EFEKTIFITAS PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERKOTAAN TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DI KOTA SURABAYA.

(1)

PENDAPATAN MASYARAKAT

DI KOTA SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Ekonomi Pembanguanan

Oleh:

0611010085/FE/IE ATU NURI AMIN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL”VETERAN” JAWA TIMUR


(2)

i

serta hidayah-Nya yang telah dilimpahkan sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa untuk memenuhi tugas dan syarat akhir akademis di Perguruan Tinggi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Fakultas Ekonomi khususnya Jurusan Ilmu Ekonomi. Dalam penelitian skripsi ini peneliti mengambil judul “Efektifitas Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan Terhadap Tingkat Pendapatan Masyarakat Di Kota Surabaya”.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa didalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang ada. Walaupun demikian berkat bantuan dan bimbingan yang diterima dari Bapak Drs.Suwarno,ME selaku Dosen Pembimbing Utama yang dengan penuh kesabaran telah mengarahkan dari awal untuk memberikan bimbingan kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat tersusun dan terselesaikan dengan baik.

Atas terselesaikannya skripsi ini, peneliti menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Teguh Sudarto,MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr.Dhani Ichsanuddin Nur,SE,MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.


(3)

ii

4. Bapak Drs.Ec.Usman Ali,M.Kes, selaku Dosen Wali yang telah meluangkan waktu dalam membimbing dan mendampingi peneliti selama menempuh pendidikan didalam perkuliahan.

5. Segenap staf pengajar dan staf kantor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, yang telah dengan ikhlas memberikan ilmu pengetahuannya dan pelayanan akademik bagi peneliti.

6. Ayah dan Bunda tercinta yang telah sabar mendidik dan membesarkan peneliti dengan penuh kasih sayang baik moral, material, maupun spiritual, dan juga untuk adik peneliti, semua perhatianmu tidak akan pernah peneliti lupakan.

Akhir kata yang dapat terucapkan semoga penyusunan skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan pihak-pihak lain yang membutuhkan, semoga Allah SWT memberikan balasan setimpal.

Wassallamualaikum Wr.Wb

Surabaya, Juni 2010


(4)

iii

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

ABSTRAKSI ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... 8

2.2 Landasan Teori ... 12

2.2.1 Pembangunan Ekonomi ... 12

2.2.1.1 Pengertian Kemiskinan ... 16

2.2.1.2 Ukuran Kemiskinan ... 18

2.2.1.3 Ciri-Ciri Kemiskinan ... 22

2.2.1.4 Macam-Macam Kemiskinan ... 24


(5)

iv

2.2.2 Pengertian Pendapatan ... 33

2.2.2.1 Pengendalian Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan ... 37

2.2.2.2 Upaya-Upaya Yang Akan Dilaksanakan Untuk Meningkatkan Efektifitas Program ... 40

2.2.2.3 Penggunaan Dana ... 41

2.2.3 Peran Aparatur dan Masyarakat Sebagai Penerima Bantuan ... 44

2.2.4 Masyarakat Penerima Bantuan ... 45

2.2.5 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) ... 47

2.2.6 Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) ... 48

2.2.7 Unit Pengelola Keuangan (UPK) ... 48

2.2.8 Forum Konsultasi Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan ... 49

2.3 Kerangka Pikir ... 58

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 60

3.2 Teknik Penentuan Sampel ... 61

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 62

3.3.1 Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian ... 62


(6)

v

3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Penelitian ... 68

4.1.1 Keadaan Penduduk di Kota Surabaya ... 68

4.1.2 Perkembangan Penduduk Prasejahtera dan Sejahtera .. 75

4.1.3 Gambaran Sampel Penelitian ... 76

4.1.4 Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan ... 79

4.1.4.1 Usulan Kegiatan Proyek ... 80

4.1.5 Pengendalian dan Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan ... 81

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 82

4.3 Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 90

4.3.1 Uji Hipotesis ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 94

5.2 Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96 LAMPIRAN


(7)

viii Lampiran 1 : Data Penelitian

Lampiran 2 : Uji Beda Dua Buah Rata-Rata Dengan Menggunakan SPSS Ver.13 (Statistical Program For Social Science)

Lampiran 3 : Tabel Pengujian Nilai t Lampiran 4 : Data Program P2KP


(8)

ix Oleh : Atu Nuri Amin

Abstraksi

Masih tingginya tingkat kemiskinan yang ada hingga saat ini tentunya menjadi beban dalam upaya pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia. Karena, upaya untuk mengentaskan kemiskinan masih tetap menjadi tantangan yang belum dijawab dengan baik, meskipun telah dikembangkan berbagai modal bantuan keuangan yang notabene ditujukan untuk meningkatkan modal keuangan masyarakat.

Diantara berbagai upaya yang dikembangkan pemerintah dalam membantu masyarakat miskin adalah dengan mengembangkan suatu kegiatan atau ekonomi produktif yang terikat dalam suatu program. Pendekatan itu adalah suatu program penanggulangan kemiskinan yang mampu memperluas proyek dan pilihan bagi masyarakat untuk dapat hidup berkembang dimasa depan khususnya masyarakat miskin di daerah perkotaan.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari lembaga-lembaga yang ada di dalam masyarakat seperti Badan Keswadayaan Masyarakat di 15 kelurahan yang menjadi sampel penelitian ini sebagai pelaksana Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan dan Badan Pusat Statistik. Teknik analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah uji beda dua rata-rata yang menunjukkan perbedaan antara pendapatan sebelum dan sesudah menerima bantuan dana Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan.

Melalui analisa uji beda dua rata-rata dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara pendapatan sebelum dan sesudah menerima dana bantuan dengan melihat nilai thitung sebesar 32,807 yang lebih besar dari nilai ttabel = 2,060.


(9)

1 1.1 Latar Belakang

Dewasa ini melalui berbagai media masa dapat terbaca dan terlihat tentang meningkatnya berbagai permasalahan yang ada di berbagai kota besar di Indonesia. Masalah yang muncul antara lain: meningkatnya angka penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, meningkatnya angka pengangguran, menipisnya sumber air minum, meningkatnya angka kebakaran di musim kemarau, banyaknya daerah yang tertimpa banjir di musim penghujan, meningkatnya jumlah anak jalanan dan pengemis, meningkatnya kasus perampokan, dan sebagainya. Berbagai permasalahan tersebut seringkali dikaitkan dengan banyaknya jumlah penduduk miskin di Indonesia. Menurut Faturochman dalam Yasa (2009:86), kemiskinan diyakini sebagai akar permasalahan hilangnya martabat manusia, hilangnya keadilan, belum terciptanya masyarakat madani, tidak berjalannya demokrasi, dan terjadinya degradasi lingkungan.

Berdasarkan laporan BPS (Anonim, 2007:42), angka kemiskinan di Indonesia sejak tahun 2005 hingga tahun 2007 mengalami kenaikan dan penurunan dalam jumlah penduduk miskin, Pada tahun 2005 terdapat 35,10 juta orang (15,97%) penduduk miskin di Indonesia, sebanyak 12,40 juta orang (11,68%) penduduk miskin yang berada di daerah perkotaan,


(10)

sedangkan di daerah pedesaan sebanyak 22,70 juta orang (19,98%). Pada tahun 2006 terdapat 39,30 juta orang (17,75%) penduduk miskin di Indonesia, terdiri atas 14,49 juta orang (13,47%) penduduk miskin yang berada di daerah perkotaan, dan 24,81 juta orang (21,81%) penduduk miskin yang berada di daerah pedesaan. Pada tahun 2007 sebanyak 37,17 juta orang (16,58%) penduduk miskin di Indonesia, turun 2,13 juta orang (1,17%) dibandingkan pada tahun 2006 yang lalu.

Pada tahun 2008, penduduk miskin di Indonesia berjumlah 34,96 juta orang (15,42%) (ekonomi & bisnis, 2009:1), jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan telah berkurang 0,79 juta orang (0,87%), sementara penduduk miskin di daerah pedesaan turun 1,42 juta orang (1,44%).

Sedangkan berdasarkan laporan BPS (2009) dalam (perempuan kiri, 2010:2), angka kemiskinan di Indonesia mencapai 40 juta orang (18,2%). Sementara itu jika mengacu pada kriteria Bank Dunia, angka kemiskinan di Indonesia mencapai 60%.

Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Timur pada bulan Maret 2008 sebesar 6,65 juta (18,51 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2007 yang berjumlah 7,15 juta (19,98 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 504 ribu jiwa. Selama periode Maret 2007-Maret 2008, penduduk miskin di daerah pedesaan berkurang 239 ribu, sementara di daerah perkotaan berkurang 265,1 ribu orang. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan pedesaan tidak banyak


(11)

berubah. Pada bulan Maret 2008, sebagian besar (65,26 persen) penduduk miskin berada di daerah pedesaan (Pemda Jatim, 2008:2).

Begitu pula di kota besar seperti di Surabaya pun tak luput dengan permasalahan kemiskinan yang selalu menjadi topik utama guna mencari solusi pengentasan kemiskinan. Penyelesaian problem kemiskinan menjadi salah satu prioritas Pemkot Surabaya hingga kini. Namun, alih-alih angka kemiskinan berkurang, namun justru bertambah. Padahal, “intervensi” anggaran yang disediakan pemkot dari tahun ke tahun terus naik. Berdasarkan data Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas), angka kemiskinan di Surabaya tak kunjung berkurang dalam tiga tahun terakhir. Pada 2005, penduduk miskin di kota ini terdata 194,6 ribu orang (7,35%), tahun 2006 berjumlah 210,8 ribu orang (8,08%), dan tahun 2007 sebanyak 203,7 ribu orang (7,98%) (Anonim, 2007:7).

Kondisi seperti ini tentunya akan dapat menjadi beban dalam upaya pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia. Karena, pekerjaan rumah (PR) untuk mengentaskan kemiskinan masih tetap menjadi tantangan yang belum dapat dijawab dengan baik, meskipun telah dikembangkan berbagai modal bantuan keuangan yang notabene ditujukan untuk meningkatkan modal keuangan masyarakat. Kemiskinan memberi gambaran situasi serba kekurangan seperti terbatasnya modal yang

dimiliki, rendahnya pengetahuan dan ketrampilan, rendahnya

produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam


(12)

pembangunan. Menurut Mubyarto dalam Yasa (2009), ketakberdayaan penduduk miskin disebabkan mereka tidak memiliki aset sebagai sumber pendapatan juga karena struktur sosial ekonomi tidak membuka peluang orang miskin keluar dari lingkungan kemiskinan yang tak berujung pangkal.

Diantara berbagai upaya yang dikembangkan pemerintah dalam membantu masyarakat tersebut adalah dengan mengembangkan suatu kegiatan atau ekonomi produktif yang terikat dalam suatu program. Pendekatan itu adalah suatu program penanggulangan kemiskinan yang mampu memperluas prospek dan pilihan bagi masyarakat untuk dapat hidup berkembang di masa depan khususnya masyarakat miskin di daerah perkotaan. Dengan latar belakang inilah, pemerintah memandang perlu untuk memberikan bantuan kepada masyarakat miskin perkotaan melalui Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan.

Program ini menggunakan pendekatan pemberdayaan

(empowerment) sebagai suatu syarat menuju pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Pendekatan ini akan mengokohkan keberdayaan institusi komunitas agar pada masa mendatang upaya penanggulangan kemiskinan dapat dijalankan sendiri oleh masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan. Program ini tidak hanya bersifat reaktif terhadap keadaan darurat yang saat ini kita alami, namun bersifat strategis karena dalam kegiatan ini disiapkan landasan berupa


(13)

perluasan institusi masyarakat bagi masyarakat dan perkembangan masyarakat di masa yang akan datang (Rizky & Majidi, 2009:5).

Sehingga dalam hal ini dapat menciptakan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan atau ekonomi masyarakat. Dan lokasi sasaran yang difokuskan Program Penanggulangan kemiskinan Perkotaan sebagai penerima bantuan adalah pada satuan pemukiman kelurahan. Dimana satuan pemukiman mempunyai makna yang penting mengingat disinilah muncul kebersamaan atas dasar kepentingan yang sama. Selain itu pada satuan-satuan pemukiman terkonsentrasi pula berbagai kegiatan sosial, ekonomi dan fisik dengan keadaan sosialnya sendiri (Anonim, 1999:3).

Program penangulangan kemiskinan yang dimulai sejak Pelita (Pembangunan Lima Tahun) pertama sudah menjangkau seluruh pelosok tanah air. Upaya tersebut telah menghasilkan perkembangan yang positif. Namun demikian, krisis moneter dan ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah mengecilkan arti berbagai pencapaian pembangunan tersebut.

Krisis tersebut pada satu sisi telah menimbulkan lonjakan pengangguran dan dengan cepat meningkatkan kemiskinan di pedesaan dan perkotaan. Namun pada sisi lain krisis itu juga telah menyadarkan kita bahwa pendekatan yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan perlu diperkaya dengan upaya pengokohan keberdayaan lembaga-lembaga di masyarakat agar pada masa berikutnya upaya penanggulangan kemiskinan


(14)

dapat dijalankan sendiri oleh masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan.

Sehubungan dengan itu, dibutuhkan suatu program penanggulangan kemiskinan yang mampu memperluas harapan dan pilihan untuk dapat hidup dan berkembang di masa depan, khususnya bagi masyarakat miskin di perkotaan. Program tersebut diperlukan untuk mendukung lebih lanjut program penanggulangan kemiskinan yang telah berjalan seperti IDT (Inpres Desa Tertinggal) atau yang baru berjalan seperti PPK (Program Pengembangan Kecamatan), sasarannya di pedesaan. Sehingga dari permasalahan ini peneliti mengambil judul penelitian Efektifitas Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan Terhadap Tingkat Pendapatan Masyarakat Di Kota Surabaya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

 Apakah terdapat peningkatan pendapatan masyarakat di Kota

Surabaya antara sebelum dan sesudah adanya Program


(15)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

 Untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan pendapatan

masyarakat di Kota Surabaya antara sebelum dan sesudah adanya Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Bagi masyarakat umum, sebagai alat untuk menambah &

memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.

b. Guna membantu mahasiswa maupun masyarakat umum dalam

membahas atau memecahkan permasalahan yang sama.

c. Sebagai bahan untuk menganalisis pengaruh Program

Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sehingga berguna bagi pengambilan kebijakan pemerintah khususnya.


(16)

8

2.1. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu

Beberapa peneliti telah melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan dan hasil penelitian tersebut adalah :

1. Yasa (2009:86), jurnal dengan judul “Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Partisipasi Masyarakat di Provinsi Bali” yang mana pada penelitian ini variabel bebas (X) adalah kemiskinan, sedangkan variabel terikat (Y) adalah perkembangan. Dalam penelitian ini pada tahun 2005 terdapat jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali, berdasarkan pendapatan BPS mencapai 147.044 rumah tangga yaitu sekitar 17,15 persen dari total rumah tangga. Kabupaten Karangasem, Buleleng, Bangli dan Klungkung memiliki rumah tangga miskin yang relatif banyak. Di Kabupaten Karangasem bahkan mencapai lebih dari 40 persen.

2. Soekamto, dkk (2009:1), jurnal dengan judul “Partisipasi Masyarakat Dalam Penanggulangan Kemiskinan” yang mana pada penelitian ini variabel bebas (X) adalah partisipasi masyarakat, sedangkan variabel terikat (Y) adalah program penanggulangan kemiskinan perkotaan. Dalam penelitian ini metode penelitian yang dipakai adalah metode pendekatan kualitatif, lokasi dalam penelitian


(17)

ini adalah Kelurahan Bandulan Kecamatan Sukun Kota Malang. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik “snow ball sampling” atau bola salju yang menggelinding semakin lama semakin besar. Penelitian ini menghasilkan P2KP memandang kemiskinan bukan sekedar persoalan ekonomi saja, akan tetapi lebih menekankan pada persoalan keadilan khususnya keadilan dalam memperoleh kesempatan berusaha. Adapun hasil temuan dalam penelitian ini yaitu, kendala BKM untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam implementasi P2KP dapat digolongkan sangat serius. Kendala tersebut selain berasal dari faktor yang menghambat usaha-usaha untuk membela orang kecil/ masyarakat miskin, juga datang dari faktor kondisi internal masyarakat miskin itu sendiri.

3. Sijabat (2008:1), jurnal dengan judul “Potret Iklim Usaha Pemberdayaan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah)”, penelitian ini menjelaskan tentang berbagai aspek iklim usaha sekarang ini yang belum sepenuhnya mampu mendorong UMKM untuk lebih produktif, efisien, dan berdaya saing, nampaknya komitmen untuk memberdayakan ekonomi rakyat harus diarahkan menjadi konsensus nasional. Kondisi UMKM yang masih marjinal baik dalam berbagai aspek usahanya nampaknya belum dapat diselesaikan hanya dengan memberikan bantuan fisik dan permodalan melalui berbagai program. Tetapi yang lebih penting adalah bagaimana menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi UMKM.


(18)

4. Muchtar (2003), jurnal dengan judul “Strategi Pemberdayaan Berbasis Kelembagaan Lokal Dalam Penanganan Kemiskinan Perkotaan”, penelitian ini bermaksud mendapatkan gambaran nyata implementasi program P2KP secara sistematis dan faktual di lapangan, serta kecenderungan pencapaian hasil program, oleh karena itu jenis penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif, dan evaluatif sifatnya. Informan dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling (sampling bertujuan), dan teknik pengumpulan data dengan wawancara (interview) dan observasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga tahapan: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Dan hasilnya adalah tidak terjadi proses pemberdayaan dalam implementasi P2KP tahap 1 yang disebabkan oleh pemahaman para pelaku program Project Management Unit (PMU), Konsultan Management Pusat (KMP), Konsultan Management Wilayah (KMW), Faskel, dan BKM terhadap konsep P2KP yang tidak utuh.

5. Anonim, jurnal dengan judul “Pemetaan Kemiskinan dan Strategi Pengentasannya Berbasis Institusi Lokal dan Berkelanjutan di Era Otonomi Daerah di Provinsi Sumatra Barat” penelitian ini bertujuan memetakan kantong-kantong dan merumuskan strategi pengentasan kemiskinan berdasarkan institusi lokal. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah survey, wawancara mendalam, diskusi kelompok atau Focus Group Discussion (FGD)


(19)

dan pengumpulan data sekunder. Hasil dari penelitian ini yaitu kinerja ekonomi di provinsi ini, untuk tahun 2003 pertumbuhan ekonomi 5%-7% pertahun. Diantaranya terbanyak pertanian 25,16% dan didukung lima subsektor yaitu tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan laut.

6. Salim,et.al (2008:16), jurnal dengan judul “Prospek Peningkatan Kualitas Ruang Perumahan dan Pemukiman yang Berbasis pada Komunitas”. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah diskusi kelompok terfokus atau Focus Group Discussion (FGD), pendekatan kualitatif, observasi dan wawancara. Hasil dari penelitian ini yaitu gejala adanya prospek baik diisyaratkan oleh adanya indikasi kuat bahwa warga mempunyai kepercayaan terhadap kemampuan sendiri untuk membangun, mempunyai minat relatif besar untuk membangun lingkungannya, dan bersedia memberikan sumberdaya yang dimilikinya sesuai kemampuan.

7. Adi (2005:27), jurnal dengan judul “Kemiskinan Multidimensi”. Metode penelitian yang dipakai yaitu dengan metode penelitian yang ‘tidak mengganggu’ (the unobstrusive research) atau dikenal pula dengan nama metode penelitian ‘non-reaktif’ (the non reactive methods). Teknik pengumpulan data melalui perangkat keras seperti penggunaan video kamera dan kamera foto, dan wawancara. Penelitian ini membahas tentang perbandingan tingkat kemiskinan antara Indonesia dengan Malaysia, hasil dari penelitian ini adalah


(20)

program penanganan kemiskinan sebaiknya tidak dilepaskan dari program pembangunan secara keseluruhan. Karena yang akan menjadi akar masalah itu bukanlah kemiskinan itu sendiri. Tetapi kemiskinan merupakan gejala dari adanya kesenjangan pembangunan di berbagai bidang yang terjadi antara kota-kota besar dan daerah asal migran tersebut.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang terdahulu yaitu pada penelitian terdahulu cenderung menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu menjelaskan tentang penggabungan antara teori satu dengan teori yang lainnya berdasarkan hasil dari penelitian. Sedangkan penelitian yang saat ini penulis lakukan yaitu menggunakan metode kuantitatif yakni penggabungan antara teori dengan hasil penelitian yang berupa data angka yang signifikan.

2.2. Landasan Teori

Landasan teori atau tinjauan pustaka ini dimaksudkan untuk mengetahui dan menemukan dasar-dasar secara teoritis guna membantu memecahkan masalah yang berkaitan dengan “Kemiskinan”.

2.2.1. Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita. Jadi tujuan pembangunan ekonomi disamping untuk menaikkan pendapatan nasional riil juga untuk meningkatkan produktifitas (Irawan & Suparmoko, 2002:5). Perkembangan ekonomi


(21)

adalah suatu proses, di mana dalam proses ini terdapat bermacam-macam unsur.

Istilah pertumbuhan, perkembangan, dan pembangunan sering digunakan secara bergantian, tetapi mempunyai maksud yang sama, terutama dalam pembicaraan-pembicaraan mengenai masalah ekonomi. Tetapi apabila kedua istilah tersebut digunakan bersama maka sebaiknya diberikan pengertian masing-masing yang lebih khusus. Dikatakan ada “pertumbuhan ekonomi” apabila terdapat lebih banyak output dan ada “perkembangan” atau “pembangunan” ekonomi kalau tidak hanya terdapat lebih banyak output, tetapi juga perubahan-perubahan dalam kelembagaan dan pengetahuan teknik dalam menghasilkan output yang lebih banyak itu. Pertumbuhan dapat meliputi penggunaan input lebih banyak dan lebih efisien, yaitu adanya kenaikan output per satuan input; dengan kata lain, dengan satuan input tertentu dapat menghasilkan output yang lebih banyak.

“Pembangunan atau perkembangan” ekonomi menunjukkan perubahan-perubahan dalam struktur output dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian di samping kenaikan output. Jadi pada umumnya “perkembangan” atau “pembangunan” selalu disertai dengan “pertumbuhan”, tetapi “pertumbuhan” belum tentu disertai dengan “pembangunan” atau “perkembangan”. Tetapi pada tingkat-tingkat permulaan, perkembangan ekonomi mungkin pembangunan ekonomi selalu disertai dengan pertumbuhan dan sebaliknya.


(22)

Adapun manfaat dari pembangunan/ perkembangan ekonomi, yaitu antara lain :

a. Dengan adanya pembangunan ekonomi maka output atau kekayaan suatu masyarakat atau perekonomian akan bertambah. Di samping itu kebahagiaan penduduk akan bertambah pula karena pembangunan ekonomi tersebut menambah kesempatan untuk mengadakan pilihan yang lebih luas.

b. Pembangunan ekonomi dapat memberikan kepada manusia kemampuan yang lebih besar untuk menguasai alam sekitarnya dan mempertinggi tingkat kebebasannya dalam mengadakan suatu tindakan tertentu. Oleh karena itu pembangunan ekonomi perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

c. Pembangunan ekonomi juga memberikan suatu kebebasan untuk memilih kesenangan yang lebih luas. Di dalam perekonomian yang masih primitif orang dipaksa bekerja keras hanya untuk mempertahankan hidupnya sekadar untuk tidak mati. Dengan pembangunan ekonomi akan tersedia lebih banyak barang-barang pemuas kebutuhan dan juga lebih banyak kesempatan untuk hidup bersenang-senang.

d. Pembangunan ekonomi juga memungkinkan orang untuk memikirkan lebih banyak sifat-sifat perikemanusiaan, karena makin banyaknya sarana yang tersedia. Orang dapat diharapkan menolong orang lain kalau kebutuhan untuk dirinya sendiri telah banyak terpenuhi sehingga


(23)

ada suatu surplus yang tersedia untuk orang lain yang menderita karena cacat, bencana alam atau miskin (Irawan & Suparmoko, 2002:8).

Seandainya kebaikan-kebaikan tersebut di atas dapat terjadi atau terlaksana tanpa biaya yaitu yang berupa kesulitan-kesulitan atau kerugian-kerugian yang harus diderita oleh masyarakat, sudah tentu orang akan mendukung sepenuhnya. Namun ada orang-orang yang menganggap bahwa baik tingkah laku maupun lembaga-lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan ekonomi adalah kurang baik bahkan tidak diinginkan. Mereka ini lebih menghendaki adanya tingkah laku maupun lembaga-lembaga yang statis. Pertama-tama mereka tidak menyukai adanya semangat ekonomis atau semangat penghemat. Namun justru semangat inilah yang sebenarnya merupakan salah satu syarat untuk dapat dilaksanakannya pembangunan ekonomi.

Hal ini sering pula dikenal sebagai prinsip ekonomi yaitu dengan hasil tertentu dicapai pengorbanan (biaya) sekecil-kecilnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembangunan ekonomi akan mendorong orang berpikir untuk lebih mementingkan diri sendiri. Sifat-sifat yang mementingkan diri sendiri ini memang merupakan perubahan yang harus dialami dalam proses pembangunan. Cara hidup gotong royong yang umumnya terdapat di negara-negara yang sedang berkembang (khususnya Indonesia) makin berkurang. Demikian pula sifat-sifat kekeluargaan serta hubungan keluarga makin berkurang.


(24)

2.2.1.1. Pengertian Kemiskinan

Penulis mengungkapkan beberapa pengertian tentang kemiskinan dari beberapa para ahli antara lain :

a. Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos dalam Suharto, 2009:2).

b. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya (BPS dan Depsos dalam Suharto, 2009:3).

c. Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntunan non-material yang diterima oleh seseorang. Secara luas kemiskinan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat (SMERU dalam Suharto, 2009:3).

d. Menurut Sajogyo dalam Suyanto & Karnaji (2005:3), kemiskinan adalah suatu tingkat kehidupan yang berada di bawah standar


(25)

kebutuhan hidup minimum yang ditetapkan berdasarkan atas kebutuhan pokok pangan yang membuat orang cukup bekerja dan hidup sehat berdasarkan atas kebutuhan beras dan kebutuhan gizi.

e. Kemiskinan sesungguhnya bukan semata-mata kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok atau standar hidup layak, namun lebih dari itu esensi kemiskinan adalah menyangkut kemungkinan atau probabilitas orang atau keluarga miskin itu untuk melangsungkan dan mengembangkan usaha serta taraf kehidupannya (Suyanto & Karnaji, 2005:1).

f. Menurut Friedman dalam Suyanto & Karnaji (2005:2), kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi: (a) modal produktif atas aset (tanah perumahan, peralatan, dan kesehatan), (b) sumber keuangan seperti income dan kredit yang memadai, (c) organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama seperti koperasi, (d) network atau jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang, pengetahuan dan ketrampilan yang memadai, (e) informasi-informasi yang berguna untuk kehidupan.

g. Menurut Levitan dalam Suyanto & Karnaji (2005:1), mendefinisikan kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standart hidup yang layak.


(26)

h. Menurut Schiller dalam Suyanto & Karnaji (2005:1), kemiskinan adalah ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial yang terbatas.

i. Ghose & Griffin dalam Bayo (1981:4), mengatakan bahwa kemiskinan di negara-negara ini berarti kelaparan, kekurangan gizi, ditambah pakaian dan perumahan yang tidak memadai, tingkat pendidikan yang rendah, tidak ada atau sedikit sekali kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang elementer, dan lain-lain.

Definisi dan pengertian kemiskinan yang lebih lengkap dikemukakan oleh Chambers dalam Suyanto & Karnaji (2005:10). Menurut Chambers, inti dari masalah kemiskinan sebenarnya terletak pada apa yang disebut deprivation trap atau perangkap kemiskinan yang terdiri atas lima unsur, yaitu : (1) kemiskinan itu sendiri, (2) kelemahan fisik, (3) keterasingan atau kadar isolasi, (4) kerentanan, dan (5) ketidakberdayaan. Kelima unsur ini sering kali berkait satu dengan yang lainnya sehingga merupakan perangkap kemiskinan yang benar-benar berbahaya dan mematikan peluang hidup orang atau keluarga miskin.

2.2.1.2. Ukuran Kemiskinan

Ada 2 ukuran yang digunakan oleh Bank Dunia dalam menentukan penduduk yang masuk dalam kategori miskin, yaitu:

a) US $ 1 per kapita per hari dimana diperkirakan ada sekitar 1,2 miliar penduduk dunia yang hidup dibawah ukuran tersebut.


(27)

b) US $ 2 per kapita per hari

US dollar yang digunakan adalah US $ PPP (Purchasing Power Parity), bukan nilai tukar resmi (exchange rate). Kedua batas ini adalah garis kemiskinan absolut.

dimana lebih dari 2 miliar penduduk yang hidup kurang dari batas tersebut.

Sajogyo dalam Suyanto & Karnaji (2005:3), telah membuat suatu batasan atau klasifikasi kemiskinan sebagai berikut :

a. Untuk daerah perkotaan, seseorang disebut miskin apabila mengkonsumsi beras kurang dari 420 kilogram per tahunnya.

b. Untuk daerah pedesaan, seseorang disebut miskin apabila mengkonsumsi 320 kilogram, miskin sekali apabila mengkonsumsi 240 kilogram dan paling miskin apabila mengkonsumsi kurang dari 180 kilogram per tahunnya.

Jika memakai ketetapan Badan Pusat Statistik ukuran penduduk, yang termasuk batas garis kemiskinan (GK) secara nasional pada maret 2009 adalah Rp200.262 per kapita per bulan. Garis kemiskinan pada tahun-tahun sebelumnya adalah: Rp129.108 (2005), Rp151.997 (2006), Rp166.697 (2007), dan Rp182.636 (2008). Tabel 1 juga memperlihatkan perkembangan garis kemiskinan secara nasional untuk daerah perkotaan dan pedesaan dalam beberapa tahun terakhir (Rizky & Majidi, 2009:7).


(28)

Tabel 1. Perkembangan Garis Kemiskinan BPS (Rp per kapita per bulan)

2005 2006 2007 2008 2009

Kota Desa Kota+Desa Rp150.799 Rp117.259 Rp129.108 Rp174.290 Rp130.584 Rp151.997 Rp187.942 Rp146.837 Rp166.697 Rp204.896 Rp161.831 Rp182.636 Rp222.123 Rp179.835 Rp200.262 Sumber : BPS, 2010, diolah.

Sedangkan jika dilihat dari segi tahapan pencapaian tingkat kesejahteraan maka Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (1997:14) mengelompokkan suatu golongan keluarga kedalam 5 (lima) tahapan yaitu :

a. Keluarga prasejahtera adalah keluarga-keluarga yang kurang mampu memenuhi kebutuhan pokoknya dalam arti makanan perumahan dan pakaian, investasi guna memenuhi kebutuhan pokok :

1) Semua anggota keluarga beribadah sesuai dengan agama mereka. 2) Makan dua kali sehari.

3) Busana yang berbeda untuk dirumah, kerja, sekolah dan rekreasi. 4) Tidak makan dilantai.

5) Memperoleh pelayanan kesehatan professional atau pengobatan modern.

b. Keluarga sejahtera tahap 1 adalah para keluarga yang mampu memenuhi kebutuhan pokok, namun kebutuhan sosial belum terpenuhi, misalnya :


(29)

1) Segenap anggota keluarga beribadah sesuai agama dan kepercayaannya.

2) Makan daging, telur, ayam atau paling tidak makan daging sekali seminggu.

3) Segenap anggota keluarga paling tidak mempunyai satu pasang busana baru tiap bulan.

4) Pasang lantai paling sedikit delapan meter persegi perorang. 5) Tidak ada masalah dengan kesehatan selama tiga bulan terakhir. 6) Paling tidak satu anggota diatas umur 15 tahun memiliki sumber

pendapatan yang tetap.

7) Seluruh anggota dibawah 60 tahun dapat membaca. 8) Semua anak umur 6 – 15 tahun.

9) Orang tua harus mempunyai dua anak atau bila memungkinkan, mereka menggunakan kontrasepsi.

c. Keluarga sejahtera tahap 2 adalah keluarga yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial namun belum sanggup memenuhi kebutuhan pengembangan mereka :

1) Semua anggota mengikuti pengetahuan agama yang lebih mendalam.

2) Sebagian pendapatan keluarga untuk tabungan keluarga.

3) Paling sedikit seluruh anggota keluarga bersantap bersama sekali dalam sehari.


(30)

5) Paling sedikit keluarga bertamasya sekali dalam enam bulan. 6) Keluarga memperoleh berita dari media massa.

7) Semua anggota mempunyai akses terhadap transportasi umum. d. Keluarga Sejahtera tahap 3 adalah keluarga yang mampu memenuhi

kebutuhan dasar, kebutuhan sosial, dan kebutuhan pembangunan, namun belum sanggup menyumbang bagi kegiatan-kegiatan sosial. Investasi guna meningkatkan partisipasi sosial :

1) Keluarga secara teratur menyumbang pada kegiatan-kegiatan masyarakat dalam bentuk materi.

2) Anggota keluarga berada pada manajemen lembaga masyarakat. e. Keluarga sejahtera tahap 3 plus adalah keluarga-keluarga yang

mampu memenuhi seluruh kebutuhan pokok, termasuk pembangunan dan partisipasi sosial. Keluarga-keluarga dalam kemampuan menolong keluarga lain dalam masyarakat. Profil yang ideal menggambarkan keluarga Indonesia.

2.2.1.3. Ciri-Ciri Kemiskinan

Suyanto & Karnaji (2005:5), menyatakan pada dasarnya ada beberapa ciri dari kemiskinan, yaitu antara lain sebagai berikut :

a. Mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti : tanah yang cukup, modal atau keterampilan. Faktor produksi yang dimiliki umumnya sedikit, sehingga kemampuan untuk memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas.


(31)

b. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan yang diperoleh tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan ataupun modal usaha.

c. Tingkat pendidikan golongan miskin umumnya rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar. Waktu mereka umumnya habis tersita untuk mencari nafkah sehingga tidak ada lagi waktu untuk belajar. Demikian juga dengan anak-anak mereka, tak dapat menyelesaikan sekolah karena harus membantu orang tuanya mencari nafkah tambahan.

d. Banyak diantara mereka yang tinggal di daerah pedesaan, dan tidak mempunyai tanah garapan, atau kalaupun ada relatif kecil sekali. Banyak di antara mereka lalu menjadi pekerja bebas (self employed) yang berusaha apa saja. Pada umumnya mereka menjadi buruh tani atau pekerja kasar di luar pertanian. Akibat didalam situasi penawaran tenaga kerja yang besar, maka tingkat upah menjadi rendah sehingga mengurung mereka selalu hidup dibawah garis kemiskinan.

e. Banyak di antara mereka yang hidup di kota masih muda dan tidak mempunyai keterampilan atau skill dan pendidikan. Perkembangan teknologi di kota-kota negara sedang berkembang justru menampik penyerapan tenaga kerja, sehingga penduduk miskin yang pindah ke kota terdampak dalam kantong-kantong kemelaratan (slumps).


(32)

Ciri-ciri bahwa rumah tangga miskin pada umumnya rumah tangga yang mempunyai anggota rumah tangga banyak, yang kepala rumah tangganya merupakan pekerja rumah tangga, tingkat pendidikan kepala rumah tangga maupun anggotanya rendah, sering berubah pekerjaan, sebagian besar mereka yang telah bekerja masih mau menerima tambahan pekerjaan lagi bila ditawarkan, dan sebagian besar sumber pendapatan utamanya adalah sektor pertanian. Masalah kemiskinan, merupakan masalah Sumber Daya Manusia (SDM). Pertama, masih belum berkembangnya (under development) SDM. Kedua, masih belum dimanfaatkannya seluruh keterampilan dan kemampuan SDM secara optimal (Sudarwati, 2009:17).

2.2.1.4 Macam-Macam Kemiskinan

Adapun macam-macam kemiskinan antara lain, yaitu :

a. Kemiskinan relatif, kemiskinan relatif merupakan kondisi masyarakat karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan.

b. Kemiskinan absolut, kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.

c. Kemiskinan struktural dan kultural, terminologi lain yang juga pernah dikemukakan sebagai wacana adalah kemiskinan struktural dan


(33)

kemiskinan kultural. Soetandyo Wignjosoebroto dalam “Kemiskinan Struktural : Masalah dan Kebijakan” yang dirangkum oleh Suyanto (1995) mendefinisikan “Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang ditengarai atau didalihkan bersebab dari kondisi struktur, atau tatanan kehidupan yang tak menguntungkan”. Sedangkan kemiskinan kultural diakibatkan oleh faktor-faktor adat dan budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang tetap melekat dengan indikator kemiskinan. Soetandyo Wignjosoebroto dalam “Kemiskinan, Kebudayaan, dan Gerakan Membudayakan Keberdayaan” yang dirangkum oleh Suyanto (1995) mendefinisikan “Kemiskinan adalah suatu ketidak-berdayaan”. Keberdayaan itu sesungguhnya merupakan fungsi kebudayaan. Artinya, berdaya tidak dalam kehidupan bermasyarakatnya itu dalam kenyataan akan banyak ditentukan dan dipengaruhi oleh determinan-determinan sosial-budayanya (seperti misalnya posisi, status dan wawasan yang dipunyainya). Sebaliknya, semua fasilitas sosial yang teraih dan dapat didayagunakan olehnya akan ikut pula menentukan keberdayaannya kelak didalam pengembangan dirinya ditengah masyarakat (Wignjosoebroto dalam Sudantoko & Hamdani, 2009:43).

d. Kemiskinan natural adalah keadaan miskin karena dari awalnya memang miskin. Kelompok masyarakat tersebut menjadi miskin karena tidak memiliki sumberdaya yang memadai baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia maupun sumberdaya pembangunan, hanya


(34)

mendapat imbalan pendapatan yang rendah. Menurut Baswir dalam Sudarwati (2009:25), kemiskinan natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah seperti karena cacat, sakit, usia lanjut atau karena bencana alam. Kondisi kemiskinan seperti ini menurut Kartasasmita disebut sebagai “Persisten poverty” yaitu kemiskinan yang telah kronis atau telah turun temurun.

2.2.1.5. Aspek- Aspek Kemiskinan

Kemiskinan mempunyai bermacam-macam aspek. Aspek-aspek ini berbeda-beda tingkatnya dalam tiap-tiap negara. Kemiskinan dalam artian manusia adalah sedikit makan dan pakaian.

Baldwin dan Meier mengemukakan 6 sifat ekonomis yang terdapat di negara-negara miskin atau sedang berkembang yaitu : negara tersebut merupakan produsen barang-barang primer, menghadapi masalah tekanan penduduk, sumber-sumber alam belum banyak diolah, penduduknya masih terbelakang dari segi ekonomi, kekurangan kapital dan orientasi perdagangan ke luar negeri.

a. Produsen Barang-barang Primer

Negara sedang berkembang pada umumnya mempunyai struktur produksi yang terdiri dari bahan dasar dan bahan makanan. Sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian dan sebagian besar penghasilan nasionalnya berasal dari sektor pertanian dan sektor produksi primer nonpertanian.


(35)

Yang dimaksud dengan produksi primer adalah produksi dari sektor pertanian, kehutanan, perikanan dan penggalian. Produksi sektor sekunder meliputi hasil-hasil sektor industri, pertambangan, dan bangunan. Sedangkan produksi tersier mencakup hasil dari jasa-jasa seperti listrik, air minum, pemeliharaan kesehatan, pengangkutan, perdagangan, penyimpanan dan perhubungan.

b. Masalah Tekanan Penduduk

Ciri yang kedua ialah negara sedang berkembang mengalami tekanan penduduk yang dapat berbentuk sebagai berikut :

1) Adanya pengangguran di desa-desa.

Pengangguran ini disebabkan oleh luas tanah yang relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk yang bertempat tinggal disitu.

2) Kenaikan jumlah penduduk yang pesat.

Pesatnya pertumbuhan penduduk dikarenakan menurunnya tingkat kematian dan makin tingginya tingkat kelahiran di negara-negara sedang berkembang.

3) Tingkat kelahiran penduduk yang tinggi.

Di negara sedang berkembang menyebabkan makin besarnya jumlah anak-anak yang menjadi tanggungan orang tua, sehingga menurunkan tingkat konsumsi rata-rata. Hal ini disebabkan tingkat produksi barang dan jasa yang relatif tetap dan rendah.


(36)

c. Sumber-Sumber Alam Belum Banyak Diolah.

Ciri ketiga yang dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang ialah sumber-sumber alam belum banyak diusahakan, sehingga masih bersifat potensial. Sumber-sumber alam ini belum dapat menjadi sumber-sumber yang riil, karena kekurangan capital, tenaga ahli dan wiraswasta (entrepreneur).

d. Penduduk Masih Terbelakang

Secara ekonomi, penduduk di negara-negara sedang berkembang masih relatif terbelakang. Artinya, kualitas penduduknya sebagai faktor produksi (tenaga kerja) adalah rendah. Mereka masih merupakan faktor produksi yang kurang efisien, kurang mobilitas dalam pekerjaan baik secara vertikal maupun horizontal. Mereka ini tidak mudah meninggalkan tempat kelahirannya.

e. Kekurangan Kapital

Adanya lingkaran yang tak berujung pangkal (vicious circle) menyebabkan negara sedang berkembang mengalami kekurangan kapital. Kekurangan kapital disebabkan oleh rendahnya tingkat investasi. Rendahnya tingkat investasi ini disebabkan oleh rendahnya tingkat tabungan yang merupakan akibat dari rendahnya tingkat penghasilan. Rendahnya tingkat penghasilan ini disebabkan oleh tingkat produktivitas yang rendah dari tenaga kerja, sumber alam, tanah dan kapital. Pada gilirannya tersebut disebabkan oleh kurangnya kapital, keterbelakangan penduduk dan belum diusahakannya


(37)

sumber-sumber alam yang ada. Jadi dapat dikatakan bahwa “negara itu miskin karena miskin”.

f. Orientasi ke Perdagangan Luar Negeri

Hampir semua negara di dunia ini mempunyai hubungan perdagangan luar negeri terlebih-lebih negara sedang berkembang. Perbedaan antara negara sedang berkembang dengan negara-negara yang sudah berkembang dalam hal perdagangan luar negeri adalah bahwa yang diperdagangkan oleh negara-negara sedang berkembang terutama barang-barang produksi primer bahkan hampir seluruhnya untuk ekspor (Irawan & Suparmoko, 2002:15).

2.2.1.6. Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan pada dasarnya bukan hanya permasalahan ekonomi tetapi lebih bersifat multidimensional dengan akar permasalahan terletak pada sistem ekonomi dan politik bangsa yang bersangkutan. Masyarakat menjadi miskin oleh sebab adanya kebijakan ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan mereka, sehingga mereka tidak memiliki akses yang memadaikan ke sumberdaya-sumberdaya kunci yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan hidup mereka secara layak. Akibatnya mereka terpaksa hidup di bawah standar yang tidak dapat lagi dinilai manusiawi, baik dari aspek ekonomi, aspek pemenuhan kebutuhan fisik, aspek sosial, dan secara politikpun mereka tidak memiliki sarana untuk ikut dalam pengambilan keputusan penting yang menyangkut hidup mereka.


(38)

Suyanto & Karnaji (2005:7), membedakan akar penyebab kemiskinan menjadi dua kategori, yaitu :

a. Kemiskinan alamiah, yakni kemiskinan yang timbul sebagai akibat sumber-sumber daya yang langka jumlahnya dan atau karena tingkat perkembangan teknologi yang sangat rendah.

b. Kemiskinan buatan, yakni kemiskinan yang terjadi karena struktur sosial yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata.

Sharp,et.al dalam Kuncoro (2006:120), mencoba mengidentifikasikan penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat adanya perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.

Paling tidak, dapat dilihat beberapa variabel yang mempengaruhi bagi penduduk miskin. Misalnya ada 11 variabel yang akan diukur dengan pengelompokkan menjadi 4 kelompok utama, yaitu sandang,


(39)

pangan, papan dan lainnya untuk menentukan rumah tangga miskin,

yaitu:

a. Kelompok Sandang

Pembelian pakaian selama setahun yang lalu. b. Kelompok pangan, kelompok ini mencakup:

1) Fasilitas air bersih

2) Prosentase pengeluaran rumah tangga untuk makanan selama sebulan yang lalu.

c. Kelompok Papan, kelompok ini mencakup: 1) Kepemilikan rumah

2) Jenis dinding terluas 3) Jenis lantai terluas 4) Sumber penerangan

d. Kelompok lainnya, kelompok ini mencakup: 1) Anggota rumah tangga berumur 6-15 tahun 2) Sumber keuangan rumah tangga

3) Pelayanan kesehatan

Di sisi lain upaya-upaya penanggulangan kemiskinan lebih banyak diarahkan hanya untuk meningkatkan penghasilan masyarakat miskin melalui berbagai program ekonomi, seperti peningkatan penghasilan, pemberian kredit lunak, dan sebagainya (Sudarwati, 2009:33).


(40)

2.2.1.7. Indikator Kemiskinan

Berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar, ada 3 indikator kemiskinan yang digunakan, yaitu (Sudantoko & Hamdani 2009:81) : a. Pertama, Head Count Index (HCI-P0

b. Kedua, Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P )

1

c. Ketiga, Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Saverity Index-P ) yang merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.

2

d. Foster-Greer-Thorbecke (1984) telah merumuskan suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan yaitu :

) yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.

P

α

=

Dimana :

α = 0,1,2

z = Garis kemiskinan

yi = Rata-rata pengeluaran perkapita sebulan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan (i= 1,2,…,q), yi < z

q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan n = Jumlah penduduk


(41)

jika α = 0, diperoleh Head Count Index (P0), jika α = 1 diperoleh Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1) dan jika α = 2 disebut indeks keparahan kemiskinan (Poverty Saverity Index-P2).

2.2.2. Pengertian Pendapatan

Di dalam pengertian faktor-faktor produksi dibedakan menjadi 4 (empat) golongan yaitu: tanah, tenaga kerja, modal dan keahlian keusahawan. Apabila faktor-faktor produksi itu digunakan dalam proses produksi maka akan diperoleh pendapatan yaitu: tanah dan harta tetap lainnya memperoleh sewa, tenaga kerja memperoleh gaji dan upah, mendapat bunga dan keahlian mendapat keuntungan.

Menurut Sukirno dalam Yudo (2006:21), asumsi yang ada pada masyarakat mengenai pendapatan adalah hasil yang berupa gaji dan upah yang diterima pekerja sebagai kompensasi atas pekerjaan yang telah dilakukannya dan dapat dipergunakan untuk konsumsi.

Dan ada beberapa pengertian terdapat beberapa macam pendapatan diantaranya :

a. Pendapatan nasional adalah nilai produksi barang-barang dan jasa yang dihasilkan (diwujudkan) dalam sesuatu negara dalam suatu tahun tertentu. Pendapatan nasional dapat dibedakan kepada tiga konsep (pengertian), yaitu: PDB, PNB dan Pendapatan Nasional (PNN harga faktor). Nilainya dapat dihitung pada harga tetap dan harga yang berlaku. Seterusnya pada harga tetap dan harga berlaku, ia dapat pula dihitung menurut harga pasar dan harga faktor.


(42)

b. Pendapatan disposebel adalah pendapatan yang sebenarnya diterima oleh semua rumah tangga dalam suatu negara dan dapat mereka gunakan untuk membeli keperluan mereka. Dalam paktiknya, sebagian daripadanya akan disimpan/ ditabung. Konsep pendapatan disposebel dapat juga ditinjau dari sudut individu, yaitu: jumlah pendapatan suatu rumah tangga dalam suatu tahun tertentu yang dapat dibelanjakan (dan ditabung).

c. Pendapatan faktor netto dari luar negeri adalah pendapatan yang diperoleh dari penggunaan faktor-faktor produksi milik warga Negara suatu negara yang digunakan diluar negara ditolak dengan pendapatan faktor-faktor produksi milik asing yang digunakan di negara tersebut. Nilai ditentukan berdasarkan aliran pendapatan yang berlaku dalam waktu satu tahun. Apabila nilai PFN dari LN adalah negatif, PFN dari LN dapat dinamakan juga sebagai pembayaran faktor neto ke luar negeri.

d. Pendapatan nasional riil (PDB-riil atau PNB-riil) adalah nilai produksi nasional pada suatu tahun tertentu yang dihitung menurut harga-harga yang berlaku pada tahun dasar. Konsep ini biasanya dinamakan juga sebagai PDB menurut harga tetap dan PNB menurut harga tetap.

e. Pendapatan pribadi adalah pendapatan yang diterima semua rumah tangga dalam perekonomian (atau yang diterima satu keluarga) dari penggunaan faktor-faktor produksi yang dimilikinya dan dari pembayaran pindahan. Dalam pendapatan pribadi tidak dihitung


(43)

pendapatan nasional yang diterima rumah tangga (contoh: keuntungan yang tak dibagi dan pajak perusahaan) (Sukirno, 2006:60).

Beberapa pengertian pendapatan masyarakat adalah sebagai berikut : 1) Pendapatan adalah total penghasilan perbulan.

2) Pendapatan adalah sumber penghasilan keluarga.

3) Pendapatan adalah status mata pencaharian dari sumber utama penghasilan.

4) Pendapatan adalah perangkat penunjang kebutuhan sehari-hari, misal: bahan bakar utama yang digunakan pada rumah tangga serta sarana penerangan yang digunakan menghitung pendapatan nasional dan pendapatan perkapita.

Pengertian pendapatan nasional perlu dibedakan menjadi dua pengertian lain, yaitu pendapatan nasional menurut harga yang berlaku dan pendapatan nasional harga tetap atau pendapatan nasional riil dimana pengertian pertama adalah untuk pendapatan nasional pada harga berlaku adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan sesuatu negara dalam suatu tahun dan dinilai menurut harga-harga yang berlaku pada satu tahun tersebut, dan pengertian yang kedua mengenai pendapatan nasional riil adalah harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun yang lain (Sukirno, 2006:36).

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendeflasikan pendapatan nasional salah satunya dengan menggunakan IHK (Indeks


(44)

Harga Konsumen). Dengan menggunakan angka IHK ini pendapatan nasional dapat ditentukan dengan menggunakan rumus di bawah ini :

Yr

t

=

x Yb

t

Dimana :

(Arsyad, 2004:16).

Yrt Yb

= pendapatan nasional riil pada tahun t t

tahun t

= pendapatan nasional menurut harga yang berlaku pada

IHKt = harga konsumen pada tahun t.

Rumus Pendapatan Perkapita

Dengan diketahuinya pendapatan nasional untuk berbagai tahun, untuk menentukan pendapatan perkapita bukan masalah lagi. Pendapatan perkapita adalah perdapatan rata-rata penduduk oleh sebab itu untuk memperoleh pendapatan perkapita pada suatu tahun adalah dengan membagi pendapatan nasional pada tahun itu dengan jumlah penduduk pada tahun yang sama. Sedangkan pertambahan penduduk perkapita dari tahun ke tahun dapat ditentukan dengan rumus yang sama dengan menentukan pertambahan pendapatan nasional riil, yaitu :

gt

=

x 100%

(Arsyad, 2004:18).

Dimana :

gt

YP

= pertumbuhan pendapatan perkapita yang dinyatakan dalam persen


(45)

YPt-1 = pendapatan per kapita pada tahun t-1.

Menurut Arsyad (2004:227), ada 2 macam teori pokok distribusi pendapatan yaitu :

a. Distribusi pendapatan perorangan (personal distribution)

Merupakan ukuran pendapatan yang menunjukkan hubungan antara individu-individu dengan pendapatan total yang mereka terima.

b. Distribusi fungsional atau distribusi pangsa faktor produksi

Ukuran distribusi ini berusaha untuk menjelaskan pangsa (share) pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing faktor produksi. Kriteria Bank Dunia mendasarkan penilaian distribusi pendapatan atas pendapatan yang diterima oleh 40% penduduk berpendapatan terendah. Kesenjangan distribusi pendapatan dikategorikan :

a. Tinggi, bila 40% penduduk berpenghasilan terendah menerima kurang dari 12% bagian pendapatan.

b. Sedang, bila 40% penduduk berpenghasilan terendah menerima 12 hingga 17% bagian pendapatan.

c. Rendah, bila 40% penduduk berpenghasilan terendah menerima lebih dari 17% bagian pendapatan (Kuncoro, 2006:139).

2.2.2.1Pengendalian Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan

Perkotaan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang PROPENAS, pemerintah secara tegas menetapkan upaya penanggulangan


(46)

kemiskinan sebagai salah satu prioritas. Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa sasaran yang hendak dicapai dalam lima tahun (2000-2004) adalah berkurangnya jumlah penduduk miskin absolut sebesar 4% dari tingkat kemiskinan 1999. Salah satu langkah strategis pemerintah adalah melalui Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) baik Tahap I maupun P2KP Tahap II yang dimulai tahun 2003-2008.

Pengertian Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan

Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan adalah program penganggulangan masyarakat miskin di perkotaan dengan pendekatan upaya mengokohkan keberdayaan institusi komunitas agar mampu menanggulangi kemiskinannya secara mandiri dan berkelanjutan.

Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan merupakan prinsip keseimbangan pembangunan. Dalam konteks P2KP diterjemahkan sebagai sosial, ekonomi, dan lingkungan yang tercakup dalam konsep Tridaya.

Instrumen digunakan dalam Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan mencakup pelaksanaan kegiatan Tridaya antara lain: Bina manusia, Bina usaha, Bina lingkungan.

Sedangkan pelaksanaannya, Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan bertujuan sebagai berikut :

a. Untuk mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan dana pinjaman untuk mengembangkan kegiatan usaha produktif dan membaca lapangan kerja baru.


(47)

b. Penyediaan dana hibah untuk membangun prasarana dan sarana dasar lingkungan.

c. Peningkatan kemampuan melalui upaya bersama berlandaskan kemitraan yang mampu menumbuhkan usaha-usaha baru yang bersifat produktif dengan berbasis pada usaha kelompok.

d. Penyimpanan, pengembangan dan kemampuan kelembagaan masyarakat untuk dapat mengkoordinasikan dan memberdayakan masyarakat.

e. Pencegahan penurunan kualitas lingkungan melalui upaya perbaikan prasarana dan sarana dasar lingkungan.

Tujuan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan adalah membiayai kegiatan-kegiatan yang dapat memberi manfaat kepada masyarakat miskin di kelurahan sasaran, melalui :

1. Bantuan modal kerja bergulir bagi upaya peningkatan pendapatan secara berkelanjutan; dan

2. Hibah bagi pembangunan/ perbaikan prasarana dan sarana dasar lingkungan (Anonim, 1999:1).

Kegiatan-kegiatan dimaksud harus terselenggara secara partisipatif, baik dalam penyaringan maupun pelaksanaannya, serta bersifat transparan dan terbuka untuk diperiksa. Dalam jangka panjang, proyek ini diharapkan dapat membantu masyarakat miskin di perkotaan dalam menanggulangi kemiskinan yang dihadapinya dan memperbaiki kemampuan lembaga-lembaga lokal untuk membantu masyarakat miskin yang dimaksud.


(48)

2.2.2.2Upaya-Upaya Yang Akan Dilaksanakan Untuk Meningkatkan

Efektifitas Program

Upaya yang dilaksanakan sehingga benar-benar mencapai sasaran, yaitu peningkatan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat miskin diperkotaan yang dilakukan dengan pendekatan Tridaya (ekonomi, sosial dan lingkungan). P2KP dilaksanakan dengan upaya menerapkan pendekatan Tridaya melalui pengokohan kelembagaan masyarakat yang berbasis nilai-nilai universal kemanusiaan dan prinsip-prinsip kemasyarakatan. Upaya-upaya yang akan dilaksanakan adalah :

a. Dilakukannya sosialisasi untuk lebih memasyarakatkan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan mengingat masyarakat yang akan menjadi motor penggerak pelaksanaan program ini dan keberhasilan proyek akan sangat ditentukan oleh peran aktif mesyarakat di kelurahan.

b. Dilaksanakan pengembangan institusi masyarakat berupa pembentukan kelompok masyarakat untuk dapat mengembangkan kegiatan dan pengejatahan pemberdayaan masyarakat. Masyarakat sebagai penerima bantuan akan membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) serta Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang merupakan kelembagaan masyarakat yang beranggotakan tokoh masyarakat, perwakilan Kelompok Swadaya Masyarakat dan warga kelurahan. Selain itu, untuk membantu, mendorong dan mengarahkan kegiatan Kelompok Swadaya Masyarakat di kelurahan sasaran,


(49)

disiapkan sejumlah pendamping yang disebut fasilitator kelurahan yang akan melakukan pendampingan terhadap masyarakat.

c. Pelaksanaan program harus berasal dari masyarakat itu sendiri dan sedapat mungkin dilakukan melalui pola padat karya.

d. Untuk mendukung pelaksanaan yang transparan, demokratis dan bertanggung jawab atau accountable, maka dilakukan mekanisme penghargaan dan sangsi atau kinerja Kelompok Swadaya Masyarakat, pengajuan keberatan atau hasil kerja Kelompok Swadaya Masyarakat, fasilitator dan berbagai instansi terkait, serta memonitoring independent dan partisipasi masyarakat dimana hasil monitoring, termasuk temuan-temuan akan dipublikasikan pada surat kabar lokal.

2.2.2.3Penggunaan Dana

Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan yang sumber utama dananya berasal dari pinjaman Bank Dunia merupakan upaya menanggulangi atau mengurangi kemiskinan baik disebabkan oleh krisis ekonomi maupun persoalan kemiskinan yang struktural. Dan dalam rangka melakukan penyaluran dana kepada kelompok masyarakat secara efektif dan efisien.

Di dalam Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan ini ada 3 (tiga) komponen yang dapat diberikan bantuan pendanaan, dimana penyaluran dananya dapat disampaikan melalui kelompok masyarakat, komponen tersebut adalah :


(50)

Pertama, Komponen fisik berupa perawatan atau pemeliharaan dan perbaikan atau pembangunan sarana dan prasarana dasar lingkungan yang dibutuhkan oleh masyarakat kelurahan setempat.

Kedua, komponen kegiatan ekonomi skala kecil, berupa modal kerja bagi kegiatan industri rumah tangga atau kegiatan usaha skala kecil lainnya yang diberikan kepada perseorangan atau keluarga yang dihimpun dalam suatu kelompok bersama.

Ketiga, komponen pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan teknis dan manajerial untuk mendukung penciptaan peluang usaha baru dan peluang pengembangan usaha yang telah ada.

Dana proyek dapat digunakan untuk kredit bagi kegiatan ekonomi berkelanjutan dan hibah untuk pembangunan/ perbaikan prasarana dan sarana lingkungan, tergantung prioritas kebutuhan kelompok-kelompok masyarakat setempat. Berbagai sub proyek diatas harus diusulkan dalam waktu enam bulan sejak proyek diluncurkan di kelurahan, namun dana dapat digunakan dalam jangka waktu satu tahun setelah pembayaran pertama diterima oleh masing-masing kelompok. Dengan perincian sebagai berikut :

a. Kegiatan ekonomi

Pilihan kegiatan P2KP bersifat terbuka. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dikembangkan adalah pertanian kota, pelatihan bagi kelompok (kredit dapat digunakan untuk membayar upah), pembelian alat-alat kerja (mesin jahit, komputer), pembangunan/


(51)

perbaikan perumahan bertumpu pada masyarakat yang masa pengerjaannya tidak lebih dari satu tahun.

Tiap kelurahan dapat menetapkan suatu pola kredit kecil untuk digulirkan kepada perorangan atau kelompok. Dalam P2KP, pembangunan warung baru tidak dianjurkan. Hal-hal yang tidak dapat didanai P2KP: pembuatan/ penjualan senjata, obat-obatan terlarang, deposito dana di lembaga keuangan, pembebasan tanah, pembangunan rumah ibadah, pembiayaan administrasi pemerintah, dan pembuatan produk-produk yang membahayakan lingkungan.

b. Persyaratan kelompok

Kelompok-kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan-kegiatan ekonomi harus beranggotakan minimal tiga orang dari rumah tangga yang berbeda. Pendapatan per keluarga (jika beranggota empat orang) anggota KSM itu tidak boleh lebih dari Rp250.000,00 per bulan (jumlah ini dapat disesuaikan dengan memperhitungkan inflasi pada tahun 2 dan ke-3).

Dalam P2KP, tiap kelompok/ orang mendapatkan dana hanya sekali (setidak-tidaknya sampai tidak ada lagi usulan KSM yang dinilai layak, namun belum pernah mendapatkan bantuan). Kaum perempuan sangat dianjurkan untuk terlibat dan harus mendapatkan kesempatan yang sama.


(52)

c. Pinjaman

Pinjaman harus dikembalikan dalam waktu satu tahun dengan bunga minimal 11/2% per bulan. Jadwal pembayaran kembali harus mencerminkan keadaan kas kegiatan yang dibiayai itu. Dana pembayaran kembali harus dimasukkan ke dalam rekening atas nama BKM di bank penyalur. Dana ini harus digulirkan kembali dengan prinsip yang sama.

Setengah penghasilan dari bunga yang dibebankan kepada penerima pinjaman digunakan untuk membiayai pemeliharaan prasarana dan sarana dasar lingkungan, sementara setengahnya lagi digunakan untuk membantu pembiayaan administrasi BKM.

d. Prasarana dan Sarana Dasar Lingkungan

Masyarakat dapat memilih penggunaan dana P2KP untuk membangun/ memperbaiki prasarana dan sarana dasar lingkungan (dengan jenis-jenis seperti prasaran dan sarana dasar yang lazim diperbaiki dalam proyek KIP), perbaikan taman lingkungan, penghijauan, dan perbaikan lingkungan (Anonim, 1999:2).

2.2.3 Peran Aparatur dan Masyarakat Sebagai Penerima Bantuan

Dengan melihat arah baru pendekatan pembangunan yang berorientasi pada masyarakat, maka pemerintah harus dapat menjalankan perannya sesuai kondisi perubahan tersebut dengan menyelenggarakan pemerintahannya dengan baik dengan berlandaskan pada azaz-azaz keterbukaan, demokrasi dan partisipasi.


(53)

Disamping itu peran pemerintah juga harus berubah antara lain : a. Pelaksana menjadi fasilitator

b. Memberikan instruksi menjadi melayani masyarakat c. Mengatur menjadi memberdayakan masyarakat

d. Bekerja untuk memenuhi aturan menjadi bekerja untuk mewujudkan visi.

2.2.4 Masyarakat Penerima Bantuan

Masyarakat penerima bantuan yang menjadi sasaran adalah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera 1 (Pra KS dan KS 1) pada tingkat kelurahan sebagai lokasi kantor Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan, bantuan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan tersebut berupa pinjaman modal usaha, peningkatan sumber daya manusia dan perbaikan prasarana dan sarana dasar lingkungan.

BKM sebagai lembaga pengelola Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan dalam menyalurkan dana bantuan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan melakukan beberapa pengujian kelayakan pada calon penerima bantuan sehingga dana bantuan yang dipinjamkan dan digulirkan tepat sasaran kepada masyarakat yang membutuhkan (Pra KS dan KS 1) diantaranya uji kelayakan tersebut adalah :


(54)

a. Uji kelayakan Administrasi diantaranya adalah :

1) Memberitahu tanggal pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat dan berapa jumlah Kelompok Swadaya Masyarakatnya.

2) Membuat berita acara pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakatnya.

3) Mentaati aturan dan tata tertib pelaksanaan program. b. Uji kelayakan ekonomi diantaranya adalah :

1) Melihat omset dari usaha.

2) Pendapatan lain disamping usahanya. 3) Pengeluaran untuk biaya usahanya. 4) Pengeluaran rumah tangga.

c. Uji kelayakan sosial adalah : 1) Moralitas anggota KSM 2) Status kependidikan

Kriteria dana Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan yang diberikan per KSM dan per orang apabila sudah menerima syarat dari uji kelayakan tersebut, yakni :

a. KSM Aneka Usaha beranggotakan 3 sampai dengan 20 orang, besar pinjaman yang diperoleh adalah Rp500.000 sampai dengan Rp1.000.000.

b. KSM Kube beranggotakan 3 sampai dengan 20 orang, besar pinjaman yang diperoleh Rp500.000 sampai dengan Rp20.000.000.


(55)

c. KSM Fisik Hunian beranggotakan 3 sampai dengan 20 orang, besar pinjaman yang diperoleh maksimal adalah Rp5.000.000.

d. KSM Fisik Lingkungan beranggotakan 3 sampai dengan 20 orang, besar pinjaman yang diperoleh sesuai dengan pengajuan proposal yang diajukan.

2.2.5 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)

KSM adalah sebagai lembaga non formal yang dibentuk oleh warga Pra KS dan KS 1 sebagai peserta Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan untuk menampung aspirasi. Kebutuhan serta tempat mengembangkan pemberdayaan sesama anggota kelompok untuk mengatasi berbagai masalah pokok.

Pembentukan kelompok swadaya masyarakat (KSM) adalah kegiatan pengorganisasian warga yang berhak menjadi peserta P2KP di tiap kelurahan ke dalam kelompok-kelompok usaha atau kegiatan.

Jenis-jenis Kelompok Swadaya Masyarakat dalam Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan :

a. KSM Aneka Usaha (AU)

b. KSM Kube (Kelompok usaha bersama) c. KSM Fisik Lingkungan (Pendanaan hibah) d. KSM Fisik Hunian (Dana bergulir)


(56)

2.2.6 Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM)

Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) adalah forum musyawarah dan pengambilan keputusan tertinggi warga masyarakat setempat, yang berhak menilai rencana/ usulan kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam jenis kegitan P2KP. Sebagai konsep generik, BKM dapat berupa lembaga (atau lembaga-lembaga) masyarakat yang telah ada, yang berfungsi dan diterima secara meluas dalam masyarakat kelurahan itu. Dengan demikian LKMD, misalnya, dapat difungsikan sebagai BKM jika LKMD tersebut diterima secara meluas oleh masyarakatnya atau sudah disusun (kembali) sesuai Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 411.2/2441/SJ tentang Pemberdayaan LKMD (Anonim, 1999:7).

Terbentuk dan berfungsinya BKM merupakan prasyarat bagi disalurkannya dana bantuan P2KP kepada masyarakat kelurahan sasaran. Dalam jangka panjang, BKM merupakan forum yang bertugas mengelola berbagai persoalan kehidupan masyarakat yang bersangkutan, khususnya persoalan-persoalan yang berkaitan dengan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan secara berkelanjutan.

Tujuan pembentukan BKM adalah untuk menumbuhkan kembali solidaritas sosial sesama warga agar dapat bekerja sama secara demokratis, sehingga mampu membangun kembali masyarakat yang mandiri.

2.2.7 Unit Pengelola Keuangan (UPK)

a. Merupakan salah satu unit pelaksana yang dibentuk oleh BKM dan berada dibawah BKM.


(57)

b. UPK bertugas sebagai pengelola keuangan BKM. c. UPK bertugas melayani peminjam kelompok (KSM).

d. Ketua UPK adalah bendahara BKM, sangat dianjurkan ketua UPK adalah seorang perempuan.

2.2.8 Forum Konsultasi Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan

a. Keberadaan Forum Konsultasi hanya bersifat anjuran, bukan keharusan.

b. Forum ini anggotanya diharapkan terdiri atas wakil-wakil badan-badan pemerintahan, non pemerintah, organisasi masyarakat, badan keagamaan, dunia usaha, LSM, perguruan tinggi serta perorangan, yang mempunyai kepedulian terhadap penanggulangan kemiskinan di perkotaan.

c. Peran forum ini adalah menjembatani hubungan antara pelaksana program dengan pihak-pihak yang menjadi peserta forum dan melindungi prakarsa Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan dari intervensi inisiatif-inisiatif lain, baik dari kalangan lembaga pemerintah maupun non pemerintah, yang berperan pada bidang yang sama namun tidak sejalan sifat dan tujuannya dengan proyek ini.

Lokasi Sasaran Penerima Bantuan

Lokasi sasaran penerima bantuan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan difokuskan pada satuan pemukiman kelurahan


(58)

satuan pemukiman mempunyai makna yang penting mengingat disinilah muncul kebersamaan dan kesepakatan atas dasar kepentingan bersama.

Satuan hunian dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut :

a. Keberadaan satuan pemukiman tidak terlepas dari fungsi-fungsi sekitarnya serta struktur fisik prasarana dan sarana yang merupakan bagian dari sistem struktur yang lebih besar.

b. Seluruh kota (besar, sedang, kecil) dapat dijadikan lokasi sasaran Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan. Namun untuk tahap pertama, lokasi sasaran Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan dibatasi dan ditetapkan berdasarkan hasil pengolahan data dan pemetaan kelurahan-kelurahan miskin yang berlokasi di kota.

Strategi Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan

Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan memadukan beberapa strategi yang pernah diterapkan pada program-program penanggulangan kemiskinan terdahulu, khususnya yang diselenggarakan dikawasan perkotaan, diantaranya:

a. Penyelenggara konsep Tridaya (sosial, ekonomi dan lingkungan). b. Pemberian dana hibah untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar

lingkungan, serta pinjaman dan bergulir untuk modal kerja kegiatan produktif.

c. Penyelenggaraan pelatihan keterampilan yang dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk dapat membuka usaha baru.


(59)

d. Peningkatan partisipasi aktif masyarakat agar inisiatif mereka dapat ditumbuhkan dan diwujudkan.

e. Pendampingan pada KSM.

Asas Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan

Dalam penyelenggaraan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan semua pihak terkait harus menjunjung tinggi dan berpedoman pada asas-asas sebagai berikut :

a. Keadilan b. Kejujuran

c. Kesetaraan kaum laki-laki dan perempuan d. Kemitraan

e. Kesederhanaan

Prinsip Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan

Setiap pihak yang terkait dan terlibat dalam pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan harus pula bertindak dengan mengingat prinsip-prinsip berikut :

a. Demokrasi b. Partisipasi c. Transparasi d. Akuntabilitas


(60)

Organisasi Pelaksana

Dalam pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan, dibentuk beberapa tim pada tingkatan sebagai berikut :

a. Tingkat Pusat : tim koordinasi Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan pusat dibantu oleh secretariat pusat dengan unsur departemen terkait dan Konsultan Manajemen Pusat (KMP) serta Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) di daerah.

b. Tingkat Kabupaten : tim koordinasi daerah kabupaten atau kota dibentuk untuk membina PJOK di wilayah bersangkutan.

c. Tingkat Kelurahan : dikembangkan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) beranggotakan tokoh masyarakat, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan warga kelurahan.

KSM selaku penerima bantuan dan pelaksana pembangunan didampingi fasilitas kelurahan. KMW sebagai bantuan teknis pada masyarakat bekerja di Satuan Wilayah Kerja (SWK) yang terdiri dari beberapa kabupaten dan kota (Anonim, 1999:15).

Pengelompokan SWK dilakukan atas dasar beberapa pertimbangan antara lain :

a. Keterpaduan dengan kawasan pengembangan daerah, dan b. Jangkauan geografis agar memudahkan koordinasi program

Tahap I pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan dibagi dalam beberapa SWK, antara lain :


(61)

b. Jawa Barat : SWK III dan SWK IV c. Jawa Tengah : SWK V dan SWK VI d. D.I. Yogyakarta : SWK VII

e. Jawa Timur : SWK VIII dan SWK IX

Dalam pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan, dibentuk tim koordinasi pada beberapa tingkatan, yaitu sebagai berikut :

1. Ditingkat pusat dibentuk tim koordinasi Program penanggulangan Kemiskinan Perkotaan pusat terdiri atas unsur-unsur Badan Pembangunan Nasional (Bappenas), Departemen Pemukiman dan pengembangan Wilayah.

2. Dan untuk keperluan operasional dan administrasi, tim koordinasi Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan pusat membawahkan secretariat Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan pusat yang terdiri atas unsur-unsur departemen terkait.

3. Pengolahan proyek dilakukan oleh Project Management Unit (PMU) yang dibantu oleh pemimpin proyek. Untuk membantu koordinasi dan pengolahan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan pada tingkat pusat, dipilih lembaga konsultan yaitu Konsultan Manajemen Pusat (KMP).

4. Dan untuk koordinasi dan pengolahan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan pada tingkat wilayah atau Satuan Wilayah Kerja (SWK) yaitu Konsultan Manajemen Wilayah (KMW). Dan


(62)

KMW dibantu oleh Faskel (Fasilitator Kelurahan) yang bertugas sebagai pemilih dan pembina kader masyarakat untuk dijadikan sebagai anggota Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) ataupun Kelompok Keswadayaan Masyarakat (KSM).

5. Dan pada tingkat kelurahan dibentuk BKM dan KSM sebagai penggerak, pengelola dan pelaksana Program serta sebagai penerima bantuan dan diawasi serta disahkan oleh PJOK.

Pendanaan

Ada beberapa ketentuan mengenai pendanaan subproyek, yaitu sebagai berikut :

1. Keberadaan UPK (Unit Pengelola Keuangan) yang merupakan dari bagian BKM yang bertugas sebagai pengelola dana di kelurahan.

2. Kantor Bank yang ditunjuk sebagai penyalur dana diberi tahu oleh PJOK tentang jumlah lokasi dana sebuah kelurahan. BKM akan membuka rekening dan menyerahkan contoh tanda tangan ketua bendaharanya di kantor Bank yang bersangkutan. Dan Bank akan menerima penyaluran dana tahap I setelah stelah BKM dan PJOK menendatangani lampiran-lampiran, dan menyampaikan pada KPPKN meminta BI untuk mentransfer dana yang diperlukan ke kantor Bank yang dituju.

3. Pencairan dana dilakukan secara tiga tahap yaitu dana tahap awal 40 %, tahap II 40 %, dan terakhir 20 %.


(63)

4. Bank dapat mencairkan dana setelah contoh tanda tangan yang dimiliki cocok dengan tanda tangan ketua dan bendaharawan BKM.

5. Pembayaran untuk KMP dan KMW dilakukan di KPPKN Jakarta atas pengesahan pimpinan proyek, dan

6. PJOK didanai dari APBN yang disediakan dari proyek ini.

Peran Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan

Peran serta pelaksana Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan pada dasarnya dibagi dalam 2 (dua) kelompok yaitu stake holder pemerintah dan stake holder masyarakat.

Namun dari sisi funsi masing-masing pelaku Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan, maka stake holder masyarakat dapat dibagi menjadi 2 kelompok, antara lain : stake hoder professional (konsultan, perguruan tinggi, dan LSM) bergabung dalam KMW, KMP, KME dan stake holder masyarakat penerima bantuan.

Peran masing-masing stake holder secara umum dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Peran stake holder pemerintah :

1. Menyukseskan pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan sebagai program pemberdayaan yang diprakarsai oleh pemerintah.

2. Memberikan legitimasi pada pelakunProgram Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan


(64)

3. Menjadi wasit apabila timbul persoalan yang memerlukan fungsi penengah

4. Mendorong dan menerapkan para pelaku

5. Memberikan masukan dan mengendalikan khusus pembangunan fisik agar terintegrasi dengan program pembangunan lainnya. b. Peran stake holder professional :

1. Membantu tim koordinasi pusat dalam aspek teknis dan manajerial untuk tercapainya sasaran program

2. Memfasilitasi dan koordinasi kegiatan BKM dan KSM 3. Manyiapkan system manajemen informasi berbasis komputer

4. Memfasilitasi pelayanan konsultan serta menjami agara setiap masukan dapat terintegrasi ke dalam proyek

c. Peran stake holder masyarakat :

1. Melakukan koordinasi dan pemantauan kegiatan KSM 2. Evaluasi dan menetapkan kegiatan-kegiatan KSM

3. Mengelola dana bantuan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan

4. Menyebarluaskan informasi (Anonim, 1999:16).

Sistem Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan pelaksanaan kegiatan masyarakat baik bersifat fisik maupun non fisik dalam Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan diupayakan tidak mengganggu upaya pemandirian masyarakat mengatasi kemiskinan melalui pengokohan kelembagaan di komunitas.


(65)

Namun pelaksanaan kegiatan harus tetap berjalan dengan prinsip akuntabilitas sehingga para pelaku bertanggung jawab terhadap hasil kegiatannya. Hal ini juga dilakukan merspon tuntutan dari lembaga honor untuk dapat memperoleh informasi seluas-luasnya dengan cepat.

a. Sistem pengawasan dan pengendalian (Wasdal)

Dalam sistem pengawasan dan pengendalian masing-masing stake holder (pemerintah – professional – penerima bantuan – masyarakat) melakukan wasdal sesuai dengan peran dalam Program Penanggulangan Kemiskinan Perkoataan. Khususnya untuk masyarakat, program pemberdayaan ini sangat mengandalkan peran “social control” dalam masyarakat yang dirasakan bermanfaat mendukung keberhasilan sasaran program.

b. Sistem pelaporan pelaksanaan

Dalam rangka penyebarluasan informasi dan pengendalian sasaran program diperlukan system pelaporan yang sesuai dengan kebutuhan program, baik dari sisi jenis laporan dan frekuensi laporan.

1. Lembaga struktural pemerintah : laporan berkala struktural

2. Lembaga fungsional Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan : laporan khusus, laporan dua mingguan dan laporan pelaksanaan.

Khusus untuk laporan keuangan sesuai dengan kewajiban Executive Agency, maka PMU Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan diharuskan mengirimkan laporan-laporan ke lembaga donor.


(66)

Frekuensi pengiriman laporan pemeriksaan ini ditetapkan dalam perjanjian pinjaman paling lambat 6 bulan setelah tahun anggaran berjalan.

2.3 Kerangka Pikir

Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan adalah program pemerintah yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan agar dapat memperkecil jumlah penduduk miskin serta mengurangi tempat-tempat daerah tertinggal guna untuk mengembangkan pembangunan ekonomi di daerah perkotaan. Di samping akibat keterpurukan ekonomi yang menyebabkan semakin banyak penduduk miskin. Kemiskinan juga terjadi akibat dari ketidakmampuan penduduk itu sendiri.

Dalam mengembalikan kondisi lingkungan karena rendahnya kualitas SDM (Sumber Daya Manusia). Kualitas SDM yang rendah mengakibatkan kemampuan permodalan menjadi rendah karena tidak memiliki keterampilan teknis yang tidak berkembang yang akhirnya mengakibatkan pendapatan yang diterima juga rendah dan dampak yang diharapkan dari program penanggulangan kemiskinan perkotaan diantaranya dapat meningkatkan kualitas SDM dan kemampuan permodalan dengan peningkatan SDM dan kemampuan permodalan diharapkan dapat mengembangkan usaha sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, adapun paradigma kerangka pikir adalah sebagai berikut :


(67)

Gambar I

Kerangka Pemikiran : Efektifitas Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan Terhadap Tingkat Pendapatan Masyarakat Dengan Bantuan Modal di Surabaya.

Sumber : Penulis Program

P2KP

Penduduk Miskin di Kota Surabaya

Sebelum adanya program P2KP

Setelah adanya program P2KP

Kwalitas SDM dan modal Kwalitas SDM

dan modal

Bidang usaha maju Bidang usaha

sempit / kecil

Pengujian hipotesis :

 Diduga terdapat peningkatan pendapatan masyarakat miskin antara sebelum dan sesudah adanya Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP).


(1)

94 5.1 Kesimpulan

Dalam bab ini akan dikemukakan kesimpulan bahwa dari penelitian yang dilakukan, yaitu:

a. Berdasarkan analisis uji statistik beda rata-rata diketahui besarnya

t

hitung adalah sebesar 32,807 sedangkan besarnya

t

tabel adalah sebesar 1,860 yang berarti

t

hitung >

t

tabel dan berada di daerah penolakan Ho

b. Dengan adanya hipotesis yang menyatakan bahwa diduga ada perbedaan yang nyata antara pendapatan sebelum menerima bantuan dana Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan dengan pendapatan setelah menerima bantuan dana Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan, berarti telah teruji kebenarannya yang artinya pendapatan penduduk miskin dibeberapa kelurahan yang telah menjadi sampel penelitian tersebut setelah adanya Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan mengalami peningkatan karena dengan bantuan modal yang diberikan oleh pemerintah melalui Program Penanggulangan Kemiskinan ini berarti ada perbedaan antara pendapatan sebelum menerima bantuan dana Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan dengan pendapatan sesudah menerima bantuan dana Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan.


(2)

Perkotaan dapat meningkatkan kemampuan permodalan, mengembangkan usaha sehingga dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh yaitu terdapat perbedaan antara pendapatan masyarakat sebelum menerima bantuan dana Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan dan pendapatan masyarakat setelah menerima bantuan dana Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan, maka saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut :

a. Perlu ditingkatkan lagi kualitas, dan penggalakan tentang betapa pentingnya pendidikan itu terhadap masyarakat miskin terutama pada saat ini, oleh sebab itu diperlukan adanya motivasi dan dorongan serta cara-cara atau pemikiran yang mudah dipahami oleh mereka.

b. Harus lebih transparasi dalam pengelolaan dananya agar masyarakat mengetahui lebih banyak tentang manfaat dan kesungguhan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan di perkotaan.

c. Pengelolaan dana harus dispesifikasikan lebih mendetail atau rinci dan tepat sasaran serta birokrasi mekanisme pelaksanaan program agak sedikit dipermudah.

d. Pensosialisasian arti, tujuan dan pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan terhadap masyarakat harus lebih ditingkatkan terutama pada masyarakat miskin.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Rukminto, Isbandi. 2005. Kemiskinan Multidimensi. Makarah, Sosial, Humoniora, Vol.9, No.1, Juni 2005 27-33. Jurnal.

Anonim. 1999. Bahan Bacaan Modul Pelatihan UPK BKM (Unit Pengelola

Keuangan Badan Keswadayaan Masyarakat). Kantor Badan

Keswadayaan Masyarakat. Surabaya.

_______. 1999. Penjelasan Umum Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan. Cetakan Kedua. Kantor Badan Keswadayaan Masyarakat. Surabaya.

_______. 1999. Petunjuk Teknis Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan. Buku Dua. Kantor Badan Keswadayaan Masyarakat. Surabaya.

_______. 1999. Pedoman Khusus Extention P2KP-1. Cetakan Revisi. Kantor Badan Keswadayaan Masyarakat. Surabaya.

_______. 1999. Pedoman Khusus Exit Strategi P2KP-I Tahap I. Badan Keswadayan Masyarakat. Surabaya.

_______. 2007. Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan 2007, Badan Pusat Statistik.

_______. 2007. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2007. Badan Pusat Statistik.

_______. 2009. Data Kemiskinan Kota Surabaya Tahun 2009. Kantor BAPEMAS dan KB. Surabaya.


(4)

_______. 2009. Pemetaan kemiskinan dan Strategi Pengentasannya Berbasis Institusi Lokal dan Berkelanjutan di Era Otonomi Daerah di Provinsi

Sumatra Barat. Jurnal

_______. 2009. Profil kemiskinan Jawa Timur Maret 2008 Oleh Badan Statistik Provinsi Jawa Timur. Pemerintah Daerah Jawa Timur. Artikel.

_______. 2009. Tahun 2008 Penduduk Miskin Turun 2,21 Juta. Ekonomi dan Bisnis. Artike

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan. Edisi Keempat. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

Bayo, Andre. 1981. Kemiskinan & Strategi Memerangi Kemiskinan. Yogyakarta: Liberty.

Burhan, Bungin, 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Cetakan Kedua. Jakarta: Prenada Media Group.

Hadi, Sutrisno. 2004. Metodologi research. Jilid 1. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Hasan, Iqbal. 2003. Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferensif). Edisi

Kedua. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Irawan dan Suparmoko. 2002. Ekonomika Pembangunan. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UGM.


(5)

Kuncoro, Mudrajad. 2006. Ekonomika Pembangunan; Teori, Masalah dan Kebijakan. Cetakan Keempat. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Muchtar. 2009. Strategi Pemberdayaan Berbasis Kelembagaan Lokal Dalam Penanganan Kemiskinan Perkotaan Kasus Implementasi P2KP di

Desa Sukadanau. Jurnal

Rizky dan Majidi. 2009. Misteri penurunan Angka Kemiskinan di Indonesia. Artike

Salim,et.al. 2008. Prospek Peningkatan Kualitas Ruang Perumahan Dan Permukiman Yang Berbasis Pada Komunitas. ITB J. Vis. Aft & Des. Vol. 2, No. 1, 2008, 16-32. Jurnal

Sijabat, Saudin. 2008. Potret Iklim Usaha Pemberdayaan UMKM. INFOKOP VOL 16-SEPTEMBER 2008: 1-17. Jurnal

Soekamto, Hadi, dkk. 2009. Partisipasi Masyarakat Dalam Penanggulangan Kemiskinan (Studi Implementasi Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan di Kel. Bandulan Kec. Sukun Kota Malang).

Jurnal

Sudantoko, Djoko, dkk. 2009. Dasar-Dasar Pengantar Ekonomi Pembangunan. Cetakan Pertama. Jakarta: PT. PP. Mardi Mulyo.

Sudarwati, Ninik. 2009. Kebijakan Pengentasan Kemiskinan; Mengurangi Kegagalan Penanggulangan kemiskinan. Cetakan Pertama. Malang: INTIMEDIA.

Suharto, Edi. 2009. Pendampingan Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat


(6)

Sukirno, Sadono. 2006. Makro Ekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Suyanto, Bagong, dkk. 2005. Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial: Ketika Pembangunan Tak Berpihak Kepada Rakyat Miskin. Cetakan Pertama. Surabaya: Airlangga University Press.

Yasa, Murjana. 2009. Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Partisipasi Masyarakat Provinsi Bali. Jurnal Ekonomi dan Sosial. Jurnal.