Peningkatan minat mengikuti kegiatan bimbingan klasikal melalui game edukatif dengan media puzzle pada siswa kelas XI IIS SMA Stella Duce Bantul tahun pelajaran 2014/2015.

(1)

ABSTRAK

PENINGKATAN MINAT MENGIKUTI KEGIATAN BIMBINGAN KLASIKAL MELALUI GAME EDUKATIF DENGAN MEDIA PUZZLE

PADA SISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE BANTUL TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Yosef Fajar Aji Pamungkas Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling (PTBK). PTBK dapat diartikan sebagai proses pengkajian masalah pemberian layanan bimbingan di dalam kelas dan upaya memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang sesuai. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan minat siswa dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal melalui metode game edukatif dengan media puzzle.

Penelitian ini dilakukan di SMA Stella Duce Bantul. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI IIS SMA Stella Duce Bantul dengan jumlah 32 siswa. Penelitian ini dilakukan dalam 3 siklus. Setiap siklus beralokasi waktu 1x45 menit, setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dengan observasi, skala minat, dan wawancara. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kuantitatif.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah minat siswa dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal melalui penerapan game edukatif dengan media puzzle meningkat dari kondisi awal sebelum diberi tindakan adalah 53, menjadi 61,9 pada siklus I, meningkat menjadi 63,5 pada siklus II, dan pada siklus III menjadi 64. Dari hasil uji t, peningkatan minat dari kondisi awal dan siklus I menunjukkan signifikasi 0,000<0,05 yang berarti bahwa minat siswa dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal melalui penerapan game edukatif dengan media puzzle mengalami peningkatan secara signifikan. Pada uji t minat siswa siklus I dan siklus II menunjukkan signifikasi 0,368>0,05 yang berarti bahwa minat siswa dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal melalui penerapan game edukatif dengan media puzzle tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Pada siklus II dan siklus III menunjukkan signifikasi 0,737>0,05 yang berarti bahwa minat siswa dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal melalui penerapan game edukatif dengan media puzzle tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Hal ini terjadi karena capaian skor minat pada siklus I telah mencapai skor maksimal, sehingga meskipun terdapat peningkatan skor di siklus I ke siklus berikutnya tidak mengalami peningkatan yang signifikan.


(2)

ABSTRACT

THE IMPROVEMENT OF INTEREST FOLLOWING THE GUIDANCE OF CLASSICAL ACTIVITY THROUGH EDUCATIVE GAME WITH PUZZLE AS THE

MEDIA IN STUDENT GRADE XI IIS STELLA DUCE HIGH SCHOOL, BANTUL ACADEMIC YEAR 2014/2015

Yosef Fajar Aji Pamungkas Sanata Dharma University

2015

This study is an action research Counseling (PTBK). PTBK can be interpreted as an assessment process guidance service delivery problem in the classroom and attempts to solve the problem by doing a variety of appropriate action. The research objective is to increase students' interest in participating classical guidance activity through the methods of educative game with puzzle as the media.

This research was conducted at Stella Duce High School in Bantul. The population in this research is student of grade XI IIS Stella Duce High School in Bantul with a number of 32 students. This research was conducted in three cycles. Each cycle takes 1x45 minutes, consisting of planning, implementation, observation, and reflection. Data collection technique in this research is obtained by observation, scale of interest, and interviews. The data which has obtained is analyzed by descriptive quantitative.

The result obtained from this research is the interest of the students in participating classical guidance activity through the methods of educative game with puzzle as the media which increase from the beginning conditions before the given action is 53 becomes 61,9 in the first cycle, 63,5 in the second cycle and in the third cycle becomes 64. From the result of the t test, the increasing of interest from the beginning condition and the first cycle show significance 0.0005 <0.05, which means that students' interest in participating the classical guidance activity through the implementation of an educative game with a puzzle media has increased significantly. In the t test, students` interest in the first and second cycle show significance 0,368>0,05 which means that students' interest in participating classical guidance activity trough the implementation of an educative game with a puzzle media are not increased significantly. In the second and third cycle show the significance 0.737 >0.05, which means that students' interest in participating the classical guidance activity through the implementation of an educative game with a puzzle media are not increased significantly. It happens because the score attainment of interest in the first cycle has reached a maximum score, therefore, even though there is an increasing of score in the first cycle to the next cycle, there is no increase significantly.


(3)

i

PENINGKATAN MINAT MENGIKUTI KEGIATAN BIMBINGAN KLASIKAL MELALUI GAME EDUKATIF DENGAN MEDIA PUZZLE

PADA SISWA KELAS XI IIS SMA STELLA DUCE BANTUL TAHUN PELAJARAN 2014/2015

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh:

Yosef Fajar Aji Pamungkas 111114065

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa (Roma 12:12)

Ketika terjatuh dan mampu bangkit lagi, itu adalah kuat yang sesunggunya.

Kupersembahkan skripsi ini untuk: 1. Tuhan Yesus Kristus

2. Ibu dan Ayah

3. Kakak-kakakku (mb Ambar, mb Beti, mb, Chisna, mb Dyna, mas Elan, mas Agung, mas Bernard, mas Novianto, mas Dave)

4. Dosen Pembimbing (Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si) 5. Sahabat-sahabatku (Bokir, Rydamn, Aap, dan Sigit) 6. Teman-teman Prodi BK USD angkatan 2011


(7)

(8)

(9)

vii ABSTRAK

PENINGKATAN MINAT MENGIKUTI KEGIATAN BIMBINGAN KLASIKAL MELALUI GAME EDUKATIF DENGAN MEDIA PUZZLE

PADA SISWA KELAS XI SMA STELLA DUCE BANTUL TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Yosef Fajar Aji Pamungkas Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling (PTBK). PTBK dapat diartikan sebagai proses pengkajian masalah pemberian layanan bimbingan di dalam kelas dan upaya memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang sesuai. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan minat siswa dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal melalui metode game edukatif dengan media puzzle.

Penelitian ini dilakukan di SMA Stella Duce Bantul. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI IIS SMA Stella Duce Bantul dengan jumlah 32 siswa. Penelitian ini dilakukan dalam 3 siklus. Setiap siklus beralokasi waktu 1x45 menit, setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dengan observasi, skala minat, dan wawancara. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kuantitatif.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah minat siswa dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal melalui penerapan game edukatif dengan media puzzle meningkat dari kondisi awal sebelum diberi tindakan adalah 53, menjadi 61,9 pada siklus I, meningkat menjadi 63,5 pada siklus II, dan pada siklus III menjadi 64. Dari hasil uji t, peningkatan minat dari kondisi awal dan siklus I menunjukkan signifikasi 0,000<0,05 yang berarti bahwa minat siswa dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal melalui penerapan game edukatif dengan media puzzle mengalami peningkatan secara signifikan. Pada uji t minat siswa siklus I dan siklus II menunjukkan signifikasi 0,368>0,05 yang berarti bahwa minat siswa dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal melalui penerapan game edukatif dengan media puzzle tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Pada siklus II dan siklus III menunjukkan signifikasi 0,737>0,05 yang berarti bahwa minat siswa dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal melalui penerapan game edukatif dengan media puzzle tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Hal ini terjadi karena capaian skor minat pada siklus I telah mencapai skor maksimal, sehingga meskipun terdapat peningkatan skor di siklus I ke siklus berikutnya tidak mengalami peningkatan yang signifikan.


(10)

viii ABSTRACT

THE IMPROVEMENT OF INTEREST FOLLOWING THE GUIDANCE OF CLASSICAL ACTIVITY THROUGH EDUCATIVE GAME WITH PUZZLE AS THE

MEDIA IN STUDENT GRADE XI IIS STELLA DUCE HIGH SCHOOL, BANTUL ACADEMIC YEAR 2014/2015

Yosef Fajar Aji Pamungkas Sanata Dharma University

2015

This study is an action research Counseling (PTBK). PTBK can be interpreted as an assessment process guidance service delivery problem in the classroom and attempts to solve the problem by doing a variety of appropriate action. The research objective is to increase students' interest in participating classical guidance activity through the methods of educative game with puzzle as the media.

This research was conducted at Stella Duce High School in Bantul. The population in this research is student of grade XI IIS Stella Duce High School in Bantul with a number of 32 students. This research was conducted in three cycles. Each cycle takes 1x45 minutes, consisting of planning, implementation, observation, and reflection. Data collection technique in this research is obtained by observation, scale of interest, and interviews. The data which has obtained is analyzed by descriptive quantitative.

The result obtained from this research is the interest of the students in participating classical guidance activity through the methods of educative game with puzzle as the media which increase from the beginning conditions before the given action is 53 becomes 61,9 in the first cycle, 63,5 in the second cycle and in the third cycle becomes 64. From the result of the t test, the increasing of interest from the beginning condition and the first cycle show significance 0.0005 <0.05, which means that students' interest in participating the classical guidance activity through the implementation of an educative game with a puzzle media has increased significantly. In the t test, students` interest in the first and second cycle show significance 0,368>0,05 which means that students' interest in participating classical guidance activity trough the implementation of an educative game with a puzzle media are not increased significantly. In the second and third cycle show the significance 0.737 >0.05, which means that students' interest in participating the classical guidance activity through the implementation of an educative game with a puzzle media are not increased significantly. It happens because the score attainment of interest in the first cycle has reached a maximum score, therefore, even though there is an increasing of score in the first cycle to the next cycle, there is no increase significantly.


(11)

ix

KATA PENGANTAR

Penulis mengucap syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan berkatNya yang dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi (Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling) ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Bimbingan dan Konseling Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma. Skripsi ini berjudul “Peningkatan Minat Mengikuti Kegiatan Bimbingan Klasikal Melalui Game Edukatif Dengan Media Puzzle Pada Siswa Kelas XI IIS SMA Stella Duce Bantul Tahun Pelajaran

2014/2015”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini terselesaikan tidak hanya dari usaha dan kerja keras penulis sendiri, melainkan berkat adanya dukungan, bimbingan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Dr. Gendon Barus, M.Si., selaku Kepala Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma dan juga selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu, memberi masukan, motivasi, semangat, serta membantu, membimbing, dan mendampingi penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

3. Drs. Fr. Yuni Wantoro selaku Kepala Sekolah SMA Stella Duce Bantul yang telah memberi ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

4. Dewi Wahyuningsih, S.Pd selaku guru Bimbingan dan Konseling SMA Stella Duce Bantul yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

5. Siswa-siswi kelas XI IIS SMA Stella Duce Bantul tahun pelajaran 2014/2015 yang telah bersedia menjadi subjek dan membantu penulis dalam proses pengumpulan data yang digunakan untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Orangtua dan keluarga yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi, semangat dan doa kepada penulis.

7. Stefanus Pryatmoko selaku petugas di sekretariat BK yang banyak membantu peneliti mengurus berbagai administrasi dan persyaratan untuk menyelesaikan skripsi.


(12)

(13)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………..

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….

HALAMAN PENGESAHAN………

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN………

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………...

ABSTRAK………..

ABSTRACT………

KATA PENGANTAR………

DAFTAR ISI………...

DAFTAR TABEL………...

DAFTAR GRAFIK……….

DAFTAR GAMBAR………..

DAFTAR LAMPIRAN………...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masala………...

B. Rumusan Masalah………...

C. Tujuan Penelitian………

D. Manfaat Penelitian……….. E. Definisi Operasional Variabel….………...

i ii iii iv v vi vii viii ix xi xiv xv xvi xvii 1 3 4 4 5


(14)

xii

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Hakikat Minat

1. Pengertian Minat……….... 2. Macam-Macam Minat……….... 3. Ciri-ciri Minat……….... 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat………. 5. Aspek-Aspek Minat……….... B. Hakekat Bimbingan Klasikal

1. Pengertian Bimbingan………... 2. Bimbingan Klasikal………..……….. 3. Tujuan Bimbingan Klasikal……….………... 4. Manfaat Pelayanan Bimbingan Klasikal………... C. Game Edukatif

1. Pengertian Game Edukatif………...…………... 2. Fungsi Game Edukatif……….………... 3. Manfaat Game……….………... 4. Memilih Permainan Edukatif………... D. Media Puzzle

1. Pengertian Media……….... 2. Penegrtian Permainan Puzzle………. 3. Tujuan Permainan Puzzle………... 4. Manfaat Permainan Puzzle………. 5. Game Edukatif Dengan Menggunakan Media Puzzle………… E. Kerangka Pikir Penelitian………...

F. Hipotesis Tindakan……….

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian………... B. Subjek Penelitian………....

C. Setting Penelitian………....

D. Prosedur Penelitian………. 6 7 8 10 11 14 15 17 18 20 20 22 28 37 38 39 39 40 41 42 43 43 43 44


(15)

xiii

E. Langkah/Tahapan Penelitian……… F. Teknik Pengumpulan Data……….. G. Instrumen Penelitian……….... H. Teknik Analisa Data……….... I. Indikator Keberhasilan………... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian………

1. Proses Pelaksanaan Penelitian………... 2. Hasil Observasi Perilaku Siswa………. 3. Hasil Pengolahan Skala Minat Siswa………....

B. Pembahasan…….……….………

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………...

B. Saran……….

DAFTAR PUSTAKA………

46 49 50 53 60

61 61 72 74 89

93 93


(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kisi-kisi Panduan Observasi Perilaku Siswa……… Tabel 2 Kisi-kisi Skala Minat Siswa……….…… Tabel 3 Wawancara Tidak Terstruktur………... Tabel 4 Kriteria Kategori Subjek dan Butir-butir Minat………... Tabel 5 Rekapitulasi Hasil Kopetensi Validitas Skor Minat….……… Tabel 6 Kriteria Kategori Skor Minat Siswa……….…………..…….. Tabel 7 Kriteria Keberhasilan……… Tabel 8 Penggolongan Capaian Skor Minat Subjek Data Awal……….…... Tabel 9 Penggolongan Capaian Skor Butir-butir Skala Minat Data Awal… Tabel 10 Penggolongan Capaian Skor Minat Subjek Siklus I………... Tabel 11 Penggolongan Capaian Skor Butir-butir Skala Minat Siklus I….. Tabel 12 Penggolongan Capaian Skor Minat Subjek Siklus II…….……… Tabel 13 Penggolongan Capaian Skor Butir-butir Skala Minat Sklus II….. Tabel 14 Penggolongan Capaian Skor Minat Subjek Siklus III……… Tabel 15 Penggolongan Capaian Skor Butir-butir Skala Minat Siklus III.... Tabel 16 Capaian Skor Minat antar Siklus………... Tabel 17 Hasil Uji-t pretest hingga Siklus III………

51 52 53 54 56 58 60 74 75 77 78 80 81 82 83 86 87


(17)

xv

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 Hasil Observasi Perilaku Siswa Kurang Berminat……… Grafik 2 Hasil Observasi Perilaku Siswa Berminat………. Grafik 3 Hasil Pengolahan Data Skala Minat Siswa Data Awal…………. Grafik 4 Hasil Pengolahan Data Skala Minat Siswa Siklus 1………. Grafik 5 Hasil Pengolahan Data Skala Minat Siswa Siklus 2………. Grafik 6 Hasil Pengolahan Data Skala Minat Siswa Siklus 3………. Grafik 7 Perkembangan Butir Minat Siswa antar siklus………...………. Grafik 8 Perkembangan Jumlah Rata-rata Skor Minat Siswa antar siklus..

72 73 76 78 81 84 85 85


(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR


(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Silabus………. Lampiran 2 Satuan Pelayanan Bimbingan……….. Lampiran 3 Lembar Observasi……...………. Lampiran 4 Kuesioner Minat Siswa ………... Lampiran 5 Tabulasi Pengolahan Data Kuesioner………. Lampiran 6 Hasil Uji Validitas Kuesioner………. Lampiran 7 Surat Ijin Penelitian………. Lampiran 8 Surat Keterangan Penelitian……… Lampiran 9 Dokumentasi………...……….

97 98 104 106 107 111 114 115 116


(20)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional variabel penelitian.

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan siswa dipengaruhi oleh orang dan lingkungan di sekitarnya yaitu keluarga, karena keluarga adalah tempat pertama untuk berkembang, bertumbuh, dan belajar. Di keluarga orangtualah yang sangat memberikan pengaruh dalam perkembangan anak, karena kedekatan emosional dan pola asuh. Selain keluarga, sekolah adalah tempat kedua yang berpengaruh dalam perkembangan siswa, di mana siswa berinteraksi dengan cara guru mendidik, pola kepemimpinan guru, sikap-sikap perlakuan guru terhadap siswa, dan pengaruh pergaulan teman sebaya.

Pengaruh sekolah sangat signifikan pada tahap awal pembentukan konsep diri siswa, karena selain di rumah, siswa menghabiskan lebih banyak waktu di sekolah daripada di tempat lainnya. Kegiatan di sekolah lebih diprioritaskan untuk meningkatkan nilai akademik siswa. Di sekolah guru adalah panutan para siswa untuk berkembang, seperti kata pepatah Jawa mengatakan “guru digugu lan ditiru” artinya nasehat guru itu ditaati dan perilakunya diteladani. Guru memang menjadi model bagi siswa untuk ditiru, oleh sebab itu guru selayaknya bisa bersifat baik dan kreatif dalam memberikan layanan, khususnya guru BK yang mengajarkan nilai-nilai karakter.

Sekolah Menengah Atas (SMA) Stella Duce Bantul merpakan sekolah yang mengutamakan nilai kehidupan karena mengajarkan nilai-nilai karakter dalam mendidik siswa. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberikan pendampingan dalam mengembangakan kepribadian siswa secara lebih mendalam dan intensif. Keikutsertaan


(21)

siswa secara aktif dalam kegiatan bimbingan klasikal diharapkan dapat memberikan banyak manfaat bagi para siswa, secara khusus dalam hal pengembangan kepribadian.

Dalam layanan bimbingan kelas yang berfokus pada pengembangan nila-nilai karakter atau kepribadian, guru BK harus mengusahakan strategi penyampaian yang menyenangkan, konstruktif, dan kreatif melalui pendekatan belajar menggunakan pengalaman (experiential learning). Layanan bimbingan kelas akan menjadi kegiatan yang membosankan dan tidak menarik bagi siswa jika cara penyampaiannya monoton dan mengandalkan ceramah. Bimbingan klasikal yang menggunakan metode ceramah cenderung diabaikan siswa dan membosankan. Siswa kehilangan minat antara lain ditandai dengan perilaku siwa yang membolos, mengantuk, cenderung ngobrol dengan temannya, dan main HP (hand phone).

Penelitian ini mencoba menggunakan strategi baru, yaitu bimbingan klasikal dengan menggunakan game edukatif. Bermain merupakan salah satu kata yang cukup akrab di telinga kita. Bermain sangat efektif digunakan dalam kegiatan belajar mengajar maupun bimbingan klasikal karena dunia siswa masih akrab dengan aktivitas bermain. Dengan bermain diharapkan siswa bisa meningkatkan minat dan termotivasi untuk meningkatkan aktivitas dalam mengikuti bimbingan klasikal. Dunia bermain tidak lepas dari siswa. Vygotsy (Tedjasaputra, 2007) menyatakan bahwa bermain mempunyai peran langsung terhadap perkembangan kognisi siswa. Salah satu cara bermain dengan menggunakan game edukatif. Game edukatif sangat penting bagi perkembangan seseorang, karena game memiliki banyak manfaat bagi siswa maupun guru.

Modus game edukatif sangat beragam, salah satunya ialah menggunakan media puzzle. Metode game edukatif ini memberikan daya tarik untuk anak, karena permainannya yang unik dan menuntut anak untuk lebih aktif. Permainan puzzle juga bermanfaat untuk mengasah otak anak, membangun kreatif, dan belajar memecahkan


(22)

masalah. Diperlukan kreativitas dalam menyusun kepingan-kepingan puzzle untuk menjadi sebuah bentuk yang bermakna sehingga anak terlibat aktif dan mengembangkan kemampuan emosionalnya. Game edukatif dapat menjadi salah satu metode yang efektif dan menarik bagi siswa dalam mengikuti layanan bimbingan klasikal.

Penerapan game edukatif menggunakan media puzzle merupakan salah satu cara untuk menarik minat siswa agar lebih aktif dalam mengikuti bimbingan klasikal. Fungsi dari permainan puzzle adalah meningkatkan daya kreatif dan melatih kesabaran secara emosional. Selain itu, siswa juga mudah menangkap isi materi bimbingan klasikal.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian tindakan Bimbingan dan Konseling mengenai Peningkatan Minat Mengikuti Kegiatan Bimbingan Klasikal Melalui Game Edukatif dengan Media Puzzle, diharapkan dengan cara ini minat siswa mengikuti bimbingan klasikal dapat meningkat.

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari beberapa kondisi yang melatarbelakangi penelitian ini, dirumuskan permasalahan yang menjadi fokus sorot PTBK sebagai berikut:

1. Apakah minat siswa dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal dapat ditingkatkan melalui game edukatif bermedia puzzle pada siswa kelas XI IIS SMA Stella Duce Bantul?

2. Seberapa tinggi peningkatan minat siswa dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal melalui metode game edukatif bermedia puzzle pada setiap siklusnya?

3. Apakah terdapat peningkatan yang signifikan minat siswa dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal melalui metode game edukatif bermedia puzzle antar siklus?


(23)

C. Tujuan Penelitian

1. Meningkatkan minat siswa dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal dapat ditingkatkan melalui game edukatif bermedia puzzle pada siswa kelas XI IIS SMA Stella Duce Bantul.

2. Membandingkan hasil ukur peningkatan minat siswa dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal melalui metode game edukatif bermedia puzzle pada setiap siklusnya.

3. Mengetahui ada tidaknya peningkatan yang signifikan minat siswa dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal melalui metode game edukatif bermedia puzzle antar siklus.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan dan mengembangkan kreatifitas dalam memberikan bimbingan klasikal.

2. Manfaat Praktis a. Bagi guru BK

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh guru BK sebagai dasar untuk memberikan layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan game edukatif dengan menggunakan media puzzle.

b. Bagi peneliti

Prosedur penelitian ini memberi kesempatan kepada peneliti untuk berlatih mengaplikasikan prosedur penelitian tindakan dalam Bimbingan dan Konseling guna meningkatkan minat siswa dalam mengikuti bimbingan klasikal melalui penerapan metode game edukatif dengan menggunakan media puzzle.


(24)

c. Bagi siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan minat siswa dalam mengikuti bimbingan klasikal.

d. Bagi peneliti lain

Prosedur penelitian ini dapat digunakan oleh peneliti lain untuk mengaplikasikan metode game edukatif dengan media puzzle untuk meningkatkan minat siswa mengikuti suatu kegiatan.

E. Definisi Operasional Variabel

1. Bimbingan klasikal adalah salah satu pelayanan dasar bimbingan yang dirancang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didik dikelas, cara dimana konselor memberikan pelayanan bimbingan ini kepada seluruh peserta didik.

2. Minat mengikuti layanan bimbingan klasikal adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada kegiatan bimbingan klasikal, tanpa ada yang menyuruh.

3. Game edukatif adalah permainan yang mengajarkan nilai-nilai pendidikan yang berguna dalam merangsang pengembangan daya pikir. Bahasa sederhannya game edukatif yaitu permainan yang mempunyai unsur mendidik untuk perkembangan peserta didik.

4. Puzzle adalah kepingan-kepingan gamabar/foto sesuatu yang di design menjadi permainan teka-teki atau bongkar pasang, yang digunakan sebagai media pembelajaran.


(25)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

Bab ini memuat mengenai hakikat minat, game edukatif, dan media puzzle, kerangka pikir penelitian, dan hipotesis tindakan.

A. Hakikat Minat 1. Pengertian Minat

Djamarah (2011:166) menjelaskan bahwa minat adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas. Seseorang yang berminat terhadap suatu aktivitas akan memperhatikan aktivitas itu secara konsisten dengan rasa senang.

Slameto (2010:180) menyatakan bahwa minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat. Menurut Ahmadi (2003:151) minat adalah sikap jiwa orang seorang termasuk ketiga fungsi jiwanya (kognisi, konasi, emosi), yang tertuju pada sesuatu, dan dalam hubungan itu unsur perasaan yang terkuat.

Hurlock (1993:113) menjelaskan bahwa:

Minat adalah sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan apa yang ingin dilakukan ketika bebas memilih. Ketika seseorang menilai bahwa sesuatu akan bermanfaat, maka ia akan menjadi berminat, kemudian hal tersebut akan mendatangkan kepuasan. Ketika kepuasan menurun maka minatnya juga akan menurun. Sehingga minat tidak bersifat permanen, tetapi minat bersifat sementara atau dapat berubah-ubah.


(26)

Berdasarkan beberapa pengertian minat menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa minat adalah kecenderungan psikologis yang berlangsung secara terus menerus dan didasari rasa senang, suka atau tertarik terhadap suatu objek atau aktivitas yang mendatangkan suatu kepuasan bagi dirinya.

2. Macam-macam Minat

Menurut Surya (dalam Siva, 2012:2) macam-macam minat adalah sebagai berikut:

a. Minat volunter adalah minat yang timbul dari dalam diri siswa tanpa adanya pengaruh dari luar.

b. Minat involunter adalah minat yang timbul dari dalam diri siswa dengan adanya pengaruh situasi yang diciptakan oleh guru.

c. Minat nonvolunter adalah minat yang timbul dari dalam diri siswa secara paksa atau diharuskan.

Secara konseptual, Krap (dalam Siva, 2012:2) mengkategorikan minat siswa menjadi tiga dimensi:

a. Minat personal

Minat personal terkait erat dengan sikap dan motivasi siswa atas mata pelajaran tertentu, apakah dia tertarik atau tidak, apakah dia senang atau tidak senang dan apakah dia memiliki dorongan yang keras dari dalam dirinya untuk menguasai mata pelajaran tersebut. Minat personal menjurus kepada minat siswa yang lebih permanen dan stabil serta dapat dikategorikan sebagai karakteristik khas dari diri


(27)

siswa. Minat personal identik dengan minat intrinsik siswa yang mengarah kepada minat khusus pada mata pelajaran seperti: olahraga, sains, musik, kesusateraan, komputer, akuntansi, ekonomi, dan lain sebagainya.

b. Minat Situasional

Minat situasional menjurus kepada minat siswa yang tidak stabil dan relatif berubah-ubah tergantung pada faktor rangsangan dari luar dirinya. Misalnya, suasana kelas, cara mengajar guru, dorongan keluarga. Jika berkelanjutan secara jangka panjang, minat situasional akan berubah menjadi minat personal atau minat psikologis, tergantung kepada dorongan dan rangsangan yang ada.

c. Minat Psikologikal

Minat psikologikal erat kaitannya dengan adanya sebuah interaksi antara minat personal dan minat situasional yang terus menerus dan berkesinambungan. Jika siswa memiliki pengetahuan yang cukup tentang suatu mata pelajaran, dan mempunyai peluang untuk mendalaminya dalam aktivitas yang terstruktur (di kelas), atau pribadi (di luar kelas) serta punya penilaian yang tinggi atas mata pelajaran tersebut maka dapat dinyatakan bahwa siswa memiliki minat psikologikal.

3. Ciri-ciri Minat

Menurut Hurlock (1978:115) ciri-ciri minat adalah sebagai berikut. a. Minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik dan mental.


(28)

Minat di semua bidang berubah selama terjadi perubahan fisik dan mental. Pada waktu pertumbuhan terlambat dan kematangan dicapai, minat menjadi lebih stabil. Mereka yang lambat matang akan menghadapi masalah sosial karena minat mereka masih berupa minat anak, sedangkan minat teman sebaya mereka sudah termasuk dalam minat remaja.

b. Minat bergantung pada kesiapan belajar.

Anak-anak tidak dapat mempunyai minat sebelum mereka siap secara fisik dan mental.

c. Minat bergantung pada kesempatan belajar

Kesempatan untuk belajar bergantung pada lingkungan, baik anak-anak maupun dewasa, yang menjadi bagian dari lingkungan anak.

d. Perkembangan minat mungkin terbatas

Ketidakmampuan fisik dan mental serta pengalaman sosial yang terbatas akan membatasi minat anak. Misalnya, pada anak yang memiliki cacat fisik, anak tersebut tidak mungkin mempunyai minat yang sama seperti dengan teman sebayanya yang memiliki perkembangan fisik normal.

e. Minat dipengaruhi budaya

Kelompok budaya di sekitar anak-anak memberikan kesempatan kepada anak untuk menekuni minat yang sesuai bagi mereka dan tidak diberi kesempatan untuk menekuni minat yang dianggap tidak sesuai bagi mereka.

f. Minat berbobot emosional

Bobot emosional merupakan aspek afektif dari minat yang menentukan kekuatannya. Bobot emosional yang tidak menyenangkan


(29)

akan melemahkan minat seorang siswa. dan sebaliknya, jika bobot emosional seorang siswa menyenangkan maka akan memperkuat minat seorang siswa tersebut.

g. Minat egosentris

Minat itu egosentris. Minat akan menuntun anak ke arah tujuannya. Misalnya, minat anak pada kegiatan ekstrakurikuler, kemampuan mereka dalam suatu kegiatan ekstrakurikuler menjadi langkah penting untuk menuju kedudukan yang baik dan menguntungkan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat

Slameto (2010:54) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi minat siswa, yaitu:

a. Faktor Intern

1) Faktor jasmaniah, seperti faktor kesehatan dan cacat tubuh.

2) Faktor psikologis, seperti intelegensi, perhatian, bakat, kematangan, dan kesiapan.

b. Faktor Ekstern

1) Faktor keluarga, seperti cara orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, dan latar belakang kebudayaan.

2) Faktor sekolah, seperti metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar penilaian di atas ukuran, keadaan gedung, dan tugas rumah.


(30)

5. Aspek-aspek Minat

Menurut Hurlock (1978:116) aspek-aspek minat adalah sebagai berikut.

a. Aspek kognitif

Konsep yang dikembangkan siswa mengenai bidang yang berkaitan dengan minat. Misalnya, aspek kognitif dari minat anak terhadap sekolah. Mereka menganggap sekolah sebagai tempat mereka dapat belajar tentang hal-hal yang telah menimbulkan rasa ingin tahu mereka dan tempat mereka mendapat kesempatan untuk bergaul dengan teman sebaya yang tidak didapat pada masa prasekolah. Minat mereka terhadap sekolah akan sangat berbeda dibandingkan bila minat itu didasarkan atas konsep sekolah yang menekankan frustasi dan pengekangan oleh peraturan sekolah dan kerja keras untuk menghafal pelajaran.

Konsep yang membangun aspek kognitif minat didasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang dipelajari di rumah, di sekolah, dan di masyarakat, serta dari berbagai jenis media massa. Dari sumber tersebut anak belajar apa saja yang akan memuaskan kebutuhan mereka dan yang tidak.

b. Aspek afektif

Bobot emosional konsep yang membangun aspek kognitif minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan oleh minat. Seperti halnya apek kognitif, aspek afektif berkembang dari pengalaman pribadi, dari sikap orang yang penting (yaitu orangtua, guru, dan teman sebaya) terhadap kegiatan yang berkaitan dengan minat tersebut, dan dari


(31)

sikap yang dinyatakan atau tersirat dalam berbagai bentuk media massa terhadap kegiatan itu.

Kedua aspek, yang kognitif dan yang afektif, penting perannya dalam menentukan apa yang akan dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh anak, dan jenis penyesuaian pribadi dan sosial mereka, aspek afektif lebih penting daripada aspek kognitif karena dua alasan. Pertama, aspek afektif mempunyai peran yang lebih besar dalam memotivasi tindakan daripada aspek kognitif. Suatu bobot emosional positif dari minat memperkuat minat itu dalam tindakan. Kedua, aspek afektif minat, sekali terbentuk, cenderung lebih tahan terhadap perubahan dibanding dengan aspek kognitif. Oleh sebab itu, mengingat pengaruh minat pada perilaku dan pada penyesuaian pribadi dan sosial dalam perkembangan minat, perhatian yang lebih besar harus diberikan pada pengembangan bobot emosional positif dari minat ini, ketimbang pada aspek kognitifnya. Minat adalah sebuah aspek psikologis yang dipengaruhi oleh pengalaman afektif yang berasal dari minat itu sendiri.

Aspek-aspek minat dijelaskan oleh Pintrich dan Schunk (1996:304) sebagai berikut:

a. Sikap umum terhadap aktivitas (general attitude toward the activity), yaitu perasaan suka tidak suka, setuju tidak setuju dengan aktivitas, umumnya terhadap sikap positif atau menyukai aktivitas.

b. Kesadaran spesifik untuk menyukai aktivitas (specific conciused for or living the activity), yaitu memutuskan untuk menyukai suatu aktivitas atau objek.


(32)

c. Merasa senang dengan aktivitas (enjoyment of the activity), yaitu individu merasa senang dengan segala hal yang berhubungan dengan aktivitas yang diminatinya.

d. Aktivitas tersebut mempunyai arti atau penting bagi individu (personal importence or significance of the activity to the individual).

e. Adanya minat intrinsik dalam isi aktivitas (intrinsic interes in the content of the activity), yaitu emosi yang menyenangkan yang berpusat pada aktivitas itu sendiri.

f. Berpartisipasi dalam aktivitas (reported choise of or participant in the activity) yaitu individu memilih atau berpartisipasi dalam aktivitas.

Aspek-aspek minat menimbulkan daya ketertarikan dibentuk oleh dua aspek yaitu kognitif dan afektif berupa sikap, kesadaran individual, perasaan senang, arah kepentingan individu, adanya ketertarikan yang muncul dari dalam diri, dan berpartisipasi terhadap apa yang diminati. Hal di atas sesuai dengan apa yang dikemukakan Slameto (2010:180) bahwa:

Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa anak didik lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Anak didik memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut. Dari berbagai aspek yang dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek minat terdiri dari adanya kesadaran dalam diri


(33)

individu, adanya kemauan, adanya ketertarikan, dan adanya perhatian terhadap objek yang diminati.

B. Hakekat Bimbingan Klasikal 1. Pengertian Bimbingan

Menurut Wijaya (1988: 90) bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada orang perorangan atau kelompok yang dilakukan secara terus menerus supaya mereka dapat memahami dirinya dan sanggup mengarahkan diri serta bertindak wajar, sesuai dengan keadaan dan tuntunan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Winkel (1997) mengartikan bimbingan sebagai proses membantu orang perorangan atau kelompok unuk memahami dirinya sendiri dan lingkungannya. Proses menunjuk pada gejala, bahwa sesuatu berubah-ubah secara berangsur-angsur selama kurun waktu tertentu.

Prianto dan Erman Amti (2004:99) mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuannya dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatannya dan sarana yang ada, dengan berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Djumhur dan Surya (1975:5) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinnya, dan dalam berusaha untuk semakin memahami dirinya (self understanding), menerima dirinya (self


(34)

acceptance), mengarahkan dirinya (self direction) dan merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya.

Winkel dan Hastuti (2004: 29) mendefinisikan bimbingan sebagai proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu yang bersangkutan dapat memahami dirinya, sehingga individu sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat.

Yusuf (2009: 39) mengartikan bimbingan sebagai proses pemberian bantuan konselor kepada konseli seara berkesindambungan agar mampu memahami potensi diri dan lingkungannya, menerima diri, mengembangkan dirinya secara optimal, dan menyesuaikan diri secara positif dan kontruktif terhadap tuntutan norma kehidupan sehingga mencapai kehidupan yang bermakna, baik secara personal maupun sosial.

Bimbingan di sekolah merupakan usaha bersama antara guru pembimbing atau konselor dengan siswa. Konselor membantu siswa untuk mengenal, memahami, menerima dirinya dan mengembangkan ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan agar mampu menyesuaikan diri dan melihat dirinya, mampu mengambil keputusan sendiri dalam berbagai hal sehingga dapat mengarahkan dan mengaktualisasikan dirinya sendiri.

2. Bimbingan Klasikal

Menurut Winkel (1997: 519) bimbingan klasikal merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang


(35)

diharapkan dapat mengambil manfaat dari pengalamannya di sekolah bagi dirinya sendiri. Bimbingan klasikal dilaksanakan dengan mengadakan sejumlah kegiatan bimbingan dengan topik-topik bimbingan yang relevan dan sejalan dengan kebutuhan siswa.

Pada dasarnya bimbingan klasikal merupakan bentuk dan sarana pelayanan bimbingan yang diberikan konselor di dalam kelas dengan menyediakan materi yang telah disiapkan sebelumnya untuk menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan bagi dirinya sendiri (Winkel dan Hastuti, 2004).

Pelayanan bimbingan klasikal yang diberikan kepada siswa meliputi berbagai bidang bimbingan. Menurut Prayitno (1997:65-68) bidangbidang bimbingan klasikal adalah sebagai berikut:

a. Bidang bimbingan Pribadi

Pelayanan bidang bimbingan pribadi bertujuan membantu siswa untuk dapat mengenal, memahami dan mengembangkan dirinya sendiri menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya dan memiliki pribadi yang teguh dan beriman serta bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani.

b. Bidang Bimbingan Sosial

Pelayanan bimbingan bidang ini bertujuan membantu siswa untuk dapat berkomunikasi yang baik dengan orang lain, hidup bersosialisasi terhadap lingkungan sekitar dengan mengikuti etika pergaulan sosial yang berdasarkan budi pekerti luhur.


(36)

c. Bidang Bimbingan Belajar

Pelayanan bimbingan di bidang ini bertujuan membantu siswa untuk dapat melakukan kegiatan dan kebiasaan belajar yang baik, dan menjadi lebih percaya diri dalam menghadapi ujian dengan baik sehingga dapat mengembangkan diri untuk mempersiapkan masa depan.

d. Bidang Bimbingan Karier

Pelayanan bimbingan di bidang ini bertujuan membantu siswa untuk dapat mengenal berbagai macam sekolah lanjutkan dan pekerjaan dalam rangka mengembangkan karier di masa depan.

3. Tujuan Bimbingan Klasikal

Pelayanan bimbingan klasikal bertujuan membantu siswa supaya berkembang seutuhnya dan semaksimal mungkin. Tujuan bimbingan klasikal menurut Djumhur (1975: 30) adalah sebagai berikut:

a. Membantu siswa untuk semakin memahami dirinya seperti bakat, minat, sifat, sikap, kemampuan, kebiasaan, perasaan, tingkah laku, dan lain sebagainya.

b. Membantu siswa dalam proses bersosialisasi terhadap lingkungan sekitar.

c. Membantu siswa untuk mengembangkan keinginan atau minat dalam belajar, sehingga tercapai kemajuan belajar yang berarti baginya.


(37)

d. Memberikan dorongan dan bantuan kepada siswa dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan dan merencanakan kegiatan yang dilakukan dalam hidupnya.

e. Mengembangkan nilai dan sikap secara menyeluruh, serta perasaan sesuai dengan penerimaan diri.

f. Membantu siswa dalam memahami tingkah laku manusia.

g. Membantu siswa dalam pemilihan karier atau dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depannya.

Jadi bimbingan klasikal bertujuan untuk mendampingi siswa dalam mengenal diri dan lingkungannya, dalam mempersiapkan kariernya, dalam mengatur kehidupannya sendiri dan berani menanggung sendiri kibat atau konsekuensi dari segala tindakan (Winkel, 1991:84)

4. Manfaat Pelayanan Bimbingan Klasikal

Bimbingan klasikal merupakan sarana untuk menunjang perkembangan yang optimal bagi siswa. Siswa diharapkan dapat mengambil manfaat yang sebanyak mungkin dari pelayanan bimbingan klasikal. Manfaat bimbingan klasikal menurut Djumhur (1975:30) antara lain :

a. Siswa semakin memahami diirinya sendiri seperti bakat, minat, sifat, sikap, kemampuan, kebiasaan, perasaan, tingkah laku, dan lain sebagainya.


(38)

b. Siswa semakin bersikap baik dan berhasil dalam proses bersosialisasi terhadap orang lain atau lingkungannya.

c. Siswa semakin tertarik, termotivasi dan berminat untuk belajar, lebih giat sehingga hasil belajarnya menjadi baik.

d. Siswa semakin mampu menyelesaikan masalahnya dan mengambil keputusan sendiri dalam hidupnya, serta mampu merencanakan kegiatan-kegiatan yang berguna untuk pengembangan hidupnya. e. Siswa semakin mampu mengembangkan nilai dan sikap secara

menyeluruh, serta perasaan sesuai dengan penerimaan diri.

f. Siswa semakin mampu menerima dan memahami tingkah laku manusia.

g. Siswa semakin mampu untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi masa depannya.

Manfaat pelayanan bimbingan klasikal dapat berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Bisa jadi ada siswa yang sangat merasakan manfaat pelayanan bimbingan klasikal yang diterimanya, ada juga yang kurang kerasakan manfaatnya. Ini tergantung pada pengalaman siswa sendiri dalm mengikuti pelayanan bimbingan klasikal di sekolahnya.

Pelayanan bimbingan klasikal yang diberikan di sekolah sangatlah penting bagi siswa karena siswa yang mengikuti pelayanan bimbingan klasikal diharapkan memperoleh manfaat atau mengalami perubahan-perubahan positif dalam bidang kehidupan pribadi, bidang sosial, bidang belajar dan bidang karier.


(39)

C. Game Edukatif

1. Pengertian Game Edukatif

Game edukatif adalah permaian yang dirancang atau dibuat untuk merangsang daya pikir termasuk meningkatkan konsentrasi dan memecahkan masalah (Handriyantini, 2009). Game Edukatif adalah salah satu jenis media yang digunakan untuk memberikan pengajaran, menambah pengetahuan penggunanya melalui suatu media unik dan menarik dan mempunyai unsur mendidik. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan game edukatif adalah salah satu bentuk game yang dapat berguna untuk menunjang proses belajar-mengajar secara lebih menyenangkan dan lebih kreatif, dan digunakan untuk memberikan pengajaran atau menambah pengetahuan penggunanya melalui suatu media yang menarik

2. Fungsi Game Edukatif

Dunia bermain tidak lepas dari anak. Vygotsy (2007) menyatakan bahwa bermain mempunyai peran langsung terhadap perkembangan kognisi anak. Selanjutnya, dijelaskan bahwa ada beberapa anak tidak mampu berfikir abstrak karena bagi mereka, meaning (makna) dan objek berbaur menjadi satu. Akibatnya, anak tidak dapat berfikir. Hal ini berarti dibutuhkan cara agar makna dan objek bisa menjadi satu kesatuan, sehingga anak memahami suatu objek, baik secara konkret maupun abstrak.

Menurut Andang Ismail (2009), fungsi permainan edukatif adalah sebagai berikut:


(40)

a. Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak melalui proses pembelajaran bermain sambil belajar.

b. Merangsang pengembangan daya pikir, daya cipta, dan bahasa agar mampu menumbuhkan sikap, mental, serta akhlak yang baik.

c. Menciptakan lingkungan bermain yang menarik, memberikan rasa aman, dan menyenangkan.

d. Meningkatkan kualitas pembelajaran anak. Bermain memiliki peranan yang penting dalam perkembangan anak pada hampir semua bidang perkembangan fisik-motorik, bahasa, intelektual, moral, social, maupun emosional. Berikut uraian selengkapnya:

1) Kemampuan motorik. Bermain memungkinkan anak bergerak secara bebas sehingga mampu mengembangkan kemampuan motoriknya. Saat bermain, anak berlatih menyesuaikan antara pikiran dan gerakan menjadi suatu keseimbangan.

2) Kemampuan kognitif. Menurut Piaget (2001), anak belajar memahami pengetahuan dengan berinteraksi melalui objek yang ada di sekitarnya. Bermain memberikan kesempatan kepada anak untuk berinteraksi dengan objek.

3) Kemampuan afektif. Setiap permainan memiliki aturan. Aturan diperkenalkan oleh teman bermain sdikit demi sedikit dan tahap demi tahap sampai setiap anak memahami aturan permain. Oleh karena itu, bermain bisa melatih anak menyadari adanya aturan dan pentingnya memahami aturan. Hal itu merupakan tahap awal dari perkembangan moral (afeksi).


(41)

4) Kemampuan bahasa. Ketika, bermain anak dapat menggunakan bahasa, baik untik berkomunikasi bersama temannya maupun sekedar menyatakan pikirannya (thinking around).

5) Kemampuan social. Saat bermain, anak bisa berinteraksi dengan yang lain. Interaksi tersebut mengajarkan anak cara merespons, memberi dan menerima, serta menolak atau setuju dengan ide dan perilaku anak lain.

3. Manfaat Game

Pentingnya game bagi perkembangan seseorang meurut Iva Rifa (2012:14), tidak akan terlepas dari manfaat game itu sendiri, baik secara pribadi maupun bagi orang lain. Game memiliki banyak manfaat bagi siswa maupun guru. Beberapa manfaat tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

a. Melatih Kemampuan Motorik

Banyak game yang menuntut seseorang menggunakan fisiknya secara penuh, baik itu berlari, mengigit, menunduk, dan lain sebagainya. Seringnya, segala yang dilakukan secra rutin, sehingga mampu melatih kemampuan motorik, baik motorik halus maupun kasar. Motorik halus adalah kemampuan yang berhubungan dengan gerakan tangan, sedangkan motorik kasar ialah kemampuan yang berhubungan dengan mengerakan tubuh secara penuh. Adapun contoh motorik halus adalah menjumput, mengambil benda kecil, senam jari, meraba, memegang, dan lain sebagainya. Sedangkan, contoh motorik


(42)

kasar ialah berlari, memanjat, melempar, melompat, dan lain-lain. Kemampuan ini bisa dilatih sejak anak masih kecil.

b. Melatih Konsentrasi

Game edukatif mampu melatih konsentrasi anak dalam berbagai kegiatan. Saat bergerak, mengambil barang, atau yang lainnya, anak dituntut fokus pada sesuatu yang sedang ia kerjakan. Anak tidak memikirkan hal lainnya hanya yang sedang ia hadapi. Selain itu, ketika anak bermain lainnya secara individu, misalnya mengerjakan soal mtematika, IPS, atau bermain Puzzle, mereka juga dituntut dapat berkomunikasi penuh pada yang dikerjakan tersebut.

c. Kemampuan Sosialisasi Meningkat (Termasuk Berkompetisi)

Bermain bersama dengan anak lainnya bisa meningkatkan kemampuan sosialisasi pada diri anak. Kemampuan sosialisasi tersebut penting dimiliki sebagai bekal menuju kedewasaan. Anak yang memiliki kemampuan sosialisasi baik dan diterima oleh masyarakatnya, cenderung mempunyai sikap optimis, penuh percaya diri, dan menyenangkan. Anda dapat membayangkan saat anak hanya berdiam diri tanpa bergaul dan bersosialisasi dengan teman lainnya. Hal yang mungkin terjadi, ia minder/tidak percaya diri, merasa tidak memiliki teman, menyalahkan diri sendiri, perasaan tidak diterima, dan bisa berujung pada keadaan membenci dirinya sendiri hingga stress berkepanjangan. Tentunya, ini dapat berimbas tidak baik bagi perkembangan anak yang lainnya.


(43)

Selain itu, pada usia remaja (puber), anak cenderung lebih mempercayai teman sebayanya dibandingkan orangtuanya, sehingga bila ia memiliki kemampuan sosialisasi yang baik, maka ia akan mampu melewati tugas perkembangan usia remaja dengan baik pula.

d. Melatih Ketrampilan Berbahasa

Proses komunikasi dan kebahasaan penting untuk dilatih dan dikembangkan. Sebagai medium proses komuinikasi, bahasa tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Apabila seseorang memiliki ketrampilan bahasa yang baik, maka ia dapat semakin mudah berkomunikasi dengan orang lain.

Terdapat empat ketrampilan berbahasa, yaitu ketrampilan menyimak (mendengarkan), membaca, berbicara, dan menulis. Keempat ketrampilan tersebut bisa dilatih melalui permainan-permainan bahasa, baik secara individual maupun kelompok. Kemampuan menyimak dilatih ketika guru memberikan instruksi dan siswa menerima instruksi sekaligus melaksanakannya. Ketrampilan membaca dilatih bila ada permainan yang berhubungan dengan kegiatan membaca. Ketrampilan berbicara dilatih ketika siswa berusaha untuk menjawab pertanyaan maupun bertanya. Sementara itu, ketrampilan menulis dilatih ketika siswa harus menuliskan kalimat-kalimat baru atau permainan lain yang berhubungan dengan kemampuan tersebut.

Selain ketrampilan berbahasa, permainan juga bermanfaat bagi siswa untuk mengetahui cara mengungkapkan pendapat dengan baik,


(44)

menerima pendapat orang lain, memakai kata-kata sopan, menggunakan ekspresi-ekspresi tertentu untuk suasana tertentu, dan lain sebagainya. Hal ini penting diajarkan sejak dini.

e. Menambah Wawasan

Banyak sekali permainan edukatif yang berisi wawasan dan pengetahuan baru. Wawasan dan pengetahuan yang dimaksud adalah yang tidak tersampaikan pada kegiatan pembelajaran di dalam kelas, misalnya pengetahuan umum. Contohnya, menanyakan nama museum terbesar di dunia, nama ibu kota Negara Afrika Selatan, nama bunga terbesar di dunia, nama Perdana Mentri Inggris, dan lain-lain. Pengetahuan tersebut memang cenderung sepele, namun bisa menambah wawasan siswa. Jadi, mereka tidak hanya mengetahui ilmu pasti, tetapi pengetahuan umum pun diketahui.

f. Mengembangkan Kemampuan untuk Problem Solving

Memecahkan masalah atau Problem solving merupakan salah satu kemampuan yang penting dimiliki oleh setiap orang, tidak terkecuali anak. Sebab, seseorang yang memiliki kemampuan problem solving dapat menggunakannya untuk menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat. Ia dapat menentukan strategi yang matang, menganalisis hambatan, berfikir sebab akibat, memberikan alternatif penyelesaian masalah, serta mampu berfikir secara kreatif dan kritis. Dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas, siswa sudah banyak diajar menggunakan metode problem solving. Dalam praktik di luar kelas, kemampuan ini pun harus dikembangkan.


(45)

Dalam kegiatan bermain, kemampuan ini biasa dikembangkan ketika siswa diberi suatu permasalahan yang menuntut mereka untuk menyelesaikannya dengan cepat dan tepat. Tidak harus permainan secara kelompok, permainan individual pun dapat digunakan untuk mengembangkannya. Hal yang terpenting adalah cara guru mengemasnya, sehingga mereka berusaha untuk menyelesaikan permainan dengan baik sekaligus meningkatkan kemampuan problem solving.

g. Mengembangkan Jiwa Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu. Kepemimpinan tidak hanya penting dalam hubungan dengan orang lain, melainkan juga pribadi. Dalam kaitanya dengan diri sendiri, kemampuan ini berguna dalam menentukan pilihan, menguasai diri sendiri, tidak egois, bersikap empati dan simpati, serta sikap-sikap lain yang penting. Oleh karena itu, kemampuan ini penting dikembangkan.

h. Mengembangkan Pengetahuan tentang Norma dan Nilai

Pengetahuan norma dan nilai dalam kegiatan pembelajaran, umumnya menjadi tanggung jawab dari mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKN) dan pendidikan agama. Meskipun demikian, dalam kegiatan sehari-hari, pengetahuan tentang norma dan nilai harus dikembangkan. Nilai ialah ukuran yang menyatakan hal baik atau buruk, sedangkan norma adalah standar untuk menentukan suatu


(46)

baik atau buruk. Misal, perilaku bohong. Bohong merupakan perbuatan yang tidak baik berdasarkan norma kesopanan, kesusilaan, agama, maupun hukum. Namun, ada juga orang yang berpendapat bohong merupakan perbuatan yang baik berdasarkan norma kesusilaan. Hal ini berarti standar penentuan baik atau tidak harus benar-benar dipahami oleh siswa.

Dalam konteks ini, permainan bisa membantu siswa memahami tentang nilai-nilai kejujuran, kesopanan, menghargai orang lain, cinta kasih, hormat-menghormati, rela berkorban, dan lain-lain. Hal yang terpenting, guru mesti memberikan penekanan pada hal-hal tertentu yang berkaitan dengan norma dan nilai agar paham dengan hal tersebut.

i. Meningkatkan Rasa Percaya Diri

Siswa yang banyak bersosialisasi, diterima oleh kelompoknya, memiliki banyak teman, berhasil dalam kegiatan-kegiatannya, dan mempunyai rasa percaya diri yang tinggi. Bila siswa bermain dengan teman-teman yang menghargai pendapatnya, menerimanya sebagai bagian dari kelompok, serta diberi kesempatan untuk mengekspresikan dirinya sendiri, maka hal itu dapat meningkatkan rasa kepercayaan dirinya.

j. Meningkatkan Minat Belajar

Game edukatif dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar. Siswa tertarik dengan sebuah permainan yang bersifat menarik, unik, dan kreativ.


(47)

4. Memilih Permainan Edukatif

Seorang guru, membutuhkan berbagai persiapan yang harus dilakukan sebelum kegiatan bermain dilakukan. Persiapan tersebut meliputi persiapan fisik dan mental. Persiapan fisik adalah persiapan yang harus dilakukan oleh guru untuk menyiapkan berbagai peralatan, tempat bermain, kondisi lapangan, siswa, dan lain sebgainya. Sementara itu, persiapan mental perlu dilakukan dari pelaku permainan, baik dari guru maupun siswa. Guru dan siswa sebaiknya berada dalam kondisi yang sehat atau memungkinkan untuk melakukan permainan. Untuk kegiatan di dalam kelas, kemungkinan besar tidak masalah bila ada anak yang sakit batuk atau flu (sakit ringan). Tetapi, jika kegiatan belajar ada di luar kelas, sebaiknya siswa yang sakit tidak perlu mengikuti kegiatan agar tidak memperpuruk kondisi kesehatannya. Oleh karena itu, sebaiknya guru memiliki batasan dan patokan kegiatan yang cocok untuk diterapkan sesuai keadaan siswa.

Memilih jenis kegiatan bermain yang cocok dengan keadaan siswa, menurut Iva Rifa (2012:26) guru harus mampu menentukan bentuk permainan yang dikategorikan edukatif maupun tidak.

a. Kategori Permainan Edukatif

Sebagai seorang guru, mengaplikasikan berbagai permainan dalam kegiatan belajar-mengajar merupakan hal yang wajib dilakukan. Suatu kegiatan belajar-mengajar dapat berjalan efektif apabila ada berbagai strategi yang digunakan, baik berupa metode, model, pendekatan, maupun teknik. Salah satunya adalah permainan.


(48)

Permainan atau game, akrab dijadikan sebagai salah satu aplikasi dalam strategi pembelajaran aktif.

Mel Silberman (1996), mengungkapkan berbagai macam strategi pembelajaran aktif, di antaranya ialah dengan game. Dalam penggunaan game, Mel Silberman (1996) menganjurkan agar menggunakan lathan lucu atau permainan kuis guna mendapatkan ide-ide, pengetahuan, atau ketrampilan siswa. Oleh karena itu, gunakan permainan yang membangkitkan energy dan keterlibatan. Permainan juga sangat berguna untuk membentuk poin-poin dramatis yang jarang siswa lupakan.

Tidak semua permainan dapat dikatagorikan sebagai permainan atau game edukatif. Nilai edukatif itu bisa didapatkan bila ada hal-hal yang bermanfaat bagi penggunanya, misalnya mampu merangsang daya pikir, kemampuan problem solving (memecahkan masalah), meningkatkan konsentrasi, dan lain sebagainya.

Berikut ialah beberapa hal yang dapat menjadi acuan permainan yang digunakan bersifat edukasi atau tidak:

1) Sesuai dengan Sasaran

Bila sasaran dari permainan adalah untuk mengembangkan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa, maka permainan tersebut bisa dikategorikan sebagai permainan edukatif.

2) Multifungsi

Jika permainan itu tidak hanya mengembangkan kognitif, afektif, ataupun psikomotorik, melainkan pengembangan dari dua


(49)

atau seluruh ranah tersebut, maka permainan itu dapat dikategorikan sebgai permainan edukatif

3) Sesuai dengan Tujuan

Sebuah permainan dikategorikan sebagai permainan edukati apabila tujuan dari permainan tersebut jelas dan memiliki nilai edukatif. Misalnya, mengembangkan kemampuan problem solving, mengklarifikasi nilai, melatih kepemimpinan, ketangkasan, kemampuan berfikir cepat, mengasah berfikir kreatif, dan lain sebagainya.

4) Melatih Konsep-Konsep Dasar

Banyak permainan edukatif yang merangsang konsep tentang operasi hitung (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian), memilih strategi, menghargai pendapat, serta konsep yang lainnya. Bila permainan itu melatih konsep dasar, maka permainan itu dapat disebut permainan edukatif.

5) Merangsang Kreativitas

Permainan yang mampu mendorng anak berfikir kreatif, bisa dikatakan sebagai permainan edukatif. Ice breaking (memecahkan es) adalah salah satu jenis game yang dilakukan untuk memecahkan kebosanan peserta (dalam hal ini siswa). Ciri utama game ini ialah dilakukan dalam waktu yang relative singkat, tidak membutuhkan banyak persiapan, alat, dan bahan, serta berfungsi mengembalikan semangat siswa.


(50)

b. Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Bermain

Anak lebih menyukai berbagai kegiatan yang bersifat aktif, bukan yang pasif. Agar tujuan dari kegiatan bermain dapat tercapai dan jalannya permainan bisa berlangsung dengan baik, maka ada berbagai faktor yang mempengaruhi kegiatan bermain yang dilakukan oleh siswa dan guru. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kegiatan bermain menurut Tedjasaputra (2007) adalah sebagai berikut:

1) Kesehatan

Anak yang memiliki fisik sehat akan mengikuti kegiatan bermain dengan lebih aktif bila dibandingkan dengan anak yang tidak sehat. Energi yang dimiliki anak dan remaja sangat banyak, sehingga perlu disalurkan dengan berbagai kegiatan permainan. Mereka ingin menyalurkan energy tersebut melalui kegiatan permainan yang sesuai dengan minat mereka.

2) Penerimaan sosial dari Kelompok Bermain

Jika anak diterima oleh kelompok bermainnya, maka ia cenderung akan menyukai permainan ini. Sebaliknya, bila ia merasa tidak diterima, diacuhkan, bahkan dibenci oleh kelompok bermainnya, maka ia cenderung tidak mau bermain dan terlibat aktif

3) Tingkat kecerdasan

Kecerdasan setiap anak berbeda-beda, sehingga cenderung menikmati permainan yang sesuai dengan tingkat kecerdasannya. Tingkat kecerdasan itu juga bisa disesuaikan dengan tingkat perkembangan bahasa, moral, kognitif, maupun


(51)

fisik. Biasanya, anak yang pandai cenderung lebih aktif ddibandingkan dengan anak yang kurang pandai. Anak yang pandai juga lebih kreatif dan penuh rasa ingin tahu, sehingga kegiatan bermain secara lebih banyak dinikmati oleh anak yang pandai.

4) Jenis Kelamin

Dalam Susana di dalam kelas, umumnya guru membuat permainan yang dapat dinamakan secara bersama-sama, yaitu antara siswa putra dan putri secara bersama-sama, yaitu antara siswa putra dan putri secara bersamaan. Namun, terkadang, ada sekolah yang membatasi perbedaan gender tersebut, terutama di sekolah berbasis keagamaan. Maka, guru juga harus menyesuaikan hal itu dengan keadaan siswa, asalkan masih berada dalam batas-batas yang sewajarnya dan tidak menyinggung sara.

Umumnya, anak laki-laki menyukai kegiatan yang sifatnya aktif dan membutuhkan gerak seluruh anggota tubuh, seperti berlari, memanjat, berkejaran, dan lain sebagainya. Sementara itu, anak perempuan cenderung menyukai kegiatan yang konstruktif dan yang lebih tenang. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan anak laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan kesukaan. Oleh karena itu, guru perlu menyeimbangkan agar mereka memiliki porsi permainan yang sama dalam mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki melalui kegiatan permainan edukatif.


(52)

5) Alat Permainan

Tidak semua alat permainan bisa didapatkan dengan mudah di lingkungan sekolah. Ketersediaan alat permainan juga penting agar kegiatan bermain berjalan lancer dan tepat sasaran. Oleh karena itu, guru dapat memilih permainan yang perlengkapannya mudah di peroleh di lingkungan sekolah ataupun rumah. Bila memungkinkan, guru juga bisa meminta setiap siswa untuk membawa sendiri peralatan bermain, sehingga tidak memperberatkan guru. Selain itu, guru harus kreatif mengganti barang yang tidak ada dengan benda yang dapat digunakan untuk bermain, sehingga permainan berjalan dengan baik.

6) Lingkungan

Sesuaikan lingkungan yang akan digunakan bermain dengan lingkungan yang tersedia. Jika memamang tidak memungkinkan untik dilakukan maupun untuk dimodifikasi, sebaiknya guru tidak menggunakan permainan tersebut. Lingkungan yang medukung membuat kegiatan bermain lebih menyenangkan dan maksimal.

c. Memilih Menurut Jenis Kelamin

Sebagaimana sudah diuraikan dalam pembahsan sebelumnya, anak laik-laki dan perempuan memiliki tingkat ketertarikan bermain yang berbeda. Tedjasaputra (2007), menyebutkan bahwa penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli menunjukan perbedaan tersebut


(53)

terjadi secara alamiah dan ditentukan secara genetik. Jadi, apabila ada sesorang anak laki-laki memang lebih tertarik bermain bola basket, sedangkan anak perempuan lebih senang bermain monopoli, maka hal itu merupakan suatu kewajaran.

Meskipun demikian, ada juga penemuan yang menyatakan bahwa perbedaan tersebut muncul akibat adanya perbedaan perlakuan yang diterima oleh anak perempuan dan laki-laki sejak bayi. Orang tua memang membedakan perlakuan kepada anak laki-laki dan perempuan. Misal, apabila anak laki-laki diberi mainan bola, maka anak perempuan diberi mainan boneka, meskipun tidak ada yang mewajibkannya. Hal itu berjalan sebagai sebuah kewajaran. Padahal, orang tua yang memberikan anak perempuan sebuah bola, sebenarnya hal itu juga wajar. Hanya saja, menurut masyarakat, ini termasuk tidak wajar, sehingga bisa jadi orang tua dicap sebagai orang tua yang tidak bisa mendidik anak.

Hal tersebut berdampak pada konsep dasar siswa tentang perbedaan gender, bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang mencolok. Sering hal itu terbawa ke dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Misal, siswa laki dengan siswa laki-laki berkelompok sendiri, sedangkan siswa perempuan juga berkelompok sendiri. Dalam kegiatan bermain pun, antara siswa laki-laki dan perempuan tidak mau bermain bersama. Bila sampai bermain bersama, siswa biasanya dianggap tidak wajar.


(54)

Oleh karena itu, seorang guru dituntut untuk menyediakan permainan yang tidak membatasi gender. Permainan akan berjalan dengan baik jika antara laki-laki dan perempuan saling membaur, tentu saja masih dalam batas sewajarnya.

Sebenarnya, kegiatan bermain bisa dilakukan secara bersama-sama antara laki-lahi dan perempuan. Tidak ada permainan yang secara khusus dibuat untuk laki-laki maupun perempuan. Namun, ada siswa yang cenderung sudah memiliki pandangan bahwa mainan ini untuk laki-laki dan mainan itu untuk perempuan, sehingga ia tidak mau memaikannya. Aktifitas fisik kadang juga membuat perempuan tidak imbang dengan laki-laki sehingg permainan fisik yang cenderung berlebihan hanya untik laki-laki. Selain itu, norma pada agama tertentu, terkadang membatasi interaksi antara laki-laki dan perempuan, sehingga hal iti harus diperhatikan oleh guru.

Cara terbaik yang harus dilakukan guru adalah melihat keadaan dan latar belakang siswa. Sesuaikan jenis permainan yang akan dimainkan dengan keadaan siswa, siswa merasa tidak bermasalah dengan perbedaan gender atau tidak. Bila siswa memiliki perbedaan dengan perbedaan gender, guru dapat memodifikasi permainan, misalnya dengan meminimalisir aktivitas fisik, tidak ada kontak fisik berlebihan, dan membagi kelompok secara homogen (satu jenis). Tidak ada permainan yang tidak bisa dilakukan oleh guru, jadi usahakan agar guru menjembatani perbedaan gender dengan bijaksana.


(55)

d. Memilih Menurut Usia

Usia seorang siswa mencerminkan perkembangan yang telah dilaluinya. Perkembangan tersebut meliputi perkembangan sosial, fisik, emosi, intelek (kognitif), bahasa, moral, maupun kepribadian. Karakteristik dan tugas perekembangan setiap usia berbeda-beda. Bila satu tugas perekmbangan telah terlaksana, maka dilanjutkan dengan tugas selanjutnya. Hal ini menuntut guru mampu menentukan permainan yang sesuai dengan karakteristik siswa dalam masa perkembangannya itu. Antara siswa SD, SMP, dan SMA, memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda, sehingga guru harus menyesuaikannya dengan jenis permainan yang akan dilakukan.

Beberapa hal berikut ini perlu dilakukan oleh guru dalam memilih permainan yang tepat sesuai usia siswa:

1) Permainan harus menyenangkan

Usia anak sekolah, terutama siswa SD cepat mengalami kebosanan. Oleh karena itu, guru harus mengemas permainan dengan efektif, terencana, dan tepat waktu, sehingga mereka tidak cepat bosan. Jangan menggunakan permainan yang sama berulang kali agar tidak bosan. Sebaiknya, gantilah permainan, atau buat permainan berselang-seling dari waktu ke waktu agar lebih menarik.

2) Tingkat kesulitan

Siswa yang merasa permainan tersebut mudah, cenderung menyepelekan atau merasa tidak tertarik. Jadi, guru pun harus menyesuaikan dengan tingkat kesukarannya. Bila terlalu sulit


(56)

atau terlalu mudah, siswa bisa cepat bosan dan tidak tertarik. Sebaiknya, tingkat permainan yang dilakukan sedang-sedang saja; tidak mudah dan tidak sulit.

3) Perkembangan

Perkembangan inteligensia antara siswa SD, SMP, dan SMA berbeda. Oleh karena itu, kita tidak menggunakan permainan untuk SD kepada anak SMA. Sebab, mereka akan cenderung menganggapnya mudah, sehingga bosan dan tidak tertarik. Jika pun digunakan, sebaiknya dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi siswa.

4) Keselamatan

Beberapa permaian ada yang cukup aman untuk dimainkan siswa SMA, namun tidak aman untuk siswa SD. Hal ini disebabkan perkembangan inteligensia yang berbeda. Siswa SD kadang tidak tahu sesuatu itu berbahaya atau tidak, berbeda dengan siswa SMA yang cenderung sudah tahu akibat dari hal yang piperbuatnya.

D. Media Puzzle 1. Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari medium yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Banyak batasan yang diberikan oleh orang tentang media. Asosiasi Teknologi dan


(57)

Komunikasi Pendidikan (Association of Education and Communication Technology/AECT) di Amerika misalnya, mendefinisikan media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara itu Briggs (1970) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Buku, film, kaset, film bingkai adalah contoh-contohnya.

Agak berbeda dengan itu semua adalah batasan yang diberikan oleh Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Association/NEA). Dikatakan bahwa media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio visual serta peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, didengar dan dibaca.

Dari bergabai batasan yang diberikan, ada persamaan-persamaan di antaranya yaitu bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang fikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.

2. Pengertian Permainan Puzzle

Menurut Tedjasaputra (2001:60) permainan adalah kegiatan yang ditandai oleh aturan serta persyaratan- persyaratan yang disetujui bersama dan ditentukan dari luar untuk melakukan kegiatan dalam tindakan yang bertujuan lebih lanjut. Menurut Hidayati (2009) permainan merupakan kebahagiaan bagi


(58)

anak-anak untuk mengekspresikan berbagai perasaan serta belajar bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungannya.

Menurut Yudha (2007:33), puzzle adalah suatu gambar yang dibagi menjadi potongan-potongan gambar yang bertujuan untuk mengasah daya pikir, melatih kesabaran, dan membiasakan kemampuan berbagi. Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia puzzle berarti mencengangkan, teka-teki, membingungkan, mengaduk, mengacau, mengganggu, memperkusut, heran tercengang, kebuntuhan, dan kesandung

3. Tujuan Permainan Puzzle

Menurut Nisak (2011: 110), permainan puzzle memiliki tujuan sebagai berikut a. Membentuk jiwa bekerjasama pada siswa, karena permainan ini akan

dikerjakan secara berkelompok.

b. Peserta dapat lebih konsisten dengan apa yang sedang dikerjakan. c. Melatih kecerdasan logika peserta.

d. Menumbuhkan rasa solidaritas dan rasa kekeluargaan anatar siswa. e. Menumbuhkan rasa saling menghormati dan menghargai anatar siswa.

4. Manfaat Permainan Puzzle

Menurut Suciaty (2010:78), manfaat dari permainan puzzle sebagai berikut: a. Mengasah otak, puzzle adalah cara yang bagus untuk mengasah otak. b. Melatih koordinasi mata dan tangan, puzzle dapat melatih koordinasi

tangan dan mata, mereka harus mencocokkan keping-keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar.

c. Melatih nalar, ini akan membantu sesorang menyimpulkan dimana letak kepala, tangan, kaki, dan lain-lain sesuai dengan logika.


(59)

d. Melatih kesabaran, puzzle juga dapat melatih kesabaran siswa dalam menyelesaikan suatu tantangan.

5. Game Edukatif Dengan Menggunakan Media Puzzle

Metode game edukatif dengan menggunakan media puzzle sangat efektif untuk meningkatkan minat siswa, terutama dalam bimbingan konseling. Metode ini sangat cocok digunakan agar siswa tertarik untuk mengikuti bimbingan klasikal.

Puzzle adalah media yang sangat menarik karena mempunyai unsur yang edukatif. Dengan bermain puzzle anak bisa mendapatkan ilmu pengetahuan, melalui proses pembelajaran bermain sambil belajar. Guru juga dituntut lebih kreatif untuk menyajikan media puzzle dalam memberi bimbingan klasikal, gambar/foto dalam puzzle harus sesuai dengan umur dan tingkat pemahaman siswa. Penggunaan puzzle dalam game edukatif bertujuan merangsang perkembangan daya pikir, daya cipta, dan bahasa agar mampu menumbuhkan sikap, mental, serta aklak yang baik. Game edukatif dengan menggunakan puzzle juga bisa meningkatkan peran sosial karena bisa dilakukan dalam kelompok, sehingga siswa dapat berinteraksi dan komunikasi sehingga bisa membentuk relasi anatar siswa yang satu dengan yang lainnya.

Bentuk pelaksanaan game edukatif dengan media puzzle adalah gambar/foto dalam puzzle harus sesuai dengan topik bimbingan yang akan dilaksanakan, sehingga siswa bisa memperoleh makna dan nilai dari gambar/foto puzzle tersebut.

Guru menyiapkan media puzzle yang akan digunakan dalam memberi bimbingan klasikal. Sebenarnya puzzle bisa disiapkan oleh guru atau siswa itu


(60)

sendiri, tapi jika siswa yang menyiapkan harus di bentuk kelompok terlebih dahulu sebelum pelaksanaan bimbingan klasikal. Misalnya topik bimbingan yang akan dibawakan oleh guru adalah tentang kerjasama, jadi guru bisa meminta siswa menyajikan gambar yang ada kaitannya dengan kerjasama, dan misalnya dalam satu kelas itu ada lima kelompok, guru bisa meminta bertukaran puzzle antar kelompok dan mengerjakan puzzle dalam kelompok. Ini point positif untuk siswa agar lebih aktif dan kreatif dengan puzzle hasil karyanya sendiri, siswa akan merasa bangga karena puzzle mempunyai nilai seni yang indah.

Dalam pelaksanaan kegiatan game edukatif dengan media puzzle, guru dapat meminta siswa untuk menceritakan apa yang didapat dalam mengerjakan puzzle dan apa kaitanya dengan topik bimbingan, khususnya saat mengerjakan puzzle dalam kelompok apa saja hambatannya. Di sini siswa bisa belajar dari permainan puzzle untuk lebih aktif dan kreatif.

E. Kerangka Pikir Penelitian

Penyajian materi kegiatan bimbingan klasikal dengan strategi/metode ceramah yang tidak efektif menyebabkan siswa bosan, jenuh, dan lelah. Akibatnya, implementasi kegiatan bimbingan klasikal menjadi kurang menarik; tidak mampu menggugah minat siswa. Siswa menjadi berfikir bahawa kegiatan bimbingan klasikal hanyalah sebagai formalitas saja.

Bertolak dari masalah ini, perlu diupayakan penerapan metode game edukatif sebagai salah satu strategi dalam pemberian materi kegiatan bimbingan klasikal. Metode game edukatif meningkatkan kualitas pembelajaran siswa.


(61)

Bermain memiliki peran yang penting dalam perkembangan siswa pada hampir semua bidang perkembangan fisik-motorik, bahasa, intelektual, moral, sosial, maupun emosional. Dengan cara ini diharapkan minat siswa mengikuti kegiatan bimbingan klasikal akan meningkat.

Peneliti memilih penggunaan metode game edukatif dengan media puzzle sebagai upaya meningkatkan minat siswa kelas XI IIS SMA Stella Duce Bantul dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasilal. Dengan harapan siswa dapat mengikuti kegiatan bimbingan klasikal dengan hati yang riang dan memperolah makna sesudah mengikuti kegiatan bimbingan klasikal.

F. Hipotesis Tindakan

Mengingat penelitian ini adalah penelitian tindakan maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut. Hipotesis alteranatif minat siswa kelas XI IIS SMA Stella Duce Bantul dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal dapat ditingkatkan melalui penggunaan metode game edukatif dengan media puzzle


(62)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini memuat tentang jenis penelitian, subjek penelitian, setting penelitian, prosedur penelitian, tahapan penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan Bimbingan dan Konseling (PTBK). Penelitian tindakan Bimbingan dan Konseling dapat diartikan sebagai proses pengkajian masalah pemberian layanan bimbingan di dalam kelas dan upaya memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang sesuai.

Penelitian ini tergolong dalam PTBK karena penelitian ini mengkaji masalah minat siswa yang masih rendah dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal. Kemudian diberikan tindakan berupa penerapan metode game edukatif dengan media puzzle dalam upaya meningkatkan minat siswa dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal di sekolah.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IIS SMA Stella Duce Bantul tahun 2014/2015, siswa berjumlah 32 orang. Peneliti memilih kelas ini karena minat siswa yang rendah dalam mengikuti layanan bimbingan klasikal.

C. Setting Penelitian

1. Tempat : Ruang kelas dan ruang aula SMA Stella Duce Bantul 2. Waktu : Bulan Januari-Febuari 2015.


(63)

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan Bimbingan dan Konseling yang dilakukan untuk meningkatkan minat siswa dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal. Proses pelaksanaan tindakan dilaksanakan secara bertahap sebanyak 3 siklus. Prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Perencanaan Tindakan

Pada tahap ini peneliti mengadakan kegiatan sebagai berikut.

a. Mengamati proses penyajian layanan bimbingan klasikal terutama pada aspek teknik atau metode yang digunakan dalam menyampaikan materi sebelumnya. b. Mengidentifikasi permasalahan yang muncul, yaitu kurangnya minat siswa

dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal.

c. Merumuskan alternatif tindakan yang akan dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan minat siswa dalam mengikuti kegiatan bimbingan klasikal yaitu penggunaan metode game edukatif dengan media puzzle.

d. Menyusun rancangan pelaksanaan layanan bimbingan klasikal metode dengan game edukatif mengunakan media puzzle.

Rancangan pelaksanaan layanan bimbingan klasika dengan game edukatif mengunakan media puzzle ini meliputi :

1) Menyiapkan Satuan Pelayanan Bimbingan (SPB) yaitu kerjasama, komunikasi, dan kreativitas.

2) Mempersiapkan lembar observasi kegiatan bimbingan, lembar catatan lapangan yang akan digunakan untuk mengetahui dan sebagai catatan aktivitas siswa selama proses bimbingan klasikal berlangsung.


(64)

4) Menyusun dan mempersiapkan angket dan lembar observasi minat untuk mungukur peningkatan minat siswa dalam mengikuti layanan bimbingan klasikal mengunakan game eduatif dengan media puzzle.

2. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan penelitian ini mengikuti tahap-tahap penelitian tindakan kelas menurut Hopkins (1993) yang pelaksanaan tindakannya terdiri atas beberapa siklus. Setiap siklus terdiri atas beberapa tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/monitoring, dan refleksi. Tahap-tahap dalam penelitian tersebut membentuk spiral. Tindakan penelitian yang membentuk spiral tersebut dengan jelas digambarkan oleh Hopkins (1993) sebagai berikut.

Gambar 1. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas Model Hopkins

Jika tidak ada peningkatan kualitas, cari penyebab, rumuskan alternatif pemecahan, lakukan tindakan baru (revisi dari tindakan I), observasi hasil, analisis


(65)

data, refleksi, dan seterusnya sampai ditemukan peningkatan kualitas yang berarti (signifikan).

3. Observasi (observation) atau pengamatan

Observasi dilakukan ketika peneliti melaksanakan tindakan. Peneliti juga sebagai observer melakukan pengamatan terhadap tindakan yang diterapkan peneliti. Peneliti mengamati respon siswa terhadap tindakan bimbingan. Observasi dilakukan oleh observer sesuai dengan pedoman observasi yang telah dibuat.

4. Refleksi (reflection)

Pada tahap ini peneliti mengumpulkan dan menganalisis data yang diperoleh selama observasi, yaitu data yang diperoleh dari lembar observasi. Kemudian peneliti mendiskusikan dengan guru dari hasil pengamatan yang dilakukan, baik kekurangan maupun ketercapaian bimbingan dari siklus pertama sebagai pertimbangan perencanaan bimbingan pada siklus selanjutnya

E. Langkah/Tahapan Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini direncanakan dalam tiga siklus. Siklus I

1. Tahap Perencanaan

a. Mempersiapkan materi layanan bimbingan klasikal dengan topik “kerjasama” b. Mempersiapkan puzzle yang akan digunakan.

c. Mempersiapkan instrumen penelitian (lembar observasi, kuesioner minat siswa), menetapkan waktu dan cara pelaksanaan.


(1)

113

22 Pearson Correlation .258

Sig. (2-tailed)

.154

N 32

23 Pearson Correlation

.149

Sig. (2-tailed) .415

N 32

24 Pearson Correlation

.162 Sig. (2-tailed)

.376

N 32

25 Pearson Correlation

-.008

Sig. (2-tailed) .965

N 32

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

(3)

115

SURAT KETERANGAN PENELITIAN Yang bertandatangan dibawah ini

Nama : Drs. Fr. Yuni Wantoro Jabatan : Kepala Sekolah

Unit Kerja : SMA Stella Duce Bantul

Nama : Dewi Wahyuningsih, S.Pd Jabatan :Guru BK

Unit Kerja :SMA Stella Duce Bantul

Dengan ini menerangkan bahwa mahasiswa dibawah ini. Nama :Yosef Fajar Aji Pamungkas

NIM :111114065

Prodi :Bimbingan dan Konseling Jurusan :Ilmu Pendidikan

Fakultas :Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas :Sanata Dharma Yogyakarta

Telah melakukan penelitian tindakan Bimbingan dan Konseling di SMA Stella Duce Bantul dalam rangka menyelsaikan tugas akhir/skripsi, pada bulan Januari-Februari 2015.

Skripsi tersebut berjudul :

PENINGKATAN MINAT MENGIKUTI KEGIATAN BIMBINGAN KLASIKAL

MELALUI GAME EDUKATIF DENGAN MEDIA PUZZLE PADA SISWA KELAS XI IIS SMA STELLA DUCE BANTUL TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Demikian surat keterangan ini dibuat, agar digunakan sebagaimana mestinya. Yogyakarta, 5 Januari 2015

Mengetahui, Mengetahui,

Kepala Sekolah SMA Stella Duce Bantul Guru BK SMA Stella Duce Bantul

(Drs. Fr. Yuni Wantoro) (Dewi Wahyuningsih, S.Pd)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

(5)

117

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

Dokumen yang terkait

Hubungan pembelajaran fisika menggunakan media komik dengan minat belajar siswa pada konsep zat dan wujudnya di SLTP Negeri 1 Jember siswa kelas I Cawu 1 tahun pelajaran 2000/2001

0 8 97

Peningkatan pemahaman wacana argumentasi melalui penerapan strategi PQ4R (penelitian tindakan pada siswa kelas XI SMA Islam Al-Mukhlisin)

1 18 89

Peningkatan apresiasi puisi dengan media Mind mapping pada siswa kelas VIII tahun pelajaran 2010-2011 ptk di MTs Muhammadiyah 1 Ciputat

3 17 294

Peningkatan kualitas pembelajaran ketrampilan pembicara bahasa Indonesia melalui teknik bercerita : penelitian tindakan kelas pada siswa kelas V111 smpn 13 tangerang selatan tahun pelajaran 2009/2010

8 126 127

Peningkatan keterampilan menulis naskah drama dengan media cerpen ( sebuah penelitian tindakan kelas pada siswa kelas XI MAN Cibinong Bogor tahun pelajaran 2010-2011)

2 21 165

Peningkatan kemampuan memahami bacaan melalui media gambar pada siswa kelas VII-4 SMP Darussalam Ciputat Tahun pelajaran 2013/2014

1 16 116

Peningkatan motivasi belajar siswa kelas X melalui media audio visual pada mata pelajaran PAI di SMK Karya Ekopin

0 5 96

Peningkatan keterampilan menulis narasi dengan media teks wacana dialog: penelitian tindakan pada siswa kelas VII MTs Negeri 38 Jkaarta tahun pelajaran 2011-2012

4 39 107

Peningkatan motivasi belajar siswa melalui media audio visual pada mata pelajaran PKN siswa kelas II MI Al-Husna Ciledug Tahun pelajaran 2013/2014

3 12 126

Peningkatan minat dan hasil belajar IPA melalui penggunaan media pembelajaran lectora siswa kelas V SDN Timuran Tahun 2016/2017

2 4 13