PENGARUH STRATEGI METAKOGNITIF TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 6 YOGYAKARTA.

(1)

PENGARUH STRATEGI METAKOGNITIF TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VIII DI SMP

NEGERI 6 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Matematika

Oleh

Ferida Dwi Prasetyoningrum NIM. 13301241052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” ~QS. Al Insyirah:6~

“Keistimewaan dari sebuah kehidupan adalah menjadi dirimu sendiri” ~Joseph Campbell~

“Satu-satunya sumber pengetahuan adalah pengalaman” ~Albert Einstein~

“Pamer adalah ide yang bodoh untuk sebuah kemenangan” ~Bruce Lee~


(6)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahhirabbil’alamin

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan karunia dan kemudahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Dengan kerendahan serta ketulusan hati, saya persembahkan karya ini untuk:

1. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Edi Prasetyo dan Ibu Masiyem yang selalu memberikan doa, kasih sayang, serta dukungan yang tiada henti. 2. Kakakku Indra Wisata, adikku Nanda Ristia Ciptaningrum, Kakak iparku

Nurcitra Trireswati, serta keluarga besar yang juga selalu mendoakan dan memberi semangat.

3. Sahabat-sahabat tercinta kos Karangmalang D2 dan A40, serta sahabat-sahabat rempongers yang selalu memberikan motivasi dan bantuannya. 4. Teman-teman Pendidikan Matematika A 2013 (MALINKA), terima kasih atas

kebersamaan dan kekeluargaan yang terjalin selama ini.


(7)

PENGARUH STRATEGI METAKOGNITIF TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VIII DI SMP

NEGERI 6 YOGYAKARTA Oleh:

Ferida Dwi Prasetyoningrum 13301241052

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) efektivitas strategi metakognitif dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII SMP N 6 Yogyakarta, (2) apakah terdapat perbedaan signifikan dalam hal kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan strategi metakognitif dan yang mengikuti pembelajaran dengan strategi ekspositori, (3) pengaruh strategi metakognitif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII SMP N 6 Yogyakarta.

Jenis penelitian ini adalah quasi experiment dengan desain penelitian pretest-posttest control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Yogyakarta yang terdiri dari 7 kelas. Sampel diperoleh secara acak, kelas VIII F sebagai kelas eksperimen yang melaksanakan pembelajaran matematika dengan strategi metakognitif dan kelas VIII E sebagai kelas kontrol yang melaksanakan pembelajaran matematika dengan strategi ekspositori. Instrumen yang digunakan untuk mengambil data adalah tes kemamampuan pemecahan masalah matematis dan non-tes berupa lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Validitas instrumen menggunakan validitas isi oleh para ahli (expert judgment) dengan hasil layak digunakan dengan revisi dan validitas konstruk. Metode pengujian hipotesis menggunakan one sample t-test dan independent sample t-test dengan bantuan SPSS 16.

Berdasarkan pengujian hipotesis diperoleh kesimpulan bahwa (1) strategi metakognitif efektif digunakan dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII SMP N 6 Yogyakarta, (2) terdapat perbedaan signifikan dalam hal kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan strategi metakognitif dan yang mengikuti pembelajaran dengan strategi ekspositori, (3) strategi metakognitif berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII SMP N 6 Yogyakarta.

Kata kunci: strategi metakognitif, strategi ekspositori, kemampuan pemecahan masalah matematis


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Tugas Akhir Skripsi yang berjudul “Pengaruh Strategi Metakognitif Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas VIII Di SMP Negeri 6 Yogyakarta” dapat terselesaikan dengan lancar dan tepat waktu.

Penyusunan skripsi ini tidak dapat dilaksanakan dengan baik tanpa bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih kepada.

1. Bapak Dr. Hartono, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta atas izinnya yang diberikan untuk melaksanakan penelitian.

2. Bapak Dr. Ali Mahmudi, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ketua Program Studi Pendidikan Matematika yang juga sekaligus sebagai Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu guna memberikan bimbingan, arahan, serta masukan-masukan yang sangat membangun sehingga tugas akhir skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Ibu Eminugroho Ratna Sari, M.Sc. dan Ibu Himmawati Puji Lestari, M.Si. selaku dosen ahli yang telah bersedia memvalidasi instrumen dalam penelitian ini.

4. Bapak Bambang Sumarno, M.Kom. selaku Dosen Penasihat Akademik yang selalu memberikan nasihat dan masukan selama menempuh kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta.

5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika yang telah membagi dan memberikan ilmunya.

6. Ibu Retna Wuryaningsih, M.Pd. selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 6 Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian.


(9)

7. Bapak Suwasdi, S.Pd. selaku guru pengampu matematika kelas VIII SMP Negeri 6 Yogyakarta yang telah membimbing selama melaksanakan penelitian.

8. Siswa kelas VIII E dan VIII F SMA Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 yang telah bersedia membantu dalam penelitian ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini.

Semoga penulisan Skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya untuk memajukan dunia pendidikan. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu dibutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kemajuan di masa yang akan datang.

Yogyakarta, 27 Maret 2017 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 10

1. Pembelajaran Matematika ... 10

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 14

3. Strategi Metakognitif ... 19

4. Strategi Ekspositori ... 25

5. Tinjauan Materi Lingkaran ... 27

B. Penelitian yang Relevan ... 29

C. Kerangka Berpikir ... 31

D. Hipotesis ... 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 34

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 34

1. Populasi Penelitian ... 34

2. Sampel Penelitian ... 35

D. Variabel Penelitian ... 35

1. Variabel Bebas ... 35

2. Variabel Terikat ... 35

E. Definisi Operasional... 36


(11)

2. Strategi Ekspositori ... 36

3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 37

F. Desain Penelitian ... 38

G. Perangkat Pembelajaran ... 38

1. Perangkat Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 39

2. Perangkat Pembelajaran Kelas Kontrol ... 40

H. Instrumen Penelitian... 40

1. Instrumen Data Kuantitatif ... 40

2. Instrumen Data Kualitatif ... 41

I. Validitas Instrumen ... 42

J. Teknik Analisis Data ... 44

1. Analisis Deskriptif ... 45

2. Uji Asumsi Analisis ... 46

3. Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 47

4. Uji Hipotesis ... 48

K. Jadwal Penelitian ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 57

1. Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran ... 58

2. Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 73

3. Hasil Uji Asumsi Analisis ... 77

4. Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 79

5. Hasil Uji Hipotesis ... 80

B. Pembahasan ... 84

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 92

B. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 37

Tabel 2. Desain Penelitian pretest-posttest control group design ... 38

Tabel 3. Kualifikasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 46

Tabel 4. Klasifikasi Gain ... 52

Tabel 5. Jadwal Penelitian ... 56

Tabel 6. Jadwal Pelaksanaan Penelitian di Kelas VIII F ... 59

Tabel 7. Jadwal Pelaksanaan Penelitian di Kelas VIII E ... 68

Tabel 8. Deskripsi Data Pretest dan Posttest pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 74

Tabel 9. Data Setiap Aspek Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 76

Tabel 10. Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 77

Tabel 11. Hasil Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 78

Tabel 12. Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 79

Tabel 13. Hasil Uji Hipotesis untuk Menjawab Rumusan Masalah 1 ... 80

Tabel 14. Hasil Uji Hipotesis untuk Menjawab Rumusan Masalah 2 ... 81


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Siswa Berdiskusi Secara Kelompok ... 63

Gambar 2. Guru Memberikan Bimbingan ... 64

Gambar 3. Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusi ... 65

Gambar 4. Siswa Menuliskan Jawaban Latihan Soal ... 66

Gambar 5. Guru Menjelaskan Materi... 70

Gambar 6. Siswa Mengerjakan Latihan Soal ... 71

Gambar 7. Guru Memberikan Bimbingan ... 72


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 99

Lampiran B Perangkat Pembelajaran ... 101

Lampiran B.1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 102

Lampiran B.2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 136

Lampiran B.3. Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen ... 166

Lampiran C Instrumen Penelitian... 223

Lampiran C.1. Kisi-kisi Soal Pretest dan Posttest ... 224

Lampiran C.2. Soal Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 225

Lampiran C.3. Alternatif Jawaban dan Pedoman Penskoran Soal Pretest ... 227

Lampiran C.4. Soal Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 232

Lampiran C.5. Alternatif Jawaban dan Pedoman Penskoran Soal Posttest ... 234

Lampiran C.6. Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 239

Lampiran C.7. Lembar Jawaban Siswa Kelas Eksperimen... 241

Lampiran C.8. Lembar Jawaban Siswa Kelas Kontrol ... 245

Lampiran C.9. Lembar OKP Kelas Eksperimen ... 249

Lampiran C.10.Rekap Hasil OKP Kelas Eksperimen ... 267

Lampiran C.11.Lembar OKP Kelas Kontrol... 270

Lampiran C.12.Rekap Hasil OKP Kelas Kontrol ... 288

Lampiran D Daftar Nilai Siswa ... 290

Lampiran D.1. Daftar Nilai Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen... 291

Lampiran D.2. Daftar Nilai Pretest dan Posttest Kelas Kontrol ... 292

Lampiran D.3. Daftar Nilai Pretest Kelas Eksperimen ... 293

Lampiran D.4. Daftar Nilai Posttest Kelas Eksperimen ... 294

Lampiran D.5. Daftar Nilai Pretest Kelas Kontrol ... 295

Lampiran D.6. Daftar Nilai Posttest Kelas Kontrol ... 286

Lampiran E Hasil Uji ... 297


(15)

Lampiran E.3. Hasil Uji Homogenitas ... 302

Lampiran E.4. Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 303

Lampiran E.5. Hasil Uji Hipotesis ... 304

Lampiran F Hasil Validasi ... 306

Lampiran F.1. Hasil Validasi RPP Kelas Eksperimen ... 307

Lampiran F.2. Hasil Validasi RPP Kelas Kontrol ... 315

Lampiran F.3. Hasil Validasi Lembar Kerja Siswa ... 323

Lampiran F.4. Hasil Validasi Soal Pretest dan Posttest ... 329

Lampiran F.5. Hasil Validasi Lembar OKP Kelas Eksperimen ... 335

Lampiran F.6. Hasil Validasi Lembar OKP Kelas Kontrol ... 343

Lampiran G Surat-Surat Penelitian... 349

Lampiran G.1. Surat Keterangan Validasi ... 350

Lampiran G.2. Surat Ijin Penelitian ... 352


(16)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran menurut Nana Sudjana (2004:28) merupakan setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan siswa melakukan kegiatan belajar. Senada dengan hal itu, W. Gulo (2002:17) mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar. Tidak jauh berbeda dengan Erman Suherman, dkk. (2003:7) yang menyatakan bahwa pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.

Sugihartono, dkk. (2013:81) mengungkapkan bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sengaja oleh pendidik untuk mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan agar siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara optimal. Upaya penataan lingkungan ini dapat diwujudkan dengan membuat silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Dengan RPP


(17)

guru dapat merancang lingkungan sedemikian sehingga pembelajaran dapat berlangsung sesuai tujuan.

Sebelum mengetahui apa itu pembelajaran matematika, terlebih dahulu akan diuraikan mengenai pengertian matematika. Menurut Lunchins & Lunchins (Erman Suherman, dkk., 2003:15): “In short, the question what is mathematics? May be answered difficulty depending on when the question is answered, where it is answered, who answer it, and what is regarded as being included in mathematics.” Hal ini berarti bahwa apa itu matematika dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung pada kapan pertanyaan itu dijawab, di mana dijawab, siapa yang menjawab, dan apa sajakah yang dipandang termasuk dalam matematika.

Berdasarkan etimologis (Elea Tinggih, 1972:5) perkataan matematika memiliki arti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperimen di samping penalaran. Hal ini sejalan dengan pernyataan Erman Suherman, dkk. (2003:19) yang menyatakan bahwa metode mencari kebenaran dalam matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan lainnya. Dalam matematika, metode mencari kebenaran yang digunakan adalah ilmu deduktif, sedangkan pada ilmu pengetahuan alam menggunakan metode induktif atau eksperimen. Ilmu deduktif adalah pengambilan keputusan dari suatu hal yang umum ke hal-hal yang lebih detail


(18)

atau khusus. Dalam matematika mencari kebenaran dapat dimulai dengan cara induktif, tetapi selanjutnya generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus bisa dibuktikan secara deduktif. Suatu generalisasi, sifat, teori, atau dalil dalam matematika belum dapat diterima kebenarannya sebelum dapat dibuktikan secara deduktif.

E.T. Ruseffendi (1980:148) mengungkapkan bahwa matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. James dan James (1976) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Kline (Erman Suherman, dkk., 2003:17) mengatakan pula bahwa matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam, sehingga pembelajaran matematika merupakan upaya atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sengaja oleh pendidik untuk mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan agar siswa dapat melakukan kegiatan belajar matematika secara optimal sesuai dengan perkembangan kognitif siswa yang diperoleh dengan penalaran dan logika, serta melibatkan segala yang ada disekitarnya.

Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di sekolah, yaitu matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar (SD dan SLTP) dan Pendidikan Menengah (SLTA dan SMK) (Erman Suherman, dkk., 2003: 55). Dalam


(19)

matematika sekolah ada tiga fungsi matematika yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pembelajaran matematika di sekolah. Seperti yang diungkapkan oleh Erman Suherman, dkk. (2003:56-57), fungsi mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan. Maksudnya di sini adalah siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya. Belajar matematika bagi para siswa, juga merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian itu. Matematika sebagai ilmu atau pengetahuan, karena matematika selalu mencari kebenaran, dan bersedia meralat kebenaran yang sementara diterima, bila ditemukan kesempatan untuk mencoba mengembangkan penemuan-penemuan sepanjang mengikuti pola pikir yang sah. Dari uraian di atas dapat ditarik simpulan bahwa matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan pada jenjang sekolah dasar dan menengah. Dengan adanya pembelajaran matematika, diharapkan siswa mampu menggunakan pola pikir matematika untuk menghadapi persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dapat berpikir secara logis dan rasional untuk memecahkan masalah dalam kehidupan nyata dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan lainnya.


(20)

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia senantiasa dihadapkan oleh berbagai macam masalah. Ketika kenyataan tidak sesuai dengan harapan maka masalahpun akan muncul. Erman Suherman, dkk. (2003:92-93) menyatakan bahwa suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya.

Menurut Dewey (Orlich, et al., 2007:309), “a problem as anything that gives rise to doubt and uncertainty.” Ini berarti bahwa masalah sebagai sesuatu yang menimbulkan keraguan dan ketidakpastian. Sedangkan Bell (1981:310) mendefinisikan bahwa situasi yang dapat dinyatakan sebagai masalah bagi seseorang adalah jika seseorang tersebut menyadari keberadaanya, mengakui bahwa hal tersebut memerlukan tindakan untuk mengatasinya dan melakukannya, serta tidak langsung mampu mengatasi situasi tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa masalah merupakan situasi yang dialami seseorang secara sadar, sehingga memiliki kemauan untuk menyelesaikan atau mengatasinya, namun seseorang tidak dapat langsung menemukan cara untuk mengatasi situasi tersebut. Jika suatu masalah diberikan kepada seseorang dan orang tersebut langsung dapat menyelesaikannya, maka hal itu tidak disebut sebagai masalah.

Pemecahan masalah menurut Mustafa (2004:133) adalah sebuah proses berkembang melalui kehidupan. Pemecahan masalah menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang sebelumnya telah didapatkan,


(21)

namun tidak hanya sekedar menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan belajar sebelumnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Gagne (1970) yang menyebutkan bahwa pemecahan masalah tidak sekadar sebagai bentuk kemampuan menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan-kegiatan belajar terdahulu, melainkan lebih dari itu, merupakan proses untuk mendapatkan seperangkat aturan pada tingkat yang lebih tinggi.

Dalam pembelajaran matematika, pemecahan masalah merupakan suatu proses dimana siswa melakukan eksplorasi terhadap matematika, serta memahami tujuan dari pembelajaran matematika. Proses tersebut diakui sebagai fokus utama dari pembelajaran matematika (O’connell, 2007:1). NCTM (2000) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses kritis siswa dalam mengeksplor dan memahami tentang matematika.

Pemecahan masalah dapat dipandang sebagai suatu strategi pembelajaran. Strategi pemecahan masalah menurut Bransford dan Stein (1993) adalah menggunakan akronim IDEAL, yaitu sebagai berikut.

a. Mengidentifikasi masalah dan peluang (identify).

b. Mendefinisikan tujuan dan merepresentasikan permasalahannya (define).

c. Mengeksplorasi berbagai kemungkinan strategi (explore).

d. Mengantisipasi hasil dan bertindak (anticipate & act).


(22)

Sedangkan menurut Kumar & Rao (2006), pemecahan masalah meliputi hal-hal berikut.

a. Memilih dan menggunakan metode yang tepat untuk menghitung, seperti menggunakan komputasi mental, perkiraan, kertas dan pensil, dan kalkulator atau komputer.

b. Merefleksikan dan mengevaluasi proses berpikir matematis yang digunakan untuk memecahkan masalah.

c. Tujuan, tinjauan dan pendekatan alternatif untuk menyelesaikan masalah. d. Memperluas pengetahuan matematis dengan menyimpan pengetahuan baru. e. Menggunakan strategi pemecahan masalah yang berbeda, meliputi:

1) Membuat gambar atau diagram 2) Memilih operasi yang tepat 3) Melihat pola

4) Mengidentifikasi contoh-contoh 5) Menebak dan memeriksa

6) Bekerja mundur

7) Memeriksa alasan hasil

8) Menggunakan penalaran secara proporsional 9) Mengeliminasi kemungkinan

10)Membuat model atau simulasi

11)Menyelesaikan masalah sederhana atau berhubungan

f. Mengembangkan klarifikasi dan memahami konsep matematis baru, proses dan kosa kata dengan merefleksikan dan menjawab pertanyaan seperti:


(23)

1) Apa yang membuat kamu berpikir demikian? 2) Apakah orang lain berpikir cara yang berbeda?

3) Bagaimana pekerjaan saat ini berhubungan untuk dilakukan dalampelajaran?

4) Bagaimana ide-ide berhubungan?

5) Apakah kita sudah melihat masalah tersebut sebelumnya?

g. Menyelesaikan sebuah persamaan dengan banyak langkah, non-rutin, masalah-masalah kompleks, memecahkan teka-teki, aplikasi, pola, dan open-ended atau proyek pemecahan-masalah yang diperluas.

h. Memperkirakan solusi masalah dan kondisi dan ketepatan jawaban dengan menghubungkan dengan perkiraan.

Selain dipandang sebagai strategi pembelajaran, pemecahan masalah juga dipandang sebagai kemampuan yang harus dimiliki siswa. Posamentier & Stepelman (1990:114-117) mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah penting dikembangkan karena siswa perlu tahu bagaimana memecahkan masalah untuk masa depan, baik dalam matematika atau dalam kehidupan sehari-hari. Pada pembelajaran matematika di sekolah, guru biasanya menjadikan kegiatan pemecahan masalah sebagai bagian penting yang mesti dilaksanakan. Hal tersebut dimaksudkan disamping untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, juga untuk melatih siswa agar mampu menerapkan pengetahuan yang dimilikinya ke dalam berbagai situasi dan masalah yang berbeda.


(24)

Kemampuan pemecahan masalah dapat dilihat melalui tahapan-tahapan pemecahan masalah yang dilakukan. Menurut Polya (1973:5-6), dalam pemecahan masalah terdapat empat tahapan penting yang perlu dilakukan yaitu:

a. Memahami masalah, meliputi memahami berbagai hal yang ada pada masalah seperti apa yang diketahui, apa yang tidak diketahui, apa yang ditanyakan, dan sebagainya.

b. Merencanakan pemecahannya, meliputi berbagai usaha untuk menemukan hubungan masalah dengan masalah lainnya atau hubungan antara data dengan hal yang tidak diketahui, dan sebagainya. Dalam tahap ini, siswa menyusun rencana atau langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah. c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana, termasuk memeriksa setiap langkah

pemecahan, apakah langkah yang dilakukan sudah benar atau dapatkah dibuktikan bahwa langkah tersebut benar.

d. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh, meliputi mengecek, mempertimbangkan, dan memeriksa kembali hasil dan langkah pemecahannya. Selain itu, siswa juga harus mampu menginterpretasikan jawaban ke masalah semula.

Berdasarkan uraian di atas, kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan yang dimiliki siswa untuk mengatasi berbagai permasalahan matematika yang telah diberikan oleh guru. Kemampuan pemecahan masalah perlu dikembangkan, supaya siswa tidak hanya mampu menyelesaikan permasalahan matematika saja, namun juga diharapkan siswa mampu mengatasi permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari.


(25)

Kemampuan pemecahan masalah yang dipilih meliputi kemampuan memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana, serta menginterpretasikan jawaban ke masalah semula.

3. Strategi Metakognitif

Istilah Metakognitif pertama kali diperkenalkan oleh Flavell pada tahun 1976. Metakognitif berasal dari kata metakognisi (metacognition). Menurut Flavell (1976:231), metakognitif mengacu pada pengetahuan atau kesadaran seseorang tentang proses berpikir dirinya sendiri dan pengendalian diri selama berpikir. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Hamzah B. Uno (2012:134) yang mengungkapkan bahwa metakognitif merupakan keterampilan siswa dalam mengatur dan mengontrol proses berpikirnya. Secara sederhana, metakognitif dapat didefinisikan sebagai “thinking about thinking” yang artinya berpikir tentang berpikir (Livingston, 1997:906).

Flavell (1979:907) mengungkapkan bahwa metakognitif melibatkan interaksi antara seorang individu, tugas, dan strategi-strategi yang digunakan untuk menyelesaikan tugasnya. Penentuan strategi sangat penting dalam menyelesaikan sebuah masalah atau tugas. Strategi yang ditentukan merupakan integrasi antara berpikir efektif dan memutuskan suatu keputusan. Sedangkan Bruning, et al. (2004:81) menyebutkan bahwa pengetahuan metakognitif melibatkan tiga komponen, yaitu pengetahuan deklaratif, kondisional, dan prosedural. Pengetahuan deklaratif merupakan pengetahuan tentang diri sendiri sebagai pembelajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja. Pengetahuan kondisional merupakan pengetahuan tentang kapan dan mengapa menggunakan


(26)

suatu strategi. Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan tentang strategi kognitif. Selain tiga komponen di atas, NCTM (2000) mengungkapkan bahwa pengetahuan konseptual juga merupakan komponen yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan kognitif siswa. Dengan pengetahuan konseptual, pembelajaran yang dilakukan siswa akan menjadi lebih bermakna, sehingga siswa menjadi lebih mudah mengingat, mengaplikasikan serta menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.

Strategi metakognitif ini merujuk pada kegiatan memonitor secara sadar strategi kognitif seseorang untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu sehingga dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kognitifnya (Flavell, 1979:908). Siswa yang menggunakan strategi metakognitif dapat menentukan tujuan, mengetahui cara mencapai tujuan, dan memperkirakan keberhasilan tujuan-tujuan tersebut. Menurut Brown (Ratna Wilis D, 2011:123), strategi metakognitif meliputi kemampuan siswa untuk menentukan tujuan belajar, memperkirakan keberhasilan pencapaian tujuan itu, dan memilih alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan itu.

Strategi metakognitif tidak hanya meliputi proses menentukan dan mencapai tujuan, serta kegiatan memonitor proses tersebut, tetapi juga menghubungkan dengan pengetahuan sebelumnya. Menurut Dirkes (Blakey & Spence, 1990) yang menjadi dasar strategi metakognitif adalah menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya, memilih strategi berpikir dengan hati-hati, merencanakan, memonitor, dan mengevaluasi proses berpikir.


(27)

Hampir sama dengan pendapat di atas, Woolfolk (2009:36) menyebutkan bahwa terdapat tiga macam keterampilan esensial yang memungkinkan untuk melakukan metakognitif, yaitu:

a. Perencanaan (planning), keterampilan ini melibatkan keputusan tentang berapa banyak waktu yang diperlukan untuk sebuah tugas, strategi mana yang akan digunakan, bagaimana memulainya, dan sebagainya.

b. Pemantauan (monitoring), keterampilan ini merupakan kesadaran penuh tentang bagaimana seseorang bekerja.

c. Evaluasi (evaluating), keterampilan ini melibatkan penilaian tentang proses dan hasil berpikir.

Menurut Livingston (1997:907), meskipun sebagian besar individu telah melibatkan strategi metakognitif dalam kegiatan kognitifnya, tetapi terdapat perbedaan kemampuan dalam menerapkannya. Seseorang yang melakukan strategi metakognitif yang lebih baik cenderung lebih sukses dalam kegiatan kognitifnya. Strategi ini dapat dibiasakan dalam pembelajaran untuk menghasilkan regulasi diri yang lebih baik.

Darling-Hammond, et al. (2003:163-164) menyebutkan strategi metakognitif yang dapat diterapkan oleh guru dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut.

a. Predicting outcomes, yaitu membantu siswa untuk memahami informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah.

b. Evaluating work, yaitu memeriksa pekerjaan untuk menentukan kelemahan dan kekuatannya.


(28)

c. Questioning by the teacher, yaitu guru bertanya pada siswa ketika bekerja, seperti apa yang kamu kerjakan sekarang?, mengapa kamu mengerjakan hal itu?, bagaimana hal tersebut dapat membantumu?, dan lain sebagainya. d. Self-assessing, yaitu siswa merefleksikan pengetahuannya dan menentukan

bagaimana mereka telah belajar sesuatu.

e. Self-questioning, yaitu siswa menggunakan pertanyaan untuk memeriksa pengetahuannya sendiri ketika belajar.

f. Selecting strategies, yaitu siswa merumuskan strategi mana yang dapat membantunya menyelesaikan tugas yang diberikan.

g. Using directed or selective thinking, yaitu siswa memilih strategi secara sadar.

h. Using discourse, yaitu siswa mendiskusikan ide dengan siswa yang lain dan juga dengan guru.

i. Critiquing, yaitu siswa memberikan umpan balik pada siswa lain tentang langkah konstruksi dalam pekerjaannya.

j. Revising, yaitu siswa mengulangi atau mengubah pekerjaannya setelah menerima umpan balik.

Hartman (2001:40) menyampaikan bahwa pembelajaran metakognitif yang efektif memerlukan peran guru untuk mendiskusikan dan menjelaskan karakteristik berpikir seperti berikut.

a. Mendiskusikan pentingnya pengetahuan dan regulasi metakognitif.


(29)

c. Memberikan model dan contoh pada siswa dalam menerapkan strategi metakognitif.

d. Menjelaskan kapan, mengapa, dan bagaimana menggunakan strategi, sekaligus menekankan keleluasaan dalam memilih strategi yang sesuai. e. Membantu siswa mengenali proses implisit yang mereka gunakan.

f. Melibatkan siswa dalam berbicara atau merefleksikan proses-proses implisit.

g. Memberikan umpan balik.

Selain itu, menurut Kramarski & Mirachi (2004:171-172) strategi metakognitif dapat ditunjukkan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan metakognitif pada diri sendiri. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut.

a. Comprehension question, pertanyaan pemahaman didesain untuk merefleksikan pemahaman siswa sebelum menyelesaikan masalah/tugas. Contoh: “Tentang apakah masalah tersebut?”, “Apa pertanyaannya?”, “Bagaimana konsep matematisnya?”.

b. Connections question, pertanyaan koneksi didesain untuk siswa fokus pada kemiripan dan perbedaan antara masalah atau tugas yang sedang dikerjakan dengan yang sudah dikerjakan. Contoh: “Apakah masalah/tugas tersebut sama/berbeda dengan yang sudah dikerjakan? Mengapa?”.

c. Strategic questions, pertanyaan strategis didesain agar siswa memperhatikan strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah dan apa alasannya. Contoh: “Apa strategi yang bisa digunakan untuk menyelesaikan


(30)

masalah/tugas tersebut?”, “Bagaimana saya mengorganisasikan informasi untuk menyelesaikan masalah/tugas?”.

d. Reflection questions, pertanyaan refleksi didesain agar siswa merefleksikan pemahaman dan perasaan selama proses mencari penyelesaian. Contoh: “Apa yang saya kerjakan?”, “Apakah ini bermakna?”, “Apa kesulitan/perasaan saya menghadapi tugas tersebut?”, “Dapatkah saya menggunakan strategi lain untuk menyelesaikan tugas tersebut?”.

Israel, et al. (2005:187) menambahkan penerapan strategi metakognitif dengan aktivitas menyuarakan pikiran (think aloud). Think aloud merupakan strategi yang digunakan untuk menyuarakan sebanyak mungkin tentang apa yang dipikirkan. Aktivitas ini digunakan sebagai alat untuk memantau pemahaman. Untuk memunculkannya, guru perlu memberikan model. Secara perlahan guru memfasilitasi siswa untuk berlatih secara individu maupun berkelompok.

Berdasarkan gagasan Polya tentang langkah-langkah pemecahan masalah, dapat dikatakan bahwa semua langkah yang dikemukakan mengarahkan pada kesadaran dan pengaturan siswa terhadap proses yang dilaksanakan untuk memperoleh solusi yang tepat. Bila dicermati langkah-langkah tersebut akan tampak bahwa pemecahan masalah dilaksanakan berdasarkan pada adanya pengetahuan tentang kognisi (knowledge about cognition), serta pengaturan kognisi (regulation of cognition) yang merupakan komponen dari metakognitif. Hal ini sesuai dengan pendapat Carr (2010:189) bahwa apa yang siswa ketahui tentang diri sebagai pembelajar dan tentang


(31)

strategi yang digunakan dapat menjadi perantara proses pemantauan selama pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi metakognitif merupakan kegiatan pembelajaran yang mengacu pada pengetahuan, ketrampilan, dan kesadaran terhadap kognitif seseorang sehingga dapat membantu orang tersebut dalam mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Strategi metakognitif meliputi aktivitas merencanakan (planning), memantau (monitoring), dan mengevaluasi hasil belajar yang telah dilakukan (evaluating).

4. Strategi Ekspositori

Strategi ekspositori adalah strategi dalam pembelajaran yang paling sering digunakan oleh seorang guru di sekolah. Dalam penelitian ini strategi yang digunakan adalah strategi pembelajaran ekspositori. Wina Sanjaya (2008:179) menyebut strategi pembelajaran ekspositori dengan nama strategi pembelajaran langsung (direct instruction), karena dalam strategi ini materi pelajaran yang disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu, karena materi pelajaran seakan-akan sudah jadi.

Menurut Erman Suherman, dkk. (2003:203) metode ekspositori sama seperti metode ceramah dalam hal terpusatnya kepada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Tetapi pada metode ekspositori dominasi guru banyak berkurang, karena tidak terus menerus bicara. Guru berbicara pada awal pelajaran, ,menerangkan materi dan contoh soal, dan pada waktu-waktu yang diperlukan saja.


(32)

Dalam strategi pembelajaran ekspsitori, guru cenderung memegang kendali proses pembelajaran secara aktif, sementara siswa hanya menerima dan mengikuti apa yang disajikan oleh guru. Menurut Wina Sanjaya (2008:180) strategi ini akan efektif jika lingkungan tidak mendukung untuk menggunakan strategi yang berpusat pada siswa, karena tidak adanya sarana dan prasarana yang dibutuhkan, atau seluruh siswa memiliki tingkat kesulitan yang sama, sehingga guru perlu menjelaskan untuk seluruh siswa. Barry dan King (Rusmono, 2012:66) mengatakan bahwa strategi pembelajaran ekspositori merupakan strategi pembelajaran dimana guru menyampaikan informasi secara verbal kepada siswa. Pada pengertian ini, strategi pembelajaran ekspositori merupakan proses pembelajaran yang terpusat kepada guru dan guru merupakan sumber informasi utama.

Senada dengan pengertian di atas, Eggen dan Kauchak (2012) mengartikan strategi pembelajaran ekspositori merupakan proses pembelajaran yang lebih berpusat kepada guru (teacher centered), guru menjadi sumber dan pemberi informasi utama. Meskipun demikian, menurut Romizowski (1981) kegiatan pembelajaran dengan strategi ekspositori bukan sekedar memberi pelajaran yang bermakna saja, tetapi juga dituntut hal-hal yang lebih dalam, seperti mengaplikasikan informasi yang telah dipelajari dalam situasi yang berbeda yang mungkin berlainan dengan yang dipelajari.

Adapun prosedur dalam strategi pembelajaran ekspositori menurut Rusmono (2012:69-70) terdiri atas tiga tahapan berikut.


(33)

a. Kegiatan pendahuluan, yang mencakup tiga komponen kegiatan yakni: 1) memberikan motivasi dan menarik perhatian siswa, 2) menjelaskan tujuan pembelajaran dan materi pelajaran yang akan dipelajari siswa, dan 3) memberikan apersepsi atau pre-tes untuk mengetahui seberapa jauh materi yang telah dipelajari sebelumnya.

b. Kegiatan inti atau penyajian isi pelajaran, tahap ini terdiri atas empat kegiatan, yakni: 1) menjelaskan isi pelajaran, 2) pemberian contoh-contoh sehubungan dengan isi atau materi pelajaran, 3) memberikan pertanyaan kepada siswa dengan tujuan untuk mengetahui hingga manakah materi pelajaran telah dikuasai, dan 4) pemberian latihan kepada siswa agar mereka mampu menguasai isi atau materi pelajaran lebih mendalam.

c. Kegiatan penutup, pada tahap ini siswa diberikan tes untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Selain itu, siswa juga diberikan kegiatan tindak lanjut berupa pekerjaan rumah.

Dalam penelitian ini, strategi ekspositori yang digunakan adalah strategi pembelajaran ekspositori, sehingga tahapan-tahapan yang dilakukan sejalan dengan pendapat di atas. Adapun tahapan-tahapan pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Guru membuka pembelajaran, kemudian mengecek kehadiran dan kesiapan siswa.

b. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. c. Guru memberikan motivasi dan apersepsi.


(34)

e. Guru memberikan contoh-contoh soal yang berhubungan dengan materi yang dipelajari.

f. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa tentang materi tersebut.

g. Guru memberikan latihan soal, kemudian beberapa siswa mengerjakan soal di papan tulis.

h. Guru bersama-sama dengan siswa merefleksi pembelajaran dan membuat kesimpulan.

i. Guru menutup pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi ekspositori merupakan strategi pembelajaran yang berpusat pada guru, dengan guru merupakan sumber informasi utama bagi siswa.

5. Tinjauan Materi Lingkaran

Salah satu materi matematika yang dipelajari oleh siswa pada jenjang SMP adalah materi Lingkaran. Dalam kurikulum 2006 atau KTSP, materi lingkaran dipelajari oleh siswa SMP yang berada di kelas VIII pada awal semester dua. Adapun kompetensi dasar yang harus dicapai siswa dalam materi lingkaran adalah sebagai berikut.

a. Menentukan unsur dan bagian-bagian lingkaran. b. Menghitung luas dan keliling lingkaran.

c. Menggunakan hubungan sudut pusat, panjang busur, luas juring dalam pemecahan masalah.


(35)

B. Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian Arifta Nurjanah (2015) menunjukkan bahwa strategi metakognitif efektif digunakan dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa strategi metakognitif lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran ekspositori dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

Hampir sama dengan hasil penelitian Arifta Nurjanah, penelitian yang dilakukan oleh Emi Sugiartini, Setuti, & Citra Wibawa (2013) terhadap siswa kelas V SD di Gugus III Kecamatan Tejakula memperoleh hasil bahwa penerapan model pembelajaran metakognitif berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas V di Gugus III Kecamatan Tejakula. Selain itu, kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran metakognitif lebih baik dibandingkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran ekspositori.

Sejalan dengan penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Arya Wiradnyana, Jampel, & Gede Agung (2014) terhadap siswa kelas V SD Gugus X Kecamatan Buleleng juga memperoleh hasil bahwa: 1. kemampuan memecahkan masalah matematika siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran ekspositori cenderung rendah (67,00%). 2. kemampuan memecahkan masalah matematika siswa yang dibelajarkan dengan model


(36)

metakognitif berorientasi pemecahan masalah cenderung tinggi (95,48%). 3. terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan memecahkan masalah matematika siswa antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model metakognitif berorientasi pemecahan masalah dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model ekspositori. Hal ini berarti model pembelajaran metakognitif berorientasi pemecahan masalah lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran ekspositori dalam memecahkan masalah matematika di kelas V SD Gugus X Kecamatan Buleleng.

Penelitian yang hampir sama dilakukan oleh Sahar Bayat & Asihe Meamar (2016) tentang pengaruh strategi kognitif dan metakognitif dalam pemecahan masalah aljabar. Penelitian tersebut dilakukan terhadap mahasiswa tahun pertama yang terdaftar dalam mata kuliah Aljabar di salah satu perguruan tinggi negeri di Malaysia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi kognitif dan metakognitif memberi kontribusi yang besar terhadap prestasi matematika, khususnya dalam pemecahan masalah pada topik aljabar.

Selain itu, terdapat pula penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Özsoy & Ataman (2009) terhadap siswa kelas 5 SD di Ankara, Turki. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi metakognitif terhadap pemecahan masalah matematika siswa kelas 5 SD di Ankara, Turki. Dari kelas 5 SD di Ankara dipilih 2 kelas yang berjumlah 47 orang sebagai sampel penelitian dengan 23 untuk kelas kontrol dan 24 untuk kelas eksperimen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, ada peningkatan keterampilan pemecahan masalah dari siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi metakognitif. Selain itu,


(37)

hasil penelitian juga menunjukkan bahwa mendukung siswa dengan pertanyaan tentang proses berpikir mereka sendiri selama kegiatan pemecahan masalah dapat memicu perilaku metakognitif.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi metakognitif terbukti efektif digunakan dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Selain itu, kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang dibelajarkan dengan strategi metakognitif lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang dibelajarkan dengan strategi ekspositori.

C. Kerangka Berpikir

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan masalah matematis penting untuk dikuasai oleh setiap siswa. Namun pada kenyataannya, kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih rendah. Dalam kegiatan pemecahan masalah, sebagian besar siswa hanya mengedepankan hasil tanpa memperhatikan proses penyelesaian.

Untuk dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, perlu dilakukan pemilihan strategi yang tepat dalam pembelajaran. Strategi pembelajaran yang dipilih harus mampu memfasilitasi siswa dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematisnya, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.

Berdasarkan kajian teori dan penelitian yang relevan, strategi metakognitif mampu untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah


(38)

matematis siswa. Metakognitif dapat diartikan sebagai “thinking about thinking”, sehingga dalam pembelajaran menggunakan strategi metakognitif, siswa dibiasakan untuk memikirkan kembali apa yang telah dikerjakan. Strategi metakognitif memuat tiga langkah, yaitu merencanakan penyelesaian (planning), memantau proses penyelesaian (monitoring), dan mengevaluasi hasil penyelesaian (evaluating).

Pada tahap planning, siswa dapat meningkatkan kemampuan merepresentasikan informasi yang terdapat pada soal ke dalam notasi matematika. Selain itu, siswa juga dapat meningkatkan kemampuan dalam menyusun langkah-langkah atau strategi yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah. Hal tersebut akan sangat membantu siswa dalam proses penyelesaian masalah. Selanjutnya pada tahap monitoring, siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam proses penyelesaian masalah. Siswa akan selalu melakukan pemantauan terhadap langkah-langkah atau rumus yang digunakan dalam proses penyelesaian masalah, sehingga jika terdapat kesalahan dalam langkah-langkah tersebut, siswa dapat langsung memperbaikinya. Pada tahap terakhir yaitu evaluating, siswa dapat meningkatkan kemampuan dalam menjelaskan hasil yang diperoleh dari perhitungan ke permasalahan semula dengan kalimat yang benar. Kegiatan dalam pembelajaran menggunakan strategi metakognitif memuat kegiatan dalam pemecahan masalah, sehingga strategi metakognitif dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.


(39)

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

1. Strategi metakognitif efektif digunakan dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

2. Terdapat perbedaan signifikan dalam hal kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan strategi metakognitif dan yang mengikuti pembelajaran dengan strategi ekspositori. 3. Terdapat pengaruh penggunaan strategi metakognitif terhadap kemampuan


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah quasi experiment atau eksperimen semu. Quasi experiment mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Dalam penelitian di sekolah, sering tidak memungkinkan untuk menentukan kelompok kontrol sesuai dengan kaidah dalam penelitian eksperimen. Hal ini dikarenakan siswa telah dikelompokkan kedalam kelas-kelas. Oleh karena itu, quasi experiment digunakan apabila sulit mendapatkan kelompok kontrol.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 6 Yogyakarta yang beralamat di Jalan RW Monginsidi 1 Yogyakarta, Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta. Pengambilan data dilaksanakan pada tahun ajaran 2016/2017 semester genap, yaitu pada tanggal 5 sampai 26 Januari 2017. Jadwal pelaksanaan penelitian selengkapnya dapat dilihat pada lampiran A halaman 99.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Yogyakarta tahun pelajaran 2016/2017 yang terdiri dari 7 kelas, yaitu


(41)

kelas VIII A, VIII B, VIII C, VIII D, VIII E, VIII F, dan VIII G. Masing-masing kelas terdiri dari 34 siswa.

2. Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara acak karena setiap kelas mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Pengambilan dua kelas dilakukan secara acak dengan mengundi tujuh kelas di SMP Negeri 6 Yogyakarta yaitu kelas VIII A, VIII B, VIII C, VIII D, VIII E, VIII F, dan VIII G. Dari hasil undian diperoleh kelas VIII E dan kelas VIII F sebagai sampel penelitian. Selanjutnya dilakukan undian lagi untuk menentukan kelas mana yang menjadi kelas eksperimen dan kelas mana yang menjadi kelas kontrol. Dari undian diperoleh kelas VIII E sebagai kelas kontrol dan kelas VIII F sebagai kelas eksperimen.

D. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang digunakan terdiri dari dua macam, yaitu strategi metakognitif dan strategi ekspositori. Strategi metakognitif diterapkan di kelas eksperimen, sedangkan strategi ekspositori diterapkan di kelas kontrol.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Yogyakarta. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa diperoleh dari hasil pretest dan posttest pada kedua kelas.


(42)

Variabel yang dikontrol dalam penelitian ini meliputi guru yang mengajar, materi pelajaran, dan jumlah jam pelajaran. Pembelajaran pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan oleh guru yang sama yaitu peneliti, materi pelajaran yang sama yaitu lingkaran, dan jumlah jam pelajaran yang sama yaitu 16 jam pelajaran.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah pada variabel penelitian, perlu dikembangkan definisi operasional variabel sebagai berikut.

1. Strategi Metakognitif

Pembelajaran dengan strategi metakognitif pada penelitian ini didefinisikan sebagai kegiatan pembelajaran yang mengacu pada pengetahuan, ketrampilan, dan kesadaran terhadap kognitif seseorang sehingga dapat membantu orang tersebut dalam mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Strategi metakognitif meliputi aktivitas merencanakan (planning), memantau (monitoring), dan mengevaluasi hasil belajar yang telah dilakukan (evaluating). 2. Strategi Ekspositori

Strategi pembelajaran ekspositori merupakan strategi pembelajaran yang berpusat pada guru, dengan guru merupakan sumber informasi utama bagi siswa. Strategi ekspositori mencakup langkah-langkah sebagai berikut. (1) pembukaan, dengan menyampaikan tujuan, motivasi, dan apersepsi, (2) isi, ceramah materi pelajaran/rumus, memberikan contoh soal dan latihan soal, serta (3) penutup, ditutup dengan kesimpulan dan PR (Pekerjaan Rumah) atau kuis.


(43)

3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Kemampuan pemecahan masalah matematika didefinisikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa untuk mengatasi berbagai permasalahan matematika yang diberikan oleh guru. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana, serta menginterpretasikan jawaban ke masalah semula. Indikator dari setiap aspek tersebut disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

No. Aspek yang diukur Indikator

1. Memahami masalah 1.1.Siswa dapat menuliskan informasi yang diketahui pada soal.

1.2.Siswa dapat menuliskan masalah yang perlu diselesaikan.

1.3.Siswa dapat membuat ilustrasi untuk menggambarkan situasi soal jika diperlukan.

2. Merencanakan penyelesaian masalah

2.1.Siswa dapat merepresentasikan informasi yang terdapat pada soal ke dalam notasi matematika.

2.2.Siswa dapat menyusun langkah-langkah atau strategi yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah.

3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana

3.1.Siswa dapat menyelesaikan masalah dengan rumus atau langkah-langkah yang sesuai dengan rencana penyelesaian.

3.2.Siswa dapat melakukan perhitungan sesuai rencana penyelesaian dengan benar.

4. Menginterpretasikan

jawaban ke masalah semula

4.1.Siswa dapat menjelaskan hasil yang diperoleh dari perhitungan ke permasalahan semula dengan kalimat yang benar.


(44)

F. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest-posttest control group design. Pada desain penelitian ini terdapat dua kelompok sampel yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang dipilih secara random, kemudian kedua kelompok ini diberi pretest untuk mengetahui kemampuan awal, setelah itu diberikan perlakuan/treatment dan dilanjutkan dengan posttest untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Desain penelitian pretest-posttest control group design diilustrasikan sebagai berikut.

Tabel 2. Desain Penelitian pretest-posttest control group design

Group Pretest Treatment Posttest

E O1 XM O2

K O3 XK O4

Keterangan:

E = kelas eksperimen K = kelas kontrol

O1 = pretest kelas eksperimen O3 = pretest kelas kontrol

XM = pembelajaran dengan strategi metakognitif XK = pembelajaran dengan strategi ekspositori O2 = posttest kelas eksperimen

O4 = posttest kelas kontrol G. Perangkat Pembelajaran

Untuk memperlancar proses pembelajaran, maka perlu disusun perangkat pembelajaran yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Sebelum perangkat pembelajaran ini digunakan untuk penelitian, perangkat pembelajaran dikonsultasikan pada dosen pembimbing, perangkat pembelajaran juga divalidasi dan direvisi sesuai saran.


(45)

Berikut penjelasan mengenai perangkat pembelajaran yang digunakan dalam kelas eksperimen dan kelas kontrol.

1. Perangkat Pembelajaran Kelas Eksperimen

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam kelas eksperimen berupa RPP dan LKS. RPP merupakan pedoman dan langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan di dalam kelas pada setiap pertemuan. RPP yang digunakan dalam kelas eksperimen sesuai dengan langkah-langkah dalam strategi metakognitif yaitu meliputi kegiatan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi. RPP kelas eksperimen dapat dilihat pada lampiran B.1. halaman 102.

Pada setiap pertemuan, pembelajaran dilaksanakan dengan media LKS. LKS disusun untuk memfasilitasi siswa dalam memahami materi dengan menggunakan strategi metakognitif, sehingga pembelajaran yang dilakukan siswa menjadi bermakna. LKS berisi tentang petunjuk penggunaan LKS, indikator pencapaian tujuan pembelajaran, informasi keterkaitan materi yang akan dipelajari dengan materi yang telah dimiliki, maupun kegiatan-kegiatan yang harus diselesaikan oleh siswa. Pada setiap kegiatan tersebut, terdapat perintah untuk memeriksa kembali langkah-langkah yang telah dilakukan dan melakukan perbaikan jika terdapat kesalahan.Selain itu, dalam LKS juga terdapat pertanyaan-pertanyaan yang dapat membantu siswa untuk melakukan penilaian terhadap apa yang telah dikerjakan. LKS dapat dilihat pada lampiran B.3. halaman 166.


(46)

2. Perangkat Pembelajaran Kelas Kontrol

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam kelas kontrol hanyalah RPP, artinya tidak menggunakan media LKS. Hal ini dikarenakan pembelajaran yang dilaksanakan dalam kelas kontrol menggunakan strategi ekspositori dimana guru tidak terbiasa menggunakan LKS dalam proses pembelajarannya. Penyusunan RPP untuk kelas kontrol disesuaikan dengan langkah-langkah pada strategi ekspositori. RPP memberikan pedoman bagi guru dalam memberikan motivasi dan menarik perhatian siswa, menjelaskan tujuan pembelajaran, memberikan apersepsi, menjelaskan materi pelajaran, memberikan contoh-contoh sehubungan dengan materi pelajaran, memberikan pertanyaan kepada siswa dengan tujuan untukmengetahui sampai manakah materi pelajaran telah dikuasai, memberikan soal latihan, serta membuat simpulan. RPP kelas kontrol dapat dilihat pada lampiran B.2. halaman 136.

H. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen data kuantitatif dan kualitatif. Instrumen data kuantitatif berupa tes kemampuan pemecahan masalah matematis, sedangkan instrumen data kualitatif berupa lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Berikut ini akan dijelaskan tentang instrumen penelitian secara rinci.

1. Instrumen data kuantitatif

Instrumen data kuantitatif berupa tes kemampuan pemecahan masalah matematis yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Terdapat dua jenis tes


(47)

yang digunakan dalam penelitian yaitu pretest dan posttest.Pretest dan posttest dilakukan di kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Pretest digunakan untuk mengukur kemampuan awal siswa terhadap pemecahan masalah matematis sebelum pelaksanaan pembelajaran, sedangkan posttest digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah pembelajaran selesai dilaksanakan. Penyusunan instrumen didasarkan pada indikator kemampuan pemecahan masalah matematis.

Soal pretest dan posttest dalam penelitian ini berupa soal uraian yang terdiri dari 5 butir soal. Hal ini bertujuan agar penulis dapat mengetahui proses pengerjaan soal oleh siswa sehingga dapat diketahui apakah siswa sudah mempunyai komponen-komponen kemampuan pemecahan masalah atau belum. Soal yang digunakan dalam pretest dan posttest dibuat setipe dengan tingkat kesulitan yang sama. Sebelum instrumen ini digunakan untuk pengambilan data, instrumen dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan divalidasi oleh dosen ahli. Kisi-kisi dan instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematika dapat dilihat pada lampiran C halaman 223.

2. Instrumen data kualitatif

Instrumen data kualitatif berupa lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Pada penelitian ini disusun dua macam lembar observasi, yaitu lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran pada kelas eksperimen yang menggunakan strategi metakognitif dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran pada kelas kontrol yang menggunakan strategi ekspositori. Lembar observasi disusun sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran untuk kelas


(48)

eksperimen dan kelas kontrol. Lembar observasi ini akan digunakan dengan cara observasi langsung oleh satu observer pada masing-masing kelas eksperimen dan kelas kontrol. Aktifitas guru dan siswa selama proses pembelajaran akan diamati apakah telah sesuai dengan aspek-aspek yang diharapkan. Kriteria untuk mengisi lembar observasi adalah dengan memberi tanda centang pada kolom “Ya” jika aspek yang diamati terlaksana dan memberi tanda centang pada kolom “Tidak” jika aspek yang diamati tidak terlaksana.

Selain lembar observasi, peneliti juga menyiapkan alat bantu observasi berupa lembar catatan lapangan untuk mencatat hal-hal tambahan yang tidak termuat dalam lembar observasi. Hasil catatan lapangan ini digunakan sebagai bahan evaluasi untuk melakukan perbaikan bagi peneliti dalam melaksanakan pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.

I. Validitas Instrumen

Sebelum instrumen digunakan untuk pengambilan data, maka perlu dilakukan validasi terhadap instrumen tersebut. Sugiyono (2011:121) menyatakan bahwa suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Jika instrumen dikatakan tidak valid, maka instrumen harus diperbaiki hingga instrumen tersebut dapat dikatakan valid dan layak untuk digunakan dalam pengambilan data. Validitas instrumen yang digunakan terdiri dari validitas isi dan validitas konstruk.


(49)

ditentukan melalui pertimbangan para ahli. Proses validasi diawali dengan pengamatan instrumen oleh para ahli, kemudian para ahli mengoreksi semua item-item pada instrumen sesuai atau tidak dengan kisi-kisi instrumen, dan selanjutnya instrumen direvisi berdasarkan masukan para ahli. Setelah memeriksa hasil revisi dan mengevaluasi secara sistematis, para ahli memberikan penilaian apakah instrumen layak digunakan atau tidak. Kriteria penilaian instrumen ada tiga yaitu instrumen “layak digunakan tanpa revisi”, “layak digunakan dengan revisi”, atau “tidak layak digunakan”. Instrumen pada penelitian ini divalidasi oleh dua dosen ahli Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. Instrumen yang divalidasi oleh para ahli berupa instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematis, lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, RPP, dan LKS. Hasil keterangan validasi oleh dosen ahli dapat dilihat selengkapnya pada lampiran F halaman 306.

Selain itu, dalam penelitian ini juga dilakukan validitas konstruk terhadap butir soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis yang diberikan. Validitas konstruk adalah validitas yang mengukur sejauh mana item-item tes mampu mengukur apa yang benar-benar ingin diukur sesuai dengan konsep dan definisi konseptual yang telah ditetapkan. Adapun rumus yang digunakan adalah rumus korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson dalam Sugiyono (2010:212) sebagai berikut.


(50)

Keterangan:

: koefisien korelasi

N : jumlah subjek

X : skor item

Y : skor total

Pengambilan keputusan yang dilakukan adalah dengan membandingkan

dengan pada taraf signifikansi 5%. Jika maka soal

valid, sedangkan jika maka soal tidak valid. Hasil perhitungan uji validitas konstruk dari soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis dapat dilihat pada lampiran E.1. halaman 298.

J. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran dengan strategi metakognitif, yang pertama akan diuji efektivitas strategi metakognitif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, dan yang kedua akan diuji apakah terdapat perbedaan signifikan dalam hal kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan strategi metakognitif dan yang mengikuti pembelajaran dengan strategi ekspositori. Untuk menguji dua hal tersebut, dilakukan analisis data pada nilai pretest dan posttest kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Dalam penelitian ini, analisis data yang digunakan meliputi analisis deskriptif, uji asumsi analisis, uji perbedaan kemampuan awal, dan uji hipotesis.

Analisis deskriptif adalah teknik analisis yang memberikan informasi hanya mengenai data yang diamati dan tidak bertujuan untuk membuat kesimpulan yang berlaku secara umum. Untuk membuat kesimpulan yang


(51)

berlaku secara umum digunakan uji hipotesis, namun sebelumnya dilakukan uji asumsi analisis dan uji perbedaan kemampuan awal terlebih dahulu. Uji asumsi analisis digunakan terhadap pretest dan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sedangkan uji perbedaan kemampuan awal digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara kemampuan awal kelas eksperimen dengan kemampuan awal kelas kontrol. Uji perbedaan kemampuan awal tersebut dilakukan dengan menggunakan rata-rata nilai pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil uji perbedaan kemampuan awal tersebut akan menentukan uji hipotesis yang akan digunakan.

Berikut ini dijelaskan mengenai analisis deskriptif, uji asumsi analisis, uji perbedaan kemampuan awal, dan uji hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini.

1. Analisis Deskriptif

Data yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah data hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran dan data hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis yang terdiri dari data pretest dan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uraiannya adalah sebagai berikut.

a. Data Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Data hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran diperoleh dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data hasil observasi akan dianalisis dengan skor 1 untuk pilihan jawaban “ya” dan skor 0 untuk pilihan jawaban “tidak”. Cara menghitung persentase skornya adalah sebagai berikut.


(52)

Data hasil perhitungan kemudian dikualifikasikan sendiri oleh peneliti dengan ketentuan seperti pada tabel berikut.

Tabel 3. Kualifikasi Keterlaksanaan Pembelajaran No. Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran Kualifikasi

1. 80% ≤ P≤ 100% Sangat Baik

2. 60% ≤ P< 80% Baik

3. 40% ≤ P< 60% Cukup

4. 20% ≤ P< 40% Rendah

5. 0% ≤ P< 20% Sangat Rendah

b. Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Data pretest dan posttest kemampuan pemecahan masalah matematis dideskripsikan dengan menggunakan teknik statistik. Teknik statistik yang digunakan meliputi rata-rata, variansi, simpangan baku, nilai tertinggi, dan nilai terendah.

2. Uji Asumsi Analisis

Uji analisis asumsi meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Berikut penjelasannya secara lengkap.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data nilai pretest dan posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah uji normalitas Kolmogorov Smirnov dengan taraf signifikansi α = 0,05.

Untuk perumusan hipotesis yang digunakan dalam uji normalitas ini adalah sebagai berikut.


(53)

Dengan kriteria keputusan ditolak jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) kurang dari α = 0,05. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan software SPSS 16.0.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah data kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki kesamaan variansi atau tidak. Uji ini dilakukan pada nilai pretest dan posttest menggunakan Uji Levene Test dengan taraf signifikansi α = 0,05. Pengujian dilakukan dengan bantuan SPSS 16.

Perumusan hipotesis yang digunakan dalam uji homogenitas adalah sebagai berikut.

(data kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki variansi yang sama)

(data kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki variansi yang berbeda)

Kriteria keputusannya adalah ditolak jika nilai Sig. pada tabel Test of Homogeneity of variances kurang dari α = 0,05.

3. Uji Perbedaan Kemampuan Awal

Sebelum melanjutkan ke uji hipotesis, perlu dilakukan uji perbedaan kemampuan nilai awal. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat kemampuan nilai awal antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji perbedaan kemampuan awal tersebut dilakukan dengan menggunakan rata-rata


(54)

nilai pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji independent-sample t-test dengan bantuan software SPSS versi 16.0 dengan taraf signifikansi yang digunakan α = 0,05. Hasil uji perbedaan kemampuan awal tersebut akan menentukan uji hipotesis yang digunakan. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian kemampuan nilai awal adalah sebagai berikut.

(tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata kemampuan awal siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol)

(terdapat perbedaan nilai rata-rata kemampuan awal siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol)

Kriteria keputusannya adalah ditolak jika nilai Sig. (2-tailed) kurang dari α = 0,05.

4. Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil uji kemampuan nilai awal diperoleh dua kemungkinan yaitu tidak terdapat perbedaan kemampuan awal antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol atau terdapat perbedaan kemampuan awal antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berikut penjelasan uji hipotesis yang akan digunakan berdasarkan dua kemungkinan tersebut.

a. Tidak Terdapat Perbedaan Kemampuan Awal

Apabila dari hasil uji kemampuan nilai awal diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan awal antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan nilai posttest dari kedua kelas tersebut. Berikut penjelasan tentang uji hipotesis yang akan dilakukan.


(55)

1) Pengujian hipotesis untuk menjawab rumusan masalah 1

Strategi metakognitif efektif digunakan dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa jika rata-rata nilai posttest siswa kelas eksperimen minimal mencapai 78. Suharsimi Arikunto (1997:251) menyatakan bahwa nilai pada rentang 66-79 termasuk dalam kategori baik. Pemilihan kriteria minimal juga didasarkan pada KKM di SMP Negeri 6 Yogyakarta yaitu 78. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut.

(strategi metakognitif tidak efektif digunakan dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa)

(strategi metakognitif efektif digunakan dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa)

Keterangan:

: rata-rata nilai posttest kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi metakognitif (kelas eksperimen).

Jika data berdistribusi normal dan homogen maka uji statistik yang digunakan adalah uji one sample t-test dengan taraf signifikansi α = 0,05 menggunakan bantuan software SPSS versi 16.0. Kriteria keputusan yang diambil adalah ditolak jika nilai Sig. kurang dari α = 0,05.

2) Pengujian hipotesis untuk menjawab rumusan masalah 2

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan strategi metakognitif dan yang mengikuti pembelajaran dengan strategi ekspositori, perlu dilakukan pengujian terhadap rata-rata nilai posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengujian dilakukan dengan


(56)

menggunakan uji independent-sample t-test dengan bantuan software SPSS versi 16.0 dengan taraf signifikansi yang digunakan α = 0,05. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut.

(tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol)

(terdapat perbedaan yang signifikan dalam kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol)

Keterangan:

: rata-rata nilai posttest kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi metakognitif (kelas eksperimen).

: rata-rata nilai posttest kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi ekspositori (kelas kontrol). Kriteria keputusannya adalah ditolak jika nilai Sig. (2-tailed) kurang dari α = 0,05.

3) Pengujian hipotesis untuk menjawab rumusan masalah 3

Strategi metakognitif dikatakan berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa jika mencakup dua hal berikut.

a) Strategi metakognitif efektif digunakan dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Untuk mengetahui efektivitas strategi metakognitif ini dapat melihat hasil pengujian hipotesis pada rumusan masalah yang pertama.

b) Terdapat perbedaan signifikan dalam hal kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan strategi metakognitif dan yang mengikuti pembelajaran dengan strategi ekspositori.


(57)

Kesimpulan tentang perbedaan ini dapat dilihat pada hasil pengujian hipotesis pada rumusan masalah yang kedua. Jika terdapat perbedaan yang signifikan, maka perlu ditunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi metakognitif lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi ekspositori.

Strategi metakognitif dikatakan lebih baik ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dibandingkan dengan strategi ekspositori, apabila rata-rata nilai posttest siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari rata-rata nilai posttest kelas kontrol. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji independent-sample t-test dengan bantuan software SPSS versi 16.0 dengan taraf signifikansi yang digunakan α = 0,05. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut.

(pembelajaran matematika dengan strategi metakognitif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa tidak lebih baik dibandingkan dengan strategi ekspositori)

(pembelajaran matematika dengan strategi metakognitif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa lebih baik dibandingkan dengan strategi ekspositori) Kriteria keputusannya adalah ditolak jika nilai Sig. (2-tailed) kurang dari α = 0,05.


(58)

b. Terdapat Perbedaan Kemampuan Awal

Apabila dari hasil uji kemampuan nilai awal diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan kemampuan awal antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan data skor gain. Rumus indeks gain menurut Hake (1999:1) adalah sebagai berikut.

Keterangan:

= Skor posttest = Skor pretest = Skor maksimal

Hasil perhitungan skor gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi skor gain (Hake, 1999:1) seperti pada tabel berikut.

Tabel 4. Klasifikasi Gain

Skor Gain Klasifikasi

Tinggi

Sedang

Rendah

1) Pengujian hipotesis untuk menjawab rumusan masalah 1

Strategi metakognitif efektif digunakan dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa jika skor gain lebih dari atau sama dengan 0,7. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut.

(strategi metakognitif tidak efektif digunakan dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa)

(strategi metakognitif efektif digunakan dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa)


(1)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

1. Strategi metakognitif efektif digunakan dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

2. Terdapat perbedaan signifikan dalam hal kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan strategi metakognitif dan yang mengikuti pembelajaran dengan strategi ekspositori. 3. Terdapat pengaruh penggunaan strategi metakognitif terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa.

B. Saran

Pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi metakognitif melalui penelitian ini terbukti berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Guru disarankan untuk menggunakan strategi metakognitif ini sebagai strategi alternatif dalam pembelajaran matematika. Selain itu, bagi peneliti lain disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan untuk menguji keefektifan strategi metakognitif pada materi dan kondisi siswa yang berbeda serta melibatkan atau mengkombinasikan dengan aspek lain seperti kemampuan komunikasi matematis. Hal ini karena dalam penelitian ini yang dirasakan yaitu siswa mengetahui bagaimana menalar atau melogika solusi dari permasalahan yang diberikan, tetapi masih terkendala bagaimana menyampaikannya atau mengkomunikasikan secara matematis solusi tersebut.


(2)

Sehingga diperlukan penelitian lanjutan terhadap komunikasi matematis. Selain itu juga disarankan agar penelitian lanjutan mengenai metakognitif bukan hanya mengenai jenis penelitian eksperimen saja, tetapi juga pengembangan perangkat pembelajaran dengan strategi metakognitif dalam rangka mendukung pembelajaran dengan strategi metakognitif.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arifta Nurjanah. (2015). Efektivitas Strategi Metakognitif dalam Pembelajaran Matematika ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Sleman. Skripsi. Pendidikan Matematika FMIPA UNY.

Arya Wiradnyana, Jampel, & Gede Agung. (2014). Pengaruh model pembelajaran metakognitif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas V SD Gugus X Kecamatan Buleleng. E-journal MIMBAR PGSD

Undiksha. 2:1-10. Diakses dari

http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/view/3095 pada

tanggal 5 Mei 2016.

Bayat, S., & Meamar, A. (2016). Predicting Algebra Achievement: Cognitive and Meta-cognitive Aspects. Procedia - Social and Behavioral Sciences. 217:169-176.

Bell, F. H. (1981). Teaching and learning mathematics (in secondary schools). Iowa: Wm. C. Brown Company Publishers.

Blakey, E., & Spence, S. (1990). Developing Metacognition. ERIC Digest. Diakses dari http://www.ericdigest.org/pre-9218/developing.htm pada tanggal 5 Oktober 2016.

Bransford, J., & B. S Stein. (1993). The IDEAL Problem Solver: A Guide for Improving Thinking, Learning, and Creativity (2nd ed). New York: W. H. Freeman.

Bruning, R. H. et al. (2004). Cognitive psycology and instruction (4th ed). Upper Saddle River, NJ: Pearson Merrill Prentice Hall.

Carr, M. (2010). The importance of metacognition for conceptual change and strategy use in mathematics. Dalam Waters, H. S. & Schneider, W. (Eds.), Metacognitive, strategy use, & instruction (pp. 176-197). New York, NY: Guilford Press.

Darling-Hammond, L. et al. (2008). Thinking about thinking: Metacognition (session 9). Stanford University School of Education. Diakses dari http://www.learner.org/resources/series172.html pada tanggal 10 Oktober 2016.

Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.


(4)

Eggen, Paul & Kauchak, Don. (2012). Strategi dan Model Pembelajaran: Mengajarkan Konten dan Keterampilan Berpikir. (Alih bahasa: Satrio Wahono). Jakarta Barat: Penerbit Indeks.

Elea Tinggih. (1972). Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Emi Sugiartini, Setuti, & Citra Wibawa. (2013). Pengaruh model pembelajaran metakognitif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas V SD di Gugus III Kecamatan Tejakula. E-journal MIMBAR PGSD

Undiksha. 1:1-10. Diakses dari

http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/view/729 pada

tanggal 5 Mei 2016.

Erman Suherman, dkk. (2003). Strategi pembelajaran matematika kontemporer. Bandung: JICA.

Flavell, J. H. (1976). Metacognitive Aspects of Problem Solving. Dalam L. B. Resnick (Ed), The Nature of Intelligence. Hlm. 231-236.

Flavell, J. H. (1979). Metacognition and cognitive monitoring: A new area of cognitive-developmental inquiry. American Psychologist, vol. 34, pp. 906-911.

Gagne, Robert M. (1970). Learning Theory, Educational Media, and

Individualized Instruction. ERIC. Diakses dari

https://eric.ed.gov/?id=ED039752 pada tanggal 2 Maret 2017.

Hake, R. R. (1999). Analyzing change/gain scores. Indiana University Woodland Hills. Diakses dari http://www.physics.indiana.edu/~sdi/Analyzing Change-Gain.pdf pada tanggal 3 Juni 2016.

Hamzah B. Uno. (2012). Model pembelajaran: Menciptakan proses belajar mengajar yang kreatif dan efektif. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Hartman, H. J. (2001). Metacognition in learning and instruction: Theory, research and practice. Boston, NY: Kluwer Academic Publishers.

Israel, S. E. et al. (2005). Metacognition in literacy learning: theory, assessment, instruction, and professional development. London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

James and James. (1976). Mathematics Dictionary. New York: Van Nostrand Rienhold Company.

Kramarski, B., & Mirachi, N. (2004) Enhancing Mathematical Literacy with The Use of Metacognitive Guidance in Forum Discussion. Prosiding the 28th of the International Group of Psychology of Mathematics Education. Ramat-Gan: Bar-Ilan University.


(5)

Kumar, V.S.J., & Rao, D.B. (2006). Techniques of Teaching mathematics. New Delhi: Sonali Publication.

Lisa Febrianti. (2016). Perbandingan Efektivitas Pendekatan Metakognitif Berbasis Masalah Kontekstual dan Pendekatan Saintifik ditinjau dari Kemampuan Penalaran Matematis Siswa pada Pembelajaran Matematika di SMA. Skripsi. Pendidikan Matematika FMIPA UNY.

Livingston, J. A. (1997). Metacognition: An overview. American Psychologist, vol. 34, pp. 906-911.

Mustafa, M. (2004). Teaching of Mathematics New Trends and Innovations. New Delhi: Deep & Deep Publications PVT. LTD.

Nana Sudjana. (2004). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

NCTM. (2000). Principles and standards for school mathematics. Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

O’Connel, Susan. (2007). Introduction to Problem Solving: Grades 3-5.

Portsmouth: Heinemann.

OECD. (2016). PISA 2015 Results in Focus. Paris: OECD.

Orlich, D. C. et al. (2007). Teaching Strategies: A guides to effective instruction. New York: Houghton Mifflin Company.

Özsoy, G. & Ataman, A. (2009). The effect of metacognitive strategy training on mathematical problem solving achievement. International Electronic Journal of Elementary Education. 1(2) : 68-82.

Polya, G. (1973). How to solve it: A new aspect of mathematical method second edition. New Jersey, NJ: Princeton University Press.

Posamentier, A. S., & Stepelman, J. (1990). Teaching secondary school mathematics: Techniques and enrichment units (3rd ed). Columbus, OH: Merrill Publishing Company.

Ratna Wilis D. (2011). Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Romizowsky, A. Z. (1981). Designing Instructional: Decision Making in Course Planning and Curriculum Design. London : Kogan Page.

Rusmono. (2012). Strategi pembelajaran dengan problem based learning itu perlu. Bogor: Ghalia Pustaka.

Sugihartono, dkk. (2013). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Sugiyono. (2010). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.


(6)

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi Arikunto. (1997). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Suharsimi Arikunto. (2013). Prosedur penelitian: Suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Sukardi. (2011). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT Bumi Aksara.

W. Gulo. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Walpole, R. E. (1992). Introduction to statistics (Pengantar statistika). Penerjemah: Bambang Sumantri. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Wina Sanjaya. (2008). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:

Kencana.

Woolfolk, A. (2009). Educational psychology: Active learning edition. Penerjemah: Helly Prajitno Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.