HUBUNGAN ANTARA SELF DISCLOSURE DENGAN INTIMASI PERTEMANAN PADA MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA ANGKATAN TAHUN 2012.

(1)

HUBUNGAN ANTARA SELF DISCLOSURE DENGAN INTIMASI PERTEMANAN PADA MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

ANGKATAN TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Kurnia Puspita Anggraeni NIM 11104244019

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA SELF DISCLOSURE DENGAN INTIMASI PERTEMANAN PADA MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA ANGKATAN TAHUN 2012” yang disusun oleh Kurnia Puspita Anggraeni, NIM 11104244019 ini telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk diujikan.

Yogyakarta, 07 Oktober 2015 Dosen Pembimbing

Yulia Ayriza, M.Si, Ph. D NIP. 19590703 198702 2 003


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang lazim digunakan.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, 11 Oktober 2015 Yang Menyatakan,

Kurnia Puspita Anggraeni NIM 11104244019


(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang lazim digunakan.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, 11 Oktober 2015 Yang Menyatakan,

Kurnia Puspita Anggraeni NIM 11104244019


(5)

MOTTO

“Jika ingin menilai seseorang lihatlah dengan siapa dia berteman, jika temannya

baik, maka baiklah dia. Jika temannya tidak baik maka seperti itulah dia. Seseorang yang berteman dengan penjual minyak wangi, akan tertular bau minyak

wanginya juga. Seseorang yang berteman dengan pandai besi akan terkena

cipratan besi juga.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

“Apabila kau punya teman yang baik maka jangan lepaskan, mencari teman yang

baik itu sulit tapi melepaskannya itu mudah.”

(Sayyidina Ali bin Abi Thalib)

“Teman merupakan hadiah istimewa dari Tuhan. Memiliki mereka adalah suatu kebahagiaan. Hanya teman-teman terbaik yang akan bertahan sampai akhir”.


(6)

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini penulis persembahkan kepada:

1. Ibu Heni Kasiyanti dan Bapak Supriyadi atas segala cinta kasih, pengorbanan, kerja keras, dukungan dan doanya.

2. Lisa Afrilia, (Alm.) Rahmat dan Yusuf yang selalu mencintai dan mendukung. 3. Mba Usi, Budhe Wil, Mas Bianto, Lintang dan Dinda yang mencurahkan

perhatian dan kasih sayangnya.

4. Alamater Prodi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

5. Agama, Nusa dan Bangsa.


(7)

HUBUNGAN ANTARA SELF DISCLOSURE DENGAN INTIMASI PERTEMANAN PADA MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI

YOGYAKARTA ANGKATAN TAHUN 2012

Oleh:

Kurnia Puspita Anggraeni NIM 11104244019

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self disclosure dengan intimasi pertemanan pada mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta angkatan tahun 2012.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta angkatan tahun 2012 sebanyak 5.669 mahasiswa, dengan sampel sebanyak 355 mahasiswa. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive multistage cluster random sampling. Instrumen pengumpulan data yang digunakan yaitu skala self disclosure dan skala intimasi pertemanan. Uji validitas instrumen menggunakan validitas isi, melalui expert judgment. Uji reliabilitas instrumen menggunakan formula Alpha Cronbach, dengan nilai koefisien α 0,823 pada skala self disclosure dan nilai koefisien α 0,858 pada skala intimasi pertemanan. Uji hipotesis menggunakan analisis regresi sederhana dalam program IBM SPSS Statistics 20.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara self disclosure dan intimasi pertemanan pada mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta angkatan tahun 2012. Hasil tersebut terbukti dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,686 dan p = 0,000 (p < 0,05), artinya semakin tinggi self disclosure individu maka semakin tinggi intimasi pertemanannya, sebaliknya semakin rendah self disclosure individu maka semakin rendah pula intimasi pertemanannya. Self disclosure memberikan sumbangan efektif terhadap intimasi pertemanan sebesar 47%, berarti masih ada sumbangan sebesar 53% dari faktor lain.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabil’alamin, puji syukur atas limpahan karunia Allah

Subhanhu Wa Ta’ala sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi

yang berjudul “Hubungan antara Self Disclosure dengan Intimasi Pertemanan

pada Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta Angkatan Tahun 2012”. Skripsi

ini diajukan pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta guna memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah menerima penulis sebagai mahasiswa di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk belajar di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah menyetujui judul skripsi dan memberikan dosen pembimbing skripsi.

4. Dosen Pembimbing Akademik Ibu Dr. Budi Astuti, M.Si. yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan.

5. Dosen Pembimbing Skripsi Ibu Yulia Ayriza, M.Si., Ph.D yang telah memberikan bimbingan dalam penyelesaian tugas akhir skripsi.

6. Kepala Laboratorium Bimbingan dan Konseling Tahun 2013 Ibu Farida Harahap, M.Si. yang memberikan doa, dukungannya, serta memberikan banyak kesempatan berharga selama saya kuliah.

7. Kepala Laboratorium Bimbingan dan Konseling Tahun 2014 Ibu Isti Yuni Purwanti, M.Pd. yang memberikan doa dan dukungannya, serta rajin menanyakan perkembangan skripsi saya.


(9)

8. Seluruh Dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama belajar di Universitas Negeri Yogyakarta.

9. Ibu Heni Kasiyanti dan Bapak Supriyadi yang selalu mendukung dan mendoakan untuk kebaikan anaknya.

10. Adik-adiku, Lisa Afrilia, (Alm.) Rahmat dan Yusuf, yang selalu memberikan dukungan dan semangatnya untuk mbaknya.

11. Budheku Sri Wiluyati, mbakku Asih Susisulistyawati, mas Sumarbiyanto, keponakanku Lintang dan Dinda yang selalu medoakan dan mendukung. 12. Keluarga UKM Bahasa Asing SAFEL, khususnya departemen FOLT mulai

aku menjadi staff, PI-PH 2014, MPO 2015 tempatku bernaung selama 4 tahun ini, yang telah memberikan cinta dan kasihnya padaku, Wahyu, Wury, Dani, Roni, Fazri, Aqif, Imam, Atia, Bril, Endah, Kiki, Hana, Ocy, Astika, Sapta, Zidnie, Ilyana, Anggun, Zen, Ozi, Laras, Sinta, Nina, Yeni, Marlin, dll. 13. Teman-teman Asisten Laboratorium BK tahun 2013 dan 2014, tempatku berbagi cerita dan ilmu, Mba Rima, Mas Yocta, Mba Arin, Mas Dhana, Mba Esti, Riezki, Dinar, Hani, Erni, Fani, Endar, Adam, Mba Rani, Ratna, Lucky. 14. Teman-teman kostku Tri, Mba Eka, Mba Isna, Tata, Mba Reni, Mba Ve, Ima,

Irma, Mba Kris, Anis, Dini, Nina, Mba Anda, Rere, Mba Mila, Mba Damar yang telah menemani dan mewarnai kehidupanku selama menjadi anak kost. 15. Sahabat-sahabatku d2entries, Dayu, Dita, Natri, Nunuk, dan Shola yang selalu

saling mengingatkan, memberi dukungan dan memotivasi untuk segera menyelesaikan studi.

16. Sahabat-sahabatku Bega, Nadia, Mega, Ndaru, Nova, Asih, Nanda yang mengingatkan, mendukung, dan mendoakan dalam menyelesaikan skripsi. 17. Teman-teman sekelasku BK C 2011 Hagia, Tika, Dini, Elvia, Putri, Tiwi,

Wahyu, Ita, Mitha, Nara, Arifa, Irien, Stevi, Fenny, Roma, Roni, Dina, Hesti dan lain-lain yang telah berjuang bersama mengikuti kuliah selama 3,5 tahun. 18. Teman-teman seperjuanganku yang satu dosen pembimbing Elok, Hadia,

Agnes, Candra, Ridho, Garnis, Dewi, Giza, Deni, dan Umi saling mendukung dan menguatkan untuk tetap semangat menyelesaikan skripsi.


(10)

19. Teman-teman Bimbingan dan Konseling angkatan tahun 2011 yang telah berjuang bersama mempelajari ilmu, untuk yang belum menyelesaikan studi semoga segera menyusul.

20. Teman-teman PPL SMA N 11 Yogyakarta dan KKN 211 Cokrodiningratan yang masih menjaga silaturahmi, masih saling memberikan semangat dan dukungan Ainuna, Amrizal, Amorro, Ardi, Dewi, Miko Rezi, Risma, Yani. 21. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas doa,

dukungan, semangat, motivasi pada saya untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan baik.

Semoga tugas akhir skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, menambah wawasan dan refrensi ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 11 Oktober 2015 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 7

C.Batasan Masalah ... 8

D.Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

1. Manfaat Teoritik ... 8

2. Manfaat Praktis ... 9

a. Dosen Jurusan Psikologi dan Bimbingan ... 9

b. Mahasiswa... 9

c. Peneliti ... 9

G.Definisi Operasional ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Self Disclosure ... 11

1. Pengertian Self Disclosure ... 11

2. Aspek Self Disclosure ... 12


(12)

4. Karakteristik Self Disclosure ... 16

5. Manfaat Self Disclosure ... 18

6. Fungsi Self Disclosure ... 19

B.Intimasi Pertemanan ... 21

1. Pengertian Intimasi Pertemanan ... 21

2. Aspek Intimasi Pertemanan ... 22

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intimasi Pertemanan ... 24

4. Karakteristik Intimasi Pertemanan ... 25

5. Manfaat Intimasi Pertemanan ... 27

6. Hambatan dalam Intimasi Pertemanan ... 29

C.Mahasiswa sebagai Dewasa Awal ... 31

1. Pengertian Dewasa... 31

2. Rentang Usia Dewasa Awal ... 32

3. Ciri-ciri Dewasa Awal ... 33

4. Tugas Perkembangan Dewasa Awal ... 37

D.Keterkaitan Self Disclosure dan Intimasi Pertemanan dengan BK ... 38

E. Hasil Penelitian yang Relevan ... 40

F. Kerangka Berpikir ... 41

G.Hipotesis Penelitian ... 43

BAB III METODE PENELITIAN A.Pendekatan Penelitian ... 44

B.Tempat dan Waktu Penelitian ... 45

C.Variabel Penelitian ... 45

D.Populasi dan Sampel Penelitian ... 46

1. Populasi Penelitian... 46

2. Sampel Penelitian ... 46

E. Teknik Pengumpulan Data ... 48

F. Instrumen Penelitian ... 48

1. Skala Self Disclosure ... 49

2. Skala Intimasi Pertemanan ... 50


(13)

1. Uji Validitas Instrumen... 51

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 52

3. Hasil Uji Instrumen... 54

a. Skala Self Disclosure ... 54

1) Uji Validitas ... 54

2) Uji Reliabilitas... 55

b. Skala Intimasi Pertemanan ... 56

1) Uji Validitas ... 56

2) Uji Reliabilitas... 57

H.Teknik Analisis Data ... 58

1. Uji Prasyarat Instrumen ... 59

a. Uji Normalitas ... 59

b. Uji Linearitas ... 59

2. Uji Hipotesis ... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 62

1. Subjek Penelitian ... 62

2. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 65

a. Deskripsi Data Self Disclosure ... 66

b. Deskripsi Data Intimasi Pertemanan ... 67

B.Hasil Analisis Data ... 69

1. Uji Prasyarat Analisis ... 69

a. Uji Normalitas ... 69

b. Uji Linearitas ... 70

2. Uji Hipotesis ... 70

C.Pembahasan ... 71

D.Keterbatasan Penelitian ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 77

B.Saran ... 77


(14)

2. Peneliti Selanjutnya ... 78 DAFTAR PUSTAKA... ... 79 LAMPIRAN ... 82


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Sampel ... 47

Tabel 2. Kisi-kisi Skala Self Disclosure Sebelum Uji Validitas dan Reliabilitas... 50

Tabel 3. Kisi-kisi Intimasi Pertemanan Sebelum Uji Validitas dan Reliabilitas ... 51

Tabel 4. Kisi-kisi Skala Self Disclosure Setelah Uji Validitas dan Reliabilitas ... 56

Tabel 5. Kisi-kisi Intimasi Pertemanan Setelah Uji Validitas dan Reliabilitas ... 58

Tabel 6. Data Mahasiswa sebagai Sampel... 63

Tabel 7. Deskripsi Data Self Disclosure ... 66

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Self Disclosure ... 66

Tabel 9. Deskripsi Data Intimasi Pertemanan ... 68


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Berpikir ... 43

Gambar 2. Grafik Distribusi Frekuensi Kategorisasi Self Disclosure... 67

Gambar 3. Grafik Distribusi Frekuensi Kategorisasi Intimasi Pertemanan ... 68

Gambar 4. Histogram Dependent Variabel: VAR00001 ... 128


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Data Prapenelitian ... 83

Lampiran 2. Instrumen Penelitian: Skala Self Disclosure dan Intimasi Pertemanan ... 85

Lampiran 3. Hasil Uji Validitas Self Disclosure ... 89

Lampiran 4. Hasil Uji Validitas Intimasi Pertemanan ... 90

Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas Self Disclosure ... 91

Lampiran 6. Hasil Uji Reliabilitas Intimasi Pertemanan ... 93

Lampiran 7. Analisis Data Self Disclosure ... 95

Lampiran 8. Analisis Data Intimasi Pertemanan ... 109

Lampiran 9. Hasil Uji Normalitas ... 123

Lampiran 10. Hasil Analisis Deskriptif Data Self Disclosure dan Intimasi Pertemanan .... 124

Lampiran 11. Perhitungan Kategorisasi Self Disclosure dan Intimasi Pertemanan ... 125

Lampiran 12. Hasil Uji Hipotesis ... 126

Lampiran 13. Dokumentasi Penelitian ... 130

Lampiran 14. Permohonan Izin Observasi ... 131

Lampiran 15. Permohonan Izin Penelitian ... 132


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pertemanan memiliki bagian penting dari kehidupan sosial individu. Individu berteman untuk memenuhi salah satu kebutuhan hidupnya. Berteman dapat memenuhi kebutuhan individu dari segi psikologi. Kebutuhan psikologis yang dapat terpenuhi dengan berteman antara lain self confident (percaya diri), self disclosure (keterbukaan diri), trust to other (percaya kepada orang lain), self awareness (kesadaran diri), dan empati. Proses panjang dalam kehidupan individu selain pertumbuhan dan perkembangan ialah pertemanan, pertemanan juga berlangsung sepanjang hayat. Mulai dari individu memasuki batita sampai akhir hidupnya.

Teman mempunyai eran tersendiri dalam kehidupan individu yaitu hubungan interpersonal, seperti dengan keluarga, rekan kerja, atau dengan kekasih. Ada faktor yang mempengaruhi dalam hubungan pertemanan. Faktor-faktor tersebut antara lain, memilih dan menjalin pertemanan dengan orang lain, misalnya kesamaan sifat atau kesukaan, hobi, jarak rumah, orang tua, dan kemampuan mengelola emosi. Intensitas pertemuan, jarak pertemanan, intimasi pertemanan merupakan aspek yang membedakan hubungan pertemanan antara teman yang satu dengan teman yang lain. Setiap teman memiliki tempat tersendiri dalam hati individu, itulah hal yang membuat hubungan pertemanan istimewa.


(19)

Kualitas pertemanan yang baik akan menghasilkan kasih sayang, saling memiliki, self disclosure, intimasi pertemanan, kesenangan, berbagi pengalaman, dan melakukan petualangan seru menurut Sprecher & Hendrick (2004: 857). Awal pertemanan dimulai dengan self disclosure masing-masing pihak, sehingga hubungan yang bermula dari perkenalan meningkat menjadi intimasi pertemanan. Self disclosure dalam bahasa Indonesia sering diartikan sebagai keterbukaan diri atau pengungkapan diri, akan tetapi keterbukaan diri maupun pengungkapan diri kurang sesuai untuk mendefiniskan pengertian self disclosure yang sebenarnya. Istilah self disclosure akan digunakan untuk pembahasan lebih lanjut.

Self disclosure menurut Derlega, et al. (1993) adalah proses mengungkapkan informasi tentang dirinya kepada orang lain dan merupakan aspek penting dari komunikasi interpersonal untuk memiliki hubungan yang lebih dekat. Self disclosure mengungkapkan komunikasi interpersonal, karakteristik individu, dan pengelolaan emosi, meliputi rasa cinta, kepercayaan, kesetiaan, kedalaman hubungan, dan kejujuran (dalam Sprecher & Hendrick, 2004: 858).

Kebersediaan individu melakukan self disclosure, memfasilitasi individu menjalin hubungan interpersonal dengan kenalan baru. Self disclosure individu bermanfaat untuk mengetahui respon kenalan baru, lebih dekat dengan kenalan baru, saling bertukar informasi, mengidentifikasi kepribadian kenalan baru, memprediksi tingkat kepercayaan kepada orang


(20)

yang baru dikenal, dan ketertarikan pada kenalan baru untuk kelanjutan hubungan di masa mendatang.

Reis & Shaver (1988, dalam Laurenceau, Barrett, & Pietromonaco, 1998: 1238) menyatakan bahwa self disclosure dan respon teman memberikan kontribusi pada intimasi pertemanan dalam interaksi individu. Konsep keintiman merupakan kombinasi antara self disclosure dengan pengungkapan individu dalam merespon interaksi interpersonal dalam pertemanan. Emosi, fakta, dan informasi dapat memprediksi kelanjutan self disclosure individu dalam menjalin intimasi pertemanan.

Individu melakukan self disclosure dengan tujuan yang berbeda, maka informasi yang didapatkan memiliki fungsi yang berbeda bagi setiap individu. Fungsi self disclosure yang berbeda dapat diamati dalam permulaan hubungan, mendalami, mengembangkan, menjaga, dan melanjutkan hubungan. Informasi tentang individu mempengaruhi penilaian orang lain, perlakuan dari orang lain, dan identifikasi kepribadian orang lain. Sehingga dari informasi tersebut, manfaat self disclosure antara lain mempunyai banyak teman, menjalin relasi yang luas, dan hubungan sosial yang baik.

Hubungan sosial yang baik diawali dengan mengenal individu secara mendalam yang mengakibatkan intimasi pertemanan. Intimasi pertemanan merupakan proses panjang yang dimulai dari self disclosure. Individu yang memiliki intimasi pertemanan akan saling percaya satu sama lain, mendukung, mengerti, tulus, bersahabat, intim, hangat dan jujur.


(21)

Menurut Toby intimasi pertemanan ialah individu yang bisa membuat orang lain merasa nyaman untuk menceritakan tentang diri sendiri, berbagi keluh kesah, dan meminta solusi terhadap suatu permasalahan dengan pertanyaan yang lebih intim. Komunikasi akan semakin meningkat ketika mendapatkan keintiman. Intimasi pertemanan bermanfaat pada perkembangan kesehatan, fisik, mental untuk memiliki teman-teman pada umumnya dan rekan-rekan pada khususnya (dalam Bickmore, 1998: 2).

Erikson menyatakan bahwa kesehatan perkembangan identitas pada masa remaja merupakan sinyal dari intimasi dalam hubungan interpersonal selama masa dewasa awal. Intimasi merupakan salah satu tahap perkembangan individu dalam teori psikososial yang dikemukakan Erikson, tetapi intimasi tidak sendiri melainkan bersaing dengan isolasi. Intimasi versus isolasi yaitu tahap ke 6 dari 8 tahap perkembangan teori psikososial. Intimasi versus isolasi, terjadi pada rentan usia 20 – 30 tahun. Individu yang sukses melalui tahap ini akan memiliki keintiman dengan orang lain, sedangkan individu yang tidak mampu menjalin keintiman akan terisolasi.

Perlam & Fehr (1987) mengungkapkan intimasi pertemanan saat ini lebih penting daripada sebelumnya. Setiap individu membutuhkan teman dekat yang bisa diajak bicara tentang perasaan dan permasalahaan yang dihadapi untuk mendapatkan empati, penerimaan diri, sikap tidak menghakimi, memberikan saran untuk mengurangi kecemasan sendiri. Secara psikologis teman memiliki peran penting bagi kehidupan seseorang mulai dari membangun identitas diri, harga diri, dan mengurangi stress dalam


(22)

kehidupan. Yankelovich (1981) menyatakan bahwa penduduk Amerika 70 % mengatakan mereka mempunyai banyak kenalan tapi hanya memiliki beberapa teman dekat dan mereka memiliki kehampaan serius dalam hidupnya. Klinger (1977) mengatakan ada satu survei menunjukkan bahwa hubungan pribadi yang dekat ialah memberikan makna pada kehidupan sebagian besar individu. Hubungan persahabatan di masyarakat saat ini berada dalam krisis. Banyak individu, khususnya laki-laki, akan mengatakan mereka terlalu sibuk untuk teman-temannya, karena memiliki tuntutan pekerjaan, melaju kerja (komuter), merawat anak, pekerjaan tambahan, dan kebugaran tubuh (Forbes, 1985 dalam Bickmore, 1998: 1-2).

Ada beberapa individu mengalami kesulitan menjalin intimasi pertemanan dengan orang lain. Walaupun hubungan pertemanan memiliki fondasi yang kuat untuk menjalin intimasi pertemanan, perubahan bisa saja terjadi. Hilangnya intimasi pertemanan, karena penyimpangan perilaku, seperti pengkhianatan, keegoisan, kesibukan, hubungan menjadi dingin, bosan, miskomunikasi, dan diabaikan.

Mahasiswa termasuk beberapa individu yang sulit menjalin intimasi pertemanan karena kurangnya self disclosure. Indikasi adanya kesulitan mahasiswa untuk self disclosure terjadi pada mahasiswa UNY, mahasiswa sudah mulai menunjukkan sikap individualisasi. Individualisasi adalah sikap yang menunjukan lebih suka melakukan segala sesuatu sendiri, sehingga sering dinilai orang lain sebagai sikap egois padahal merupakan representasi ketidakpercayaan individu kepada orang lain. Contoh nyata sikap mahasiswa


(23)

yang sudah mulai mengalami individualisasi, berdasarkan pengamatan peneliti selama mengikuti masa kuliah yaitu ketika ada tugas kelompok, walapun sudah dilakukan pembagian tugas, akan tetapi masih ada mahasiswa yang mengerjakan semua tugas kelompok itu sendiri, karena khawatir temannya tidak mengerjakan bagian yang sudah disepakati bersama, karena berdasarkan pengalaman yang pernah dialami ada teman yang tidak melaksanakan kewajiban yang harus diselesaikannya. Selain dalam tugas kuliah, mahasiswa juga menunjukkan sikap ketidakpercayaannya dalam pembagian tugas kerja dalam organisasi, dalam suatu kegiatan tertentu meskipun sudah ada pembagian tugas kerja yang jelas di setiap seksi, masih ada mahasiswa yang melalaikan tugasnya, sehingga membuat temannya mengerjakan tugas yang harus dikerjakannya. Hal tersebut memicu mahasiswa menjadi bersikap individualis, yang menurut penilaian orang lain merupakan sikap egois. Mahasiswa yang terlalu asyik mengerjakan semua tugasnya, merasa asing dengan lingkungan sekitarnya karena kurang bersosialisasi dan terlalu fokus dalam mengerjakan tugasnya, eggan untuk berterus terang pada orang lain tentang kesulitan yang dihadapi dalam mengerjakan tugas, karena khawatir resiko yang akan diterima, apabila berkata jujur tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan akan membuatnya ditinggalkan atau merusak hubungan pertemanan. Fenomena tersebut teruji dengan hasil analisis data peneliti prapenelitian (lampiran1, halaman 83) pada 11 Februari 2015 yang menggunakan DCM (Daftar Cek Masalah). Menunjukkan bahwa mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan tahun


(24)

2011 dan 2012 usia 20 – 22 tahun, yang diambil sebagai subjek data prapenelitian, masih ada sekitar 30% mahasiswa yang mengalami kesulitan untuk percaya kepada orang lain dan self disclosure pada orang lain. Hambatan lain dalam self disclosure ialah malu untuk berlaku jujur, tidak ingin rahasianya diketahui orang lain, tidak ingin kekurangannya terlihat orang lain, tidak percaya kepada orang lain, tidak ingin mendapatkan penilaian jelek dari orang lain, berpikiran negatif terhadap orang lain, perasaan takut dikhianati, dan menutup diri.

Berdasarkan penelitian pendahuluan sebelumnya peneliti tertarik

membuktikan dan meneliti lebih lanjut “Hubungan antara Self Disclosure

dengan Intimasi Pertemanan pada Mahasiswa UNY angkatan tahun 2012”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat diidentifikasi dalam beberapa masalah sebagai berikut:

1. Tidak besarnya kepercayaan pada teman terdekat, sehingga beberapa individu sulit menjalin hubungan intim dengan orang lain.

2. Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta mulai mengalami individualisasi.

3. Sikap individualis mahasiswa, membuat mahasiswa merasa asing dengan lingkungan sekitarnya, malu untuk berterus terang, dan khawatir resiko yang akan diterima apabila berkata jujur.


(25)

4. Banyak memiliki kenalan tapi hanya memiliki beberapa teman dekat dan memiliki kehampaan serius, hubungan persahabatan saat ini berada dalam krisis.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti membatasi permasalahan penelitian pada bagaimana hubungan antara self disclosure dengan intimasi pertemanan pada Mahasiswa UNY angkatan tahun 2102. Pembatasan masalah ini dilakukan supaya penelitian lebih fokus dan memperoleh hasil yang optimal.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah ada hubungan positif antara self disclosure dengan intimasi pertemanan pada mahasiswa UNY angkatan tahun 2012?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk menguji apakah ada hubungan positif antara self disclosure dengan intimasi pertemanan pada mahasiswa UNY angkatan tahun 2012.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritik

Hasil penelitian tentang hubungan self disclosure dengan pertemanan diharapkan dapat memberikan kontribusi, menambah wawasan data keilmuan dalam bidang Bimbingan dan Konseling khususnya pada layanan bimbingan pribadi dan sosial.


(26)

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaaat bagi:

a. Dosen jurusan psikologi pendidikan dan bimbingan

Memberikan kontribusi ilmiah untuk mengembangkan refrensi data bimbingan pribadi dan sosial. Khususnya dalam pengembangan self disclosure dan intimasi pertemanan yang erat kaitanya dengan kehidupan sehari-hari sehingga akan sangat bermanfaat apabila dioptimalkan.

b. Mahasiswa

Menambah wawasan dan refrensi tentang self disclosure dan intimasi pertemanan yang merupakan bidang bimbingan pribadi dan sosial, sehingga mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan self disclosure dan intimasi pertemanan dengan orang lain disekitarnya.

c. Peneliti

Penelitian ini menambah pengetahuan dan refresensi tentang self disclosure dan intimasi pertemanan secara lebih mendalam bagi peneliti serta dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam hubungan pribadi dan sosial.

G. Definisi Operasional

Sebagai cara untuk menghindari kesalah pahaman tentang batasan istilah yang dimaksud dalam pengembangan penelitian ini, maka peneliti memberikan batasan istilah sebagai berikut:


(27)

1. Self Disclosure: kesukarelaan individu berbagi tentang sejarah kehidupannya, kesukaannya, sikap pribadi, perasaannya, nila-nilai yang dianut, impian, pengalaman dan rahasia diri sendiri kepada orang lain, secara transparan, sehingga memberikan orang lain akses mengetahui sikap pribadi individu yang berperan penting dalam kedekatan hubungan interpersonal.

2. Intimasi Pertemanan: hubungan pertemanan yang baik dalam kehidupan individu dengan frekuensi hubungan lebih, dibandingkan teman lain yang menunjukkan kualitas persahabatan, berbagi pengalaman, mengeskpresikan perasaan, keunikan karakteristik individu, memberikan setiap individu kebebasan melintasi batas normal, serta memasuki ruang dimana individu lebih bernilai dan lebih pribadi.


(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Self Disclosure

1. Pengertian Self Disclosure

Self disclosure menurut Altman & Taylor (2012: 114) adalah kesukarelaan individu berbagi tentang sejarah kehidupannya, kesukaannya, sikap pribadi, perasaannya, nila-nilai yang dianut, impian, pengalaman dan rahasia diri sendiri kepada orang lain, secara transparan.

Menceritakan rahasia atau memberikan orang lain akses mengetahui sikap pribadi individu yang ditunjukkan pada beberapa teman yang intim dan dipercaya, baik berupa bahasa verbal maupun nonverbal menurut Duck (2007: 82) disebut self disclosure.

Pearson (1981: 5) berpendapat self disclosure adalah pengungkapan diri individu kepada orang lain, menggunakan bahasa verbal, yang memiliki karakteristik jujur, disengaja, dan kesediaan berbagi informasi pribadi.

Pengertian self disclosure dapat disimpulkan menjadi kesukarelaan individu berbagi tentang sejarah kehidupannya, kesukaannya, sikap pribadi, perasaannya, nila-nilai yang dianut, impian, pengalaman dan rahasia diri sendiri kepada orang lain, secara transparan, sehingga memberikan orang lain akses mengetahui sikap pribadi individu yang berperan penting dalam kedekatan hubungan interpersonal.


(29)

2. Aspek Self Disclosure

Ada 5 aspek self disclosure yang disampaikan Wheeless & Grotz (1975, dalam Mount, 2005: 32), meliputi:

a. Intensitas Self Disclosure

Intensitas berhubungan dengan waktu, durasi, dan kekuatan individu saat memberikan informasi pribadi, yang akan mempengaruhi kualitas self disclosure. Semakin intens individu dengan orang lain maka kesempatan self disclosure semakin besar dan informasi yang didapat lebih lengkap.

b. Kuantitas Self Disclosure

Kuantitas berkaitan dengan banyaknya jumlah informasi yang diungkapkan individu saat melakukan self disclosure. Self disclosure yang baik dapat dilihat dari kuantitas informasi yang diperoleh. Menentukan self disclosure dapat dilakukan dengan membandingkan jumlah keseluruhan informasi dan harus bersifat timbal balik antara individu dengan orang lain.

c. Valensi Self Disclosure

Kualitas self disclosure dapat positif atau negatif yang akan memiliki dampak berbeda bagi pengungkap dan pendengar. Ketika individu dapat mengungkapkan self disclosure secara menyenangkan, humoris dan menarik, maka akan menimbulkan valensi positif. Sebaliknya, apabila individu mengungkapan self disclosure dengan menutupi, takut, dan berbohong maka akan menjadi valensi negatif.


(30)

d. Kecermatan dan Kejujuran

Kecermatan dan kejujuran merupakan kemampuan untuk mengetahui dan mengenali diri sendiri, sehingga dapat melakukan self disclosure dengan baik. Self disclosure yang dilakukan benar-benar mengungkapkan siapa diri individu sebenarnya. Informasi yang diungkapkan mendetail dan jujur sesuai kenyataan yang ada.

e. Kedalaman Self Disclosure

Self disclosure dapat bersifat dalam atau dangkal, ditinjau dari hal pribadi yang diungkapkan. Self disclosure bersifat dangkal apabila hubungan di antara individu tidak terlalu dekat dan belum terlalu mengenal pribadi masing-masing. Self disclosure bersifat dalam apabila individu merasa nyaman, saling memiliki dan mengenal karakterisik pribadi masing-masing.

Dengan demikian dapat disimpulkan self disclosure memiliki 5 aspek yaitu intensitas, kuantitas, valensi, kecermatan dan kejujuran, serta kedalaman.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Disclosure

DeVito (2011: 65-67) menguraikan 7 faktor yang mempengaruhi self disclosure pada individu, sebagai berikut:

a. Besar Kelompok

Self disclosure lebih banyak terjadi pada kelompok kecil daripada kelompok besar. Kelompok kecil lebih memungkinkan terjadinya self disclosure, karena intensitas komunikasi lebih dekat satu sama lain.


(31)

Kondisi yang paling sesuai untuk self disclosure yaitu pada kelompok yang terdiri dari dua orang (dyad), dimana satu pihak melakukan self disclosure, pihak lain dapat mendengarkan dengan cermat. Ada tidaknya dukungan menjadi salah satu penyebab dilanjutkan atau tidak dilanjutkannya self disclosure. Apabila pendengar lebih dari satu situasinya sedikit sulit karena akan ada perbedaan persepsi, pendapat, dan tanggapan dari masing-masing pihak yang merespon pihak yang melakukan self disclosure.

b. Perasaan Menyukai

Individu akan lebih self disclosure kepada orang yang disukai daripada orang yang tidak disukai, karena orang yang disukai akan memberikan dukungan positif terhadap self disclosure individu. Jika terjadi hubungan timbal balik, artinya orang yang disukai juga menyukai individu sehingga keduanya saling menyukai dan merasa nyaman maka self disclosure akan berlanjut, sebab individu banyak melakukan self disclosure kepada orang yang dipercaya.

c. Efek Diadik

Individu melakukan self disclosure pada orang yang juga melakukan self disclosure. Efek diadik atau bersifat timbal balik ini yang membuat individu merasa nyaman untuk melakukan self disclosure, mendorong berkomunikasi atau berinteraksi, memberikan tanggapan, sehingga membuat hubungan semakin intim.


(32)

d. Kompetensi

Individu yang kompeten lebih banyak melakukan self disclosure daripada individu yang kurang kompeten. Individu yang kompeten memilki rasa percaya diri untuk melakukan self disclosure dan memiliki lebih banyak hal positif untuk diberikan kepada orang lain daripada individu yang kurang kompeten.

e. Kepribadian

Individu yang pandai bergaul (sociable) dan ekstrovert lebih banyak melakukan self disclosure dibandingkan individu yang sulit bergaul dan introvert. Ketika perasaan gelisah meningkat, adakalanya memperbanyak self disclosure, kadangkala membuat self disclosure menjadi sedikit. Individu yang kurang berani berbicara di depan orang banyak, umumnya kurang melakukan self disclosure, sedangkan individu yang berani bicara di depan banyak orang biasanya lebih banyak melakukan self disclosure.

f. Topik Bahasan

Awal suatu hubungan individu dengan orang lain akan membahas topik yang bersifat umum. Semakin dekat suatu hubungan, topik pembicaraan menjadi lebih mendalam. Individu lebih cenderung self disclosure pada topik tertentu daripada topik yang lain, misalnya individu lebih terbuka ketika membahas pendidikan dan impiannya, cenderung tertutup ketika membahas kehidupan pribadi dan keluarganya. Topik bahasan positif lebih cepat mendapatkan respon


(33)

daripada pembahasan negatif. Pada umumnya, topik bahasan pribadi dan negatif lebih sedikit dan sulit diungkapkan daripada topik positif.

g. Jenis Kelamin

Faktor terpenting self disclosure adalah jenis kelamin. Jenis kelamin di sini bukan secara biologis, akan tetapi peran jenis kelamin yang menyebabkan perbedaan self disclosure antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki kurang self disclosure dibandingkan dengan perempuan. Contohnya laki-laki maskulin kurang self disclosure, sedangkan laki-laki feminin lebih self disclosure. Perempuan feminin lebih self disclosure dari perempuan maskulin yang cenderung menutup diri. Laki-laki dan perempuan memiliki alasan berbeda untuk menghindari self disclosure.

Jadi dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi self disclosure ada 7 yaitu besarnya ukuran kelompok, perasaan menyukai, efek diadik, kompetensi, kepribadian, topik bahasan, dan jenis kelamin.

4. Karakteristik Self Disclosure

Menurut Johnson (1997 dalam Leoni Fitriani Ndoen, 2012: 7) self disclosure yang efektif memiliki karakteristik, seperti:

a. Merespon Perasaan

Respon yang diberikan orang lain lebih merujuk pada perasaan daripada fakta-fakta. Orang lain lebih merespon pada perasaan individu daripada fakta atau peristiwa yang terjadi kepada individu. Individu yang bersedia melakukan self disclosure berarti individu


(34)

bersedia berbagi perasaan dengan orang lain tentang apa yang dirasakan individu saat ini.

b. Dimensi Self Disclosure

Dua dimensi yang dimiliki self disclosure yaitu keluasan dan kedalaman. Keluasan berarti individu memiliki banyak topik untuk dibahas dengan orang lain, sehingga banyak informasi yang didapatkan. Kedalaman artinya informasi yang diberikan berkaitan dengan hal pribadi individu. Individu yang self disclosure, dikenal orang lain karena memiliki banyak topik bahasan ke arah pribadi.

c. Kekinian

Self disclosure fokus pada masa kini bukan masa lalu. Self disclosure bukan berarti mengungkapkan masa lalu secara mendalam mengenai masa lalu individu. Orang lain mengenal individu bukan dari sejarah masa lalu akan tetapi mengenalnya pada masa kini, memahami bagaimana individu bersikap.

d. Timbal Balik

Tahap awal self disclosure perlu adanya timbal balik antara individu dengan orang lain. Banyaknya self disclosure yang dilakukan individu akan mempengaruhi banyaknya self disclosure yang dilakukan orang lain. Orang lain akan melakukan self disclosure apabila individu melakukan self disclosure.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan karakteristik self disclosure ada 4 yaitu respon perasaan (lebih merujuk pada perasaan


(35)

daripada fakta-fakta), dimensi self disclosure (banyak topik pembahasan yang mengarah pada hal pribadi), kekinian (membahas hal masa kini bukan masa lalu), dan timbal balik (orang lain melakukan self disclosure apabila individu melakukan self disclosure).

5. Manfaat Self Disclosure

Manfaat melakukan self disclosure menurut DeVito (2015: 56-58) ada 4, yaitu:

a. Pengetahuan Diri

Pengetahuan diri yang diperoleh individu ketika melakukan self disclosure meliputi mendapatkan perspektif baru tentang diri sendiri, pemahaman yang lebih mendalam mengenai diri sendiri, dan menyadari adanya aspek perilaku atau hubungan yang selama ini tidak diketahui dari diri sendiri. Self disclosure yang dilakukan individu dengan orang lain dapat membuat individu melihat lebih mendalam pada diri sendiri, karena individu membutuhkan fasilitas untuk melakukan self disclosure yang memadai.

b. Kemampuan Mengatasi Kesulitan

Masalah atau kesulitan yang dihadapi sering kali membuat individu tidak bersedia self disclosure. Individu yang dapat self disclosure akan lebih mampu mengatasi masalah atau kesulitan yang dihadapi, karena individu menerima dukungan dari orang lain, lebih menerima diri sendiri, dan mengembangkan konsep diri yang positif.


(36)

c. Peningkatan Komunikasi

Self disclosure dapat memperbaiki komunikasi antara individu dengan orang lain, karena self disclosure merupakan kondisi yang penting untuk memahami orang lain. Individu memahami pesan dari orang lain, sebagaimana orang tersebut berusaha menyampaikan pesannya. Individu memahami bahasa dan perilaku orang lain apabila sudah mengenal dengan baik, sehingga individu mengenal orang lain sebagai pribadi yang utuh.

d. Hubungan Lebih Bermakna

Alasan utama pentingnya self disclosure ialah perlu untuk membina hubungan yang bermakna di antara dua orang, tanpa self disclosure hubungan yang mendalam dan bermakna tidak akan terjadi. Self disclosure memfasilitasi individu untuk memberitahu orang lain bahwa individu mempercayai, menghargai, dan cukup peduli terhadap hubungan mereka. Hal ini merupakan awal suatu hubungan yang bermakna, jujur, dan terbuka, bukan sekedar hubungan seadanya.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan manfaat self disclosure ada 4 yaitu pengetahuan diri, kemampuan mengatasi kesulitan, peningkatan komunikasi, dan hubungan lebih bermakna.

6. Fungsi Self Disclosure

Derlega & Grzelak (1979 dalam Sears, Freedman, & Peplau, 1985: 254) mengungkapkan 5 fungsi self disclosure, meliputi:


(37)

a. Ekspresi (Expression)

Ekspresi merupakan cerminan dari apa yang dirasakan dan di pikirkan individu. Individu bebas mengekspresikan perasaan dan pikirannya dengan berbagai cara, baik verbal maupun nonverbal. Salah satu cara mengeskpresikan pikiran dan perasaan yaitu dengan self disclosure kepada orang lain.

b. Penjernihan Diri (Self Clarification)

Self disclosure yang dilakukan individu untuk memperoleh penjernihan diri (self clarification) dari orang lain. Mengungkapkan perasaan dan menceritakan masalah kepada orang lain, membuat individu berharap memperoleh pengertian dan pemahaman dari orang lain sehingga merasa lebih tenang dan pikiran menjadi lebih jernih.

c. Keabsahan Sosial (Social Validation)

Individu melakukan self disclosure untuk memperoleh tanggapan dari orang lain, agar orang lain memberikan pendapat terhadap pikiran dan perasaan individu. Pendapat tersebut dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi individu tentang kebenaran dari pikiran dan perasaan yang diyakini individu.

d. Kontrol Sosial (Social Control)

Kontrol sosial dapat dilakukan juga dengan self disclosure. Individu mampu menyeleksi self disclosure yang perlu dan tidak perlu untuk disampaikan dalam lingkungan sosial. Melakukan self disclosure terhadap hal positif dan menghindari hal negatif.


(38)

e. Perkembangan Hubungan (Relationship Development)

Hubungan dapat berkembang apabila individu dan orang lain saling melakukan self disclosure, berbagi pikiran dan perasaan. Semakin banyak melakukan self disclosure informasi yang diperoleh individu tentang orang lain maupun orang lain tentang individu, semakin baik perkembangan hubungan individu.

Dengan demikian fungsi dari self disclosure meliputi ekspresi (expression), penjernihan diri (self clarification), keabsahan sosial (social validation), kontrol sosial (social control) dan perkembangan hubungan (relationship development).

B. Intimasi Pertemanan

1. Pengertian Intimasi Pertemanan

Sharabany (dalam Allgood, 2008: 12) menyatakan bahwa intimasi pertemanan adalah hubungan pertemanan yang baik dalam kehidupan individu, dengan frekuensi hubungan lebih, dibandingkan teman lain yang menunjukkan kualitas persahabatan, dapat dilihat dari kejujuran, pengertian, kasih sayang, ekslusivitas, kepercayaan, dan kesetiaan.

Sejalan dengan Sharabany, Hoopes (1987: 82) berpendapat bahwa intimasi pertemanan yaitu hubungan yang memberikan setiap individu kebebasan melintasi batas normal, memasuki ruang dimana individu lebih bernilai dan lebih pribadi, termasuk aksesbilitas, kepercayaan, menyatakan emosi, dukungan psikologis, kehangatan, kebahagiaan, berbagi luka, dan menjaga ketentraman hati.


(39)

Reis & Shaver (1988) mendefinisikan intimasi pertemanan sebagai proses interpersonal dalam interaksi dua individu, berbagi pengalaman dan mengeskpresikan perasaan, komunikasi verbal dan nonverbal, motivasi kepuasan sosial, memperbesar atau mengurangi ketakutan sosial, bicara dan belajar tentang diri individu, serta keunikan karakteristik individu (dalam Collins & Sroufe, 1999: 2).

Dengan demikian dapat disimpulkan pengertian intimasi pertemanan merupakan hubungan pertemanan yang baik dalam kehidupan individu dengan frekuensi hubungan lebih dibandingkan teman lain yang menunjukkan kualitas persahabatan, berbagi pengalaman, mengeskpresikan perasaan, keunikan karakteristik individu, memberikan setiap individu kebebasan melintasi batas normal, serta memasuki ruang dimana individu lebih bernilai dan lebih pribadi.

2. Aspek Intimasi Pertemanan

Intimasi pertemanan memiliki 5 aspek (Grime, 2005: 16-17), meliputi:

a. Eksklusivitas

Eksklusivitas merefleksikan keunikan teman dan pentingnya interaksi berdua dengan teman. Individu menghargai dan menerima keunikan yang dimiliki teman, menganggap keunikan teman sebagai hal yang menarik. Daya tarik ini yang membuat individu ingin mengenal lebih mendalam tentang teman dengan meningkatkan interaksi diadik


(40)

(dyadic) dengan teman. Tingginya interaksi diadik dengan teman akan membawa individu dalam hubungan yang lebih intim dan ekslusif.

b. Kejujuran Dan Spontanitas

Kejujuran dan spontanitas merupakan dasar sebuah hubungan. Hubungan interpersonal yang dilandasi kejujuran dan spontanitas antara individu dengan orang lain, umumnya di masa yang akan datang memiliki hubungan yang lebih intim. Individu yang jujur dan spontan biasanya lebih disukai orang lain. Kejujuran dan spontanitas dapat memprediksi tingkat keintiman dalam pertemanan.

c. Kasih Sayang

Kasih sayang memprediksi keterikatan perasaan individu dengan satu teman terbaik. Tanpa kasih sayang hubungan tidak seindah yang diharapkan. Individu yang memiliki kasih sayang mempunyai hubungan interpersonal yang hangat. Baik laki-laki maupun perempuan biasanya lebih mengasihi dan menyayangi teman intim mereka daripada teman biasa.

d. Kepercayaan dan Kesetiaan

Kepercayaan berperan penting dari sebuah hubungan yang akan menghasilkan kesetiaan. Kesetiaan merupakan proses panjang dari kepercayaan. Rasa percaya berawal dari menghargai dan mendukung apa yang orang lain lakukan. Saling percaya akan memperkuat suatu hubungan. Individu yang mempercayai orang lain akan menceritakan berbagai hal pribadi tentang dirinya kepada orang lain. Seberapa banyak


(41)

hal yang diungkapkan individu kepada orang lain menunjukkan tingkat kepercayaan individu kepada orang lain.

e. Sensitivitas dan Pengertian

Sensitivitas individu dapat dilihat dari tingginya rasa empati dan pengertian kepada orang lain. Individu yang lebih mudah merasakan empati dan mengerti orang lain lebih dihargai keberadaannya. Empati yaitu ikut merasakan apa yang orang lain rasakan, dan mengerti bagaimana keadaaan orang lain. Mencoba memposisikan diri apabila berada dalam posisi orang lain.

Berdasarkan uraian di atas aspek intimasi pertemanan dapat disimpulkan berupa eksklusivitas, kejujuran dan spontanitas, kasih sayang, kepercayaan dan kesetiaan, sensitivitas dan pengertian.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intimasi Pertemanan

Faktor yang mempengaruhi intimasi pertemanan menuru Collins & Sroufe (1999: 3) adalah:

a. Berorientasi Kedekatan

Intimasi pertemanan harus berorientasi ke arah kedekatan antara individu dengan orang lain untuk menilai dan melihat bagaimana keaktifan keintimasi individu terhadap orang lain sebagai proses kreatif. Apabila menginginkan keintiman yang mendalam maka individu harus aktif dan kreatif dalam menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain.


(42)

b. Toleransi

Toleransi merupakan kemampuan individu untuk memahami orang lain seutuhnya, dengan segala hal yang berhubungan dengan orang tersebut. Perkembangan hubungan interpersonal membutuhkan toleransi di antara kedua belah pihak, khususnya intimasi pertemanan. Individu harus bersedia memberikan toleransi, selalu mendampingi, dan menjaga intensitas emosi dengan orang lain, sebagaimana orang lain memperlakukan individu.

c. Kemampuan

Kemampuan yang harus dimiliki individu antara lain, individu harus mampu self disclosure terlebih dahulu pada orang lain, supaya orang lain juga self disclosure kepada individu sehingga ada hubungan timbal balik antara individu dengan orang lain. Individu juga harus peka terhadap perasaan orang lain, berusaha mengetahui apa yang orang lain rasakan dan fokus terhadap kesejahteraan orang lain, membantu orang lain mensejahterakan hidupnya.

Jadi dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi intimasi pertemanan meliputi berorientasi kedekatan, toleransi, dan kemampuan.

4. Karakteristik Intimasi Pertemanan

Dahm (dalam Hoopes, 1987: 84-85) merumuskan empat karakteristik intimasi pertemanan, ialah:


(43)

a. Saling Akses

Individu dan teman intim dapat saling mengakses tentang hal pribadi masing-masing. Mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Pembahasan hak dan kewajiban individu seperti membahas perilaku baru yang disepakati bersama, menghargai batas yang dibuat individu untuk orang lain, keaslian, dan kejujuran dalam intimasi pertemanan.

b. Penerimaan

Menerima artinya menghargai setiap individu sebagai diri sendiri, tidak bermain peran, tulus tanpa syarat satu sama lain, menawarkan kehangatan dan menggetahui kesukaan individu. Hal tersebut menunjukkan teman intim menerima individu apa adanya, dengan segala yang dimiliki individu seutuhnya, tanpa meminta individu menjadi apa yang teman intim inginkan.

c. Tidak Posesif

Individu dan teman intim memberikan kebebasan pada masing-masing pihak untuk bergaul maupun melakukan hal lain yang tidak harus selalu dilakukan bersama. Tidak mempermasalahkan jika individu atau teman intim bermain, pergi, dan melakukan sesuatu dengan orang lain, sebab baik individu maupun teman intim mempunyai hak dan kewajiban.

d. Proses

Intimasi merupakan suatu proses dinamis, saling berbagi informasi yang berbeda sesuai situasi dan kondisi individu. Jika


(44)

individu dan teman intim ingin mempertahankan keintiman, mereka seharusnya bersedia menyempatkan waktu dan energi untuk menjaga intimasi pertemanan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik intimasi pertemanan meliputi saling akses, penerimaan, tidak posesif, dan proses.

5. Manfaat Intimasi Pertemanan

Manfaat intimasi pertemanan dari Bleske & Buss (2000: 147), yaitu:

a. Menghargai Pertemanan

Menghargai pertemanan artinya individu dan teman intim saling menjaga intimasi pertemanan, menjaga rahasia masing-masing, dan intens melakukan komunikasi. Tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak intimasi pertemanan, seperti melakukan sesuatu yang tidak disukai teman, egois, asyik dengan kegiatan diri sendiri, dan lost contact.

b. Bersedia Berbicara Terbuka dengan Teman

Teman intim bagi individu adalah orang yang bersedia mendengarkan individu berbicara terbuka tentang hal pribadinya. Berbicara terbuka bagi beberapa individu bukanlah hal yang mudah. Individu harus mengumpulkan keberanian, mencoba percaya, merangkai kata menjadi suatu kalimat yang akan diceritakan secara terbuka pada orang lain.


(45)

c. Dukungan terhadap Self Esteem

Self esteem memberikan dukungan dalam intimasi pertemanan individu. Individu yang memiliki banyak teman mempunyai self esteem yang tinggi, memiliki pengendalian diri yang baik, tidak mudah tersinggung dengan perkataan orang lain, dan menghargai orang lain.

d. Mendapatkan Informasi Lawan Jenis

Individu mendapatkan informasi tentang lawan jenis dari teman intim baik laki-laki maupun perempuan. Informasi yang dapat diperoleh dari teman intim lawan jenis seperti bagaimana lawan jenis jatuh cinta, mengungkapkan emosi, dan berbagi pengalaman. Teman lawan jenis memberikan informasi lebih banyak dan akurat daripada teman sejenis.

e. Persahabatan

Persahabatan berawal dari intimasi pertemanan. Intimasi pertemanan yang terus berkembang akan menjadi hubungan persahabatan. Sahabat adalah orang yang selalu ada, baik disaat individu membutuhkan maupun tidak, individu tahu kepada siapa harus meminta tolong, membuat kehidupan individu lebih bahagia dan bermakna.

Jadi dapat disimpulkan manfaat intimasi pertemanan antara lain menghargai pertemanan, bersedia berbicara terbuka dengan teman, dukungan self esteem, mendapatkan informasi lawan jenis, dan persahabatan.


(46)

6. Hambatan dalam Intimasi Pertemanan

Weeks & Treat (2001, dalam Fife & Weeks, 2010: 6-8) mendeskripsikan 7 hambatan dalam intimasi pertemanan, sebagai berikut:

a. Ketergantungan

Individu yang memiliki teman intim memiliki kekhawatiran jika dirinya terlalu bergantung kepada teman intimnya, karena baik ketika membutuhkan maupun tidak mereka selalu bersama. Bagaikan tidak dapat dipisahkan individu dan teman intim selalu bersama, apabila terpisah akan muncul perasaan kehilangan satu sama lain.

b. Perasaan Takut

Memiliki teman intim terkadang membuat individu kurang bebas mengekspresikan perasaan. Individu merasa takut mengungkapkan perasaan karena tidak mau menyakiti perasaan teman intimnya. Sebenarnya, intimasi pertemanan melibatkan berbagi perasaan antara individu dengan teman intim yang sering menimbulkan konflik.

c. Marah

Marah merupakan salah satu bentuk emosi. Kemarahan dapat muncul dalam hubungan apapun, termasuk intimasi pertemanan. Ada beberapa individu menderita karena menahan amarah pada teman intimnya. Individu menahan amarah karena tidak ingin marah kepada teman intim dan tidak ingin membuat teman intim marah.


(47)

d. Mengontrol

Mengontrol dalam hubungan interpersonal bisa saja terjadi. Individu merasa khawatir apabila dalam intimasi pertemanannya dapat mengakibatkan individu mengontrol teman intimnya. Jika hal itu terjadi maka individu perlahan mengurangi keintimannya dengan teman intimnya, yang membuat individu membatasi diri untuk intim dengan teman intimnya.

e. Tertutup

Apabila teman intim melakukan penolakan terhadap self disclosure individu, maka individu cenderung lebih terutup. Selanjutnya, individu akan merasa takut untuk self disclosure. Individu berpikir jika teman intimnya mengetahui siapa sebenarnya individu, bisa jadi teman intimnya semakin menolak self disclosure individu.

f. Ketersinggungan Emosi

Ketersinggungan emosi individu yang pernah terluka, lebih tinggi daripada umumnya. Individu yang pernah terluka pada masa lalu, pada masa sekarang lebih mudah tersinggung dan membatasi diri, sehingga menghalangi perkembangan intimasi pertemanan, karena individu tidak mau terluka lagi seperti dulu.

g. Ditinggalkan atau Penolakan

Semakin besar investasi emosional dalam intimasi pertemanan, akan memberikan pengalaman terluka yang dalam ketika hubungan berakhir. Luka masa lalu, penolakan atau ditinggalkan membuat


(48)

individu menjadi lebih sensitif dalam menjalin intimasi pertemanan. Individu bahkan menghindari semua intimasi pertemanan atau menjaga jarak untuk melindungi diri sendiri dan menghindari terluka lebih dalam.

Berdasarkan uraian di atas hambatan intimasi pertemanan ialah ketergantungan, perasaan takut, marah, lepas mengontrol, tertutup, ketersinggungan emosi, dan ditinggalkan atau penolakan.

C. Kajian tentang Dewasa Awal

1. Pengertian Dewasa

Dewasa menurut Hurlock (1980: 246) ialah individu yang telah menyelesaikan masa pertumbuhan dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.

Sependapat dengan Hurlock, Yudrik Jahja (2011: 247) menyatakan bahwa dewasa adalah individu yang bukan lagi anak-anak dan telah menjadi laki-laki atau perempuan seutuhnya.

Santrock (2010: 17) mengungkapkan bahwa masa dewasa awal merupakan masa dimana individu siap untuk membangun kemandirian pribadi dan ekonomi, serta lebih intensif dalam mengembangkan karir.

Berdasarkan uraian di atas pengertian dewasa dapat disimpulkan sebagai individu yang bukan lagi anak-anak, telah menjadi laki-laki atau perempuan seutuhnya, telah selesai menyelesaikan masa pertumbuhan, dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya untuk membangun kemandirian pribadi dan ekonomi, serta


(49)

lebih intensif dalam mengembangkan karir. Berdasarkan kesimpulan tersebut individu yang sudah dewasa mampu membangun hubungan yang baik dengan diri sendiri dan orang lain. Perkembangan individu yang baik biasanya tampak dalam hubungan interpersonalnya, baik laki-laki ataupun perempuan yang sudah dewasa berupaya untuk menjalin keintiman dengan teman sejenis maupun lawan jenis agar dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat dalam kehidupan sosialnya.

2. Rentang Usia Dewasa Awal

Masa dewasa lebih panjang daripada masa-masa sebelumnya, waktu yang paling lama dalam rentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, masa dewasa dibagi menjadi tiga rentang usia yaitu masa dewasa awal, dewasa madya, dan dewasa akhir. Subbab ini hanya akan membahas lebih lanjut tentang rentang usia dewasa awal.

Santrock (2010: 17) berpendapat bahwa masa dewasa awal biasanya dimulai pada akhir usia belasan atau awal dua puluhan dan berakhir pada usia tiga puluhan.

Yudrik Jahja (2011: 247) mengungkapkan bahwa kisaran usia masa dewasa awal antara 21 tahun hingga 40 tahun, ditandai dengan selesainya pertumbuhan pubertas dan organ kelamin anak telah berkembang serta mampu berproduksi.

Sedangkan Hurlock (1980: 246) menyatakan bahwa masa dewasa awal dimulai pada usia 18 tahun sampai kira-kira 40 tahun, saat


(50)

perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.

Uraian di atas menjelaskan bahwa rentang usia dewasa awal biasanya dimulai pada akhir usia belasan dan berakhir pada usia 40 tahun. Pada rentang usia tersebut, umumnya individu lebih dekat dengan teman seusianya daripada dengan keluarganya. Kedekatan ini akan membawa individu dalam hubungan yang lebih intim dengan teman seusianya.

3. Ciri-ciri Dewasa Awal

Menurut Yudrik Jahja (2011: 248-251) individu yang memasuki masa dewasa awal memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Masa Pengaturan (Settle Down)

Pada masa ini, individu akan “mencoba” berbagai hal sebelum menentukan mana yang sesuai, cocok, dan memberi kepuasan permanen. Ketika individu telah menemukan pola hidup yang diyakini dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, individu akan mengembangkan pola-pola perilaku, sikap, dan nilai-nilai yang cenderung akan menjadi kekhasannya selama sisa hidupnya.

b. Masa Usia Produktif

Masa dewasa awal merupakan masa-masa yang cocok untuk menentukan pasangan hidup, menikah, dan bereproduksi. Pada masa ini, organ reproduksi sangat produktif dalam menghasilkan keturunan.


(51)

c. Masa Bermasalah

Masa yang sulit dan bermasalah dikarenakan individu harus mengadakan penyesuaian dengan peran baru. Peran baru individu bisa dua/lebih yang harus dilaksanakan dalam waktu bersamaan. Kurang siap, tidak dapat menyesuaikan diri dengan peran baru, membuat individu kaget dengan keadaan yang dihadapinya, dan tidak memperoleh bantuan dari orang tua atau siapa pun dalam menyelesaikan masalah yang mengantarkan individu, merasakan masa ini sebagai masa sulit dan bermasalah.

d. Masa Ketegangan Emosional

Ketika individu berusia 20-an (sebelum 30-an), kondisi emosionalnya tidak terkendali, dalam arti masih meledak-ledak, belum sepenuhnya mampu mengendalikan emosi diri sendiri. Cenderung labil, resah, dan mudah memberontak. Emosi individu juga sangat bergejolak dan mudah tegang. Individu juga khawatir dengan status dalam pekerjaan yang belum tinggi dan posisinya yang baru sebagai orang tua.

e. Masa Keterasingan Sosial

Individu mengalami “krisis sosial”, terisolasi atau keterasingan

dari kelompok sosial. Kegiatan sosial dibatasi karena berbagai tekanan pekerjaan dan keluarga. Hubungan dengan teman-teman sebaya juga menjadi renggang. Keterasingan diintensifkan dengan adanya semangat bersaing dan hasrat untuk maju dalam berkarir.


(52)

f. Masa Komitmen

Setiap individu mulai sadar akan pentingnya sebuah komitmen, membentuk pola hidup, dan tanggung jawab. Individu menemukan seseorang untuk berkomitmen, membentuk pola kehidupan baru, dan bertanggung jawab bersama dalam menjalani kehidupan sesuai kesepakatan yang telah disetujui bersama.

g. Masa Ketergantungan

Permulaan dewasa awal sampai akhir usia 20-an, individu masih punya ketergantungan pada orang tua atau organisasi atau instansi yang mengikatnya. Individu belum bisa mandiri sepenuhnya, masih membutuhkan banyak bantuan orang lain yang selama ini mendukung kehidupan individu.

h. Masa Perubahan Nilai

Individu merubah nilai hidupnya pada masa dewasa awal karena pengalaman dan hubungan sosialnya semakin meluas. Nilai-nilai yang berubah dapat meningkatkan kesadaran positif. Individu merubah nilai-nilainya dalam kehidupan karena agar dapat diterima oleh kelompoknya yaitu dengan cara mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati.

i. Masa Penyesuaian Diri dengan Hidup Baru

Saat individu telah mencapai masa dewasa berarti harus lebih bertanggung jawab karena pada masa ini individu sudah mempunyai peran ganda (peran sebagai orang tua dan pekerjaan). Menyesuaikan


(53)

diri menjadi suami/istri, orang tua, dan juga bekerja untuk memenuhi kebutuhan dalam keluarga yang baru dibentuk.

j. Masa Kreatif

Individu bebas untuk berbuat apa yang diinginkan. Namun kreativitas tergantung pada minat, potensi dan kesempatan. Kreativitas yang dimiliki mengarahkan individu untuk mengembangkan kemampuan individu seoptimal mungkin sesuai bakat, minat, potensi, dan kesempatan.

Jadi dapat disimpulkan ciri-ciri dewasa awal meliputi masa pengaturan (settle down), usia produktif, bermasalah, ketegangan emosional, keterasingan sosial, komitmen, ketergantungan, perubahan nilai, penyesuaian diri dengan hidup baru, dan kreatif. Baik laki-laki maupun perempuan tidak memiliki perbedaan signifikan dalam ciri-ciri dewasa awal. Ciri-ciri dewasa awal yang meliputi komitmen, perubahan nilai, penyesuaian diri dengan hidup baru, dan kreatif menunjukkan bahwa individu sudah siap menjalin intimasi pertemanan dengan teman sejenis pada umumnya, dan teman lawan jenis pada khususnya. Kesiapan menjalin intimasi pertemanan dapat dilihat dari kemampuan individu berkomitmen dengan orang lain. Komitmen akan membawa individu pada perubahan nilai pribadi yang membutuhkan penyesuaian diri dengan hidup baru. Masa penyesuaian diri harus dijalani dengan penuh kreativitas agar intimasi pertemanan optimal pada masa dewasa awal.


(54)

4. Tugas Perkembangan Dewasa Awal

Rita Eka Izzaty, dkk. (2008: 158) memberikan pendapat tentang arti tugas-tugas perkembangan bagi individu dewasa awal yaitu mengandung harapan atau tuntutan sosiokultur yang hidup pada lingkungan sekitar terhadap tingkat perkembangan yang telah dicapai. Hal ini ditunjukkan dengan pola-pola tingkah laku wajar seperti yang berlaku pada kebudayaan sekitarnya.

Adapun tugas-tugas perkembangan orang dewasa yang merupakan perwujudan harapan-harapan atau tuntutan-tuntutan sosiokultur, adalah:

a. Memilih Pasangan Hidup

Individu mencari dan menemukan seseorang yang sesuai dengan dirinya untuk dijadikan pasangan hidup. Seseorang yang bisa menerima individu apa adanya, mempunyai visi dan misi yang sama, kemudian membangun komitmen bersama sehingga satu tujuan dalam mengarungi bahtera rumah tangga sampai akhir kehidupan mereka.

b. Mulai Bekerja atau Membangun Karir

Umumnya individu bekerja setelah menyelesaikan masa belajarnya. Memilih pekerjaan yang sesuai dengan dirinya. Individu bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya agar tidak bergantung lagi kepada orang yang selama ini mendukung kehidupannya. Bekerja dengan senang hati akan membawa dampak positif.


(55)

c. Mulai Bertanggung Jawab sebagai Warga Negara

Individiu yang berusia 17 tahun lebih diwajibkan memiliki kartu tanda penduduk (KTP) yang merupakan identitas resmi sebagai warga negara, agar hak dan kewajibannya diakui di mata hukum. Tanggung jawab sebagai warga negara seperti membayar pajak, mengikuti pemilu, dan menaati rambu-rambu lalu lintas.

d. Bergabung dengan Suatu Aktivitas atau Perkumpulan Sosial

Manusia selain menjadi makhluk individu juga merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Individu biasanya membuat aktivitas atau perkumpulan sosial untuk sekedar menyalurkan hobi, menggalang dana, menjadi sukarelawan, arisan, dan membentuk komunitas tertentu.

Dengan demikian tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal adalah memilih pasangan hidup, mulai bekerja atau membangun karir, mulai bertanggung jawab sebagai warga negara dan bergabung dengan suatu aktivitas atau perkumpulan sosial. Tugas-tugas perkembangan dewasa awal dapat terpenuhi apabila individu mampu menjalin intimasi pertemanan dengan teman sejenis maupun teman lawan jenis, karena dalam kehidupan sosial individu selalu berkaitan dengan orang lain.

D. Keterkaitan antara Self Disclosure dan Intimasi Pertemanan dengan

Bimbingan dan Konseling

Keterkaitan antara self disclosure dengan bimbingan dan konseling yaitu self disclosure merupakan bidang bimbingan dan konseling pribadi.


(56)

Bidang bimbingan dan konseling pribadi, menurut Permendikbud No. 111 Tahun 2014 halaman 13, tentang BK di Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, merupakan suatu proses untuk memahami, menerima, mengarahkan, mengambil keputusan, dan merealisasikan keputusannya secara bertanggung jawab tentang perkembangan aspek pribadi individu, sehingga individu dapat mencapai perkembangan diri secara optimal, mencapai kebahagiaan, dan kesejahteraan hidupnya. Manfaat bidang bimbingan dan konseling pribadi, dalam hal ini self disclosure (DeVito, 2015: 65-67) yaitu pengetahuan diri, kemampuan mengatasi masalah, peningkatan komunikasi, dan hubungan lebih bermakna.

Intimasi pertemanan memiliki keterkaitan dengan bimbingan dan konseling dalam bidang bimbingan dan konseling sosial. Bimbingan dan konseling sosial, menurut Permendikbud No. 111 Tahun 2014 halaman 14, tentang BK di Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, adalah suatu proses untuk memahami lingkungannya, dapat melakukan interaksi sosial secara positif, terampil berinteraksi sosial, maupun, mengatasi masalah-masalah sosial yang dialami, mampu menyesuaikan diri, memiliki keserasian hubungan dengan lingkungan sosialnya sehingga mencapai kebahagiaan dan kebermaknaan dalam kehidupannya. Manfaat bidang bimbingan dan konseling sosial, dalam hal ini intimasi pertemanan (Bleske & Buss, 2000: 147), ialah menghargai pertemanan, bersedia berbicara terbuka dengan teman, dukungan terhadap self esteem, mendapatkan informasi lawan jenis, dan persahabatan.


(57)

Dengan demikian dapat disimpulkan keterkaitan antara self disclosure dan intimasi pertemanan dengan bimbingan dan konseling yaitu self disclosure merupakan bidang bimbingan dan konseling pribadi, dan intimasi pertemanan merupakan bidang bimbingan dan konseling sosial.

E. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian ini relevan dengan hasil penelitian sebelumnya, antara lain:

1. Self Disclosure in Intimate Relationship: Associations with Individual

and Relationship Characteristics Over Time oleh Sprecher & Hendrick, 2004. Berdasarkan penelitian ini baik laki-laki maupun perempuan mengindikasikan kemiripan tingginya tingkat self disclosure. Hasil uji hipotesis mengungkapkan adanya hubungan positif antara self disclosure dengan harga diri dari karakteristik individu, penghargaan hubungan yaitu percaya sebagai teman intim, dan kemampuan menanggapi.

2. Intimacy in Adolescent Friendship: The Roles of Attachment,

Coherence, and Self Disclosure oleh Bauminger, Finzi-Dottan, Chason, & Har-Even, 2008. Pada penelitian ini kasih sayang, koherensi, dan self disclosure sangat memprediksi intimasi. Self disclosure dan koherensi juga berinteraksi untuk memberikan pengaruh pada intimasi dimana tendensi ke arah self disclosure berkontribusi untuk intimasi pada tingkat yang lebih tinggi daripada koherensi. Structural Equation Modeling mengindikasikan bahwa hanya self disclosure dan koherensi yang memiliki efek langsung pada intimasi.


(58)

3. Intimacy as an Interpersonal Process: The Importance of Self

Disclosure, Partner Disclosure, and Perceived Partner Responsiveness in Interpersonal Exchanges oleh Laurenceau, Barrett, & Pietromonaco, 1998. Penelitian tersebut sangat mendukung konsep intimasi sebagai kombinasi dari self disclosure dan hubungan kedekatan pada tingkat interaksi individu dengan tanggapan teman sebagai bagian mediator dalam proses intimasi. Self disclosure dari emosi muncul sebagai prediktor yang lebih penting dalam intimasi daripada self disclosure dari fakta dan informasi.

Kesimpulan dari 3 hasil penelitian di atas menyatakan bahwa self disclosure dan intimasi pertemanan memiliki hubungan positif, karena self disclosure individu memberikan efek langsung dan memiliki tingkat lebih tinggi dari faktor lain yang mempengaruhi proses intimasi pertemanan.

F. Kerangka Berpikir

Mahasiswa adalah individu yang sedang memasuki masa dewasa awal. Setiap masa hidup individu memiliki tugas perkembangan tersendiri, demikian juga ketika individu memasuki masa dewasa awal. Individu memiliki tugas perkembangan tersendiri yang harus diselesaikan. Salah satu tugas perkembangan yang harus individu selesaikan pada masa dewasa awal adalah bergabung dengan aktivitas atau perkumpulan sosial. Pertemuan dalam aktivitas atau perkumpulan sosial biasanya melibatkan banyak orang dengan kepribadian dan karakteristik yang berbeda. Individu yang baru saja menjalani peran baru sebagai dewasa awal bisa saja mengalami kesulitan


(59)

dalam bergaul dengan aktivitas atau perkumpulan sosial yang melibatkan orang dewasa lainnya. Kesulitan dalam bergaul dengan orang dewasa lainnya dapat mengganggu tercapainya tugas perkembangan. Oleh karena itu, dibutuhkan kesukarelaan individu untuk melakukan self disclosure.

Pada kenyataannya masih ada individu yang tidak bersedia untuk melakukan self disclosure. Penyebab individu tidak bersedia melakukan self disclosure meliputi kurang percaya kepada orang lain, membatasi pembicaraan, trauma masa lalu, menghindari pembicaraan yang mendalam, dan memberi jarak dalam hubungan interpersonal. Padahal sebenarnya, self disclosure membantu individu membangun hubungan interpersonal yang baik dengan kenalan baru. Hubungan interpersonal yang baik dapat dilihat dari kepandaian individu melakukan self disclosure. Kepandaian individu yang berhasil dalam hubungan interpersonal dapat tampak dalam kehidupan sosial individu. Individu dikatakan berhasil dalam kehidupan sosialnya apabila memiliki minimal 1 teman intim.

Self disclosure ialah salah satu faktor yang paling mempengaruhi terjadinya intimasi pertemanan. Semakin individu intens, banyak dan dalam melakukan self disclosure maka kesempatan terjadinya intimasi pertemanan lebih terbuka. Kedalaman self disclosure akan membawa individu pada hubungan lebih bermakna. Hubungan lebih bermakna merupakan salah satu manfaat self disclosure yang disampaikan DeVito (2015: 58). Ketika individu merasa mempunyai hubungan lebih bermakna, berarti individu merasa memiliki keintiman dengan teman. Selain itu menurut Derlega & Grzelak


(60)

(1979 dalam Sears, Freedman, & Peplau, 1985: 254) self disclosure memiliki fungsi salah satunya perkembangan hubungan (relationship development), saat individu melakukan self disclosure dengan orang lain yang awalnya hanya hubungan saling kenal, seiring berjalannya waktu hubungan tersebut menjadi intimasi pertemanan.

Pernyataan tersebut relevan dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Bauminger, Finzi-Dottan, Chason, & Har-Even, 2008 yang berjudul Intimacy in Adolescent Friendship: The Roles of Attachment, Coherence, and Self Disclosure menyatakan bahwa self disclosure dan intimasi pertemanan memiliki hubungan positif, karena self disclosure memberikan efek langsung dan memiliki tingkat lebih tinggi dari faktor lain terhadap proses intimasi pertemanan. Hubungan self disclosure dengan intimasi pertemanan, yaitu dimana self disclosure sebagai variabel bebas (X) dan intimasi pertemanan sebagai variabel terikat (Y). Kerangka berpikir yang telah diuraikan sebelumnya dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Berpikir

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dijelaskan sebelumnya, dirumuskan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara self disclosure dengan intimasi pertemanan pada mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta angkatan tahun 2012.

X Self Disclosure

Y Intimasi Pertemanan


(61)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Sugiyono (2013: 14) menyatakan bahwa penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan hasilnya (Suharsimi Arikunto, 2013: 27). Kesimpulan pengertian penelitian kuantitatif dari kedua pendapat tersebut adalah penelitian yang banyak dituntut menggunakan angka berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, teknik sampel umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan, serta penampilan hasilnya.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian survei korelasional. Penelitian survei korelasional merupakan penelitian yang benar-benar hanya memaparkan apa yang terdapat atau terjadi dalam sebuah kancah, lapangan atau wilayah tertentu untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua


(62)

variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan, tambahan atau manipulasi terhadap data yang sudah ada (Suharsimi Arikunto, 2013: 3-4). Dalam penelitian ini, peneliti ingin meneliti apakah ada hubungan positif dan signifikan antara self disclosure dengan intimasi pertemanan pada mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta angkatan tahun 2012.

B.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Universitas Negeri Yogyakarta yang beralamat di Jalan Colombo No. 1, Yogyakarta 55281. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Agustus – September 2015.

C.Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut, sifat, atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu kemudian ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan selanjutnya ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013: 61). Penelitian ini mempunyai dua variabel, yaitu:

1. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas ialah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat), dalam penelitian ini yaitu self disclosure.

2. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat ialah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas, dalam penelitian ini yaitu intimasi pertemanan.


(63)

D.Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013: 117). Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Strata 1 semester 7 atau mahasiswa angkatan tahun 2012, dengan alasan mereka sudah mencapai usia masa dewasa awal yang memiliki pengalaman terutama, berkaitan dengan intimasi pertemanan. Berdasarkan data dari bagian informasi UNY, mahasiswa Strata 1 UNY angkatan tahun 2012 berjumlah 5.669 orang.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2013: 118). Pengambilan sampel digunakan karena jumlah mahasiswa tidak sedikit, serta keterbatasan dana, tenaga dan waktu peneliti, tetapi tetap akan mengambil sampel dari populasi yang representatif (mewakili).

Teknik sampling yang digunakan ialah purposive multistage cluster random sampling, purposive merujuk pada ciri-ciri tertentu dari subyek yaitu khusus angkatan tahun 2012 dengan pertimbangan sudah mencapai usia masa dewasa awal yang memiliki berbagai pengalaman berkaitan dengan intimasi pertemanan; multistage merujuk pada tahapan dari universitas – fakultas – jurusan atau prodi – kelas; cluster merujuk pada


(64)

jurusan atau prodi yang diambil; random merujuk pada pengambilan sampel secara acak dari fakultas – jurusan atau prodi – kelas.

Adapun pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purposive multistage cluster random sampling ini dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: Pertama, memilih secara acak 5 fakultas dari antara 7 fakultas yang ada di UNY. Kedua, memilih acak 2 jurusan dari setiap fakultas yang terpilih. Ketiga, memilih acak 1 kelas yang berasal dari angkatan tahun 2012 dari setiap jurusan yang terpilih, mahasiswa dari setiap kelas angkatan tahun 2012 yang terpilih inilah akan menjadi responden penelitian. Mahasiswa UNY angkatan tahun 2012 berjumlah 5.669 orang, minimal sampel yang diambil menurut ukuran sampel dengan taraf kesalahan 5 % ada 329 orang. Data yang baik dapat diperoleh dari banyaknya jumlah sampel, oleh sebab itu peneliti melebihkan pengambilan sampel menjadi 400 orang untuk mengantisipasi adanya kemungkinan sampel gugur atau tidak terpakai. Perincian sampel sebagai berikut:

Tabel 1. Jumlah Sampel

No Fakultas Prodi atau Jurusan Kelas Sampel

1. Ilmu Pendidikan BK A 45

PG PAUD B 40

2. Ilmu Sosial Pend. Sejarah A 45

Pend. KnH A 35

3. Ekonomi Pend. Adm. Perkantoran B 28

Pend. Akuntansi A 44

4. Teknik Pend. Tek. Otomotif A 42

Pend. Tek. Busana A 42

5.

MIPA Matematika E 40

Kimia E 39


(65)

E.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara (Sugiyono, 2013: 308).

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah questionnaires (kuesioner). Questionnaires ialah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden (Suharsimi Arikunto, 2013: 194). Bentuk kuesioner yang digunakan adalah rating scale (skala bertingkat). Suharsimi Arikunto (2013: 195) menjelaskan tentang pengertian rating scale yaitu sebuah pernyataan yang diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya mulai dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang digunakan pada waktu penelitian sesuai dengan metode yang digunakan (Suharsimi Arikunto, 2010: 192). Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah rating scale dengan 4 gradasi. Rating scale digunakan untuk scaling (penskalaan) pada skala self disclosure dan skala intimasi pertemanan. Penyusunan kedua intrumen tersebut berdasarkan indikator yang terdapat dalam aspek setiap variabel. Deskripsi mengenai aspek kepribadian disebut skala psikologi (Saifuddin Azwar, 2012: 7).


(66)

Saifuddin Azwar (2012: 9) menyatakan bahwa respon terhadap skala psikologi, diberi skor melalui proses scaling (penskalaan). Pemberian skor, setiap respon positif terhadap aitem favorabel (positif) akan diberi bobot yang lebih tinggi daripada respon negatif. Sebaliknya untuk aitem unfavorable (negatif), respon positif akan diberi skor yang bobotnya lebih rendah daripada respon negatif. Aitem favorable diberi skor 4 untuk SS (Sangat Sesuai), skor 3 untuk S (Sesuai), 2 untuk TS (Tidak Sesuai), dan 1 untuk STS (Sangat Tidak Sesuai). Aitem unfavorable diberi skor 1 untuk SS (Sangat Sesuai), 2 untuk S (Sesuai), 3 untuk TS (Tidak Sesuai), dan 4 untuk STS (Sangat Tidak Sesuai). Skala yang digunakan sebagai berikut:

1. Skala Self Disclosure

Pengertian self disclosure secara singkat adalah kesukarelaan individu untuk memberikan informasi tentang dirinya kepada orang lain. Self disclosure dapat diukur menggunakan skala. Penyususunan skala berdasarkan 5 aspek self disclosure yang dikemukakan Wheeless & Grotz (1975, dalam Mount, 2005: 32) merupakan indikator skala meliputi intensitas self disclosure yang berupa keadaan diri sendiri dan durasi memberikan informasi, kuantitas self disclosure seperti kesadaran diri sendiri dan jumlah informasi, valensi positif dan negatif, kecermatan informasi dan kejujuran diri sendiri, serta kedalamaan self disclosure tentang rahasia diri sendiri dan kedekatan dengan orang lain.

Skala self disclosure digunakan untuk mengukur tingkat self disclosure mahasiswa Strata 1 UNY angkatan tahun 2012.


(67)

Tabel 2. Kisi-kisi Skala Self Disclosure Sebelum Uji Validitas dan Reliabilitas

No Variabel Indikator Subindikator

Butir Aitem Banyak Aitem

+ -

1.

Self Disclosure

Intensitas Durasi Memberikan Informasi

1, 18,

23 7, 27 5

2. Kuantitas Jumlah Informasi 8, 12,

22 13 4

3. Valensi Dampak bagi

Pendengar

3, 14, 20, 25, 29, 31

2, 4, 9,

15, 24 11

4.

Kecermatan dan Kejujuran

Kecermatan dan Kejujuran tentang Diri

Sendiri

5, 10, 28

17, 19,

30 6

5. Kedalaman Kedekatan dengan

Orang Lain

6, 16,

27 11, 21 5

Jumlah Aitem 31

2. Skala Intimasi Pertemanan

Pengertian intimasi pertemanan secara singkat ialah hubungan pertemanan yang baik dalam kehidupan individu dengan frekuensi hubungan lebih dibandingkan teman lain. Intimasi pertemanan dapat diukur menggunakan skala. Penyususunan skala berdasarkan 5 aspek intimasi pertemanan yang disampaikan Grime (2005: 16) yang merupakan indikator skala yaitu eksklusivitas seperti kebersamaan dengan teman dan melakukan aktivitas bersama, kejujuran dan spontanitas merupakan keterbukaan diri


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)