tabel 2.35

Tabel 2.35

Rasio Organisasi Pemuda dan Olahraga Terhadap Penduduk di Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011

Indikator 2007 2008 2009 2010 2011

Rasio Organisasi Pemuda dan Olahraga

Terhadap Penduduk (per 10.000) n.a 0.35 0.36 0.38 0.40 Rasio Lapangan Olahraga* Terhadap

Penduduk (per 10.000) n.a 1.64 1.65 1.64 1.66

Ket: *) Termasuk gedung dan lapangan olahraga


(1)

yang meningkat. Hal ini menunjukkan peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat.

2.4.3. Fokus Iklim Berinvestasi

Fokus Iklim berinvestasi pada aspek daya saing daerah akan ditinjau dari urusan otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian.

2.4.3.1. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian

Urusan Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian akan dilihat dari indikator angka kriminalitas, jumlah demo, lama proses perijinan, jumlah dan macam pajak dan retribusi daerah, jumlah perda yang mendukung iklim usaha, serta persentase desa berstatus swasembada terhadap total desa.

Rasio angka kriminalitas terhadap jumlah penduduk (per 10.000 penduduk) di Kabupaten Cilacap tahun 2007-2011dapat dilihat pada Tabel 2.169.

Tabel 2.169

Rasio Kriminalitas Terhadap Penduduk di Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011

Tahun

Indikator 2007 2008 2009 2010 2011

Rasio Kriminalitas

(per 10.000 penduduk) na 1.73 n.a 1.53 1.80

Sumber: BPS, Indikator Pembangunan Kab. Cilacap, 2008, 2012

Tabel 2.170 menunjukkan bahwa angka rasio kriminalitas terhadap jumlah penduduk di Kabupaten Cilacap tahun 2007-2011 cenderung meningkat. Hal ini menuntut perhatian lebih dari aparat yang menangani kriminalitas.

Indikator lain dari fokus iklim berinvestasi adalah lamanya proses perijinan usaha. Semakin cepat proses perijinan maka akan semakin kondusif


(2)

atau menarik iklim investasi. Lamanya proses perijinan di Kabupaten Cilacap dapat dilihat pada Tabel 2.170.

Tabel 2.170

Lamanya Proses Perijinan di Kabupaten Cilacap

Jenis Ijin Lama (hari)

Izin prinsip penanaman modal 3

Izin lokasi 3

IMB 10

Ijin Gangguan HO 10

SIUP 3

TDP 3

Ijin Usaha Industri 3

Ijin Usaha Perluasan Industri 3

Sumber: BMPT Kabupaten Cilacap

Indikator lain yang digunakan untuk mengukur aspek daya saing daerah di bidang investasi yang tidak tercantum dalam Permendagri No 54 Tahun 2010 adalah jumlah penerbitan perijinan. Indikator ini menunjukkan kegiatan penerbitan perizinan yang meningkat dari tahun 2006-2010 yang mengalami peningkatan. Tabel 2.171 menginformasikan perkembangan penerbitan perizinan di Kabupaten Cilacap tahun 2007-2010.

Tabel 2.171

Jumlah Penerbitan Perijinan

No Lama ijin usaha 2007 2008 2009 2010 2011

1 Persetujuan Prinsip 92 78 33 57 77

2 Ijin Lokasi 3 2 0 1 1

3 Ijin Mendirikan Bangunan 140 175 178 563 543

4 Ijin Usaha Industri/Tanda Daftar Industri 18 37 66 4 79

5 Surat Ijin Usaha Perdagangan 1.867 2.488 2.469 3.143 3.099

6 Tanda Daftar Perusahaan 2.096 2.541 2.598 3.078 3.359

7 HO 120 161 87 78 93

8 Ijin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) 156 276 231 241 190

9 Ijin Reklame 100 178 285 340 410

10 Tanda Daftar Gudang 9 46

Total 4.592 5.936 5.947 7.514 7.897


(3)

Tabel 2.171 menunjukkan jumlah surat ijin terbanyak yang diterbitkan adalah surat ijin usaha perdagangan dan tanda daftar perusahaan.

Jumlah dan macam pajak daerah yang ada di Kabupaten Cilacap tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 2.172.

Tabel 2.172

Jumlah dan Macam Pajak Daerah di Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011 Tahun

Indikator 2007 2008 2009 2010 2011

Jumlah

Pajak n.a 4 7 8 10

Macam Pajak n.a 1. Hotel 2. Restoran 3. Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C 4. Bagi Hasil

Pajak Pengambilan dan Peman-faatan air bawah tanah dari Prov. Jateng 1. Hotel 2. Restoran 3. Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C 4. Hiburan 5. Reklame 6. Penerangan Jalan 7. Sarang Burung Walet 1. Hotel 2. Restoran

3. Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C 4. Hiburan 5. Reklame

6. Penerangan Jalan 7. Sarang Burung

Walet 8. Pajak Parkir

1. Hotel 2. Restoran 3. Hiburan 4. Reklame 5. Penerangan Jalan

6. Sarang Burung Walet

7. Parkir

8. Mineral Bukan Logam dan Batuan 9. Air Tanah

10. Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan Batuan Sumber: BPS, Cilacap Dalam Angka, 2008-2012 (diolah)

Tabel 2.172 menunjukkan bahwa jumlah dan macam pajak daerah di Kabupaten Cilacap cenderung meningkat. Hal ini disebabkan karena perubahan undang-undang tentang pajak dan retribusi daerah serta karena kreativitas pihak Pemerintah Kabupaten Cilacap sendiri. Hanya hal ini perlu diwasapdai agar jumlah dan macam pajak daerah yang semakin meningkat tidak membebani masyarakat dan menciptakan iklim yang kondusif untuk


(4)

Selanjutnya jumlah dan macam retribusi daerah di Kabupaten Cilacap tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 2.173.

Tabel 2.173

Jumlah dan Macam Retribusi Daerah di Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011 Tahun

Indikator 2007 2008 2009 2010 2011

Jumlah

Retribusi n.a 14 17 18 23

Macam

Retribusi n.a

1. Ijin Usaha Jasa Konstruksi 2. Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas 3. Perijinan di

bidang lalu lintas & ang-kutan jalan 4. Jasa Usaha

dibidang lalu lintas & ang-kutan jalan 5. Jasa Umum dibidang lalu lintas & ang-kutan jalan 6. Jasa

Penga-wasan Norma K3 7. Jasa

Kepela-buhan

8. Ijin Pengelo-laan Pertam-bangan Umum

9. Surat Izin Usaha Perdagangan 10. Izin Gangguan 11. Pema-kaian

Kekayaan Daerah

12. Tempat rekreasi 13. Izin

pengusahaan obyek dan daya tarik wisata

Idem (2008) Ditambah: 1. Pemerik-saan

Lab. Dinas PU 2.Tempat Pelelangan Ikan 3.Pelayanan Kesehatan pada RSUD Majenang Idem (2009) Ditambah: 1. Penggantian

Biaya Cetak KTP & Akta Catatan Sipil

Idem (2010) Ditambah: 1. Izin Mendirikan

Bangunan 2. Pelayanan Pasar 3. Pelayanan

Kesehatan pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan UPT Lab.Kesehatan Daerah 4. Pelayanan Persampahan/Ke bersihan

Sumber: hukum.cilacapkab.go.id (diolah)

Tabel 2.173 menunjukkan, sama dengan pajak daerah, jumlah dan macam retribusi daerah di Kabupaten Cilacap tahun 2008-2011 mengalami kecenderungan meningkat. Hal ini disebabkan oleh perubahan undang-undang pajak dan retribusi daerah serta kreatifitas Pemerintah Kabupaten Cilacap. Sama seperti pajak daerah, hendaknya peningkatan jumlah dan macam retribusi daerah tidak membebani masyarakat dan menciptakan iklim yang kondusif untuk investasi.


(5)

Jumlah Peraturan daerah (Perda) yang mendukung iklim investasi di Kabupaten Cilacap tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 2.174

Tabel 2.174

Jumlah Perda yang Mendukung Iklim Investasi di Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011

No Keterangan 2007 2008 2009 2010 2011

1 Jumlah Perda Yang Mendukung Iklim Investasi

n.a n.a 3 1 4

Sumber :Indikator Pembangunan Cilacap 2012

Tabel 2.174 menunjukkan bahwa jumlah perda yang mendukung iklim investasi di Kabupaten Cilacap Tahun 2009-2011 cenderung meningkat. Hal ini menunjukkan kecenderungan yang positif dari Pemerintah Kabupaten Cilacap untuk menciptakan iklim investasi yang makin kondusif.

2.4.4. Fokus Sumber Daya Manusia

Aspek daya saing daerah yang berfokus pada sumberdaya manusia akan ditinjau dari urusan ketenagakerjaan.

2.4.4.1. Ketenagakerjaan

Urusan ketenagakerjaan pada fokus sumberdaya manusia dari aspek daya saing daerah akan ditinjau dari indikator rasio lulusan D IV dan S1 ke atas terhadap penduduk dan rasio ketergantungan.

Rasio lulusan D IV dan S1 ke atas terhadap jumlah penduduk (per 10.000 penduduk) di Kabupaten Cilacap Tahun 2007 sampai 2011 dapat dilihat pada Tabel 2.175.

Tabel 2.175

Rasio Lulusan D IV/S1 Keatas Terhadap Penduduk di Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011

Tahun

Indikator 2007 2008 2009 2010 2011

Rasio Lulusan D IV/S1 Ke

atas (per 10.000) 0,00781 0,00784 0,0078 0,01527 0,01532

Sumber: BPS, Cilacap Dalam Angka, 2007-2012 (diolah)


(6)

kecenderungan terus meningkat. Hal ini menunjukkan kecenderungan yang baik karena mereka yang berpendidikan tinggi makin meningkat jumlahnya.

Rasio ketergantungan yaitu rasio antara penduduk usia belum atau tidak produktif (yaitu penduduk usia kurang dari 15 tahun dan lebih dari 64 tahun) terhadap penduduk usia produktif (yaitu penduduk usia 15 tahun sampai 64 tahun) di Kabupaten Cilacap tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 2.176.

Tabel 2.176

Rasio Ketergantungan di Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011 Tahun

Indikator 2007 2008 2009 2010 2011

Rasio Ketergantungan (%) 47,17 45,08 43,62 54,97 54,97

Sumber: BPS, Indikator Pembangunan Kab. Cilacap, 2007, 2008, 2012

Tabel 2.177 menunjukkan bahwa rasio ketergantungan di Kabupaten Cilacap tahun 2007-2011 menunjukkan peningkatan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan penduduk usia 64 tahun ke atas atau penduduk usia tua yang sudah tidak produktif.