PROBLEMATIKA INTERAKSI ANAK KELUARGA BROKEN HOME DI DESA BANYUROTO, NANGGULAN, KULON PROGO, YOGYAKARTA.

(1)

i

PROBLEMATIKA INTERAKSI ANAKKELUARGA BROKEN HOME DI DESA BANYUROTO, NANGGULAN, KULON PROGO, YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Oetari Wahyu Wardhani NIM 11102241035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

 Tak ada kata menyerah untuk mencapai sebuah tujuan dan cita-cita, karena semua bisa tercapai dengan kemauan, usaha dan sesuatu yang disebut dengan belajar yang mendidik (TBM Bintang).

 Orang bodoh sulit mendapat pekerjaan sehingga dia terpaksa buka usaha sendiri. Dalam perjalanan bisnisnya agar semakin sukses dia harus merekrut orang pintar. Alhasil orang bodoh tadi jadi bosnya orang-orang pintar (Bob Sadino).

 Jika kau menyerah sekarang karena kau merasa lemah atau malas, tidak ada lagi harapan di waktu selanjutnya karena kesempatanmu yang selanjutnya tidak akan pernah datang (Penulis).


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Atas berkat rahmat Allah SWT, Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Ayah, Ibu, dan Kakak

2. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta 3. Agama, Nusa, dan Bangsa


(7)

vii

PROBLEMATIKA INTERAKSI ANAK KELUARGA BROKEN HOME DI DESA BANYUROTO, NANGGULAN, KULON PROGO, YOGYAKARTA

Oleh

Oetari Wahyu Wardhani NIM 11102241035

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) Interaksi yang terjadi dalam keluarga broken home, 2) Masalah-masalah interaksi yang terjadi didalam keluarga broken home, 3) Upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga broken home di Desa Banyuroto.

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dan mengambil lokasi di Desa Banyuroto, Nanggulan, Kulon Progo, Yogyakarta.Subyek dalam penelitian ini adalah orang tua keluarga broken home di Desa Banyuroto.Pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi.Peneliti merupakan instrumen utama dalam melakukan penelitian, yang dibantu dengan pedoman observasi, dokumentasi, dan wawancara.Teknik yang digunakan dalam melakukan analisis data adalah reduksi data, penyajian data, dan pengambilan kesimpulan.Keabsahan data yang dilakukan untuk menjelaskan data dengan menggunakan triangulasi sumber.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Interaksi yang terjadi antara orang tua ayah atau ibu dengan anak keluarga broken home dalam kehidupan seharinya berlangsung dengan baik walaupun masih ada hal yang kurang. Interaksi yang terjadi masing-masing orang tua ayah atau ibu memberikan keteladanan yang baik, kebersamaan tidak semua ayah atau ibu memiliki waktu bersama dengan anak, tidak semua ayah atau ibu saling terbuka, kedekatan dengan anak tidak semua ayah atau ibu dekat dengan anak, kurangnya aturan-aturan yang disepakati bersama, masing-masing orang tua ayah atau ibu memiliki perbedaan dalam kontrol perilaku anak. 2) Masalah yang terjadi didalam keluarga broken home adalah masalah ekonomi yang menyebabkan orangtua ayah atau ibu kurang komunikasi, kuantitas untuk bertemu dengan anak masih kurang, kurang adanya pengendalian anak dalam kegiatan kesehariannya. 3) Upaya untuk mengatasi masalah interaksi yaitu orang tua walaupun tidak bisa bertatap lansung masih bisa berkomunikasi lewat sms atau telpon, lebih meningkatkan kuantitas bertemu dengan anak dan meluangkan waktu untuk anak. Sebagai Pendidikan Luar Sekolah diperlukan pendidikan untuk orang tua supaya mengerti akan kewajiaban orang tua dalam mendidik anak.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga pada kesempatan yang baik ini penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Analisis Problematika Interaksi Anak Keluarga Broken Home di Desa

Banyuroto, Nanggulan, Kulonprogo, Yogyakarta” guna memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berjalan lancar tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan membantu proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. Dalam kesempatan yang baik ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, yang telah berkenan mengizinkan saya dalam menyelesaikan studi dan memberi kemudahan di dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, yang telah memberikan semangat dan doa kepada saya.

3. Bapak Dr. Sugito, M.A.sebagai pembimbing skripsi yang telah berkenan memberikan arahan-arahan dan kesabaran dalam membimbing saya.

4. Bapak Sugihartono, M.Pd. sebagai penguji utama yang telah berkenan menguji dan memberikan masukan.

5. Bapak Entoh Tohani, M.Pd. sebagai sekretaris ujian skripsi yang telah memberikan masukan kepada penulis.


(9)

ix

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan.

7. Orang tua keluarga broken home di DesaBanyuroto yang telah memberikan kemudahan dalam saya menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.

8. Ayah, Ibu, Kakak atas doa, dukungan, bantuan moral/materi, kasih sayang dan waktunya disela-sela kesibukannya.

9. Spesial untuk Pratama Winahyu Arifian yang selalu memberikan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

10.Teman-teman PLS angkatan 2011 yang telah memberikan banyak pembelajaran hidup selama di kampus.

11.Sahabat-sahabatku Tyas, Ela, Ika, Rima, Dila, Wuri yang selalu memberikan dukungan dan banyak membantu dalam segala hal, hingga terselesainya skripsi ini.

12.Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah membantu saya dalam penyelesaian studi dan skripsi ini.

Semoga bantuan, doa, bimbingan, dan dukungan yang telah diberikan kepada saya mendapat imbalan dari Allah SWT. Inilah yang dapat penulis berikan semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis sendiri, bagi rekan-rekan Pendidikan Luar Sekolah, dan para pembaca.

Yogyakarta, 12 Januari 2016 Penulis


(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN ………. ii

SURAT PERNYATAAN ……….. iii

HALAMAN PENGESAHAN ………. iv

MOTTO ………. v

PERSEMBAHAN ……… vi

ABSTRAK ……… vii

KATA PENGANTAR ……….…………. viii

DAFTAR ISI ……… x

DAFTAR TABEL ……… xii

DAFTAR GAMBAR ……… xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……… xv

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ………... 1

B.Identifikasi Masalah ………. 7

C.Batasan Masalah ……… 7

D.Rumusan Masalah ……….. 8

E. Tujuan Penelitian ………... 8

F. Manfaat Penelitian ………. 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Kajian Teoritik 1. Kajian Tentang Keluarga ………. 10

a. Pengertian Keluarga ……….. 10

b. Fungsi-Fungsi Keluarga ……… 13

2. Kajian Tentang Keluarga Broken Home a. Pengertian Keluarga Broken Home ……… 16

b. Penyebab Dalam Keluarga Broken Home………. 18

c. Akibat Dari Keluarga Broken Home ……….. 21


(11)

xi 3. Kajian Tentang Pola Asuh

a. Pengertian Pola Asuh ……… 28

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh ……… 34

4. Kajian Tentang Interaksi a. Pengertian Interaksi ……….. 35

b. Interaksi Didalam Keluarga ……….. 42

5. Pengaruh Interaksi Anak Keluarga Broken Home Terhadap Perkembangan Anak ………. 44

B.Penelitian Yang Relevan……… 48

C.Problematika Interaksi Anak Keluarga Broken Home………. 50

D.Pertanyaan Penelitian……… 52

BAB III METODE PENELITIAN A.Pendekatan Penelitian……… 54

B.Subyek Penelitian……….. 55

C.Waktu dan Tempat Penelitian……… 56

D.Teknik Pengumpulan Data……… 56

E. Instrument Penelitian………. 61

F. Keabsahan Data……… 62

G.Teknik Analisis Data………. 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Struktur Organisasi Desa Banyuroto 1. Letak Geografis Desa Banyuroto……….. 66

2. Struktur Organisasi Desa Banyuroto………. 68

B.Keadaan Masyarakat Banyuroto 1. Identifikasi Masyarakat Banyuroto……… 71

2. Subyek Penelitian……….. 73

C.Data Hasil Penelitian 1. Interaksi yang Terjadi Didalam Keluarga……… 75

2. Masalah-Masalah Interaksi Keluarga Broken Home……….. 87


(12)

xii D.Pembahasan

1. Interaksi yang Terjadi Didalam Keluarga………. 96

2. Masalah-Masalah Interaksi Keluarga Broken Home……… 100

3. Upaya Untuk Mengatasi Masalah……… 103

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan………. 107

B.Saran ……….. 117

DAFTAR PUSTAKA ………. 118


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1.Profil subyek orang tua ayah atau ibu ……… 56

Tabel 2.Metode Pengumpulan Data ……… 60

Tabel 3. Luas Desa Banyuroto ……… 67


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar Struktur Organisasi ……….. 70


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1 Pedoman Observasi……… 121

Lampiran 2 Pedoman Wawancara ……… 122

Lampiran 3 Pedoman Dokumentasi ………. 124

Lampiran 4 Analisis Data ……… 125

Lampiran 5 Catatan Lapangan ………. 133

Lampiran 6 Foto ……….. .………144


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Keluarga merupakan suatu kelompok pertalian ikatan darah yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk membimbing anak-anaknya dan juga sebagai tempat untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dalam keluarga terdapat seorang ayah, seorang ibu dan anak-anaknya.Masing-masing anggota keluarga mempunyai peran sendiri dalam melakukan tugasnya.Sehingga dalam keluarga dapat terjalin rasa kekompakkan dan terwujudnya keluarga yang sakinah, keluarga yang tentram, keluarga yang harmonis, tentram dan damai.

Keluarga adalah sebuah komunitas dalam “satu atap” yang mana kesadaran untuk hidup bersama dalam satu atap dan terjalin interaksi antara anggota keluarga.Keluarga pun dapat diberi batasan sebagai sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita yang mana dapat menciptakan dan membersarkan anak-anak (Syaiful Bahri 2014:19).

Keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk membesarkan, mendewasakan dan didalamnya anak mendapatkan pendidikan yang pertama kali. Oleh karena itu keluarga merupakan suatu peranan penting dalam perkembangan anak, keluarga yang baik akan berpengaruh positif bagi perkembangan anak. Sedangkan sebaliknya keluarga yang tidak baik atau kurang baik akan berpengaruh negative bagi perkembangan anak( Sudarsono 2012:125).


(17)

2

Selain sekolah dan masyarakat keluarga juga merupakan lembaga pendidikan awal bagi anak. Karena keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama bagi anak dimana anak memperoleh dan menerima ilmu pendidikan selain itu juga anak mendapatkan bimbingan dan arahan dari anggota keluarga ataupun keluarga yang lain.

Fungsi dari keluarga itu sendiri dalam setiap masyarakat, keluarga merupakan struktur kelembagaan yang berkembang sebagai upaya untuk menyelesaikan tugas-tugas dari fungsi tersebut(Paul B Horton 1996: 274). Fungsi dari keluarga tersebut yaitu: fungsi pengaturan seksual, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi, fungsi penentuan status, dan fungsi ekonomi.

Undang-Undang Tahun 1974 menyebutkan tentang perkawinan Bab I pasal 1 menjelaskan bahwa: “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” UU Perkawinan (1985:1)

Dalam Peraturan Pemerintah RI No 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera, Bab I Pasal 1 Ayat 2 disebutkan bahwa:

“Keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup sepiritual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antara anggota, antara keluarga dan masyarakat”

Dari data yang ada banyak angka perceraian yang terjadi, hal ini ditunjukkan dalam artikel di situs BKKBN, (www.bkkbn.go.id), jumlah


(18)

3

perceraian di Indonesia pertahun mencapai 200.000 kasus; angka perkawinan mencapai 2 juta pasangan pertahun. Berdasarkan data tahun 2010 dari Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, dari 2 juta orang nikah setiap tahun se-Indonesia, ada 285.184 perkara yang berakhir dengan perceraian pertahun.Menurut data dari BKKBN yang dirilis awal tahun 2012, angka perceraian di Indonesia saat ini telah mencapai rekor tertinggi se Asia Pasifik.

Data yang ada pada Badan Pusat Statistik mengenai angka perceraian di DaerahIstimewa Yogyakarta menunjukkan bahwa pada tahun 2003 terdapat 643 kasusperceraian dari 26.203 pernikahan. Tahun 2004 tercatat 744 kasus perceraian dari27.077 pernikahan dan terakhir pada tahun 2005 terdapat 871 kasus perceraian dari 28.116 pernikahan.

Bentuk dan penyebab dari broken home itu sendiri menurut Kissumi Diyanayati (2009: 12) ada 2 yaitu broken home fisik dan broken home psikologis. Sedangkan penyebab dari broken home itu seperti, penyebab fisik, penyebab psikologis, penyebab ekonomi, penyebab sosial, dan penyebab ideologis.

Banyaknya angka keluarga broken home mempunyai pengaruh terhadap kondisi anak, Bukanlah sebuah pilihan apabila seorang bayi terlahir dari keluarga yang kurang harmonis (broken home), dan sangat berbahaya bagi pertumbuhan sang anak. Pengenalan norma kehidupan akan menjadi terhambat.Adanya pengaruh keluarga yang berantakan akanberbeda-beda tehadap masing-masing individu. Sejatinya, anak


(19)

4

dibawah umur butuh perhatian dan bimbingan dalam pemaknaan hidup.Namun ketika tidak dapat bimbingan yang benar, pemaknaan hidup bisa saja menjadi melenceng.orang tua lebih memperhatikan perkembangan anak dan tidak hanya mementingkan egonya masing-masing seperti berpisah atau bercerai, karena sikap orang tua itu sangat berpengaruh pada perkembangan kejiwaan anak. Menurut Kartini Kartono (1986: 45) Sikap dan perilaku orang tua dalam hubungan dengan anak-anak mempengaruhi setiap partumbuhan dan perkembangan.

Keluarga yang mengalamibroken home atau pecah menjadikan anak kehilangan teladannya. Orang tua yang diharapakan oleh anaknya dapat menjadikan teladan ternyata tidak mampu memperlihatakan sikap dan perilaku yang baik. Anak akan merasa kecewa, resah dan gelisah dan mereka juga tidak betah untuk tinggal dirumah. Hilangnya keteladanan orang tua yang diarasakan kepada anak memberikan rasa yang kurang menyenangkan bagi anak sehingga anak mencari pigur orang lain yang dapat menjadi tumpuan harapan untuk anak berbagi perasaan dan duka larannya ( Syaiful Bahri, 2014:49)

Perkembangan anak pada umumnya meliputi keadaan fisik, emosional dan intelektual. Jika semuanya berjalan dengan sesuai maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang dalam keadaan sehat jiwa. Nilai sosial, norma agama, dan prinsip hidup yang dikenalkan melalui interaksi sosial anak yang bersifat intensif dengan anggota keluarganya akan lebih mundah manancap kuat pada anak. Jika dalam keluarga itu baik, maka


(20)

5

pertumbuhan anak juga akan baik. Sebaliknya jika dalam keluarga tersebut jauh dari rasa aman dan nyaman maka anak tidak dapat tumbuh dengan baik.Untuk membuat situasi ini menjadi aman dan nyaman suapaya mendukung tumbuh kembang anak para orang tua harus menerapkan pola asuh untuk menjadi dsar atau patokan dalam hal mendidik anak.

Pola asuh orang tua merupakan cara untuk mendidik anak dan membesarkan anak yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Peran orang tua sangatlah mempengaruhi perilaku anak dalam mengasuh dan mendidik anak. Namun setiap orang tua mempunyai cara tersendiri dalam mengasuh anak, hal tersebut dikarenakan setiap individu memiliki karateristik yang berbeda-beda terutama dalam mengasuh anak. Menurut Baumrind, terdapat 3 jenis pola asuh yaitu authoritarian, authoritative, dan permissive (Janet Kay, 2006: 40)

Adanya pengaruh pola asuh orang tua juga sangat mempengaruhi interaksi didalam keluarga. Pola asuh pada dasarnya diciptakan oleh adanya interaksi antara orang tua dan anak dalam hubungan sehari-hari yang berevolusi sepanjang waktu sehingga orang tua akan menghasilkan anak-anak yang sealiran, karena orang tua tidak hanya mengajarkan dengan kata-kata tetapi dengan contoh. Adanya prinsip-prinsip juga dipakai orang tua dalam mengembangkan dasar-dasar disiplin bagi anak sehingga didalam keluarga terdapat beberapa praktek mengenai pola asuh yang dapat membantu adanya interaksi dalam keluarga (Shocib 1998: 124)


(21)

6

Adanya permasalahan yang terjadi dalam keluarga interaksi antara orang tua ayah atau ibu dengan anak sulit untuk terjalin. Interaksi merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok-kelompok, maupun individu dengan kelompok (Soekamto 2002: 62).Adapun syarat untuk berhasilnya sebuah interaksi yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi.

Perceraian atau keretakan dalam suatu keluarga yangterjadi didalamnya, maka sedikit banyak akan mempengaruhi perubahan perhatian dari orang tua terhadap anaknya baik perhatian fisik, seperti sandang, pangan, dan pendidikan maupun perhatian psikis seperti, kasih sayang dan intensitas interaksi. Perubahan ini disebabkan karena kebiasaan hidup yang dilakukan bersama dalam satu rumah, harus berubah menjadi kehidupan sendiri-sendiri dan timbulnya rasa tidak nyaman akibat adanya konflik dalam keluarga.

Pentingnya interaksi anak dengan orang tua karena dalam interaksi itu didapatkan kasih sayang, rasa aman dan perhatian dari orang tua yang tidak ternilai harganya. Interaksi yang baik antara orang tua dan anak juga harus diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan anak, seperti kebutuhan pangan, sandang, dan pendidikan, karena semua itu adalah tanggung jawab orang tua yang telah melahirkannya.

Kurangnya kualitas pengasuhan dan interaksi antara oang tua dengan anak menyebabkan berpengaruh terhadap kualitas interaksinya.Dari hasil masalah-masalah yang terjadi diatas tentang


(22)

7

keluarga yang tidak harmonis maka peneliti tertarik untuk mengambil sebuah judul “Problematika Interaksi Keluarga Broken HomeDi Desa Banyuroto, Nanggulan, Kulon Progo”.

B. Identifikasi Masalah

Dari hasil latar belakang diatas, maka terdapat identifikasi beberapa masalah sebagai berikut :

1. Dalam sebuah keluarga terdapat masalah-masalah yang menyebabkan keluarga tersebut pecah.

2. Adanya perceraian menyebabkan kurangnya interaksi antara orang tua ayah atau ibu dengan anak

3. Perpecahan keluarga akibat perceraian diakibatkan masalah ekonomi yang menjadikan orang tua ayah atau ibu sibuk mencari uang sehingga kurangnya waktu dengan anak.

4. Kurangnya interaksi menyebabkan kurangnya kasih sayang, rasa aman dan nyaman untuk anak

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian lebih terarah, terfokus dan tidak menyimpang dari sasaran pokok penelitian.Oleh karena itu penulis memfokuskan untuk membatasi masalah yang terjadi dalam interaksi anak keluarga yang bercerai di Desa Banyuroto, Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo.


(23)

8 D. Perumusan Masalah

Dari hasil identifikasi masalah tersebut maka dapat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana interaksi yang terjadi dalam keluargabroken home di Desa Banyuroto?

2. Masalah-masalah interaksi apa yang dihadapai dalam keluarga broken home di Desa Banyuroto?

3. Upaya untuk mengatasi masalah interaksi yang terjadi dalam keluarga broken home di Desa Banyuroto?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang dicapai dalam peneliti ini adalah:

1. Untuk mengetahui interaksi yang terjadi dalam keluargabroken home di Desa Banyuroto.

2. Untuk mengetahui masalah-masalah interaksi yang terjadi dalam keluargabroken home di Desa Banyuroto.

3. Untuk mengetahui upaya untuk mengatasi masalah yang terjadi dalam keluarga broken home di Desa Banyuroto.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan maslah diatas maka manfaat penelitian ini adalah:


(24)

9 1. Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan mendapatkan wawasan baru mengenai keluarga broken home dan bagimana pola interaksi dalam keluarga.

2. Manfaat praktis

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapatmembantu memberikan pandangan dan masukan kepada orangtua dan masyarakatmengenai gambaran broken home pada anak dan faktor-faktor yang dapatmempengaruhi kemampuan interaksi terhadap masyarakat, sehingga dapat bertahandalammenghadapi permasalahannya.


(25)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik

1. Kajian TentangKeluarga a. Pengertian Keluarga

Keluarga batih biasanya terdiri dari suami/ayah, istri/ibu dan anak-anaknya yang belum menikah, keluarga batih merupakan unit pergaulan hidup terkecil dalam masyarakat(Soerjono Seokamto 2004:22). Sebagai unit terkecil keluarga mempunyai peranan-peranan tertentu, peranan-peranan itu adalah:

1) Keluarga batih berperan sebagai pelindung bagi anggota keluarga, dimana ketentraman dan ketertiban diperoleh dalam wadah tersebut 2) Keluarga batih merupakan unit sosial-ekonomis yang secara

materil memenuhi kebutuhan anggota-anggotanya

3) Keluarga batih menumbuhkan dasar-dasar bagi kaidah-kaidah pergaulan hidup

4) Keluarga batih merupakan wadah dimana manusia mengalami proses sosialisasi awal, yakni suatu proses dimana manusia mempelajari dan mematuhi kaidah-kaidah dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Dalam pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin, sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan


(26)

11

saling menyerahkan diri. Sedangkan dalam pengertian pedagogis, keluarga adalah “satu” persekutuan hidup yang di jalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan suatu ikatan pernikahan.

Keluarga dalam pengertiannya dapat dikatagorikan sebagai keluarga seimbang, keluarga kuasa, keluarga protektif, keluarga kacau dan keluarga simbiotisMenurut David dalam bukuntya M. Shochib (1998:20):

1) Keluarga seimbang adalah keluarga yang harmonis ditandai dengan hubungan atau relasi antara ayah dengan ibu, ayah dengan anak, atau ibu dengan anak.

2) Keluarga kuasa lebih menekankan pada keuasaan daripada relasi. Pada keluarga seperti ini anak merasa dibawah tekanan kedua orang tua, seakan-akan orang tua mempunyai peraturan, ketetapan yang tidak akan pernah habis

3) Keluarga protektif yaitu keluarga yang menekankan pada tugas dan menyadari perasaan satu sama lain

4) Keluarga kacau dalam hal ini merupakan keluarga yang selalu menimbulkan konflik atau masalah dan kurang peka untuk memenuhi kebutuhan anaknya.

5) Keluarga simbiotis yaitu keluarga yang memiliki perhatian yang kuat terhadap anggota keluarga dan hampir seluruhnya terpusat pada anak.


(27)

12

Seperti semua lembaga bahwa keluarga adalah suatu system norma dan tata cara yang diterima untuk menyelesaikan sejumlah tugas yang penting. Menurut (Paul B Horton dalam buku sosiologi 1994: 267) mendefinisikan keluarga tidak begitu mudah karena istilah ini digunakan dengan berbagai cara antara lain:

1) Suatu kelompok yang mempunyai nenek moyang yang sama 2) Suatu kelompok kekerabatan yang disatukan oleh perkawinan 3) Pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak

4) Pasangan tanpa nikah yang mempunyai anak 5) Satu orang dengan beberapa anak

Keluarga setidaknya dapat ditinjau berdsarkan tiga sudut pandang, yaitu definisi struktural, definisi fungsional, dan definisi intersaksionalKoerner dan Fiztpatrik (2004).

1) Definisi struktural, yaitu berdasarkan kehadiran atau ketidakhadiran anggota keluarga seperti orang tua, anak, dan kerabat lainnya.

2) Definisi fungsional, yaitu keluarga didefinisikan dengan memfokuskan penekanan pada terpenuhinya tugas-tugas yang dilakukan dalam suatu keluarga.

3) Definisi transaksional, yaitu keluarga didefinisikan sebagai kelompok yang mengembangkan keintiman melalui perilaku-perilaku yang memunculkan identitias sebagi keluarga. Definisi ini memfokuskan pada bagimana keluarga melaksakan fungsinya.


(28)

13

Jadi keluarga merupakan suatu unit terkecil dari dalam masyarakat yang mana dalam keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan anak-anakanya. Dalam sebuah keluarga terdapat keluarga seimbang, keluarga kuasa, keluarga protektif, keluarga kacau dan keluarga simbiotis

b. Fungsi-Fungsi Keluarga

Dalam suatu masyarakat keluarga adalah suatu struktur kelembagaan yang berkembang melalui msyarakat untuk meyelesaikan tugas dan fungsi. Fungsi keluarga menurut (Paul B Horton 1994:274) antara lain :

1) Fungsi Pengaturan Seksual

Keluarga adalah suatu wadah atau tempat bagi masyarakat untuk mengatur dan mengkoordinasikan kepuasan keinginan seksual. Dengan kata lain dalam setiap masyarakat terdapat penyimpangan kebudayaan yang nyata dari kebudayaan yang dicita-citakan dalam perilaku seksual. Maka dari itu keluarga merupakan tempat yang aman dan nyaman untuk terdihandar dari penyimpangan seksual.

2) Fungsi Reproduksi

Untuk urusan “memproduksi” anak dalam setiap masyarakat tergantung dalam keluarga. Cara-cari lain hanyalah kemungkinan teoritis saja yang sebagian besar masyarakat untuk


(29)

14 3) Fungsi Sosialisasi

Pentingnya keluarga dalam proses sosialisasi menjadi jelas tergantung pada keluarga bagi sosialisasi anak-anak dalam suatu masyarakat.

4) Fungsi Afeksi

Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan kasih sayang atau rasa untuk dicintai. Kebutuhan akan kasih sayang, persahabatan, keintiman merupakan salah satu kebutuhan yang paling penting, jauh lebih penting daripada seks.

5) Fungsi Penentuan Status

Dalam sebuah keluarga seseorang memiliki status, beberapa status dalam keluarga yaitu berdsarkan umur, jenis kelamin, urutan kelahiran, jenis kelamin, dan lain-lain.Keluarga juga member fungsi sebagai beberapa status sosial seperti, orang kulit putih, orang kulit hitam, kelas, dan lain-lain.

6) Fungsi Perlindungan

Setiap keluarga memberikan perlindungan fisik, ekonomis, dan psikologi bagi seluruh anggota masyarakat.

7) Fungsi Ekonomis

Keluarga merupakan unit ekonomi dasar dalam sebagian besar masyarakat primitive.Para anggota keluarga saling bekerjasama dan dapat menghasilkan sesuatu.


(30)

15

Sedangkan menurut Berns dalam Sri Lestari (2004) keluarga memiliki lima fungsi dasar yaitu:

1) Reproduksi, keluarga memiliki tugas untuk mempertahankan populasi yang ada dalam masyarakat

2) Sosialisasi/edukasi, keluarga menjadi sasaran untuk transmisi nilai, keyakinan, sikap, pengetahuan, keterampilan dan teknik dari generasi sebelumnya ke generasi yang lebih muda

3) Penugasan peran sosial, keluarga memiliki identitas pada para anggotanya seperti ras, etnik, religi, sosial ekonomi, dan peran gender.

4) Dukungan ekonomi, keluarga menyediakan tempat berlindung makanan, dan jaminan kebutuhan

5) Dukungan emosi/pemeliharaan, keluarga memberikan pengalman interaksi sosial yang pertama bagi anak.

Perkembangan fungsi keluarga yang paling penting adalah sosialisasi dan perawatan bagi anak.Dimana sosialisasi merupakan awal anak mendapat keeyakinan, nilai-nilai dan perilaku yang pantas dilakukan.

Fungsi-fungsi keluarga tersebut jika dilakukan secara teratur maka akan terbentuk keluarga yang nyaman, aman dan bahagia. Fungsi yang berlangsung dalam keluarga dapat membentuk perilaku dan sikap anak sehari-hari.


(31)

16

2. Kajian Tentang Keluarga Broken Home a. Pengertian Keluarga Broken Home

Secaraetimologi broken home diartikan sebagai keluarga yang retak. Jadi broken home adalah kondisi hilangnya perhatian keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua yang disebabkan oleh beberapa hal(Jihn M. Echolis 2000: 80). Bisa karena perceraian, sehingga anak hanya tinggal bersama satu orang tua kandung.

Kata Broken home berasal dari dua kata yaitu broken dan home. Broken berasal dari kata break yang berarti keretakan, sedangkan home mempunyai arti rumah atau rumah tangga (Hasan Shadily, 1996:81). Jadi broken home adalah keluarga atau rumah tangga yang retak. Hal ini dapat disebut juga dengan istilah konflik atau krisis rumah tangga. Sedangkan kata Broken home menurut (Kissumi Diyanayati 2009:16) yaitu suatu kondisi keluarga yang mengalami perpecahan baik secara fisik maupun psikologis. Suatu keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak yang terikat dalam sebuah perkawinan. Suatu perkawinan mengalami perpecahan fisik maupun psikologis, perpisahan secara fisik bisa terjadi jika salah satu dari kedua orang tua meninggal, maupun karena perceraian. Sedangkan perpecahan secara psikologis yaitu rusaknya hubungan batin antara anggota keluarga misalnya perbedaan paham, cemburu


(32)

17

yang berlebihan, atau tidak saling mencintai sehingga terjadi pertengkaran.

Dari sudut lainbroken home dapat diapandang sebagai sudut formil dan informal. Broken home formil terjadi karena adanya perceraian dan kematian, sedangkan informal yaitu kelurga yang mengalami situasi yang pecah baik karena fisik maupun psikologis walau secara formil keluarga tersebut utuh. Rumah tangga yang tidak utuh karena perceraian dapat lebih merusak anak dan hubungan keluarga ketimbang rumah tangga yang pecah akibat kematian.Karena banyaknya keluarga yang pecah menyebabkan gangguan yang terjadi pada anak yaitu masalah-masalah interksi anak dalam keluarga yang merupakan akibat dari perpisahan orang tua.

Keluarga retak atau broken home dinamakan dengan istilah keluarga kacau. Keluarga kacau adalah keluarga kurang teratur dan selalu mendua.Dalam keluarga ini cenderung timbul konflik (masalah), dan kurang peka memenuhi kebutuhan anak-anak.Anak sering diabaikan dan diperlakukan secara tidak wajar atau kejam, karena kesenjangan hubungan antara mereka dengan orang tua.Keluarga kacau selalu tidak rukun.Orang tua sering berperilaku kasar terhadap relasi (anak). Orang tua menggambarkan kemarahan satu sama lain dan hanya ada sedikit relasi antara orang tua dengan anak-anaknya. Anak terasa terancam dan tidak disayang.


(33)

18

Menurut (Willis, 2008:66) Broken home dapat dilihat dari dua aspek yaitu:

1. Keluarga itu terpecah karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu darikepala keluarga itu meninggal atau telah bercerai

2. Orang tua tidak bercerai akan tetapi struktur keluarga itu tidak utuh lagi karena ayah atau ibu sering tidak dirumah,dan atau tidak memperlihatkan hubungan kasih sayang lagi. Misalnya orang tua sering bertengkar sehingga keluarga itu tidak sehat secara psikologis. Dari keluarga yang digambarkan diatas, akan lahir anak-anak yang mengalami krisis kepribadian, sehingga perilakunya sering salahsuai. Mereka mengalami gangguan emosional dan bahkan neurotic.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sebuah keluarga dikatakan broke home dikarenakan ayah atau ibu perceraian atau urusan lainnya. Kurang adanya perhatian dari ayah atau ibu menimbulkan anak menjadi kehilangan keteladannya, kurang mendapat perhatian, dan mengakibatkan anak menjadi frustasi, suasah diatur, dan meiliki perilaku buruk. Sehingga peneliti membatasi keluarga broken home dari strukturnya yang tidak utuh karena perceraian.

b. Penyebab Dalam Keluarga Broken Home

Dalam keluarga Broken Home ada berbagai penyebab yang timbul dalam keluarga yang pecah tersebut. Penyebab yang timbul


(34)

19

dalam keluarga broken home menurut (Alferd dalam Srihandayani Astuti 1974:31) membagi dalam beberapa kelompok yaitu:

1) Penyebab fisik, yaitu kondisi yang bersifat fisik yang menyebabkan broken home seperti perceraian (divorce), kematian (death), desertion dan separation. Semua ini penyebab utama, sedangkan penyebab lain yaitu karena perpisahan suami istri menjalani hukuman berat/lama dan lain-lain.

2) Penyebab psikologis, yaitu broken home yang disebabkan karena perbuatan, perbedaan pendapat, perbedaan sifat kesenangan, cemburu, tidak saling mencinta, dan lain-lain yang menyebabkan terjadinya pertengkaran atau konflik.

3) Penyebab ekonomi, yaitu keadaan ekonomi yang jelek, penghasilan yang tida sesuai dengan keluarga antara kebutuhan dan pengeluaran, hal ini sehingga dengan mudah menimbulkan dampak psikolgis bagi keluarga. Bisa juga terjadi karena orang tua yang sibuk mencari nafkah sehingga dalam keluarganya kurang mendapat perhatian

4) Penyebab sosial, hal ini secara tidak langsung tidak berpengaruh, tetapi sangat memungkinkan terjadinya broken home misalnya masyarakat penjudi, penjudi, peminum, masyarakat pedagang, nelayan, diamana pekerjaan berada dikota industry yang ruwet.


(35)

20

5) Penyebab ideologis, yakni perbedaan paham, sikap dan pandangan, perbedaan agama antara suami dan istri.

6) Poligami menurut (Nasaruddin Latif 2001:70) menyatakan bahwa keterbatasan suami istri untuk berperilaku adil terhadap istri-istrinya dan anak-anaknya baik dalam segi materi atau kasih saying sehingga menyebabkan cemburu dan sangat berpotensi mengganggu perpecahan dalam keluarga

Adanya penyebab-penyebab yang timbul didalam keluarga karena ada berbagai faktor tersebut. Hal tersebut menyebabkan hal buruk terhadap anak karena anak akan menjadi korban dari adanya broken home tersebut.

Hal lain dari penyebab timbulnya penyebab-penyebab dari keluarga broken home yaitu:

1) Tidak adanya atau kurangnya kehidupan beragama dalam keluarga, dengan adanya kehidupan beragama dalam keluarga dapat menuntun sebuah keluarga dalam rasa nyaman meskipun menghadapi masalah dalam keluarga.

2) Kurangnya pendidikan atau keterbatasan dalam memperoleh pendidikan dalam keluarga, minimnya pendidikan atau keterbatasan dalam pendidikan keuarga menyebabkan ketika keluarga tersebut terdapat permasalahan maka masing-masing anggota keluarga bersikeras dengan pendapatnya. Hal ini


(36)

21

disebabkan karena kurangnya rasa menghormati antar anggota dalam keluarga.

3) Minimnya memperoleh kesehatan dalam keluarga, kesehatan merupakan hal yang sangat penting, jika satu anggota keluarga mengalami sakit sehingga dia menjadi beban bagi anggota keluarga yang lain, sedangkan yang sakitpun merasa bahwa dia tidak berguna dalam keluarga, sehingga dalam keluarga tersebut mengalami putus asa dan konflik antar anggota keluarga.

c. Akibat Dari Keluarga Broken Home

Dampak akibat yang diperoleh dari keluarga broken home yang menyebabkan kurangnya interaksi antara anak dengan orang tua. Akibat dari kurangnya perhatian orang tua karena sibuk mencari uang atau cekcok dengan keluarga, sehingga anak kurang perhatian. Akibat yang ditimbulkan dari broken home menurut riset Sule Steven, antara lain dapat mengakibatkan:

1) Psychological disorder (Gangguan Psikologis).

Tidak dapat dipungkiri bahwa anak broken home akan mengalami gangguan secara psikologis. Meskipun kebutuhan fisiologi terpenuhi dengan baik, anak tidak akan berkembang dengan baik ketikan kebutuhan psikologisnya tidak terpenuhi. Anak brokenhome memiliki kecenderungan agresif, introvert, menolak untuk berkomitmen, labil, tempramen, emosional, sensitif, apatis, dan lain-lain.


(37)

22

2) Academic problem (masalah akademik).

Faktor motivasi eksternal terbesar untuk anak adalah keluarga, ketika keluarga mengalami disfungsional maka anak broken home akan cenderung menjadi pemalas dan memiliki motivasi berprestas yang rendah.

3) Behavioral problem (perilaku menyimpang).

Anak broken home adalah anak yang memang kurang perhatian. Akibatnya anak memiliki self esteem dan self confident rendah, konsep dirinya pun negatif. Begitu di luar (rumah), anak semacam over kompensasi, mencari pengakuan dan penghargaan diri dari lingkungan sekitarnya, sehingga anak broken home memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku-perilaku menyimpang seperti bullying, memberontak, bersikap apatis terhadap lingkungan, bersikap destruktif terhadap diri dan lingkungannya, misalnya dengan mulai merokok, minum minuman keras, judi, free sex(seks bebas). Mereka melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tanpa pernah tahu apa yang baik dan yang buruk. Persis seperti seorang anak yang menangis dan butuh pelukan ibunya, tapi dia tidak mendapatkannya, oleh karena itu anak broken home akan berterimakasih kepada siapapun yang mau memeluknya, dan kadang wujud si ibu itu adalah „narkoba‟ dan ‟seks bebas‟.


(38)

23

Dengan adanya akibat-akibat dari keluarga broken home menyebabkan kurangnya interaksi orang tua dengan anak. Pengaruhnya sangat besar untuk anak karena akibat dari perpecahan keluarga anak menjadi pemalas, pemurung, nakal dan masih banyak yang lain.

Oleh karena itu pentingnya peranan orang tua ayah atau ibu untuk mengawasi dan mendampingi anak.Apalagi anak yang tumbuh menjadi seorang remaja perlu ada pengawasan yang lebih. d. Masalah-Masalah yang Dihadapi

Kondisi keluarga broken home kerap sulit dihindarkan ketika konflik dalam rumah tangga terjadi. Menurut Willis (2008) dalam bukunya yang berjudul Konseling Keluarga (Family Counseling), adapun masalah-masalah yang dapat menyebabkan kondisi broken home diantaranya:

1) Kurangnya atau putus komunikasi di antara anggota keluarga Terutama ayah dan ibu, dalam hal ini faktor kesibukan yang sering menjadi penyebab utama. Ayah dan ibu sibuk bekerja hingga tidak memiliki waktu yang banyak untuk anaknya mereka tidak punya waktu untuk makan siang bersama, shalat berjamaah dirumah di mana ayah menjadi imam, sedang anggota menjadi jamaah. sehingga anak-anak akan susah mengungkapkan pengalaman, perasaan, dan pemikiran-pemikirannya tentang kebaikan keluarga, termasuk kritik terhadap orang tua mereka.


(39)

24 2) Sikap egosentrisme

Sikap egosentrisme masing-masing suami isteri merupakan penyebab pula terjadinya konflik rumah tangga yang berujung pada pertengkaran yang terus menerus.Hal yang lebih berbahaya lagi adalah sifat egosentrisme, yaitu sifat yang menjadikan dirinya pusat perhatian yang diusahakan seseorang dengan segala cara.Egosentrisme lebih mementingkan diri sendiri daripada oranglain.

3) Masalah ekonomi

Rumah tangga akan berjalan stabil dan harmonis bila didukung oleh kecukupan dan kebutuhan hidup, segala keperluan dan kebutuhan rumah tangga dapat stabil bila telah terpenuhi keperluan hidup (ekonomi).Sehingga terjadi problema rumah tangga, faktor dominan adalah masalah ekonomi, dimana pihak suami tidak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangga, padahal pemenuhan biaya hidup merupakan hal yang prinsip.

4) Jauh dari agama

Agama merupakan pondasi yang dapat mengontrol perilaku seseorang.Dengan berpegang teguh pada agama, maka orang tersebut dapat mebedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Tetapi sebaliknya, apabila individu-individu di dalam sebuah keluarga jauh dari agama, maka hal-hal negatif akan lebih rawan terjadi.


(40)

25

e. Mengatasi Masalah yang Terjadi Didalam Keluarga Boken Home Menurut (Willis 2008: 14) untuk mengatasi konflik-konflik yang berkepanjangan dan mengatasi ketegangan yang terjadi dalam keluarga broken home ada berbagai upaya yaitu:

1) Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa

Setiap manusia memiliki masalah yang dimiliki, kita susah untuk menghindari dari setiap masalah tersebut. Mendekatkan diri kepada Tuhan merupakan cara yang ampuh untuk tetap tegar mengadapi cobaan yang kita miliki.

2) Selalu berfikir dan berperilaku positif

Berfikir postif bahwa setiap masalah yang terjadi pasti ada hikmahnya. Jadikan masalah tersebut sebagai pembelajaran untuk kedepannya supaya dapat terbebas dari kehancuran

3) Saling berbagi

Kita sebagai manusia adalah makhluk sosial, kita tidak bisa hidup sendiri kita memiliki orang lain yang dapat kita ajak untuk berbagi. Berbagi cerita sehingga persaan kita miliki sedikit lega dan usahakan kita berbagi kepada orang yang tepat yang dapat memberikan kita solusi dari permasalahan.

4) Mendatangkan pihak ketiga yang dipercaya keduanya

Apabila ketegangan tak terselesaikan dengan cara-cara persuasif, bahkan meningkat, maka bisa ditempuh cara menghadirkan sesorangyang dipercaya oleh keduanya. Bisa jadi seorang ustadz


(41)

26

yang dikenal kearifannya, atau seorang yang dipercaya oleh keduanya.Bisa jadi seorang ustadz yang dikenal kearifannya, atau seorang yang dipercaya bisa menyimpan rahasia.Suami istri mengadukan masalah dan perasaan hatinya masing-masing, untuk didengarkan dan diselesaikan oleh pihak ketiga tersebut. Dengan izin Allah, pihak ketiga akan memberikan saran, pandangan, ataupun alternatif pemecahan masalah (Takariawan, 1997:191). 5) Mencari kegiatan yang positif

Mencari hal-hal yang baru untuk menghilangkan rasa bosan ketika ada masalah yang datang.Suatu kegiatan yang positif memberikan kita pikiran yang positif sehingga kita tidak terjerumus pada jurang kehancuran.

6) Pendidikan didalam keluarga

Pendidikan merupakan hal yang penting sepanjang zaman.Pendidikan didalam keluarga merupakan suatu pondasi awal untuk membentuk keperibadian anak.Anak belajar dari pendidikan yang orang tua mereka berikan. Menurut (Derajat, 1995: 41) Pendidikan didalam keluarga antara lain sebagai berikut:

a. Keluarga sebagai wadah utama pendidikan

Keluarga merupakan tempat yang memberikan berbagai syarat dan ketentuan pembentukan keluarga, sebagai wadah yang akan mendidik anak sampai umur tertentu.


(42)

27 b. Pembentukan kepribadian anak

Pendidikan anak pada dasarnya adalah tanggung jawab orang tua.Hanya karena keterbatasan kemampuan orang tua, maka perlu adanya bantuan dari orang yang mampu dan mau membantu orang tua dalam pendidikan anak-anaknya, terutama dalam mengajarkan berbagai ilmu dan ketrampilan yang selalu berkembang dan dituntut pengembangannya bagi kepentingan manusia.

c. Pendidikan agama dalam keluarga

Pendidikan agama memang perlu diketahui, bahwa kualitas hubungan anak dan orang tuanya akan mempengaruhi keyakinan beragamanya di kemudian hari. Apabila ia merasa disayang dan diperlakukan adil, maka ia akan meniru orang tuanya dan menyerap agama dan nilai-nilai yang dianut oleh orang tuanya. Dan jika terjadi sebaliknya, maka ia menjauhi apa yang diharapkan orang tuanya, mungkin ia tidak mau melaksanakan ajaran agama dalam hidupnya, tidak zakat, tidak puasa dan sebagainya

d. Pembentukan sikap-sikap terpuji

Hal ini orang tua harus dapat mencontoh perilaku mereka kepada anak, karena penampilan, perkatan dan sikap dapat dilihat, didengar dan ditiru oleh anak dalam kehidupannya sehari-hari


(43)

28 e. Pendidikan anak secara umum

Pendidikan anak secara umum terjadi secara alamiah tanpa disadari oleh orang tua, namun pengaruhnya sangat besar.Apalagi disaat anak masih berada pada tahun pertama, anak mendapatkan pendidikan yang tanpa disadari oleh orang tua yang dapat berdampak pada kehidupan anak.

Dengan beberapa hal tersebut diatas maka konflik yang terjadi didalam keluarga menjadi berkurang.Peranan orang tua juga sangat penting untuk mendidik anak.Adanya perpecahan keluarga yang menyebabkan ayah dan ibu menjadi pisah kadang membuat anak menjadi kurang perhatian diantara mereka.Adanya konflik-konflik yang terjadi juga menyebabkan pengaruh yang tidak baik untuk anak.

3. Kajian Tentang Pola Asuh a. Pengertian Pola Asuh

Pola asuh pada dasarnya diciptakan oleh adanya interaksi antara orang tua dan anak dalam hubungan sehari-hari yang berevolusi sepanjang waktu sehingga orang tua akan menghasilkan anak-anak yang sealiran, karena orang tua tidak hanya mengajarkan dengan kata-kata tetapi dengan contoh (Shocib, 1998)

Didalam pengasuhan anak para orang tua mempunyai tujuan untuk membentuk anak menjadi yang terbaik sesuai dengan apa yang dianggap ideal oleh para orang tua dan dalam pengasuhan anak


(44)

29

diberikan istilah disiplin sebagai pelatihan dalam mengendalikan dan mengontrol diri (Hurlock, 1999). Sedangkan menurut (Syaiful Bahri, 2014: 84) pola asuh orang tua dalam keluarga berarti kebiasaan orang tua, ayah dan atau ibu dalam memimpin, mengasuh dan membimbing anak dalam keluarga. Mengasuh dalam arti menjaga dengan cara merawat dan mendidiknya, membimbing dengan cara membantu, melatih dan sebagainya.

Didalam keluarga pola asuh juga tergantung pada latar belakang pendidikan orang tua, mata pencaharian, keadaan sosial ekonomi, adat istiadat, suku bangsa, dan sebaginya.Sejumlah nilai yang terkandung dalam adat istiadat itu merupakan suatu warisan, tumbuh dan berkembang pada setiap diri anak. Oleh karena itu, pola asuh yang diterapkan oleh suatu suku bangsa akan melahirkan anak dengan kepribadian yang khas (Koentjaraningrat; 2011)

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua

Menurut Baumrind dan Megawangi (2003), menyebutkan bahwa ada 3 pola asuh orang tua, yaitu:

1) Pola asuh otoriter

Pola asuh otoriter ditandai dengan ditandai dengan orang tua yang melarang anaknya dengan mengorbankan otonomi atau hak anak.Pola asuh otoriter ini menerapkan sikap-sikap orang tua yang keras dan kaku dalam menerapkan aturan-aturan, orang tua juga


(45)

30

bersikap memaksa dengan selalu menuntut kepatuhan anak dan berkehendak sesuai dengan keinginannya.

2) Pola asuh demokratis

Pola asuh demokratis yaitu yang pada umumnya ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anak.Mereka membuat sebuah aturan yang disepakati oleh bersama-bersama.Orang tua yang demokratis yaitu orang tua yang mencoba mengharagai kemampuan anak secara langsung.Pada pola ini orang tua memusatkan pada aspek pendidikan daripada aspek hukuman. 3) Pola asuh permisif

Pola asuh permisif ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk bebrbuat dan berperilaku sesuai dengan keinginan anak.Pola asuh ini lebih kepada orang tua yang bersikap mengalah, menuruti semua keinginan anak, melindungi secara berlebihan serta memberikan atau memenuhi semua keinginan anak secara berlebihan.

Berdasarkan pernyataan diatas, pola asuh yang diterapkan oleh orang tua memiliki ciri-ciri masing-masing pola tersebut antara lain: 1) Pola asuh otoriter memiliki ciri-ciri, kekuasaan ditangan orang tua,

anak tidak diakui sebagai pribadi, kontrol tingkah laku anak sangat ketat, orang tua selalu menghukum anak

2) Pola asuh demokratis memiliki ciri-ciri, ada kerjasama antara orang tua dengan anak, anak diakui sebagai pribadi, ada bimbingan dan


(46)

31

pengarahan dari orang tua, adanya kontrol dari orang tua yang tidak kaku

3) Pola asuh permisif memiliki ciri-ciri, dominasi pada anak, adanya sikap longgar atau kebebasan dari orang tua terhadap anak, tidak adanya bimbingan dan pengarahan dari anak, kontrol dan perhatian orang tua sangat kurang.

Sedangkan Baumrind dalam bukunya Euis Sunarti (2004: 117) mengatakan bahwa ada 3 macam pola asuh orang tua yaitu: 1) Pola Asuh Otoriter (Authoritarian)

Baumrind dalam buku Mohammad Takdir Ilahi (2013: 136) pola asuh orang tua yang otoriter ditandai dengan hubungan orang tua dengan anak yang tidak hangat dan sering member hukuman kepada anak.Sikap dan kebijakan orang tua cenderung tidak persuasive.Hal ini terlihat dari sikap orang tua yang tidak memberikan kasih saying dan simpatik terhadap anak.Anak dipaksa patuh dengan nilai-nilai orang tua, orang tua menuntut anak supaya meniru tingkah laku mereka.

Dalam pola asuh ini cara orang tua dalam mengasuh anaknya dengan menggunakan kedisiplinan, penekanan, dan kepatuhan yang berlebihan sehingga anak merasa tertekan dan merasa tidak diperhatikan sehingga anak memiliki sikap membangkang dan memberontak.


(47)

32 2) Pola Asuh Permisif (Permissive)

Baumrind dalam buku Mohammad Takdir Ilahi (2013: 136) pola asuh permisif adalah salah satu pola asuh yang memberikan kebebasan terhadap anak dalam membentuk karakternya tanpa ada campur tangan dari orang tua. Sikap pola asuh ini cenderung lebih memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berperilaku sesuai dengan apa yang ia inginkan. Akibatnya anak tumbuh menjadi seseorang yang agresif dan antisosial karena sejak awal tidak diajari untuk patuh terhadap aturan sosial.Anak juga tidak diberikan hukuman ketika anak tersebut melanggar aturan yang ditetapkan oleh orang tua.

Pola asuh seperti ini cenderung menyebabkan anak menjadi manja, lemah, dan memiliki sifat kekanak-kanakan, dikarenakan karena kebebasan yang dilakukan oleh orang tuanya.Orang tua menunjukkan sikap yang kurang berwibawa, bebas, acuh tak acuh, dan serba memperbolehkan.

3) Pola Asuh Demokratis (Authoritative)

Baumrind dalam buku Euis Sunarti (2004: 118) pola asuh ini mencerminkan adanya mongontrol perilaku anak, namun control tersebut dilakukan dengan fleksibel atau tidak kaku. Anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan demokratis akan mengembangkan rasa percaya diri, control emosi diri yang baik, selalu ingin tahu,


(48)

33

menggali hal-hal yang dapat memperluas wawasan dan kematangan kepribadiaanya.

Pola asuh ini berbeda dengan pola asuh yang lain karena dalam pola asuh ini orang tua yang hangat dan mau mendengarkan pendapat anaknya. Selalu ada musyawarah untuk mengambil suatu keputusan baik pendapat orang tua maupun anak tanpa ada yang merasa terpaksa. Hal ini akan mendorong anak menjadi kepribadian anak yang positif.

Menurut Maimunah Hasanah (2012: 26) ada tipe pola asuh dibagi menjadi 4 jenis, yaitu:

1) Tipe Autoritatif

Orang tua pada tipe ini akan menerima dan melibatkan anak sepenuhnya. Apabila anak melakukan pelanggaran maka mendapatkan hukuman, para orang tua juga memberikan penjelasan terkait dengan hukuman yang telah diberikan. Anak akan tumbuh menjadi anak yang mandiri, mau bekerja sama, mempunyai motivasi dalam kehidupan sehari-hari ataupun dimasa yang akan datang.

2) Tipe Otoriter

Tipe ini menuntut dan mengendalikan anak dengan kekuasaan orang tua yang dimiliki tanpa ada rasa kehangatan, bimbingan dan komunikasi diantara mereka. Anak-anak akan menarik diri secara


(49)

34

social, ketergantungan, dan tidak memiliki motivasi untuk maju kemasa yang akan datang.

3) Tipe Penyabar

Orang tua tipe penyabar akan menerima dan sedikit memberikan tuntutan kepada anak-anaknya

4) Tipe Penelantar

Orang tua tipe seperti ini tidak peduli dengan aktivitas anak-anaknya mereka cenderung memikirkan aktivitas-aktivitas mereka sendiri. Mereka tidak peduli dengan anaknya, tidak tahu apa yang anaknya lakukan, siapa teman-temannya dan tidak memperdulikan pendapat anaknya.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua

Adanya pernyataan diatas, maka orang tua memberikan gagasan atau ide yang sulit diterima atau dimengerti oleh anak-anaknya dan sulit dihilangkan, bahwa orang tua harus menggunakan kekuasaandalam menghadapi anak-anak yang menjadikan penghalang bagi kelangsungan keharmonisan dalam keluarga.

Menurut Sochib (1998: 87) perlakuan orang tua terhadap anak-anaknya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1) Pengalaman masa lalu, dimana mereka menerima perlakukan yang sama dari orang tuanya waktu mereka kecil. Bila mereka menerima perlakuan yang keras dan kejam maka perlakuan tersebut akan kembali kepada anaknya.


(50)

35

2) Kepribadian oran tua sangat mempengaruhi cara mengasuhnya. Orang tua yang cenderung tertutup dan konservatif maka cenderung memperlakukan anaknya secara ketat

3) Nilai-nilai yang dianut oleh orang tua, orang tua cenderung masih menghargai keputusan anak.

Pola asuh tidak dapat berjalan dengan baik dan maksimal apabila tidak didukung oleh faktor lingkungan. Pola asuh tidak hanya datang dari orang tua saja tetapi bisa saja dari lingkungan sekitar, kakek,nenek, saudara, kerabat dekat, tetangga dan sekolah, namun itu semua harus sejalan.

Oleh karena itu ada hal yang penting untuk dilakukan agar anak dapat berkembang sesuai dengan harapan, yaitu dengan menjaga hubungan baik dengan anak, melakukan komunikasi yang tepat sehingga anak dapat menerima sesuai dengan perkembangannya. 4. Kajian Tentang Interaksi

a. Pengertian Interaksi

Adanya kasus pecahnya suatu keluarga lebih banyak anak mengalami kesulitan didalam hubungan sosial, lebih ekstrim mengekpresikan dirinya, lebih penakut dan lain-lain.Menurut (Shochib 1998: 9) untuk mengurangi atau meminimalkan bahaya yang ditimbulkan oleh perpecahan keluarga perlu adanya upaya orang tua untuk menciptakan situasi dan kondisi yang dapat mengundang anak


(51)

36

berdialog dengan mereka sejak usia dini agar anak menyadari moral sebagai landasan keteraturan disiplin dirinya

Interaksi adalah proses dimana orang-orang berkomunikasi saling memengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain.

Pentingnya interaksi anak dengan orang tua karena dalam interaksi itu didapatkan kasih sayang, rasa aman dan perhatian dari orang tua yang tidak ternilai harganya. Interaksi yang baik antara orang tua dan anak juga harus diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan anak, seperti kebutuhan pangan, sandang, dan pendidikan, karena semua itu adalah tanggung jawab orang tua yang telah melahirkannya. Apabila dalam suatu keluarga terjadi suatu perceraian atau keretakan didalamnya, maka sedikit banyak akan mempengaruhi perubahan perhatian dari orang tua terhadap anaknya baik perhatian fisik, seperti sandang, pangan, dan pendidikan maupun perhatian psikis seperti, kasih sayang dan intensitas interaksi. Perubahan ini disebabkan karena kebiasaan hidup yang dilakukan bersama dalam satu rumah, harus berubah menjadi kehidupan sendiri-sendiri dan timbulnya rasa tidak nyaman akibat adanya konflik dalam keluarga.

Keluarga merupakan sistem kehidupan yang paling dekat dan signifikan dalam meletakkan dasar-dasar perlindungan diri bagi anak. Hal ini dilakukan keluarga, terutama orangtua, dalam kegiatan


(52)

37

pengasuhan sehari-hari (Moh. Shochib 2010: 70). Dalam pola interaksi prinsip-prinsip yang dipakai orang tua dalam mengembangkan dasar-dasar disiplin bagi anak sehingga didalam keluarga terdapat beberapa praktek mengenai pola asuh yang dapat membantu adanya interaksi dalam keluarga. Dalam bukunya (Shocib 1998: 124) menerangkan bahwa ada beberapa prinsip yang dapat mengembangkan disiplin diri dalam pola asuh orang tua dan anak antara lain :

a. Adanya keteladanan diri

Orang tua atau pendidik yang menjadi teladan bagi anak adalah senantiasa mereka yang berperilaku yang taat pada nilai-nilai moral. Orang tua atau pendidik menyadari bahwa perilakunya yang tidak disadari untuk dicontohkan, oleh anak akan dapat dijadikan bahan imitasi dan identifikasi. Artinya anak dapat menirukan apa yang orang tua atau pendidik lakukan. Upaya yang dilakukan orang tua atau pendidik merupakan nilai-nilai moral yang dikemas dalam nilai-nilai agama. Apabila orang tua mampu meneladani anak untuk berperilaku taat dalam agama, maka anak dapat senantiasa berperilaku dengan baik

b. Adanya kebersamaan orang tua atau pendidik dengan anak-anak dalam merealisasikan nilai-nilai moral

Upaya yang dapat dilakukan orang tua dalam mencitakan kebersamaan dengan anak-anak dengan merealisasikan nilai-nilai moral secara esensial dengan menciptakan atauran-aturan bersama


(53)

38

dengan anggota keluarga untuk ditaati bersama.Dengan adanya upaya tersebut berarti orang tua atau pendidik menciptakan situasi dan kondisi yang mendorong serta merangsang anak untuk senantiasa berperilaku yang sesuai dengan atuaran. Kebersamaan mereka akan kukuh apabila orang tua atau pendidik mampu menerjemahkan nilai-nilai menjadi pola kehidupan semua anggota keluarganya.

c. Demokratisasi dan keterbukaan dalam suasana kehidupan keluarga Demokratisasi dan keterbukaan dalam suasana kehidupan keluarga merupakan syarat akan terjadinya sebuah pengakuan akan orang tua dan anak dan situasi kehidupan yang dihayati bersama-sama. Untuk membangun suasana tersebut perlu adanya sikap saling terbuka tentang upaya yang akan dilakukan baik didalam lingkungan keluarga maupun lingkungan luar. Dengan adanya keterbukaan didalam keluarga mereka siap menerima saran, sehingga adanya keterbukaan anak berusaha untuk meningkatkan kepatuhannya terhadap nilai-nilai moral.

d. Kemampuan orang tua atau pendidikan untuk menghayati dunia anak.

Perlunya pemahaman orang tua dalam memahami bahwa anaknya tidak dapat dipandang sama dengan dirinya. Orang tua yang mampu menghayati dunia anak dipersyaratkan untuk memiliki tiga kemapuan, yaitu kepakaran, keterpercayaan, dan kedekatan yang


(54)

39

dirasakan anaknya. Kepakaran yaitu kemapuan orang tua dalam mengerti tentang nilai-nilai moral untuk kehidupan, sedangkan keterpercayaan yaitu apa yang dimengerti nilai-nilai moral oleh orang tua sehingga diamata anaknya tidak hanya berbicara tetapi menghayatinya dalam kehidupan. Kedekatan, orang tua harus membangun kedekatan dengan anak dengan cara komunikasi yang dialogis.

e. Konsekuensi logis

Orang tua atau pendidik perlu menyusun konsekuensi logis baik didalam rumah atau diluar, yang dibuat dan ditaati oleh masing-masing anggota keluarga.Aturan-aturan ini dibuat agar mereka dapat menyadari konsekuensi yang diterima jika melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan nilai-nilai moral.

f. Kontrol orang tua atau pendidik terhadap perilaku anak

Dalam melaksanakan kontrol dalam perilaku anak orang tua atau pendidik senantiasa berperilaku yang taat moral. Oleh sebab itu antara orang tua dengan anak perlua adanya dialog bahwa orang tua atau pendidik berhak dan berkewajiban untuk mengontrol perilaku anak.

g. Nilai-nilai moral disandarkan pada nilai-nilai agama

Dalam era globalisai orang tua atau pendidik dituntut untuk menyadari bahwa sumber nilai-nilai moral diupayakan kepada


(55)

40

anaknya untuk disadarkan kepada sumber nilai yang memiliki nilai mutlak.

Dengan adanya prinsip-prinsip diatas sangat berpengaruh terhadap pola asuh yang terjadi dalam keluarga.Orang tua atau pendidik diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai moral untuk dapat mengembangkan disiplin diri bagi anak, sehingga anak dan orang tua dapat menjalin pola interaksi yang baik.

Kehadiran keluarga sebagai komunitas dalam suatu masyarakat terkecil memiliki arti yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan komunitas masyarakat yang lebih luas.Menurut (Syaiful Bahri 2014: 122) kehidupan keluarga yang harmonis perlu dibangun atas dasar system interaksi yang kondusif.Dalam sebuah keluarga terdapat bentuk interaksi antara ayah dan ibu, ayah dengan anak, ibu dengan anak dan interaksi antara anak dengan anak.

Dalam kamus bahasa Indonesia, pola artinya adalah gambar, corak, model, sistem, cara kerja, bentuk, dan struktur”.Sedangkan interaksi artinya hal yang saling melakukan aksi, berhubungan, memengaruhi, dan antar hubungan.Apabila kata tersebut dikaitkan dengan interaksi maka dapat diartikan pola interaksi adalah bentuk dasar cara komunikasi individu dengan individu atau individu dengan kelompok atau kelompok dengan individu dengan memberikan timbal balik antara pihak satu dengan yang lain dengan maksud atau hal-hal tertentu guna mencapai tujuan.


(56)

41

Dapat disimpulkan bahwa pola interaksi merupakan suatu cara, model, dan bentuk-bentuk interaksi yang saling memberikan pengaruh dan mempengaruhi dengan adanya timpal balik guna mencapi tujuan. Untuk membentuk suatu keluarga yang harmonis perlu dibangun atas dasar system interaksi yang kondusif. Ada beberapa bentuk dalam proses interaksi didalam keluarga. Di dalam kasus-kasus perceraian, anak sering kali menjadi korban.Tetapi yang paling menjadi sorotan adalah perubahan pola asuh yang diterapkan terhadap anaknya. Perubahan pola asuh yang dilakukan oleh dua kubu (ayah dan ibu) dapat terjadi melalui hasil penelitian terhadap empat informan yang mengalami perubahan dalam berkomunikasi dari lima informan.

Kurangnya interaksi orang tua dengan anak ini juga menyebabkan anak kehilangan peran orang tua.Hal lain yang merupakan akibat dari kurangnya interaksi orang tua dengan anak adalah kurangnya pengetahuan dan perhatian terhadap hak-hak anak. Akhirnya kebutuhan anak dalam arti hak-hak mereka tidak terpenuhi. Dampak lain dari keegoisan dan kesibukan orang tua serta kurangnya waktu untuk anak dalam memberikan kebutuhannya menjadikan anak memiliki karakter; mudah emosi (sensitif), kurang konsentrasi belajar, tidak peduli terhadap lingkungan dan sesamanya, tidak tahu sopan santun, tidak tahu etika bermasyarakat, mudah marah dan cepat tersinggung, senang mencari perhatian orang, ingin menang sendiri,


(57)

42

susah diatur, suka melawan orang tua, tidak memiliki tujuan hidup, dan kurang memiliki daya juang.

Anak kerap kali protes dan mengeluh, namun orang tua hanya cukup memberikan pengertian bahwa ayah dan ibu bekerja untuk kepentingan anak dan keluarga.Orang tua zaman sekarang sering merasa kesulitan mengerti keinginan anaknya, tanpa mereka sadari bahwa orang tualah yang menuntut anak harus mengerti dan menerima keadaan orang tua atau keluarganya.Tidak dapat dipungkiri kebutuhan ekonomi yang semakin sulit membuat setiap orang bekerja semakin keras untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Akan tetapi, orang tua seringkali tidak menyadari kebutuhan psikologis anak yang sama pentingnya dengan memenuhi kebutuhan hidup.

Dalam interkasi dalam anggota keluarga merupakan hal yang sangat penting karena secara tidak langsung dapat mempengaruhi fungsi keluarga secara keseluruhan dan kesejahteraan keluarga.Orang tua dan anak dapat menjadikan interaksi menjadi suatu komunikasi sebagai indicator rasa percaya dan kejujuran yang dapat dibentuk dalam suatu keluarga.

b. Hal-Hal yang Diperhatikan Dalam Interaksi Dengan Anak

Interaksi dalam komunikasi dengan anak merupakan sebuah kunci untuk membangun potensi dan kepribadian anak.Hal tersebut menyebabkan ada berbagai hal yang perlu diperhatikan untuk menciptakan komunikasi yang baik dengan anak. Supaya dapat


(58)

43

mengajak anak berinteraksi dapat dilakukan berbagai tips untuk anak bisa benar-benar mendengarkan bahkan memahami yang penting dalam hidupnya. Beberapa hal tersebut perlu diperhatikan antara lain: 1) Tarik perhatian anak

Dalam hal ini kita harus memahami betul kemauan dan keinginan anak.Dekatilah anak dengan kontak mata, hal tersebut karena dengan begitu anak merasa diperhatikan. Apalagi berbicara sambil melakukan aktivitas yang lain.

2) Memilih gaya bahasa yang menyenangkan

Dengan memilih gaya bahasa yang menyenangkan dengan suara yang halus, tidak keras, tidak menggunakan kata-kata kasar.

3) Meminta jangan menyuruh

Terutama pada saat anak kesulitan dalam melakukan hal sesuatuhal atau anak dalam kondisi tekanan atau stress. Contoh menyuruh: ayo beresi mainanmu! Segera sikat gigi!.

Contoh mengajak: nak biasakan bereskan mainanmu agar tidak hilang/tercecer

4) Berbicara secara langsung dan jelas

Dengan berkomunikasi dengan anak tidak perlu berulang-ulang dan berputar-putar. Namun jelas dan langsung

5) Jika anak sedang melakukan aktivitasnya seperti mengerjakan tugas atau bermain dengan asik, dekatilah sambil sesekali terlibat


(59)

44

dalam aktivitas-aktivitasnya, kemudian dapat menyampaikan pesan-pesan yang ingin disampaikan

6) Sesuaikan instruksi dengan kondisi lingkungan, jangan mengajak anak untuk belajar saat dia memang sedang menikmati lburannya dengan saudara atau dengan temannya. Menata waktu adalah hal yang paling penting dalam komunikasi

7) Jangan pernah membandingkan keadaan kita jaman dahulu dengan anak. Tetapi lebih menjadikan sebagai pengalaman kita sebagai cerita yang menarik dan menjadi model bagi anak kita

8) Saat anak melakukan sesuatu yang salah jangan terpancing emosi. Jika kita langsung marah maka anak akan menghindari kejujuran. Bagi anak menjadi anak baik dan kesayangan adalah mahkota yang harus dipertahankan, bahkan anak berbohong demi mahkotanya tersebut. Pahamilah kondisinya tersebut baru kita memberitahukan dan meluruskan kesalahannya. Yakinlah kesalahan tersebut adalah proses menjadi benar, sehingga tidak perlu dihindari.

9) Terkadang pelu media lain untuk menunjang komunikasi seperti sms, buku ataupun menulis surat. Hal ini lebih menarik dan akhirnya lebih diperhatikan oleh anak.

5. Pengaruh Interaksi Anak Keluarga Broken Home Terhadap Perkembangan Anak

Orangtua berperan besar dalam perkembangan kepribadian anak.Orangtua menjadi faktor dalam menanamkan dasar kepribadian


(60)

45

yang ikut menentukan corak dan gambaran seseorang setelah dewasa. Jadi gambaran kepribadian yang terlihat dan diperlihatkan seorang remaja banyak ditentukan oleh keadaan dan proses yang ada dan yang terjadi sebelumnya (Gunarsa & Gunarsa 1990).

Sikap orangtua mempengaruhi cara orangtua memperlakukan anak dan perlakuan orangtua terhadap anak sebaliknya mempengaruhi sikap dan perilaku anak terhadap orangtua. Pada dasarnya hubungan orangtua-anak tergantung pada sikap orangtua.Sikap orangtua sangat menentukan hubungan keluarga.Sekali hubungan terbentuk, maka cenderung bertahan. Orangtua yang mempunyai kemampuan yang baik tentu akan mempunyai cara, sikap, dan waktu yang tepat untuk berkomunikasi dengan anak. Tingkah laku orangtua dapat mempengaruhi dalam pembinaan anak-anak. Hubungan yang baik dalam keluarga antara ayah, ibu, dan anak-anak disamping anggota keluarga akan dapat terjalin dengan baik apabila komunikasi berjalan dengan baik dalam lingkungan keluarga (Effendi et al 1995, diacu dalam Kunarti 2004).

Keadaan keluarga setiap orang berbeda-beda, ada yang harmonis karena semua kebutuhan rumah tangga terpenuhi dengan sempurna serta suami istri merasa cukup dengan apa yang telah dimiliki saat itu, namun tidak sedikit juga yang keadaan rumah tangganya penuh dengan konflik, selain dilatar belakangikeadaan ekonomi kesetiaan suami istri serta sikap tidak mensyukuri dengan apa


(61)

46

yang ada menjadi pemicu retaknya rumah tangga. Selain sekolah dan masyarakat, keluarga adalah lembaga pendidikan pertama yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan.Karena lembaga pendidikan keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama, tempat anak didik pertama-tama menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya atau anggota keluarga lainnya.

Orang tua sekarang ini hanya memberikan kebutuhan materi kepada anaknya, sehingga mereka menjadi pribadi yang tidak lengkap. Hal ini dimungkinkan oleh kesibukan-kesibukan orang tua terutama yang berdiam di kota besar dan atau ketidaktahuan orang tua dalam mendidik anak. Sebaliknya orang tua yang bermukim di pedesaan mereka banyak yang berpendidikan rendah dengan bekerja sebagai buruh tani, buruh pabrik dan buruh bangunan.Penghasilan mereka sangat minim sekali, sehingga untuk mencukupi kebutuhan keluarga sangat kurang.Hal seperti itu mengakibatkan keluarga mereka selalu ada pertengkaran (kurang harmonis) dan akhirnya anak-anak mereka kurang mendapat perhatian.

Menurut Tricia K. Neppl dalam penelitian Listriana Fatimah (2012: 35) pengasuhan yang keras (otoriter) menyebabkan anak menjadi agresif. Hubungan pola asuh yang seperti itu akan meyebabkan kepribadian dan karakter perkembangan anak itu sendiri. Kurangnya interaksi didalam pola asuh otoriter menyebabkan anak menjadi pribadi yang kurang bersosialisasi dan tidak percaya


(62)

47

diri.Sedangakan pola asuh yang demokratis selalu memberikan kasih saying, mendengarkan pendapat anak, memperhatikan anak, dan melakukan control terhadap anak. Anak akan merasa diperhatikan dan membuat anak akan merasa percaya diri sehingga akan membentuk kepribadian yang baik dan adanya interaksi didalamnya mebuat anak merasa mereka ada.

Pola interaksi yang terjalin dalam keluarga broken home sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan anak dan keluarga. Menurut David K. Berlo (2004:36) komunikasi adalah proses dimana unsur-unsur yang ada bergerak aktif, dinamis dan tidak statis. Maka alangkah naif jika kita berpikir bahwa komunikasi akan otomatis berjalan selalu sama dan sesuai yang kita inginkan. Tiap kali komunikasi terjadi berarti selalu akan terjadi modifikasi. Sehingga masalah komunikasi dalam keluarga haruslah dipahami dalam konteks dinamika keluarga untuk menjalin kebersamaan.

Pentingnya interaksi anak dengan orang tua karena dalam interaksi itu didapatkan kasih sayang, rasa aman dan perhatian dari orang tua yang tidak ternilai harganya. Interaksi yang baik antara orang tua dan anak juga harus diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan anak, seperti kebutuhan pangan, sandang, dan pendidikan, karena semua itu adalah tanggung jawab orang tua yang telah melahirkannya. Apabila dalam suatu keluarga terjadi suatu perceraian atau keretakan didalamnya, maka sedikit banyak akan mempengaruhi perubahan


(63)

48

perhatian dari orang tua terhadap anaknya baik perhatian fisik, seperti sandang, pangan, dan pendidikan maupun perhatian psikis seperti, kasih sayang dan intensitas interaksi. Perubahan ini disebabkan karena kebiasaan hidup yang dilakukan bersama dalam satu rumah, harus berubah menjadi kehidupan sendiri-sendiri dan timbulnya rasa tidak nyaman akibat adanya konflik dalam keluarga

B. Penelitian Yang Relevan

Dalam melaksanakan suatu kegiatan penelitian, harus mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan, sehingga dengan begitu pelaksanaan penelitian dapat optimal. Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini mengangkat tentang keluarga broken home, diantaranya sebagai berikut:

1. Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Pasini pada tahun 2012 mengenai Pengaruh Broken Home Dalam Keluarga Terhadap prestasi Belajar Siswa DiMadrasah Ibtidaiyah Ma‟arif Bandungan Kabupaten Semarang. Penelitian ini mengemukakan bahwa dampak dari pengaruh keluarga broken home terhadap prestasi belajar siswa. Hasil dari penelitian ini yaitu keluarga broken home sendiri mengakibatkan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa di Semarang. Penelitian ini juga mengungkap bahwa sebagian besar banyak anak yang kondisi rumah tangganya tidak harmonis. Terdapat juga pengaruh yang signifikan antara broken home dalam keluarga terhadap


(64)

49

prestasibelajarsiswa di Madrasah Ibtidaiyah Ma‟arif Bandungan kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012.

Sedangkan focus penelitian yang berjudul “Analisis Problematika Interaksi Anak Dalam Keluarga Broken Home, Desa Banyuroto, Nanggulan, Kulon Progo” disini terdapat kesamaan subyek yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaruh yang dialami oleh sebagian keluarga yang mengalami broken home terhadap anak. Adapun perbedaan antara peneitian yang relevan diatas dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu terdapat pada obyek yang akan diteliti.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Listriana Fatimah pada tahun 2010 mengenai Hubungan Persepsi Anak Terhadap Keharmonisan Keluarga Dan Pola Asuh Orang Tua Dengan Motivasi Belajar (Studi Di Prodi D-III Kebidanan FIK UNDIPU Jombang). Penelitian ini mengemukakan bahwa keharmonisan keluarga dan pola asuh sangat penting untuk anak. Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa serasinya sebuah hubungan antara orang tua dengan anak sangat diperlukan untuk 1) Adanya pengetahuan dan wawasan orantua dan anak tentang pentingnya hubungan yang setara dalam keluarga. 2) tumbuhnya rasa cinta dan kasih saying. 3) munculnya rasa hormat dan menghargai yang lain. 4) adanya sikap orang tua yang rasional dan bertanggung jawab.

Penelitian yang relevan diatas berkaitan dengan penelitan yang akan dilakukan mengenai hubungan yang terjalin antara orang tua


(65)

50

dengan anak. Disini terdapat kesamaan subyek untuk menjadi dasar penelitian yang akan dilakukan yaitu mengenai hubungan interaksi yang terjalin antara orang tua dengan anak ataupun sebaliknya. Adapun perbedaan antara penelitaian yang relevan diatas dengan

penelitian yang akan dilakukan yaitu terdapat pada objek yang diteliti. C. Problematika Interaksi Anak Keluarga Broken Home

Keluarga yaitu yang terdiri dari suami/ayah, istri/ibu dan anak-anaknya yang belum menikah (Soerjono Soekamto, 2004: 22).Undang-Undang Tahun 1974 menyebutkan tentang perkawinan.Keluarga yang sehat yang tidak mengalami masalah menjadi impian semua orang yang sudah memiliki keluarga.Tetapi tidak semua keluarga mengalami masalah yang berat yang berujung dengan perceraian.

Keluarga yang pecah karena akibat dari perceraian antara ayah dan ibu tercantum dalam BKKBN yang pertahun mencapai 20.000 kasus.Perceraian dalam keluarga menurut (Willis, 2008: 66) terdapat dua aspek yaitu; keluarga yang pecah karena strukturnya tidak utuh sebab meninggal atau telah bercerai, orang tua yang ayah atau ibu sering tidak dirumah dan tidak memperlihatkan hubungan kasih sayang, hal ini disebabkan karena sering bertengkar.

Keluarga yang mengalami broken home atau keluarga yang pecah akibat perceraian sangat berpengaruh terhadap proses interaksi dengan anak. Interaksi adalah proses dimana orang-orang berkomunikasi saling memengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Kurangnya interaksi antara


(66)

51

orang tua ayah atau ibu menyebabkan adanya pengaruh yang buruk terhadap anak-anak.Masalah interaksi yang terjadi dalam keluarga menyebabkan keluarga tersebut mengalami kurangnya komunikasi diantara mereka.

Dalam pola interaksi prinsip-prinsip yang dipakai orang tua dalam mengembangkan dasar-dasar disiplin bagi anak sehingga didalam keluarga terdapat beberapa praktek mengenai pola asuh yang dapat membantu adanya interaksi dalam keluarga. Dalam bukunya (Shocib 1998: 124) menerangkan bahwa ada beberapa prinsip yang dapat mengembangkan disiplin diri dalam pola asuh orang tua dan anak antara lain; adanya keteladanan diri, adanya kebersamaan, demokratisasi dan keterbukaan, kemampuan orang tua menghayati dunia anak, konsekuensi logis, control orangtua, nilai-nilai moral.

Dari prinsip-prinsip tersebut diatas maka orang tua ayah atau ibu dapat berinteraksi dengan anak dalam kehidupan kesehariannya.Hal yang dilakukan agar anak dapat berkembang sesuai harapan yaitu menjaga kedekatan dengan anak dengan adanya pola komunikasi dan interaksi terhadap anak.Lakukan dengan komunikasi yang tepat agar pola asuh yang kita berikan tepat dihatinya.Kedekatan yang terjalin antara orang tua dan anak dapat berlangsung selamanya, walapun kedua orang tua mereka tidak lagi bersama.

Berdasarkan kerangka berfikir di atas adalah untuk menggali informasi tentang interaksi anak keluarga broken home di Desa


(67)

52

Banyurotoyaitu khususnya interaksi antara ayah atau ibu dengan anak, masalah-masalah yang menghambat interaksi, serta upaya mengatasi masalah-masalah yang terjadi di Desa Banyuroto Kecamatan Nanguulan Kabupaten Kulon Progo. Hal ini bertujuan agar hasil penelitian yang dilakukan dapat menjadi acuan masing-masing keluarga memiliki peran penting dan positif.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir diatas dapat diajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana interaksi yang terjadi antara ayah atau ibu dengan anak di dalam keluarga broken home di Desa Banyuroto?

2. Bagaimana interaksi yang terjalin antara orang tua ayah atau ibu dengan anak dalam kesehariannya?

3. Bagaimana keteladan yang diberikan ayah atau ibu dalam kesehariaanya? 4. Bagaimana kebersamaan yang terjalin antara ayah atau ibu dengan anak

dalam keseharianya?

5. Bagaimana kedekatan yang terjalin antara ayah atau ibu dengan anak dalam keseharianya?

6. Bagaimana keterbukaan yang terjalin antara ayah atau ibu dengan anak dalam keseharianya?

7. Bagaimana menciptakan aturan-aturan yang berlaku didalam keluarga, sehingga ayah atau ibu dapat mengkontrol perilaku anak dalam sehari-harinya?


(68)

53

8. Masalah-masalah apa yang dihadapi dalam interaksi antara orang tua ayah atau ibu dengan anak di dalam keluarga broken home di Desa Banyuroto? 9. Bagaimana cara menangani masalah interaksi anak dalam keluarga broken

home di Desa Banyuroto?

10. Bagaimana seharusnya keluarga ayah atau ibu menyikapi masalah yang terjadi dalam keluarga broken home di Desa Banyuroto?

11. Apa saja upaya yang dilakukan orang tua ayah atau ibu dalam mengatasi masalah interaksi anak keluarga broken home di Desa Banyuroto?


(69)

54 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitiatif.Pendekatan kualitatif ini merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengungkapkan gejala secara holistic-kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrument kunci.Penelitian kualitatif bersifat deskriptif cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna (prespektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif.

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah diamana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakuakn secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitain kualitaitf lebih menekankan makna daripada generalisasiSugiyono (2010: 15).

Tujuan dari penelitian kualtatif yaitu untuk menggambarkan, memahami dan menjelaskan tentang suatu fenomena yang unik secara mendalam dan lengkap dengan prosedur dan teknik yang khusus sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, sehingga menghasilkan sebuah teori yang grounded, yaitu teori yang dibangun berdsarkan data yang diperoleh selama penelitian berlangsung.


(70)

55

Dari beberapa pengertian tentang penelitian kualitatif tersebut, maka dapat disintesiskan bahwa penelitian kualitatif merupkan penelitian yang mendalami suatu fenomena dalam masyarakat dengan metode alamiah untuk disajikan secara holistic maupun deskripsi tanpa menguji hipotesis, namun menggambarkan kondisi sebelumnya suatu variabel.

Untuk mendiskripsikan secara mendalam tentang Analisis Problematika Interaksi Anak Keluarga Broken Home di Desa Banyuroto, Kec. Nanggulan, Kab. Kulon Progo peneliti menggunakan pendekatan kualitaif.Dengan pendekatan ini diharapkan penemuan-penemuan empiris dapat dideskripsikan secara lebih rinci, lebih jelas dan lebih akurat, terutama dengan berbagai hal yang berkaitan dengan kesejahteraan keluarga supaya dapat menciptakan keharmonisan sebuah hubungan.

B. Subyek Penelitian

Sasaran dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang timbul akibat permasalahan dalam keluarga di Desa Banyuroto, Nanggulan, Kulon Progo, Yogyakarta.Dalam penelitian kualitiatif ini dapat menggunakan criterion-based selection yang didasarkan pada asumsi bahwa subyek tersebut sebagai actor dalam tema penelitian.Sedangkan dalam menentukan informan, dapat menggunakan model snow ball sampling untuk memperluas subyek penelitian.Penelitian kualitatif lebih didasari pada kualitas informasi yang terkait dengan tema penelitian yang diajukan.

Subyek dalam penelitian ini adalah 5 orang orang tua ayah tau ibu keluarga broken home di Desa Banyuroto, Nanggulan, Kulon Progo


(71)

56

Tabel 1. Profil subyek orang tua ayah atau ibu keluarga broken home No Nama

(inisial)

Usia Jenis Kelamin

Status Pekerjaan Lama Bercerai 1 YT 50 tahun Laki-laki Ayah Buruh 5 tahun 2 MY 45 tahun Perempuan Ibu Buruh

tukang cuci

3 tahun 3 AB 50 tahun Perempuan Ibu Wiraswasta 5 tahun 4 AD 48 tahun Laki-laki Ayah Wiraswasta 2 tahun 5 WS 48 tahun Perempuan Ibu Pengrajin 6 tahun

C. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian

Penelitian ini mengenai Analisis Problematika Interaksi Anak Keluarga Broken Home Di Desa Banyuroto, Nangulan, Kulon Progo, Yogyakarta yang dilaksanakan pada bulan Mei sampai bulan Juli 2015.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Banyuroto,Nangulan, Kulon Progo, Yogyakarta tepatnya pada keluarga yang mengalami masalah broken home.Alasan dilakukan penelitian ini karena banyak keluarga yang mengalami masalah-masalah yang terjadi mengakibatkan pecahnya suatu keluarga tersebut.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode wawancara, metode observasi, dan metode dokumentasi.


(1)

144 LAMPIRAN 6. DOKUMENTASI

Foto keluarga Ibu MY yang berusiaaa 45 tahun tinggal dengan anak dan anggota keluarga yang lain

Foto keluarga Ibu AB berusia 50 tahun yang tinggal dengan anak dan anggota keluarga yang lain


(2)

145

Foto keluarga Ibu WS berusia 48 tahun tinggal dengan anak dan angota keluarga yang lain

Foto keluarga bapak AD berusia 48 tahun tinggal dengan anak dan angota keluarga yang lain


(3)

146

Foto keluarga bapak YT berusia 50 tahun tinggal dengan anak dan angota keluarga yang lain


(4)

(5)

(6)