Luas pada geometri hiperbolik menggunakan model setengah bidang atas H.

(1)

ABSTRAK

Dedy Lucky, 2016. Luas pada Geometri Hiperbolik Menggunakan Model Setengah Bidang Atas . Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Geometri hiperbolik dibangun dari postulat kesejajaran yang menyatakan bahwa “Diberikan suatu garis hiperbolik ℓ dan titik p di luar garis ℓ, maka terdapat minimal dua garis hiperbolik yang melalui p dan sejajar ℓ”. Model setengah bidang atas ℍ adalah model yang dapat merepresentasikan objek-objek pada bidang hiperbolik ke bidang datar.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan objek-objek geometri hiperbolik serta luas geometri hiperbolik pada model bidang setengah atas ℍ. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dari beberapa bahasan seperti Geometri Euclides, Geometri Hiperbolik, dan Transformasi M ̈bius.

Titik dan sudut hiperbolik di ℍ didefinisikan sama dengan titik dan sudut pada geometri Euclides. Titik ideal adalah titik di tak hingga, atau titik pada sumbu real. Garis hiperbolik di ℍ berupa garis Euclides tegak lurus sumbu real atau busur lingkaran dengan pusat di sumbu real. Poligon hiperbolik dibatasi oleh segmen garis hiperbolik, sinar garis hiperbolik, atau garis hiperbolik. Terdapat empat jenis segitiga hiperbolik yang ditentukan berdasarkan letak titik sudutnya.

Panjang hiperbolik di ℍ ditentukan oleh elemen panjang busur yaitu

� � | |. Luas hiperbolik suatu daerah � di ℍ didefinisikan sebagai hasil integral dari

�� �ℍ � = ∫

(� )

� .

Luas segitiga hiperbolik ditentukan oleh defeknya, dengan defek segitiga hiperbolik adalah selisih antara � dengan jumlah sudut segitiga hiperbolik. Luas poligon hiperbolik P konvek (sudut dalam poligon tak lebih dari �) dengan besar sudut � , … , � dapat diperoleh dari

�� �ℍ � = − � − ∑ �� �=

.

Kata kunci : Luas Hiperbolik, Setengah Bidang Atas, Segitiga Hiperbolik, Poligon Hiperbolik


(2)

ABSTRACT

Dedy Lucky, 2016. Hyperbolic Geometry Area with Upper Half Plane Model . Thesis. Mathematics Education Study Program, Mathematics and Science Education Deparment, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

Hyperbolic geometry built from parallel postulate states that "Given a hyperbolic line ℓ and a point outside the line ℓ, then there is a minimum of two hyperbolic lines through and parallel ℓ". The upper half plane ℍ is a model that can represent the objects in the field of hyperbolic onto a flat surface.

This study aimed to describe the objects of hyperbolic geometry and the area of hyperbolic geometry on the upper half plane ℍ. This research was conducted by literature study of some discussion as Euclidean Geometry, Hyperbolic Geometry, and Transformation M ̈bius.

Hyperbolic point and angle in ℍ defined with the point and angle in Euclidean geometry. Ideal point is the point at infinity, or points on the real axis. Hyperbolic lines in ℍ is a Euclides line perpendicular to the real axis or arc of a circle with its center at the real axis. Hyperbolic polygons bounded by hyperbolic line segments, rays hyperbolic lines, or lines hyperbolic. There are four types of hyperbolic triangle defined by the location of the vertex.

Hyperbolic length in ℍ determained by element of arc length

� � | |. Hyperbolic area of a region � in ℍ is given by integrating

�� �ℍ � = ∫

(� )

� .

Hyperbolic triangle area defined by the defect, the defect hyperbolic triangle is the difference between � by the sum of angle hyperbolic triangles. � is hyperbolic convex polygon (angles in polygons less than π) with interior angles � , … , � , then area of P is

�� �ℍ � = − � − ∑ �� �=

.

Keywords: Hyperbolic Area, Upper Half Plane, Hyperbolic Triangle, Hyperbolic Polygons


(3)

i

LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK

MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh : DEDY LUCKY

121414121

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

ii

SKRIPSI

LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK

MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS ℍ

Oleh : Dedy Lucky NIM : 121414121

Telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing,


(5)

iii

SKRIPSI

LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK

MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS

Dipersiapkan dan ditulis oleh : Dedy Lucky

NIM : 121414121

Telah dipertahankan di depan panitia penguji pada tanggal 31 Agustus 2016 dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd. ... Sekretaris : Dr. Hongki Julie, M.Si. ... Anggota : 1. Beni Utomo, M.Sc. ... 2. Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd. ... 3. Febi Sanjaya, M.Sc ...

Yogyakarta, 31 Agustus 2016

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan,


(6)

iv

PERSEMBAHAN

“ Berbagai hal ada di luar sana,

hanya menunggu untuk

ditemukan... ” (Anonymous)

Untuk Tuhan, Keluarga, Para Pendidik, Teman, Ilmu

Pengetahuan, Pembaca & Almamaterku


(7)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta,


(8)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Dedy Lucky

NIM : 121414121

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma sebuah karya ilmiah yang berjudul :

LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK

MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpannya, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain demi kepentingan akademis tanpa meminta jin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 18 Agustus 2016 Yang menyatakan,


(9)

vii

ABSTRAK

Dedy Lucky, 2016. Luas pada Geometri Hiperbolik Menggunakan Model Setengah Bidang Atas . Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Geometri hiperbolik dibangun dari postulat kesejajaran yang menyatakan bahwa “Diberikan suatu garis hiperbolik ℓ dan titik p di luar garis ℓ, maka terdapat minimal dua garis hiperbolik yang melalui p dan sejajar ℓ”. Model setengah bidang atas ℍ adalah model yang dapat merepresentasikan objek-objek pada bidang hiperbolik ke bidang datar.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan objek-objek geometri hiperbolik serta luas geometri hiperbolik pada model bidang setengah atas ℍ. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dari beberapa bahasan seperti Geometri Euclides, Geometri Hiperbolik, dan Transformasi M ̈bius.

Titik dan sudut hiperbolik di ℍ didefinisikan sama dengan titik dan sudut pada geometri Euclides. Titik ideal adalah titik di tak hingga, atau titik pada sumbu real. Garis hiperbolik di ℍ berupa garis Euclides tegak lurus sumbu real atau busur lingkaran dengan pusat di sumbu real. Poligon hiperbolik dibatasi oleh segmen garis hiperbolik, sinar garis hiperbolik, atau garis hiperbolik. Terdapat empat jenis segitiga hiperbolik yang ditentukan berdasarkan letak titik sudutnya.

Panjang hiperbolik di ℍ ditentukan oleh elemen panjang busur yaitu

� | |.

Luas hiperbolik suatu daerah � di ℍ didefinisikan sebagai hasil integral dari

ℍ � = ∫

( )

� .

Luas segitiga hiperbolik ditentukan oleh defeknya, dengan defek segitiga hiperbolik adalah selisih antara dengan jumlah sudut segitiga hiperbolik. Luas poligon hiperbolik P konvek (sudut dalam poligon tak lebih dari ) dengan besar sudut

, … , dapat diperoleh dari

ℍ = − − ∑

= .

Kata kunci : Luas Hiperbolik, Setengah Bidang Atas, Segitiga Hiperbolik, Poligon Hiperbolik


(10)

viii

ABSTRACT

Dedy Lucky, 2016. Hyperbolic Geometry Area with Upper Half Plane Model . Thesis. Mathematics Education Study Program, Mathematics and Science Education Deparment, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

Hyperbolic geometry built from parallel postulate states that "Given a hyperbolic line ℓ and a point outside the line ℓ, then there is a minimum of two hyperbolic lines through and parallel ℓ". The upper half plane ℍ is a model that can represent the objects in the field of hyperbolic onto a flat surface.

This study aimed to describe the objects of hyperbolic geometry and the area of hyperbolic geometry on the upper half plane ℍ. This research was conducted by literature study of some discussion as Euclidean Geometry, Hyperbolic Geometry, and Transformation M ̈bius.

Hyperbolic point and angle in ℍ defined with the point and angle in Euclidean geometry. Ideal point is the point at infinity, or points on the real axis. Hyperbolic lines in ℍ is a Euclides line perpendicular to the real axis or arc of a circle with its center at the real axis. Hyperbolic polygons bounded by hyperbolic line segments, rays hyperbolic lines, or lines hyperbolic. There are four types of hyperbolic triangle defined by the location of the vertex.

Hyperbolic length in ℍ determained by element of arc length

� | |.

Hyperbolic area of a region � in ℍ is given by integrating

ℍ � = ∫

( )

� .

Hyperbolic triangle area defined by the defect, the defect hyperbolic triangle is the difference between by the sum of angle hyperbolic triangles. is hyperbolic

convex polygon (angles in polygons less than π) with interior angles , … , , then area of P is

ℍ = − − ∑

= .

Keywords: Hyperbolic Area, Upper Half Plane, Hyperbolic Triangle, Hyperbolic Polygons


(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Luas Geometri Hiperbolik Menggunakan Model Setengah Bidang Atas ℍ” ini dengan baik.

Banyak masalah dan hambatan yang penulis temui selama dinamika penyusunan skripsi ini. Namun, dengan dukungan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak telah memberikan motivasi berlebih kepada penulis untuk terus bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan kali ini, tak lupa penulis mengucapkan terima kasih dengan sepenuh hati kepada beberapa pihak, di antaranya:

1. Pemerintahan Kabupaten Kutai Barat yang telah memberikan penulis kesempatan untuk berkuliah di Universitas Sanata Dharma.

2. Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Barat yang telah membiayai perkuliahan, dan akomodasi penulis selama ini.

3. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

4. Bapak Dr. Hongki Julie, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Sanata Dharma.

5. Bapak Beni Utomo, M.Sc. selaku dosen pembimbing dan wali penulis di prodi Pendidikan Matematika yang telah banyak memberikan masukan dan


(12)

x

nasihat kepada penulis selama menyusun skripsi maupun selama penulis berkuliah.

6. Bapak Prof. Dr. St. Suwarsono selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak membimbing dan memberikan nasihat kepada penulis.

7. Bapak Febi Sanjaya, M.Sc. yang sering menjadi tempat bertanya masalah-masalah seputar matematika dan selalu bisa meluangkan waktu untuk membantu penulis.

8. Seluruh dosen Pendidikan Matematika yang telah memberikan ilmu selama penulis berkuliah di Universitas Sanata Dharma.

9. Seluruh staf sekretariat JPMIPA, Ibu Tari, Bapak Sugeng, Mas Arif, dan Mas Made yang telah banyak membantu memberikan pelayanan kesekretariatan selama ini.

10. Bapak, Ibu, Kakak, dan Keluarga yang selalu mendukung, memberi semangat, dan berdoa untuk penulis.

11. Teman-teman seperjuangan Dennis, Anton, Yopek, Edith, Winda, Grace, Riris, Sasi, Selly, Dian, Asri, Selpa, Tya, dan Yosep yang selama ini memberi dukungan, semangat, motivasi, serta hal-hal luar biasa lainnya yang akan selalu diingat penulis.

12. Teman-teman Pendidikan Matematika Kelas C yang sudah berproses, berbagi suka dan duka bersama selama empat tahun ini.

13. Teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2012 yang sudah berproses bersama selama empat tahun ini.


(13)

xi

14. Teman mencari Pokemon, Devi, Rian, Santo, dan Ocha yang selama ini membantu mengurangi kejenuhan penulis.

15. Teman-teman Kos Kantil yang telah menjadi teman main, ngumpul, dan mengomentari hal-hal yang kurang penting bersama.

16. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan wawasan kepada setiap pembaca.

Yogyakarta, 18 Agustus 2016


(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR SIMBOL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Batasan Istilah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

G. Metode Penelitian ... 9

H. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 11


(15)

xiii

B. Bidang Kompleks ℂ... 14

C. Garis dan lingkaran Euclides dalam bidang kompleks ℂ ... 19

D. Elemen Panjang dalam bidang kompleks ℂ ... 20

E. Sudut pada Bidang Kompleks ℂ ... 22

F. Transformasi Konformal pada Bidang Kompleks ℂ ... 28

G. Riemann Sphere ℂ ... 31

H. Inversi ... 32

I. Transformasi M�bius dan Cross Rasio ... 38

BAB III MODEL BIDANG HIPERBOLIK ... 42

A. Setengah Bidang Atas (ℍ)... 42

B. Hubungan Geometri Euclides dan Geometri Hiperbolik ... 44

C. Kesejajaran dalam geometri hiperbolik ... 49

D. Jarak Hiperbolik ... 54

E. Transformasi M�bius di ℍ ... 58

BAB IV LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS H ... 64

A. Definisi Konvek pada Geometri Hiperbolik ... 64

B. Segitiga Hiperbolik dan Poligon Hiperbolik ... 68

C. Definisi Luas Hiperbolik ... 84

D. Luas Poligon Hiperbolik ... 90

BAB V PENUTUP ... 102

A. Kesimpulan ... 102

B. Saran ... 104


(16)

xiv

DAFTAR SIMBOL

ℝ : Himpunan semua bilangan real.

ℂ : Himpunan semua bilangan kompleks.

~ : pendekatan atau aprokmasi.

∞ : notasi tak hingga.

: , bagian real dari bilangan kompleks = + � . : , bagian imajiner dari bilangan kompleks = + � .

̅

: − � , konjugat dari bilangan kompleks = + � .

| | : √( ) + ( ) , modulus dari bilangan kompleks z.

ℍ : { ∈ ℂ| > }, setengah bidang atas di ℂ.

ℂ̅ : ℂ {∞}, Riemann sphere.

ℝ : { , , ∈ ℝ | , , ∈ ℝ}, ruang dimensi tiga.

� : Bola satuan di ℝ .

ℝ̅ : ℝ {∞}, sumbu real yang diperpanjang.

ℎ : panjang lintasan f.


(17)

xv

, , , , … : titik-titik pada bidang kompleks ℂ.

, �, , … : garis-garis Euclides pada bidang kompleks ℂ.

ℓ, , �, … : garis-garis hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ.

: segmen garis Euclides dengan pangkal di dan ujung di . : sinar garis Euclides dengan pangkal di .

ℓ : segmen garis hiperbolik dengan pangkal di dan ujung di .

ℓ : sinar garis hiperbolik dengan pangkal di .

∠ , : sudut antara kurva dan .

∠ : sudut .

ℎℍ : panjang hiperbolik lintasan f di setengah bidang atas ℍ.

, : jarak Euclides dari titik ke .

ℍ , : jarak hiperbolik dari titik ke di setengah bidang atas ℍ. ℍ � : luas hiperbolik dari himpunan � di ℍ.

Φ : defek segitiga.


(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Tablet Babilonia, Plimpton 322...1

Gambar 2.1 Ilustrasi Proposisi 2.1...12

Gambar 2.2 Ilustrasi Proposisi 2.2...13

Gambar 2.3 Ilustrasi Proposisi 2.3...13

Gambar 2.4 Representasi Bilangan Kompleks ke Titik pada Bidang Kompleks...17

Gambar 2.5 Bilangan Kompleks z dalam Koordinat Polar...18

Gambar 2.6 Ilustrasi Definisi 2.4...22

Gambar 2.7 Ilustrasi Proposisi 2.5...24

Gambar 2.8 Ilustrasi Sudut Tipe I...26

Gambar 2.9 Ilustrasi Sudut Tipe II...27

Gambar 2.10 Ilustrasi Sudut Tipe III...28

Gambar 2.11 Proyeksi Stereografi...32

Gambar 3.1 Model Bidang pada Geometri Hiperbolik...42

Gambar 3.2 Garis Hiperbolik di ℍ...46

Gambar 3.3 Garis Hiperbolik melalui Dua Titik Berbeda...47

Gambar 3.4 Sudut antara Dua Garis Hiperbolik...48

Gambar 3.5 Dua Garis Sejajar pada Geometri Euclides...49

Gambar 3.6 Garis-garis Hiperbolik yang Sejajar melalui Sebarang Titik...51

Gambar 3.7 Ilustrasi Sejajar untuk Kasus Pertama...52

Gambar 3.8 Ilustrasi Sejajar untuk Kasus Kedua...53


(19)

xvii

Gambar 4.1 Segmen-segmen Garis pada X di ℍ...65

Gambar 4.2 (a) Garis Hiperbolik di ℍ, (b) Sinar Garis Hiperbolik di ℍ, dan (c) Segmen Garis Hiperbolik di ℍ...66

Gambar 4.3 (a) Contoh Poligon Hiperbolik Konkaf; (b) Contoh Poligon Hiperbolik Konvek ...67

Gambar 4.4 Jenis-jenis Segitiga Hiperbolik di ℍ...68

Gambar 4.5 (a) Segitiga Hiperbolik pada Posisi Standar; (b) Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Kasus I Proposisi 4.4; (c) Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Kasus II Proposisi 4.4; (d) Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Kasus III Proposisi 4.4...70

Gambar 4.6 Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Siku-siku di i...74

Gambar 4.7 Tinggi dari Sembarang Segitiga Hiperbolik...76

Gambar 4.8 Ilustrasi dari Teorema 4.7...78

Gambar 4.9 Ilustrasi Poligon Hiperbolik Berdasarkan Definisi...84

Gambar 4.10 Ilustrasi Contoh 4.1...89

Gambar 4.11 Segitiga Hiperbolik dengan di ∞...91

Gambar 4.12 Ilustrasi Teorema 4.12...93

Gambar 4.13 Segitiga Hiperbolik P pada Contoh 4.3...95

Gambar 4.14 Ilustrasi Teorema 4.13...97


(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan adalah salah satu cipta manusia dalam rangka memahami, mengolah, mengeksplorasi, dan memprediksi segala fenomena yang terjadi di alam semesta. Perkembangan ilmu pengetahuan terus berlangsung dari awal peradaban manusia sampai kelak berakhirnya peradaban itu sendiri. Sebagai bentuk nyata dari perkembangan ilmu pengetahuan adalah dengan munculnya berbagai macam disiplin ilmu, mulai dari ilmu tentang manusia, gejala fenomena alam, sampai ilmu tentang galaksi dan alam semesta. Salah satu cabang ilmu tertua yang dipelajari manusia adalah matematika, hal ini terbukti dengan ditemukannya tulisan matematika tertua berupa tablet tanah liat yang disebut Plimpton 322

(Gambar 1.1) sekitar 1900 SM di Babilonia (Burton, 2011: 74).

Pada masa silam matematika sering digunakan untuk mengatasi persoalan-persoalan sehari-hari, seperti yang dilakukan oleh bangsa Mesir dalam menentukan batas-batas tanah yang hilang tersapu banjir sungai Nil.


(21)

Bangsa Mesir menggunakan teknik-teknik tertentu dalam menentukan batas bidang tanah yang terhapus. Salah satu cabang ilmu matematika yang mampu

menjawab permasalahan ini adalah geometri. Kata “geometri” berasal dari

kata Yunani yaitu “geometrien” (geo berarti bumi, dan metrein berarti ukuran) yang memiliki arti ilmu ukur bumi (Burton, 2011: 53).

Euclides (325-265 SM), seorang matematikawan bangsa Yunani yang dianggap sebagai pelopor pembentuk geometri aksiomatis membawa perubahan besar terhadap bidang kajian geometri. Buku yang berjudul The Elements adalah salah satu buku karya Euclides yang paling fenomenal karena telah berhasil menyusun dasar-dasar geometri secara sistematis dan tetap digunakan sebagai acuan hingga saat ini. Buku tersebut memuat 23 definisi, 5 aksioma, dan 5 postulat. Euclides menggunakan istilah postulat

yang merupakan aksioma khusus digunakan pada bidang geometri. Lima postulat Euclides yang telah dinyatakan dengan arti yang sama oleh Kline (1972) dalam buku Hyperbolic Geometry karya James W. Cannon sebagai berikut.

1. Each pair of points can be joined by one and only one straight line segment.

2. Any straight line segment can be indefinitely extended in either direction.

3. There is exactly one circle of any given radius with any given center. 4. All right angles are congruent to one another.


(22)

5. If a straight line falling on two straight lines makes the interior angles on the same side less than two right angles, the two straight lines, if extended indefinitely, meet on that side on which the angles are less than two right angles.

Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan makna kurang lebih sebagai berikut.

1. Sepasang titik dapat dihubungkan dengan tepat satu segmen garis lurus. 2. Setiap segmen garis lurus dapat diperpanjang tanpa batas pada kedua

arah.

3. Terdapat tepat satu lingkaran dari sebarang jari-jari yang diberikan dengan sebarang titik pusat yang diberikan.

4. Semua sudut siku-siku memiliki besar sudut yang sama.

5. Jika sebuah garis lurus memotong dua garis yang lain, maka akan terbentuk sudut dalam pada sisi-sisinya besarnya kurang dari dua sudut siku-siku, kedua garis lurus tersebut jika diteruskan sampai tak hingga akan bertemu pada sisi yang sudutnya kurang dari dua sudut siku-siku. Kelima postulat tersebut adalah fondasi dari berbagai teorema dalam geometri Euclides. Dari kelima postulat tersebut, postulat kelima adalah yang paling rumit dan tidak wajar. Postulat tersebut sebenarnya ekuivalen dengan

postulat kesejajaran yaitu “ Diberikan sebuah garis dan sebuah titik di luar garis, ada tepat satu garis yang melalui titik tersebut dan sejajar dengan

garis yang diberikan”. Para matematikawan memandang bahwa postulat kelima Euclides bukanlah suatu postulat melainkan teorema yang dapat


(23)

dibuktikan. Selama dua ribu tahun banyak matematikawan mencoba untuk membuktikan postulat tersebut namun tidak dapatkan hasil yang memuaskan.

Out of nothing I have created a strange new universe”, merupakan potongan kalimat yang diambil dari salah satu surat János Bolyai (1802-1860) untuk ayahnya ketika ia mencoba memecahkan pembuktian postulat kelima

Euclides (Greenberg, M.J. 1980: 140). “Alam semesta baru yang aneh” yang

dimaksudkan oleh János Bolyai merupakan cabang ilmu geometri baru yang sering disebut Geometri non-Euclid atau Geometri Hiperbolik. Salah satu dasar utama geometri hiperbolik adalah negasi dari postulat kesejajaran beserta keempat postulat Euclides sebelumnya. Tokoh lain dari munculnya geometri hiperbolik adalah Carl Friedrich Gauss (1777-1855), dan Nikolai Ivanovich Lobachevsky (1792-1856). Dilihat dari kemunculannya, geometri hiperbolik merupakan kajian ilmu yang relatif baru dan terus berkembang hingga saat ini. Selain geometri hiperbolik, ada beberapa cabang geometri lainnya seperti geometri netral,geometri eliptik, hingga geometri fraktal yang dikembangkan dengan merubah maupun membentuk postulat-postulat baru dari geometri Euclides.

Henri Poincaré (1854-1912) adalah salah satu tokoh dalam perkembangan geometri hiperbolik yang berkontribusi menemukan model bidang hiperbolik yang disebut Model Poincaré (Greenberg, 1980: 187).

Model Poincaré digunakan untuk merepresentasikan objek-objek geometri seperti titik, sudut, garis, dan bentuk-bentuk poligon. Selain model Poincaré, ada model lain dalam merepresentasikan objek-objek geometri yaitu model


(24)

setengah bidang atas, dan model Beltrami-Klein. Model-model tersebut memiliki sifat, definisi, dan teorema-teorema yang berbeda serta memiliki kekhasannya masing-masing.

Wicaksono (2015) telah membedah secara teoritis mengenai geometri hiperbolik terutama pada bagian luas hiperbolik. Teori yang digunakan beracu pada postulat-postulat pada geometri Euclides dan postulat kesejajaran untuk geometri hiperbolik. Pada tugas akhir ini telah dijelaskan tentang bangun-bangun datar pada geometri hiperbolik seperti jumlah sudut dalam segitiga kurang dari serta luas segitiga yang ternyata diperoleh dari selisih dengan jumlah sudut dalam segitiga hiperbolik. Hal-hal yang belum dibahas pada tugas akhir ini adalah belum ditampilkannya bentuk-bentuk objek geometri hiperbolik di suatu bidang datar sehingga teori tersebut dapat didukung dengan lebih mendalam. Belum adanya bidang yang mempresentasikan bangun datar pada geometri hiperbolik juga berdampak pada sukarnya abstraksi atau penghitungan dalam aplikasi langsung, seperti menghitung luas sembarang segitiga hiperbolik, mengukur sudut di antara dua garis hiperbolik berpotongan, menghitung jarak dua titik berbeda, dan adakah transformasi dalam geometri hiperbolik. Kekurangan ini dapat dilengkapi dengan menambahkan suatu model bidang hiperbolik yang sesuai untuk model tersebut serta menyajikan proposisi-proposisi yang berlaku pada model tersebut untuk memahami konsep luas pada geometri hiperbolik lebih mendalam.


(25)

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, peneliti meyakini bahwa geometri terus berkembang dan layak untuk dipelajari. Salah satunya adalah mengenai geometri hiperbolik yang merupakan dunia baru dalam geometri. Dengan berbagai bentuk model berbeda dalam merepresentasikan objek geometri pada geometri hiperbolik, akan menjadi menarik untuk mengetahui bentuk-bentuk poligon pada suatu model bidang hiperbolik. Area atau luas dari setiap bentuk poligon pada geometri hiperbolik juga merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Selain itu, juga dapat melengkapi konsep pada luas hiperbolik jika disajikan dalam bidang hiperbolik. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai luas pada geometri hiperbolik menggunakan model setengah bidang atas.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana objek-objek geometri hiperbolik direpresentasikan pada model setengah bidang atas ℍ?

2. Bagaimana konsep-konsep dasar seperti panjang, jarak, dan sudut hiperbolik yang disajikan pada model setengah bidang atas ℍ?

3. Bagaimana luas pada geometri hiperbolik dan luas hiperbolik untuk poligon hiperbolik yang disajikan pada model setengah bidang atas ℍ?

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada model setengah bidang atas ℍ dan hanya membahas mengenai objek-objek bidang datar untuk geometri hiperbolik.


(26)

D. Batasan Istilah

Berdasarkan latar belakang, untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami hasil penelitian ini, maka diperlukan batasan istilah sebagai berikut.

1. Aksioma adalah suatu pernyataan yang nilai kebenarannya mutlak sebagai suatu kejelasan ataupun asumsi.

2. Postulat adalah aksioma khusus pada bidang geometri.

3. Teorema adalah suatu pernyataan yang nilai kebenarannya masih perlu untuk dibuktikan.

4. Proposisi adalah suatu pernyataan yang diturunkan langsung dari suatu aksioma atau postulat dan nilai kebenarannya masih perlu untuk dibuktikan.

5. Geometri Euclides adalah ranah kajian matematika yang berkaitan dengan studi geometri berdasarkan definisi dan aksioma yang ditetapkan

dalam buku Euclides “The Element”.

6. Geometri hiperbolik adalah ranah kajian matematika yang berkaitan dengan studi geometri berdasarkan definisi, postulat Euclides dan postulat kesejajaran hiperbolik.

7. Setengah bidang atas adalah bagian dari bidang kompleks yang memenuhi = > .

8. Tititk ideal adalah titik di tak hingga yang terdapat pada sumbu real dalam setengah bidang atas.


(27)

9. Panjang hiperbolik adalah ukuran panjang yang digunakan untuk mengukur panjang suatu kurva pada setengah bidang atas ℍ.

10.Jarak hiperbolik adalah jarak antara dua titik pada setengah bidang atas

ℍ.

11.Sudut hiperbolik adalah ukuran sudut antara dua kurva pada setengah bidang atas ℍ.

12.Luas hiperbolik adalah luas suatu daerah pada setengah bidang atas ℍ. 13.Poligon hiperbolik adalah bangun segi banyak yang terdapat pada

setengah bidang atas ℍ.

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan objek-objek geometri hiperbolik yang direpresentasikan pada model setengah bidang atas ℍ.

2. Mendeskripsikan konsep-konsep dasar seperti panjang, jarak, dan sudut hiperbolik yang disajikan pada model setengah bidang atas ℍ.

3. Menentukan luas pada geometri hiperbolik dan luas hiperbolik untuk poligon hiperbolik yang disajikan pada model setengah bidang atas ℍ.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Pembaca

Pembaca dapat menambah pengetahuan tentang model bidang hiperbolik dan luas poligon hiperbolik pada geometri hiperbolik.


(28)

2. Bagi Penulis

Penulis dapat menambah pengetahuan tentang model bidang hiperbolik dan luas poligon hiperbolik pada geometri hiperbolik.

3. Bagi Universitas

Universitas dapat menambah koleksi skripsi dalam bidang geometri.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode studi pustaka, yaitu dengan membaca referensi-referensi mengenai geometri hiperbolik. Pembahasan dalam skripsi ini banyak mengacu pada buku

Hyperbolic Geometry Second Edition, karangan James W. Anderson (2005) dan buku A Gateway to Modern Geometry: The Poincare Half-Plane,

karangan Saul Stahl (1993).

Langkah-Langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

1. Membaca berbagai referensi mengenai topik geometri hiperbolik dan model bidang hiperbolik.

2. Menyajikan kembali definisi, proposisi, postulat, dan teorema yang menjadi dasar dalam merepresentasikan geometri hiperbolik ke dalam model bidang hiperbolik, khususnya model setengah bidang atas ℍ dengan bahasan luas hiperbolik.

3. Menyusun seluruh materi yang telah dikumpulkan secara runtut agar memudahkan pembaca dalam memahaminya.


(29)

H. Sistematika Penulisan

Bab pertama berupa pendahuluan. Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, pembatasan masalah, batasan istilah, tujuan, manfaat, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab dua berisi tentang dasar-dasar yang akan digunakan dalam membahas model bidang hiperbolik dan luas hiperbolik seperti: dasar-dasar geometri Euclides, bidang kompleks ℂ, garis dan lingkaran dalam bidang kompleks ℂ, elemen panjang dalam bidang kompleks ℂ, sudut pada bidang kompleks ℂ, transformasi konformal, Riemann sphere, inversi, transformasi M ̈bius, dan cross ratio.

Bab tiga membahas tentang model bidang hiperbolik, yaitu setengah bidang atas ℍ. Selanjutnya dibahas mengenai hubungan geometri Euclides dan geometri hiperbolik berdasarkan objek-objek dasarnya (titik, garis, dan sudut). Pada bab ini juga dibahas mengenai postulat kesejajaran dalam geometri hiperbolik, jarak hiperbolik, dan transformasi M ̈bius pada setengah bidang atas ℍ.

Bab empat membahas tentang kekonvekan, segitiga hiperbolik dan poligon hiperbolik, definisi luas hiperbolik, serta luas poligon hiperbolik. Materi yang dibahas mengenai definisi, teorema, dan sifat-sifat terkait kekonvekan, poligon hiperbolik, dan luas hiperbolik di setengah bidang atas

ℍ, serta dilengkapi contoh soal untuk memperjelas materi yang dibahas. Bab lima membahas tentang kesimpulan terkait pembahasan pada bab sebelumnya dan saran kepada pembaca tentang keberlanjutan penelitian.


(30)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Dasar-Dasar Geometri Euclides

Pada skripsi ini akan mengacu pada beberapa teori yang terdapat pada geometri Euclides antara lain sebagai berikut.

1. Common Notions (Pengertian Umum)

Euclides mengasumsikan Common Notions (Pengertian Umum) sebagai dasar atau syarat tak tertulis dari berbagai objek geometris seperti panjang, luas, volume, dan ukuran sudut (Stahl, 1993: 8). Euclides menuangkan Common Notions pada buku pertama The Elements sebagai berikut.

a. Benda-benda (ukuran-ukuran) sama terhadap benda (ukuran) yang sama adalah sama antara yang satu terhadap yang lain.

b. Jika benda (ukuran-ukuran) sama, ditambah dengan benda-benda (ukuran-ukuran) sama, semuanya adalah sama.

c. Jika benda-benda (ukuran-ukuran) sama, dikurangi benda-benda (ukuran-ukuran) sama, semua sisanya adalah sama.

d. Benda-benda (ukuran-ukuran) yang serupa satu sama lain adalah sama antara yang satu terhadap yang lain.


(31)

2. Kekongruenan segitiga

Kekongruenan segitiga yang dikemukakan Euclides dalam buku pertama The Elements digunakan sebagai dasar acuan untuk menentukan kekongruenan segitiga hiperbolik. Syarat kekongruenan segitiga terbagi dalam beberapa Proposisi sebagai berikut.

Proposisi 2.1 (Stahl, 1993: 13)

Jika dua segitiga mempunyai dua sisi yang bersesuaian sama panjang, dan sudut yang diapit sisi tersebut sama besar, maka sisi bersesuaian yang tersisa sama panjang dan sudut-sudut lain yang lain bersesuaian sama besar sehingga dua segitiga tersebut sama.

Proposisi 2.1 lebih dikenal sebagai syarat kekongruenan segitiga yang mengacu pada sisi-sudut-sisi (SS, SD, SS).

Gambar 2.1 Ilustrasi Proposisi 2.1

Proposisi 2.2 (Stahl, 1993: 15)

Jika dua segitiga mempunyai tiga sisi yang bersesuaian sama panjang, sehingga sudut-sudut yang bersesuaian sama besar, maka segitiga tersebut sama.

Proposisi 2.2 lebih dikenal sebagai syarat kekongruenan segitiga yang mengacu pada sisi-sisi-sisi (SS, SS, SS).


(32)

Gambar 2.2 Ilustrasi Proposisi 2.2

Proposisi 2.3 (Stahl, 1993: 19)

Jika dua segitiga mempunyai dua sudut yang bersesuaian sama besar, dan sebuah sisi yang diapit dua sudut tersebut sama panjang, maka panjang sisi-sisi yang bersesuaiannya sama panjang, maka segitiga tersebut sama. Proposisi 2.3 lebih dikenal sebagai syarat kekongruenan segitiga yang mengacu pada sudut-sisi-sudut (SD, SS, SD).

Gambar 2.3 Ilustrasi Proposisi 2.3

Dasar teori yang diambil dari geometri Euclides akan digunakan untuk membuktikan proposisi-proposisi pada geometri hiperbolik dalam model bidang hiperbolik. Sebelum membahas model bidang untuk geometri


(33)

hiperbolik akan terlebih dahulu akan dibahas mengenai model bidang untuk geometri Euclides.

B. Bidang Kompleks

Brown dan Churchill (1990) menyatakan bilangan kompleks didefinisikan sebagai

= + � .

ataudapat pula didefinisikan sebagai pasangan bilangan real yaitu

= , .

dengan x dan y adalah bilangan real, dan � adalah bilangan imajiner murni

(√− ). Pada persamaan (2.1) dan persamaan (2.2), x dan y berturut-turut disebut bagian real dan imajiner dari z, dan dapat dituliskan sebagai

= , dan = .

Sifat aljabar pada bilangan kompleks sama dengan sifat aljabar pada bilangan real. Selanjutnya akan ditunjukkan beberapa sifat aljabar pada bilangan kompleks sebagai berikut (Brown dan Churchill, 1990: 2):

1. Sifat komutatif

Misalkan = + � , = + � a. + = +

b. =

2. Sifat asosiatif

Misalkan = + � , = + � , dan = + � , diperoleh a. + + = + +


(34)

b. = 3. Sifat distributif

Misalkan = + � , = + � , dan = + � , maka

+ = +

4. Sifat identitas

Misalkan = + � , ∈ ℝ merupakan unsur identitas pada penjumlahan, dan ∈ ℝ adalah unsur identitas pada perkalian maka

a. + = b. . =

Pada bilangan kompleks terdapat beberapa konsep yang tidak terdapat pada bilangan real yaitu modulus dan konjugat kompleks (Brown, 1990: 7).

Definisi modulus atau disebut sebagai nilai mutlak pada bilangan kompleks

= + � adalah bilangan real tak negatif √ + dengan notasi | | sehingga

| | = √ + ; .

Sedangkan konjugat kompleks atau disebut konjugat dari bilangan kompleks

= + � adalah bilangan kompleks − � dengan notasi ̅ sehingga

̅ = − � . .

Berdasarkan persamaan (2.3) dan persamaan (2.4) diperoleh bahwa | ̅| = | | dan ̿ = untuk setiap z. Jika = + � dan = + � maka

+

̅̅̅̅̅̅̅̅̅ =̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ =+ � + + � ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅+ + � + = + − � +


(35)

= − � + − � = ̅ + ̅

sehingga konjugat dari penjumlahan sama dengan jumlahan konjugat.

Dengan cara serupa dapat ditunjukkan bahwa untuk = + � dan =

+ � maka

a. ̅̅̅̅̅̅̅̅̅ =− ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ =+ � + + � ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅− + � −

= − − � − = − � − − �

= ̅ − ̅

b. ̅̅̅̅̅̅ =̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅− + � +

= − + � + = − � − �

= ̅ ̅

c. Untuk ≠ maka dapat diperoleh

( ) ̅̅̅̅̅̅

= (̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅+ �+ � )= ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅+ �+ � − �− �

= ( + + � − + )

+

̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅

= ( + − � −+ + )

= − �+ � + �− � = ̅̅ .

Salah satu relasi penting antara konjugat bilangan kompleks = + � dengan modulusnya adalah


(36)

̅ = + � − � = − � = + = | | .

Selain itu juga terdapat sifat yang menarik dari dua bilangan kompleks dan konjugatnya. Misalkan = + � dan = + � diperoleh

+ ̅ ̅ = + � + � + − � − � = + � + � − + − � − � +

= = .

Jadi diperoleh

+ ̅ ̅ = .

Setiap bilangan kompleks berkorespondensi dengan satu titik pada bidang datar, seperti bilangan − + � dapat direpresentasikan sebagai titik dengan koordinat − , . Bilangan z juga dapat dianggap sebagai vektor dari titik asal , ke titik , (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Representasi Bilangan Kompleks ke Titik pada Bidang Kompleks


(37)

Bidang yang digunakan digunakan untuk merepresentasikan bilangan kompleks tersebut disebut bidang xy, bidang z atau bidang kompleks.

Himpunan semesta bilangan kompleks atau bidang kompleks dinotasikan dengan ℂ. Sumbu x disebut sumbu real dan sumbu y disebut sumbu imajiner (Brown dan Churchill, 1990: 6-7).

Gambar 2.5 Bilangan Kompleks z dalam Koordinat Polar

Letak titik , dapat disajikan dalam koordinat polar , � , sehingga untuk bilangan kompleks z dapat disajikan dalam bentuk polar. Misalkan r dan

� adalah koordinat polar yang dari titik , yang berkorespondensi dengan bilangan kompleks = + � (Gambar 2.5), diperoleh

= cos � dan = sin � Sehingga z direpresentasikan dalam bentuk polar sebagai

= cos � + � sin � , .

dengan r tak negatif. Nilai � disebut sebagai argumen dari z, dan ditulis sebagai

� = arg (Brown dan Churchill, 1990: 12). Selain dalam bentuk polar, bilangan kompleks z dapat dibentuk dalam bentuk eksponensial menggunakan formula Euler sebagai


(38)

= cos � + � sin �.

Berdasarkan persamaan (2.6) maka z dapat direpresentasikan dalam bentuk eksponensial sebagai

= �. .

Setelah membahas bilangan kompleks dan bidang kompleks ℂ, akan dilanjutkan dengan membahas persamaan garis dan lingkaran Euclides pada bidang datar disajikan dalam bidang kompleks ℂ.

C. Garis dan lingkaran Euclides dalam bidang kompleks

Purcell dan Varberg (1987) menyatakan bahwa persamaan garis Euclides dalam koordinat kartesius dapat dibentuk sebagai

+ + = . .

Pada persamaan (2.8), x dan y dapat dinyatakan dalam z dan ̅. Diberikan =

+ � dan ̅ = − � diperoleh

= = + ̅ . = = −� − ̅ .

Subsitusikan persamaan (2.9) dan (2.10) ke persamaan (2.8) diperoleh

+ ̅ + −� − ̅ + =

− � + + � ̅ + =

Misalkan = − � maka


(39)

Sehingga persamaan garis Euclides dalam bidang kompleks adalah

+ ̅ ̅ + = .

dengan ∈ ℂ dan ∈ ℝ (Anderson, 2005: 217).

Purcell dan Varberg (1987) menyatakan bahwa persamaan lingkaran Euclides dalam koordinat kartesius dengan jari-jari r dan pusat di ℎ, dapat dibentuk sebagai

− ℎ + − = . .

Pada persamaan (2.12), x dan y dapat dinyatakan dalam z dan ̅, serta ℎ, diwakili oleh suatu bilangan kompleks tertentu. Diberikan = ℎ + � adalah titik pusat lingkaran maka dapat dibentuk

− = + � − ℎ + � = − ℎ + � − ,

sehingga diperoleh

− ℎ + − = | − | = ,

dengan fakta bahwa | | = ̅ maka

| − | = − ̅ − ̅ = ̅ − ̅ − ̅ + | | = . .

Misalkan ∈ ℝ, = − ̅ dan = | | − persamaan (2.13) dapat dibentuk menjadi

̅ + + ̅ ̅ + = .

dengan ∈ ℂ dan ∈ ℝ (Anderson, 2005: 217).

D. Elemen Panjang dalam bidang kompleks

Pada bagian ini akan dibahas mengenai elemen panjang pada bidang kompleks ℂ, namun sebelumnya akan diberikan definisi mengenai busur pada


(40)

bidang kompleks ℂ. Himpunan titik = , pada bidang kompleks ℂ disebut sebagai busur jika

= , dan =

dengan pada interval [ , ], serta dan adalah fungsi kontinu pada parameter real , sehingga sebuah busur pada bidang kompleks ℂ dapat disajikan dengan persamaan sebagai

= + � .

(Brown, 1990: 89). Jika ′ dan ′ untuk persamaan (2.15) ada dan kontinu maka turunan dari persamaan (2.15) adalah sebagai berikut:

=+ �. .

Sebuah busur yang memenuhi syarat dari persamaan (2.15) dan persamaan (2.16) disebut busur deferensiabel (Brown, 1990: 90).

Setelah membahas mengenai busur deferensiabel pada bidang kompleks

ℂ, akan dilanjutkan untuk elemen panjang busur pada bidang kompleks ℂ. Misalkan f adalah busur deferensiabel pada bidang kompleks ℂ dalam interval

[ , ], berdasarkan persamaan . dan persamaan . diperoleh

= + � , dan ′ = ′ + � ′ . Modulus untuk ′ adalah

| ′ | = √() + () , sehingga panjang Euclides f adalah ℎ = ∫ √( ′ ) + () = ∫ ||

atau biasanya dinotasikan sebagai

ℎ = ∫ | ′ | = ∫ | |


(41)

dengan | | = | ′ | adalah elemen panjang-busur pada ℂ (Anderson, 2005: 74).

E. Sudut pada Bidang Kompleks

Sudut antar kurva dan pada bidang kompleks ℂ yang berpotongan di diperoleh dari sudut antara garis singgung kurva dan di . Definisi untuk sudut antar kurva di bidang kompleks ℂ didefinisikan sebagai berikut.

Definisi 2.4 (Anderson, 2005: 53)

Diberikan dua kurva smooth dan di ℂ yang berpotongan di , didefinisikan ∠ , sudut antara dan di adalah sudut antara garis singgung dan di , besar sudut diukur dari ke (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Ilustrasi Definisi 2.4

Pengukuran sudut yaitu dengan berlawanan arah jarum jam untuk sudut positif dan searah jarum jam untuk sudut negatif. Berdasarkan definisi diperoleh bahwa


(42)

Berdasarkan definisi 2.4 maka dapat dicari besar sudut antar dua kurva menggunakan garis singgung pada titik perpotongan. Besar sudut antara dua garis singgung dapat dicari menggunakan selisih antara arctan dari tiap kemiringan garisnya.

Misalkan � dan � adalah dua garis Euclides di ℂ yang berpotongan di sebuah titik , misalkan adalah titik di � dan bukan , dan misalkan kemiringan garis (gradien) � adalah . Gradien garis � dapat diperoleh dari

=

Misalkan � adalah sudut yang terbentuk antara garis � dan sumbu real, maka diperoleh

= tan �

Secara khusus besar sudut yang terbentuk antara � dan � adalah

� , � = arctan − arctan = � − �

Berikut akan diberikan proposisi mengenai sudut antar busur lingkaran berpusat di sumbu real pada bidang kompleks ℂ :

Proposisi 2.5 (Stahl, 1993: 95)

Diberikan sembarang titik z, misalkan X adalah sinar garis Euclides dan misalkan � , � , � adalah lingkaran Euclides yang berpusat di , , (Gambar 2.7), maka

∠ � , � = ∠( , ) tipe I , ∠ � , � = − ∠( , ) tipe II ,


(43)

dan

∠ �, � = ∠ tipe III .

Gambar 2.7 Ilustrasi untuk Proposisi 2.5 Bukti:

Misalkan X adalah sinar garis Euclides tegak lurus sumbu real dan melalui d.

Misalkan � , � , � adalah lingkaran Euclides berpusat di , , dan

, , berada pada sumbu real. Misalkan z adalah titik potong

�, � , � , dan � . Misalkan dan adalah garis singgung Euclides dari � dan � terhadap z. Terdapat fakta bahwa garis singgung lingkaran tegak lurus terhadap jari-jari lingkaran pada titik singgung lingkaran, sehingga

∠ � , � = ∠ , = ∠( , ) − ∠( , ) = − ∠( , )

= ∠( , ) − ∠( , ) = ∠( , )


(44)

∠ �, � = ∠ �, = − ∠( , ) − ∠( , �) = − ∠( , �) = ∠

dan

∠ � , � = ∠ � , � + ∠ �, � = ∠ + ∠ = − ∠( , ).

Terbukti untuk Proposisi 2.5. QED.

Berikut akan diberikan cara untuk menghitung besar sudut menurut Proposisi 2.5 :

a. Tipe I

Misalkan dua lingkaran dan memiliki pusat di dan dengan jari-jari dan berpotongan di (Gambar 2.8). Misalkan ∠ , = � adalah sudut antara dua lingkaran dan .

Berdasarkan Proposisi 2.5 maka ∠ , = ∠ , sehingga

∠ , = �.

Menggunakan aturan kosinus sudut � dapat ditentukan yaitu

| − | = + − cos �


(45)

sehingga sudut � dapat ditentukan dari arccos �.

Gambar 2.8 Ilustrasi sudut tipe I b. Tipe II

Misalkan dua lingkaran dan memiliki pusat di dan dengan jari-jari dan berpotongan di (Gambar 2.9). Misalkan ∠ , = � adalah sudut antara dua lingkaran dan .

Berdasarkan Proposisi 2.5 maka ∠ , = − ∠ , sehingga

∠ , = − �.

Menggunakan aturan kosinus sudut − � dapat ditentukan yaitu

| − | = + − cos − �

cos − � = − cos � = + − | − | cos � = − + − | − |


(46)

sehingga sudut � dapat ditentukan dari arccos �.

Gambar 2.9 Ilustrasi Tipe II c. Tipe III

Misalkan garis � adalah garis yang melalui di dan tegak lurus X. Misalkan lingkaran memiliki pusat di dengan jari-jari , dan garis

� tegak lurus garis X berpotongan di . Lingkaran berpotongan dengan garis X di (Gambar 2.10).

Misalkan ∠ , � adalah sudut antara lingkaran dan garis X dengan besar sudut �. Berdasarkan Proposisi 2.5 maka ∠ , � = ∠

sehingga ∠ memiliki besar sudut �. Karena titik , , dan membentuk segitiga siku-siku di , sehingga sudut � dapat diperoleh dari


(47)

sehingga sudut � dapat ditentukan dari arccos �.

Gambar 2.10 Ilustrasi Tipe III

F. Transformasi Konformal pada Bidang Kompleks

Terdapat beberapa transformasi dalam bidang kompleks ℂ yang memiliki sifat konformal yaitu transformasi yang mempertahankan sudut. Transformasi

affine adalah salah satu transformasi konformal. Transformasi ini adalah komposisi dari beberapa transformasi sederhana seperti dilatasi, rotasi, dan translasi dalam bidang kompleks ℂ (Olsen, 2010: 2). Dilatasi, rotasi, dan translasi sederhana dalam bidang kompleks ℂ didefinisikan sebagai berikut.

i. Dilatasi : = , dengan ∈ ℝ ii. Translasi : = + , dengan ∈ ℂ iii. Rotasi : = , dengan = �.

Olsen (2010) menyatakan transformasi affine didefinisikan sebagai berikut.


(48)

Definisi 2.6 (Olsen, 2010: 2)

Transformasi affine adalah kombinasi dari (i), (ii), dan (iii) dengan pemetaan

= + dengan , ∈ ℂ dan ≠ .

Sifat-sifat dalam transformasi affine seperti mempertahankan garis dan lingkaran Euclides, serta sudut, ditunjukkan oleh beberapa teorema berikut.

Teorema 2.7 (Olsen, 2010: 3)

Transformasi affine mempertahankan lingkaran dan garis Euclides. Bukti:

Misalkan diberikan suatu transformasi affine = + dan persamaan garis Euclides + ̅ ̅ + = dengan , , ∈ ℂ dan ∈ ℝ. Menggunakan cara substitusi diperoleh

+ + ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ + =+ + + ̅̅̅̅ ̅ + ̅ ̅ + =

+ ̅̅̅̅ ̅ + ( + ̅ ̅) + = .

Kita tahu bahwa + ̅ ̅ = sehingga persamaan (2.17) merupakan persamaan garis.

Dengan transformasi yang sama dan misalkan diberikan persamaan lingkaran Euclides ̅ + + ̅ ̅ + = dengan , ∈ ℝ. Menggunakan cara yang sama diperoleh

+ ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ ++ + + ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ + =+ ̅ ̅ + ̅ + + ( ̅ + ̅̅̅̅) ̅ + + ̅ ̅ + =

misalkan = ̅ + maka diperoleh


(49)

Persamaan (2.18) merupakan persamaan lingkaran. Jadi Teorema 2.7 terbukti.

QED.

Teorema 2.8 (Olsen, 2010: 4)

Transformasi affine adalah konformal. Bukti:

Misalkan � dan � adalah dua garis Euclides di ℂ yang berpotongan di sebuah titik . Misalkan = + dengan , ∈ ℂ, ≠ , dan = �. Misalkan ∠ � , � = � − � dengan � dan � adalah sudut kemiringan garis � dan � .

Berdasarkan Teorema 2.6 maka � dan � adalah garis Euclides juga. Karena � melalui dan sehingga kemiringan dari garis

� adalah

= − = ( − )

=

( � ) = tan + � ,

secara khusus diperoleh bahwa

∠( � , � ) = arctan − arctan = + � − + �

= � − � = ∠ � , � .


(50)

G. Riemann Sphere ℂ̅

Bidang lengkung atau permukaan lengkung sukar bila disajikan ke dalam bidang datar, misalkan permukaan bola atau permukaan hiperbolik. Salah satu cara untuk memproyeksikan permukaan bola adalah dengan menggunakan proyeksi stereografi. Proyeksi tersebut memungkinkan untuk memetakan permukaan bola ke dalam suatu bidang datar (Olsen, 2010: 7). Misalkan diberikan bola satuan � di ℝ dengan � = { , , ∈ ℝ | +

+ = } berpusat di , , , adalah kutub utara dengan koordinat di , , , dan bidang kompleks ℂ adalah bidang yang terbentuk saat = . Untuk setiap titik ∈ � , terdapat tepat satu segmen garis yang menghubungkan N ke P. Garis tersebut menembus bidang kompleks ℂ tepat di satu titik z (Gambar 2.11). Titik P yang merupakan titik tembus segmen garis terhadap bola satuan disebut proyeksi stereografi dari titik z. Oleh karena itu, proyeksi stereografi dari titik di tak hingga {∞} bersesuaian dengan kutub utara

N dari bola. Dengan demikian bidang kompleks ℂ ditambahkan dengan titik ditak hingga {∞} “sebenarnya” merupakan bola dan disebut sebagai Reimaan sphere (Krantz, 1999: 83).

Reimaan sphere atau disebut juga sebagai bidang kompleks yang diperluas,

didefinisikan sebagai himpunan


(51)

dengan kata lain adalah bidang kompleks yang ditambahkan sebuah titik yang tak terdapat di ℂ yang dinotasikan dengan ∞. (Anderson, 2005: 9).

Gambar 2.11 Proyeksi Stereografi

Lingkaran pada � yang melalui diproyeksikan menjadi garis Euclides pada bidang kompleks ℂ dan sebuah titik di tak hingga ∞, sedangkan untuk lingkaran yang tidak melalui diproyeksikan menjadi lingkaran Euclides pada bidang ℂ. Pada Riemann sphere lingkaran didefinisikan sebagai berikut.

Definisi 2.9 (Anderson, 2005: 12)

Lingkaran pada ℂ̅ adalah lingkaran Euclides di ℂ atau gabungan garis Euclides di ℂ dengan {∞}.

Setelah didefinisikannya Riemann sphere ℂ̅ dan lingkaran di dalamnya, akan diberikan suatu transformasi yang terdapat pada Riemann sphere ℂ̅.

H. Inversi

Inversi adalah salah satu transformasi dalam bidang kompleks ℂ dan merupakan transformasi pula dalam bidang kompleks ℂ̅ yang didefinisikan sebagai berikut.


(52)

Definisi 2.10 (Anderson, 2005: 26)

Inversi didefinisikan sebagai fungsi ∶ ℂ̅ → ℂ̅ dengan syarat

= , = ∞, ∞ =

untuk ∈ ℂ − { }.

Beberapa sifat tentang inversi disajikan dalam teorema berikut:

Teorema 2.11 (Olsen, 2010:9)

Inversimempertahankan lingkaran di ℂ̅. Bukti:

Berdasarkan definisi 2.9, lingkaran di ℂ̅ dapat disajikan sebagai

̅ = { + ̅ ̅ + = } {∞}

atau

= { ̅ + + ̅ ̅ + = }

dengan , , ∈ ℝ dan ∈ ℂ.

Misalkan suatu inversi ∶ ℂ̅ → ℂ̅ dengan = , = ∞, ∞ = a. Kasus pertama untuk garis Eulides di ℂ dengan {∞} serta melewati = ,

diperoleh

̅ = { + ̅ ̅ = } {∞}.

Inversi ̅ menjadi

+ ̅ ̅ = ̅ + ̅ =


(53)

̅ = { ̅ + ̅ = } { } {∞}

Akibatnya ̅ adalah garis Euclides di ℂ dengan {∞}, sehingga ̅ lingkaran di ℂ̅.

b. Kasus kedua untuk garis Eulides di ℂ dengan {∞} serta melewati ≠ , diperoleh

̅ = { + ̅ ̅ + = } {∞}.

Inversi ̅ menjadi

+ ̅ ̅ + = ̅ + ̅ + ̅ =

Persamaan tersebut akan menjadi persamaan lingkaran Eucllides di ℂ jika digabung dengan { }. Karena ∞ = sehingga

̅ = { ̅ + ̅ + ̅ = } { }

Akibatnya ̅ adalah lingkaran Euclides di ℂ sehingga ̅ lingkaran di

ℂ̅.

c. Kasus ketiga untuk lingkaran Euclides di ℂ serta melewati = , diperoleh

= { ̅ + + ̅ ̅ = }.

Inversi menjadi

̅ + + ̅ ̅ = + ̅ + + ̅ =

Karena ∈ ℝ serta = ∞ sehingga


(54)

Akibatnya adalah garis Euclides di ℂ dengan {∞}, sehingga lingkaran di ℂ̅.

d. Kasus empat untuk lingkaran Euclides di ℂ dengan ≠ , diperoleh

= { ̅ + + ̅ ̅ = }

Inversi menjadi

̅ + + ̅ ̅ + = + ̅ + + ̅ + ̅ =

Karena , ∈ ℝ sehingga

= { ̅ + ̅ + ̅ + = }.

Akibatnya adalah lingkaran Euclides di ℂ, sehingga lingkaran di ℂ̅.

Berdasarkan kasus pertama sampai empat maka Teorema 2.11 terbukti. QED.

Inversi merupakan transformasi konformal atau mempertahankan besar sudut. Hal tersebut termuat dalam teorema berikut:

Teorema 2.12 (Olsen, 2010: 4) Inversiadalah konformal. Bukti:

Berdasarkan definisi 2.9, lingkaran di ℂ̅ dapat disajikan sebagai

̅ = { + ̅ ̅ + = } {∞}

atau

= { ̅ + + ̅ ̅ + = }


(55)

Misalkan suatu inversi ∶ ℂ̅ → ℂ̅ dengan = , = ∞, ∞ = Akan ditunjukkan bahwa lingkaran yang berpotongan dalam ℂ̅ akan tetap berpotongan bila diinversikan.

a. Dua garis Euclides di ℂ berpotongan di = .

Berdasarkan pembuktian Teorema 2.7, J memetakan garis Euclides yang melalui titik menjadi garis Euclides yang melalui titik juga, sehingga kedua garis tetap berpotongan.

b. Dua garis Euclides di ℂ berpotongan di = , ≠ .

Berdasarkan pembuktian Teorema 2.7, J memetakan garis Euclides yang melalui titik menjadi lingkaran Euclides yang melalui titik = , sehingga kedua garis tetap berpotongan.

c. Garis Euclides dan lingkaran Euclides di ℂ berpotongan di = dan

= , ≠ .

Berdasarkan pembuktian Teorema 2.7, J memetakan garis Euclides yang melalui titik menjadi garis Euclides yang melalui titik juga, dan memetakan lingkaran Euclides yang melalui titik menjadi garis Euclides. kedua garis tersebut berpotongan di = sehingga kedua garis tetap berpotongan.

d. Garis Euclides dan lingkaran Euclides di ℂ berpotongan di = dan

= , , ≠ , ≠ .

Menggunakan alasan yang sama kedua garis tetap berpotongan di


(56)

e. Dua lingkaran Euclides di ℂ berpotongan di = dan = , ≠ . Menggunakan alasan yang sama kedua garis tetap berpotongan di

=

f. Dua lingkaran Euclides di ℂ berpotongan di = dan = , , ≠

, ≠ .

Menggunakan alasan yang sama kedua garis tetap berpotongan di

= .

Berdasarkan Definisi 2.9 dan fakta yang telah ditunjukkan sebelumnya, maka hanya akan ditunjukkan bahwa inversi mempertahankan sudut antar dua garis berpotongan.

Misalkan � dan � adalah dua garis Euclides di ℂ yang berpotongan di sebuah titik . Misalkan = . Misalkan ∠ � , � = � − � dengan � dan � adalah sudut kemiringan garis � dan � .

Misalkan = cos + � sin dan = cos + � sin diperoleh

− = cos + � sin − cos + � sin = cos − cos + � sin − sin .

Untuk

�= cos − � sin dan = cos − � sin

− = cos − � sin − cos − � sin = cos − cos − � sin − sin


(57)

= − = cos − cos = tan � .sin − sin

Berdasarkan Teorema 2.5, maka � dan � adalah garis Euclides atau lingkaran Euclides. Karena � tetap melalui dan maka kemiringan dari garis � adalah

= − = −

− = − cos − cos sin − sin = − tan � = tan −� .

Secara khusus diperoleh bahwa

∠( � , � ) = arctan − arctan = −� + � = − � − �

= −∠ � , � = ∠ � , �

Teorema 2.12 terbukti. QED.

Bersama dengan transformasi affine, inversi merupakan komposisi dari transformasi M ̈bius pada Riemann sphere ℂ̅.

I. Transformasi M�̈bius dan Cross Rasio

Transformasi M ̈bius adalah suatu transformasi yang juga disebut linear fractional transformations atau transformasi bilinear. Transformasi ini definisikan sebagai suatu fungsi pada Riemann sphere ℂ̅. Definisi transformasi M ̈bius di ℂ̅ adalah sebagai berikut.


(58)

Definisi 2.13 (Olsen, 2010: 11)

Transformasi M ̈bius adalah pemetaan : ℂ̅ → ℂ̅ yaitu

= ++

dengan , , , ∈ ℂ dan − ≠ .

Sifat-sifat transformasi M ̈bius disajikan dalam teorema berikut.

Teorema 2.14 (Olsen, 2010: 11)

Misalkan f sembarang transformasi M ̈bius, maka

i. dapat diubah dalam komposisi transformasi affine dan inversi ii. memetakan lingkaran di ℂ̅ ke lingkaran di ℂ̅

iii. konformal. Bukti:

i. Diberikan f sebagai

= + ,+ , , , ∈ ℂ, − ≠

Jika dimisalkan , , dan dengan = + , = , dan

= − + . Kita tahu bahwa , dan adalah transformasi affine dan adalah inversi. Akan ditunjukkan bahwa f

adalah komposisi dari , , dan .

∘ ∘ = + −+ = + +− +

=

+ − +

+ =

+


(59)

ii. Transformasi affine mempertahankan lingkaran dan garis di ℂ serta transformasi affine memetakan {∞} ke {∞} , sehingga Transformasi affine mempertahankan lingkaran di ℂ̅. Inversi juga mempertahankan lingkaran di ℂ̅. Berdasarkan (i) maka transformasi M ̈bius mempertahankan lingkaran di ℂ̅.

iii. Karena transformasi affine dan inversi konformal, maka Berdasarkan (i) transformasi M ̈bius konformal.

Teorema 2.14 terbukti. QED.

Selanjutnya akan diberikan definisi tentang cross ratio di ℂ̅ yang dinyatakan Olsen (2010) sebagai berikut.

Definisi 2.15 (Olsen, 2010: 15)

Misalkan , , , dan adalah titik-titik di ℂ̅ dan dapat dibentuk menjadi

, , , = − . .

Persamaan (2.19) disebut cross ratio dari empat titik , , , dan .

Misalkan dua lingkaran dan dipilih titik-titik , , pada dan

, , pada , maka dapat ditentukan suatu transformasi M ̈bius h

sehingga

ℎ = , ℎ = , ℎ = , .

dan h akan memetakan ke . Cara untuk mencari h adalah dengan memetakan ke sumbu real dan memetakan sumbu real ke . Untuk


(60)

memetakan ke sumbu real, maka penyelesaian persamaan (2.20) adalah

= , = , dan = ∞.

Jika titik ≠ ∞ diberikan transformasi M ̈bius f yaitu

= − ,

sehingga diperoleh = , = , = ∞. Jika satu dari tiga titik tersebut = ∞ ( merupakan garis) diperoleh persamaan sebagai berikut:

= − = ∞ , = − = ∞ ,

= − = ∞

sehingga diperoleh = , = , = ∞. Misalkan g adalah transformasi M ̈bius yang membawa = , = , = ∞, maka diperoleh pemetean ℎ = − ∘ sehingga

ℎ = − ==

ℎ = − ==

ℎ = − =∞ = .

Perhatikan bahwa ℎ = dapat dibentuk sebagai

( ) = ⇔ =

yang berarti

− −

− − =

− −

− − .

persamaan tersebutlah yang disebut cross ratio.


(61)

42

BAB III

MODEL BIDANG HIPERBOLIK

Berdasarkan yang telah dibahas sebelumnya bahwa bidang lengkung seperti permukaan bola dapat diproyeksikan pada bidang datar, maka memungkinkan untuk membentuk suatu model bidang datar, sehingga objek-objek geometri hiperbolik dapat direpresentasikan pada bidang tersebut. Berikut akan dibahas mengenai model bidang hiperbolik, objek-objek geometri pada model tersebut, serta transformasi yang berlaku pada model tersebut.

A. Setengah Bidang Atas ()

Pada bagian ini akan dibahas mengenai model bidang datar dari geometri hiperbolik. Berbeda dengan geometri Euclides yang pada umumnya menggunakan bidang kartesius sebagai model bidang datar, geometri hiperbolik memiliki banyak model yang digunakan dalam merepresentasikan bidang datarnya.

Klein disk

Poincare disk Setengah bidang atas


(62)

Pada gambar 3.1, salah satu model yang sering digunakan adalah Poincare disk

yaitu suatu bidang datar yang dibatasi lingkaran dengan garis-garis pada bidang tersebut adalah busur lingkaran. Garis lurus dapat terbentuk jika garis tersebut melalui titik pusat dari lingkaran batas. Model kedua adalah Klein disk, serupa dengan model Poincare disk, Klein disk juga dibatasi oleh lingkaran, namun terdapat perbedaan yaitu garis-garis pada model ini adalah garis lurus bukan lagi busur lingkaran. Model terakhir adalah setengah bidang atasatau disebut juga setengah bidang Poincare, model ini berbeda dengan kedua model sebelumnya karena hanya memuat setengah bidang kompleks ℂ.

Pada skripsi ini, model bidang yang digunakan untuk menyajikan objek-objek bidang datar adalah model setengah bidang atas. Model ini adalah bagian dari bidang kompleks ℂ dengan sumbu x disebut sumbu real ( ), dan sumbu y disebut sumbu imajiner ( ). Seperti namanya, model setengah bidang atasterbentuk dari setengah bidang kompleks bagian atas yaitu di atas sumbu real atau tak memuat sumbu imajiner negatif. Model setengah bidang atas ℍ pada bidang kompleks ℂ, didefinisikan sebagai berikut (Anderson, 2005: 2)

ℍ = { ∈ ℂ| > }.

Lingkaran pada Riemann sphere ℂ̅ mempunyai dua komponen, contohnya adalah lingkaran satuan � = { ∈ ℂ|| | = } memiliki komponen disk � = { ∈ ℂ|| | < } dan � = { ∈ ℂ|| | > } {∞}, sedangkan untuk lingkaran ℝ̅ di ℂ̅ memiliki komponen setengah bidang atas ℍ dan setengah


(63)

bidang bawah { ∈ ℂ| < }. Lingkaran pada Riemann sphere ℂ̅dan dua komponennya didefinisikan sebagai berikut.

Definisi 3.1 (Anderson, 2005: 18)

Suatu disk D di ℂ̅ merupakan salah satu komplemen dari komponen lingkaran

A di ℂ̅. Pada disk D dan lingkaran A, terlihat bahwa A adalah lingkaran yang menentukan disk D.

Berdasarkan definisi tersebut, untuk setiap disk di ℂ̅ ditentukan oleh lingkaran di ℂ̅ dan setiap lingkaran di ℂ̅ ditentukan oleh disk di ℂ̅.

Model setengah bidang atas ℍ adalah disk di ℂ̅ yang ditentukan oleh lingkaran ℝ̅. Model setengah bidang atas ℍ memiliki batas di tak hingga

yaitu ℝ̅. Titik-titik pada ℝ̅ disebut titik di tak hingga atau titik ideal pada model setengah bidang atas ℍ. Hal ini mengakibatkan jarak hiperbolik sembarang titik ke titik pada ℝ̅ adalah tak hingga, dasar untuk argumen ini akan dibahas dalam subbab D. Sebelum membahas mengenai jarak hiperbolik, akan terlebih dahulu dibahas mengenai hubungan objek-objek geometri Euclides dan geometri hiperbolik.

B. Hubungan Geometri Euclides dan Geometri Hiperbolik

Pada bagian ini akan dibahas tentang persamaan dan perbedaan objek-objek sederhana pada geometri seperti titik, garis, dan sudut, antara geometri Euclides dan geometri hiperbolik serta representasinya dalam setengah bidang atas ℍ. Uraian lebih rinci mengenai titik, garis dan sudut dalam geometri hiperbolik pada model setengah bidang atas ℍ adalah sebagai berikut.


(64)

1. Titik pada geometri hiperbolik

Titik pada geometri hiperbolik dideskripsikan sama seperti titik pada geometri Euclides yaitu objek geometri yang tidak memiliki panjang dan tebal. Pada setengah bidang atas ℍ, titik direpresentasikan dengan koordinat = + � . Titik-titik pada ℝ̅ atau ketika = disebut titik ideal atau titik di tak hingga, sehingga terdapat dua jenis titik pada geometri hiperbolik yaitu titik hiperbolik dengan > dan titik ideal untuk = atau = ∞.

2. Garis hiperbolik dalam model setengah bidang atas

Setengah bidang atas ℍ adalah disk pada ℂ̅ sehingga garis pada setengah bidang atas ℍ adalah lingkaran di ℂ̅. Garis hiperbolik di ℍ adalah perpotongan lingkaran di ℂ̅ terhadap setengah bidang atas ℍ. Berdasarkan fakta tersebut garis hiperbolik dalam setengah bidang atas ℍ memiliki dua jenis garis dalam representasinya yaitu berupa garis Euclides tegak lurus sumbu real dan busur setengah lingkaran Euclides dengan pusat lingkaran di sumbu real.

Garis lurus pada geometri hiperbolik disebut geodesik yang selanjutnya akan disebut sebagai garis hiperbolik. Garis hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ didefinisikan sebagai berikut:

Definisi 3.2 (Anderson, 2005: 2)

Ada dua jenis garis hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ, keduanya didefinisikan sebagai objek Euclides pada ℂ. Salah satunya adalah


(65)

perpotongan dari setengah bidang atas ℍ dengan garis Euclides pada ℂ tegak lurus ke sumbu real ℝ pada ℂ. Lainnya adalah perpotongan dari ℍ dengan lingkaran Euclides yang berpusat di sumbu real ℝ (Gambar 3.2).

Gambar 3.2 Garis Hiperbolik di ℍ

Berdasarkan definisi 3.2, maka terdapat dua hasil representasi garis hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ yaitu garis Euclides tegak lurus terhadap sumbu real ℝ dan setengah busur lingkaran Euclides dengan pusat di sumbu real ℝ.

Dua sembarang titik pada setengah bidang atas ℍ dijamin dapat termuat pada satu garis hiperbolik tertentu oleh proposisi berikut ini :

Proposisi 3.3 (Anderson, 2005: 3)

Untuk setiap pasangan titik berbeda p dan q pada ℍ, terdapat sebuah garis hiperbolik ℓpada ℍ yang melalui p dan q.

Bukti :

Pengandaian pertama yaitu Re(p) = Re(q). Kemudian diberikan garis Euclides = { ∈ ℂ | = } tegak lurus terhadap aksis real


(66)

dan melalui p dan q, sehingga membentuk garis hiperbolik ℓ = ℍ . Garis hiperbolik ℓ adalah garis hiperbolik yang melalui p dan q.

Pengandaian kedua yaitu Re(p) ≠ Re(q). Garis Euclides yang melalui p dan

q tidak lagi tegak lurus terhadap ℝ, dibuatlah lingkaran Euclides dengan pusat lingkaran pada aksis real ℝ melalui p dan q (Gambar 3.3).

Gambar 3.3 Garis Hiperbolik melalui Dua Titik Berbeda

Misalkan adalah segmen garis Euclides yang menghubungkan p dan

q, dan misalkan K garis berat tegak lurus terhadap . Kemudian, setiap lingkaran Euclides yang melewati p dan q akan berpusat pada K.

Berdasarkan pengandaian kedua p dan q mempunyai bagian real yang tak sama, sehingga garis Euclides K tidak sejajar terhadap ℝ, dan K

berpotongan dengan ℝ tepat pada suatu titik c.

Misalkan A adalah lingkaran Euclides berpusat di c dengan radius | − |, sehingga A melalui p. Kita tahu bahwa c terdapat pada K, sehingga

| − | = | − | mengakibatkan A melewati q. Diperoleh garis hiperbolik ℓ = ℍ . Garis hiperbolik ℓ adalah garis hiperbolik yang melalui p dan q.


(67)

Berdasarkan pengandaian pertama dan kedua maka Proposisi 3.3 terbukti.

QED.

3. Sudut pada geometri hiperbolik

Pada setengah bidang atas ℍ sudut yang terbentuk dari dua garis hiperbolik didefinisikan sebagai sudut antara garis singgung lingkaran Euclides. Misalkan ℓ adalah garis hiperbolik dengan pusat lingkaran Euclides pada dan adalah garis hiperbolik dengan pusat lingkaran Euclides pada . Garis hiperbolik ℓ dan berpotongan di titik p sehingga sudut ∠ , ℓ dapat ditentukan dengan membuat garis singgung lingkaran melalui titik p. Misalkan K dan N adalah garis singgung lingkaran Euclides tersebut, sehingga sudut ∠ , ℓ = ∠ , (Gambar 3.4).

Gambar 3.4 Sudut antara Dua Garis Hiperbolik

Sudut pada geometri hiperbolik memenuhi tiga tipe sudut menurut Proposisi 2.5, sehingga besar sudut pada dua garis hiperbolik yang berpotongan dapat dicari dengan metode yang telah dibahas pada Bab II. Dua garis hiperbolik yang berpotongan pada sumbu real ℝ atau dengan


(68)

kata lain berpotongan di tak hingga, maka besar sudut yang terbentuk dari kedua garis hiperbolik tersebut adalah . Hal ini mudah ditunjukkan karena garis yang berpotongan di tak hingga sebenarnya tidak berpotongan sehingga tidak ada sudut yang terbentuk.

Setelah membahas objek-objek dasar pada geometri hiperbolik, selanjutnya akan dibahas satu topik yang juga menjadi dasar munculnya geometri hiperbolik yaitu kesejajaran garis.

C. Kesejajaran dalam geometri hiperbolik

Pada geometri Euclides, dua garis sejajar selalu berjarak sama, dengan kata lain jika L dan K adalah garis-garis sejajar pada geometri Euclides dan misalkan a dan b adalah titik pada garis L, sehingga jarak titik a ke garis K akan sama dengan jarak titik b ke garis K (Gambar 3.5).

Gambar 3.5 Dua Garis Sejajar pada Geometri Euclides

Sedangkan pada geometri hiperbolik dua garis sejajar tidak selalu harus berjarak sama, dua garis sejajar dalam geometri hiperbolik hanya disyaratkan untuk saling lepas(tidak berpotongan). Pada model setengah bidang atas ℍ dua garis hiperbolik sejajar didefinisikan sebagai berikut.


(69)

Definisi 3.4 (Anderson, 2005: 5)

Dua garis hiperbolik pada ℍ dikatakan sejajar jika kedua garis tersebut saling lepas.

Dua garis hiperbolik yang saling lepas dalam geometri hiperbolik dipandang sebagai garis yang mutlak tidak berpotongan atau dapat pula berpotongan di tak hingga, sehingga garis hiperbolik yang berpotongan di tak hingga dianggap sejajar.

Dasar utama yang membedakan geometri Euclides dengan geometri hiperbolik adalah dari postulat kelima Euclides atau disebut juga sebagai postulat kesejajaran. Postulat kesejajaran yang berbunyi Diberikan sebuah garis dan sebuah titik p di luar garis L, maka ada tepat satu garis yang melalui

p dan sejajar terhadap L”(Stahl, 1993: 28). Pada geometri hiperbolik postulat kesejajaran menggunakan salah satu kontradiksi dari postulat kesejajaran Euclides seperti berikut.

Aksioma 3.5 (Greenberg, 1980: 148)

Diberikan sebuah garis dan sebuah titik di luar garis, ada setidaknya dua garis yang melalui garis tersebut dan sejajar dengan garis yang diberikan.

Pada model setengah bidang atas dapat ditunjukkan bahwa memang terdapat setidaknya terdapat dua garis sejajar yang melalui sembarang titik di luar garis. Misalkan ℓ adalah garis hiperbolik pada ℍ dan titik p tidak pada ℓ akan diperlihatkan bahwa ada setidaknya dua garis hiperbolik yang melalui p dan sejajar ℓ. Kasus pertama untuk garis hiperbolik ℓadalah garis yang tegak lurus


(70)

sumbu real, dan kasus kedua untuk garis hiperbolik ℓ adalah busur lingkaran yang berpusat di ℍ. Maka akan ada garis hiperbolik dan �seperti Gambar 3.6.

Pada geometri hiperbolik terdapat teorema yang memuat perumuman mengenai postulat kesejajaran. Teorema ini menjelaskan bahwa ada tak hingga garis sejajar yang bisa dibuat melalui titik di luar garis. Pada model setengah bidang atas ℍ teorema tersebut dinyatakan sebagai berikut.

Teorema 3.6 (Anderson, 2005: 5)

Misalkan ℓadalah garis hiperbolik di ℍ, dan p adalah titik di ℍ tidak terletak pada ℓ. Ada tak hingga banyak garis hiperbolik berbeda yang melalui p dan sejajar terhadap ℓ.

Bukti:

Ada dua kasus yang mungkin. Kasus pertama, misalkan garis hiperbolik ℓ termuat pada garis Euclides L. p tidak pada L, terdapat garis Euclides K yang melalui p dan sejajar terhadap L. Garis Euclides L tegak lurus terhadap ℝ,

Kasus pertama

Kasus kedua


(71)

sehingga garis Euclides K tegak lurus terhadap ℝ juga. Jadi, satu garis hiperbolik pada ℍ melalui p dan sejajar terhadap ℓ adalah irisan dari ℍ . Untuk membuat garis hiperbolik lain yang melalui p dan sejajar terhadap ℓ, ambil sebuah titik x pada ℝ diantara K dan L, dan misalkan A adalah lingkaran berpusat di ℝ dan melaui x dan p. kita tahu bahwa terdapat lingkaran A karena

Re(x) ≠ Re(p).

A saling lepas terhadap L, dan juga garis hiperbolik ℍ saling lepas terhadap

. Dengan demikian ℍ adalah garis hiperbolik kedua yang melalui p dan sejajar terhadap ℓ. Terdapat tak hingga banyak titik pada ℝ diantara K dan L, ini mengakibatkan tak hingga banyak garis hiperbolik yang dapat dibuat melalui p dan sejajar ℓ. (Gambar 3.7)

Gambar 3.7 Ilustrasi Sejajar untuk Kasus Pertama

Kasus kedua, mengandaikan garis hiperbolik ℓterletak pada lingkaran Euclides

A. Misalkan D adalah lingkaran konsentris (berpusat pada titik yang sama) terhadap A dan melalui p. Dua lingkaran yang konsentrasi akan saling lepas, sehingga garis yang melalui p dan sejajar terhadap ℓadalah perpotongan ℍ


(72)

Untuk membuat garis hiperbolik lain yang melalui p dan sejajar terhadap ℓ, ambil sembarang titik x dalam ℝ di antara A dan D. Misalkan E adalah lingkaran berpusat pada ℝ dan melalui x dan p. E dan A saling lepas, dan ℍ

adalah garis hiperbolik yang melalui p dan sejajar terhadap ℓ(Gambar 3.8). Seperti di atas, karena ada tak hingga banyak titik dalam ℝ di antara A dan D,

ada tak hingga banyak garis hiperbolik berbeda yang melalui p dan sejajar

terhadap ℓ. QED.

Setelah membahas mengenai kesejajaran pada geometri hiperbolik untuk model setengah bidang atas ℍ, akan dilanjutkan untuk membahas bagaimana jarak hiperbolik pada model setengah bidang atas ℍ didefinisikan.


(1)

Jawab:

Diketahui = �, = + �, = + �, dan = + �. Misalkan adalah sisi di P yang menghubungkan dan , misalkan adalah garis hiperbolik yang memuat , dan misalkan adalah lingkaran Euclides yang memuat . Didapatkan bahwa memiliki pusat di dan jari-jari Euclides √ , memiliki pusat di dan jari-jari Euclides √ , memiliki pusat di 1 dan jari-jari Euclides √ , dan memiliki pusat di 2 dan jari-jari Euclides √

Sudut antara dan adalah tipe I sehingga diperoleh

cos = + − | − |

√ √ = √ ,

maka

~ . .

Sudut antara dan adalah tipe II sehingga diperoleh

− cos = − + − | − |

√ √ = −√ ,

maka

~ . .

Sudut antara dan adalah tipe II sehingga diperoleh

− cos = − + − | − |


(2)

101

maka

~ . .

Sudut antara dan adalah tipe I sehingga diperoleh cos = + − | − |

√ √ = √ ,

maka

~ . .

Oleh karena itu, berdasarkan Teorema 4.16 didapatkan

ℍ = − + + + ~ − . + . + . + .

~ − . ~ . . Jadi, luas poligon hiperbolik P di ℍ adalah sekitar 0.4668.


(3)

102

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dibahas pada pembahasan Bab III dan Bab IV mengenai model bidang pada geometri hiperbolik (setengah bidang atas ℍ) dan konsep luas hiperbolik pada bidang tersebut, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Objek-objek geometri hiperbolik yang direpresentasikan pada model setengah bidang atas ℍ adalah sebagai berikut.

a. Titik hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ direprsentasikan sebagai titik Euclides pada bidang kompleks ℂ. Pada geometri hiperbolik terdapat titik ideal yaitu titik-titik pada sumbu real dan titik ∞.

b. Garis hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ adalah garis Euclides yang tegak lurus terhadap sumbu real atau setengah busur lingkaran Euclides yang berpusat di sumbu real.

c. Segitiga hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ direpresentasikan sebagai suatu daerah yang dibatasi oleh ruas garis hiperbolik, sinar garis hiperbolik atau garis hiperbolik. Segitiga hiperbolik memiliki jumlah sudut kurang dari .


(4)

103

d. Poligon hiperbolik direpresentasikan seperti poligon pada geometri Euclides yaitu gabungan dari daerah segitiga hiperbolik yang terbatas jumlahnya.

2. Konsep-konsep dasar geometri hiperbolik yang disajikan pada model setengah bidang atas ℍ adalah sebagai berikut.

a. Sudut hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ didefinisikan sebagai sudut Euclides yang terbentuk dari perpotongan dua garis singgung lingkaran Euclides.. Dua garis hiperbolik yang berpotongan di titik ideal memiliki sudut 0.

b. Panjang hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ didefinisikan berbeda dengan geometri Euclides. Lintasan dengan : [ , ] → ℍ, panjang hiperbolik didefinisikan

ℎℍ = ∫

� | |.

c. Jarak hiperbolik dari sembarang dua titik = + � dan = + � pada setengah bidang atas ℍ dapat ditentukan menggunakan

ℍ , = |ln | − −− − ||.

3. Luas hiperbolik dari himpunan X di ℍ dapat ditentukan menggunakan

ℍ � = ∫

� ,

sedangkan luas poligon hiperbolik P konvek (sudut dalam poligon tak lebih dari ) dengan besar sudut , … , dapat diperoleh dari


(5)

ℍ = − − ∑ =

.

B. Saran

Berdasarkan pembahasan yang telah dibahas pada pembahasan Bab III dan Bab IV mengenai model bidang pada geometri hiperbolik (setengah bidang atas ℍ) dan konsep luas hiperbolik pada bidang tersebut, maka hal-hal yang dapat disarankan peneliti kepada pembaca adalah sebagai berikut.

1. Untuk pembahasan selanjutnya dapat menggunakan model bidang hiperbolik lain seperti model Poincare disk, model Klein disk, dan model bidang hiperbolik lainnya.

2. Skripsi ini mengungkap aspek luas pada geometri hiperbolik. Sebenarnya terdapat konsep-konsep lain yang menarik untuk dibahas, seperti transformasi untuk objek-objek geometri hiperbolik, trigonometri untuk geometri hiperbolik, atau kekonvekan objek hiperbolik.


(6)

105

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, C. Daniel, dan Geralyn M. Koeberlein. 2014. Elementary Geometry for College Students Sixth Edition. Boston : Cengage Learning.

Anderson, W. James. 2005. Hyperbolic Geometry Second Edition. London : Springer-Verlag.

Brown, W. James, dan Ruel V. Churchill. 1990. Complex Variables and Applications 5th Edition. New York: McGraw-Hill Science/Engineering/Math.

Burton, M. David. 2011. The History of Mathematics: An Introduction, 7th Edition. New York: McGraw-Hill Science/Engineering/Math.

Cannon, W. James, William J. Floyd, dkk. 1997. Hyperbolic Geometry. California: MSRI Publisher.

Chang, Albert. 2010. Isometries of The Hyperbolic Plane.

Greenberg, Jay Marvin. 1980. Euclidean and Non-Euclidean Geometries. San Fransisco : W. H. Freeman and Company.

Krantz, G. Steven. 1999. Handbook of Complex Variables. New York : Springer+Business Media.

Olsen, John. 2010. The Geometry of M ̈bius Transformations. New York : University of Rochester

Purcell, Edwin J. Alih bahasa oleh Drs. I Nyoman Susila, M. Sc., Bana Kartasasmita Ph. D., Drs. Rawuh, Departemen Matematika Institut Teknilogi Bandung (ITB) (1987).2001. Calculus with Analytic Geometry,

Edition. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Smart, R. James. 1997. Modern Geometries 5th Edition. California : Brooks/Cole Publishing Company.

Stahl, Saul. 1993. A Gateway do Modern Geometry: The Poincare Half-Plane. Sudbury : Jones & Bartlett Publisher.

Travers, J. Kenneth, Leroy C. Dalton, Katherine P. Layton. 1987. Geometry. California: Laidlaw Brothers Publishers.

Wicaksono, Satriyo Singgih. 2015. Luas Pada Geometri Hiperbolik. Skripsi Universitas Sanata Dharma