ANALISIS KONDISI SISWA DAN GURU SEKOLAH DASAR (SD) NEGERI SE-KECAMATAN CILEDUG KABUPATEN CIREBON JAWA BARAT.

(1)

SEK     AN KOLAH DA KA D gu PROGR JUR UN NALISIS K ASAR (SD) ABUPATE Diajukan kep Univer untuk Mem una Memper N RAM STU RUSAN AD FAKULT NIVERSITA KONDISI S ) NEGERI EN CIREBO

SKRIP

pada Fakult rsitas Neger menuhi Seba roleh Gelar Oleh Syela Febr NIM 101012 DI MANA DMINISTR TAS ILMU AS NEGER AGUSTUS ISWA DAN SE-KECA ON JAWA

PSI

tas Ilmu Pen ri Yogyakar agian Persy r Sarjana Pe

: rillian 241005 JEMEN PE RASI PEND PENDIDI RI YOGYA S 2015 N GURU AMATAN C BARAT ndidikan rta yaratan endidikan ENDIDIKA DIDIKAN KAN AKARTA CILEDUG AN


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

Education for all seems to be product of a type of distributive justice that is in no way related to the individual

(Abdoulaye Wade)

Education is neither eastern or western. Education is education and it’s the right of every human being.


(6)

PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dalam penyelesaian tugas akhir skripsi ini sebagai persyaratan memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Karya ini saya persembahkan untuk :

1. Kedua Orangtuaku (Alm) Bapak Abdul Fatah dan Ibu Sri Hatiyah yang telah memberikan dukungan doa, semangat, cinta kasih, dan motivasi dalam menyelesaikan studi.

2. Paman dan Bibiku, Bapak Ahmad Toha dan Ibu Sunarsih yang menjadi orang tuaku di Yogyakarta yang selalu memberikan semangat belajar, doa untukku dan terima kasih atas bantuan materiil maupun non materill

3. Kakak-kakakku dan seluruh keluarga besarku.

4. Rekan-rekan Mahasiswa Manajemen Pendidikan Angkatan 2010 5. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta


(7)

ANALISIS KONDISI SISWA DAN GURU

SEKOLAH DASAR (SD) NEGERI SE-KECAMATAN CILEDUG KABUPATEN CIREBON JAWA BARAT

Oleh Syela Febrillian NIM 10101241005

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan berbagai fenomena kondisi siswa dan guru pada Sekolah Dasar (SD) negeri di Kecamatan Ciledug Kabupaten Cirebon Jawa Barat, mencakup antara lain persebaran siswa dan guru antar sekolah, kelebihan dan kekurangan, asal daerah, dan lain-lain.

Penelitian ini merupakan penelitian analisis data sekunder. Data pada penelitian ini adalah sekunder administratif UPT Pendidikan Kecamatan Ciledug pada tahun 2014. Data dianalisis terutama dengan menggunakan perhitungan matematis.

Hasil penelitian menunjukan sebagai berikut: (1) a. Sebaran siswa SD antar sekolah di Kecamatan Ciledug tidak merata, ada yang kelebihan (di atas 32 siswa) berisi kelas paralel sehingga terjadi pergantian jam masuk (shift) dengan class size sama atau lebih dari standar dan ada sekolah yang kekurangan siswa (lebih sedikit dari 20) b. Pengelompokan tersebut karena adanya sekolah yang favorit (diminati oleh masyarakat) dan sekolah yang tidak favorit, berdasarkan jumlah siswa c. Usia masuk sekolah SD rata-rata didominasi oleh siswa yang berumur 6 tahun d. 93,7% siswa berasal dari dalam Kecamatan Ciledug, 6,3% berasal dari luar Kecamatan Ciledug dan 45,8% latar belakang pekerjaan orang tua siswa sebagai buruh, (2) a. Dari 21 sekolah dasar, terdapat 4 sekolah semua gurunya berstatus PNS yaitu SDN 2 Bojongnegara, SDN 2 Tenjomaya, SDN 2 Ciledug Lor, dan SDN 3 Tenjomaya, sementara 17 sekolah lainnya mengalami kekurangan guru PNS, salah satunya SDN 1 Ciledug Lor yang memiliki 4 guru PNS dari yang seharusnya ada 6 guru kelas b. kekurangan guru lainnya dibantu oleh guru honorer, tetapi di beberapa sekolah masih kekurangan sehingga ada guru yang harus mengajar ganda c. 23 dari 205 guru SD di Kecamatan Ciledug akan memasuki masa pension 1 sampai 4 tahun mendatang d) sebanyak 66,8% guru berjenis kelamin perempuan dan 33,2% berjenis kelamin laki-laki.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, anugerah dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Tujuan penulisan tugas akhir skripsi sebagai syarat dalam menyelesaikan jenjang Strata 1 (S1) pada program studi Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin bagi penulis untuk melaksanakan penelitian.

2. Ketua Jurusan dan para Dosen Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ilmu dan wawasannya.

3. Dosen Pembimbing Skripsi Bapak Tatang M. Amirin, M.SI. dan Ibu Lia Yuliana, M.Pd yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan dan motivasi selama menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Yoyon Suryono, M. S. selaku penguji utama dan Bapak Nurtanio Agus P., M. Pd. yang telah berkenan meluangkan waktu untuk menguji serta memberikan bimbingan revisi skripsi ini.

5. Kedua Orang tuaku (Alm) Bapak Abdul Fatah dan Ibu Sri Hatiyah yang tiada henti memberikan doa dan mendidik saya.

6. Paman dan Bibiku, Bapak Ahmad Toha dan Ibu Sunarsih yang menjadi orang tuaku di Yogyakarta yang selalu memberikan semangat belajar, dan doa untuk saya.

7. Keluargaku (Teteh, a Yandi, a Iwan, a Ayip, a Isal, a Toto, Teh’Yuni, Mba Santi, Abang Eza, Una, Mas Adit, Iban) yang selalu mendoakan dan memotivasi saya hingga saat ini.

8. Kepala UPT Pendidikan Kecamatan Ciledug beserta staf yang telah bekerjasama dan membantu dalam melengkapi data yang dibutuhkan untuk skripsi ini.


(9)

(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Pendidikan ... 8

1. Pengertian Pendidikan ... 8

2. Pengertian Pendidikan Nasional ... 9

3. Tujuan Pendidikan Nasional ... 9

4. Fungsi Pendidikan Nasional ... 10

5. Jalur Pendidikan ... 11

6. Jenis Pendidikan ... 12


(11)

B. Pengertian Analisis ... 19

C. Konsep Guru ... 19

1. Pengertian Guru ... 19

2. Profesi Guru ... 21

3. Peran Guru ... 22

4. Jenis Guru ... 23

D. Perencanaan Peserta Didik ... 24

E. Minat atau Animo Peserta Didik ... 27

F. Faktor yang Mempengaruhi Minat Peserta Didik ... 28

G. Penelitian yang Relevan ... 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 32

B. Jenis dan Sumber Data ... 33

C. Teknik Analisis Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Siswa dan Guru SD Negeri di Kecamatan Ciledug ... 36

B. Kondisi Siswa SD Negeri di Kecamatan Ciledug ... 39

1. Animo Siswa ... 39

2. Kondisi Rombongan Belajar (Rombel) dan Class Size Antar SD Negeri di Kecamatan Ciledug ... 52

3. Asal Tempat Tinggal Siswa ... 60

4. Siswa Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua ... 65

5. Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 67

C. Kondisi Guru SD Negeri di Kecamatan Ciledug ... 70

1. Perbandingan Rombel dengan Guru Kelas ... 70

2. Perbandingan Guru dengan Siswa ... 78

3. Guru Berdasarkan Umur ... 80

4. Guru Berdasarkan Jenis Kelamin ... 83

D. Keterbatasan Penelitian ... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 87


(12)

B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90 LAMPIRAN ... 92


(13)

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Rekap Data Guru, Siswa, Rombel, dan Class Size Seluruh SD Negeri

di Kecamatan Ciledug Tahun 2014 ... 4

Tabel 2. Data Jumlah Guru, Siswa, Rombel dan Class Size Seluruh SD Negeri di Kecamatan Ciledug ... 36

Tabel 3. Jumlah Peminat Masuk Sekolah SD Kelas 1 ... 40

Tabel 4. Jumlah Siswa Kelas 1 Menurut Dominan Umur 6 Tahun ... 45

Tabel 5. Jumlah Siswa Kelas 1 Menurut Dominan Umur 7 Tahun ... 46

Tabel 6. Data Siswa SD Negeri Kelas 1 Menurut Umur di Sekolah Favorit Kecamatan Ciledug ... 49

Tabel 7. Data Siswa SD Negeri Kelas 1 Menurut Umur di Sekolah Favorit Kota Yogyakarta ... 49

Tabel 8. Data Siswa Baru Kelas 1 Menurut Latar Belakang Ekonomi (Pekerjaan Orang Tua) ... 51

Tabel 9. Sekolah Tanpa Kelas Paralel ... 53

Tabel 10. Sekolah Dengan Kelas Paralel ... 55

Tabel 11. Sekolah Dengan Class Size Sedang (20 s/d 32) ... 57

Tabel 12. Sekolah Dengan Class Size Kecil (<20) ... 58

Tabel 13. Sekolah Dengan Class Size Besar (>32) ... 59

Tabel 14. Data Siswa Menurut Asal (dalam kecamatan) ... 61

Tabel 15. Data Siswa Menurut Asal (luar Kecamatan) ... 63

Tabel 16. Data Siswa Berdasarkan Latar Belakang Ekonomi (Pekerjaan Orang Tua) ... 66

Tabel 17. Siswa Menurut Jenis Kelamin Dominan Laki-laki ... 68

Tabel 18. Siswa Menurut Jenis Kelamin Dominan Perempuan... 69

Tabel 19. Perbandingan Rombel dan Guru Kelas ... 72

Tabel 20. Data Guru Kelas Menurut Status Kepegawaian ... 75

Tabel 21. Perbandingan Jumlah Guru dengan Jumlah Siswa ... 79

Tabel 22. Data Guru Berdasarkan Menurut Umur ... 81


(14)

Tabel 24. Sekolah Dengan Guru L:P Lebih Besar atau Seimbang ... 84 Tabel 25. Sekolah Dengan Guru Perempuan Lebih Banyak dari Guru Laki-

laki ... 85


(15)

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Sebaran Siswa Kelas 1 SDN 1 Jatiseeng... 42

Gambar 2. Sebaran Siswa Kelas 1 SDN 1 Ciledug Kulon ... 42

Gambar 3. Sebaran Siswa Kelas 1 SDN 2 Damarguna ... 43

Gambar 4. Sebaran Siswa Kelas 1 SDN 1 Ciledug Tengah ... 43

Gambar 5. Diagram Data Siswa Baru Kelas 1 Menurut Umur Seluruh SD Negeri di Kecamatan Ciledug ... 47

Gambar 6. Sebaran Siswa Menurut Asal Tempat Tinggal Pada SD di Desa Damarguna Kecamatan Ciledug ... 62

Gambar 7. Sebaran Siswa Menurut Asal Tempat Tinggal Pada SD di Desa Jatiseeng Kecamatan Ciledug ... 64

Gambar 8. Diagram Perbandingan Siswa Laki-laki dengan Siswa Perempuan Seluruh SD Negeri di Kecamatan Ciledug ... 70

Gambar 9. Diagram Perbandingan Rombel dan Guru Kelas Seluruh SD Negeri di Kecamatan Ciledug ... 77


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

hal Lampiran 1

Surat Ijin Penelitian ... 94 Lampiran 2

Data Guru Seluruh SD Negeri di Kecamatan Ciledug Tahun 2014 ... 101 Lampiran 3

Data Siswa Dari Daftar Absen Seluruh SD Negeri di Kecamatan Ciledug

Tahun 2014/2015 ... 123 Lampiran 4

a. Data Siswa Baru Kelas 1 Menurut Umur di Kecamatan Ciledug

Tahun 2014/2015 ... 144 b. Data Online Siswa Kelas 1 Menurut Umur di Kota Yogyakarta


(17)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Salah satu cita-cita bangsa Indonesia yang termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 alinea ke-4 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam mencapai cita-cita tersebut Negara menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga masyarakat. Berdasarkan rumusan dalam Undang-Undang tentang sistem pendidikan nasional No. 20 Tahun 2003 (Bab 1 pasal 1), yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan dinilai sebagai salah satu acuan dalam peningkatan mutu atau kualitas majunya suatu negara. Untuk itu pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi peningkatan mutu hidup masyarakat secara intelektual dan juga bagi perkembangan kemajuan bangsa.

Di dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 juga ditegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Hal tersebut tentu berkaitan erat dengan pemerataan pendidikan. Pemerataan pendidikan yaitu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh komponen masyarakat untuk memperoleh pendidikan sebagaimana yang diamanatkan oleh konstitusi.(Diunduh dari http://edu-articles.com pada 4 Februari 2015).


(18)

Pemerataan pendidikan tersebut sejalan dengan Program Education For All (Pendidikan Untuk Semua/PUS) yang menghendaki tidak ada seorangpun masyarakat yang tidak mendapatkan pelayanan pendidikan. Berdasarkan hal tersebut, penyelenggaraan pendidikan seperti sistem rekrutmen pendidik, rekrutmen peserta didik, pengadaan fasilitas pendidikan, kurikulum, dan akses pendidikan harus mampu menyentuh seluruh lapisan masyarakat pada setiap jenjang dan jalur pendidikan.

Salah satu cara dalam melaksanakan pendidikan adalah dengan membangun lembaga pendidikan yaitu sekolah. Tingkat satuan pendidikan yang paling dasar adalah sekolah dasar atau SD. Menurut UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 sekolah dasar adalah bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan program pendidikan selama 6 tahun. Pada jenjang sekolah ini anak didik mengalami proses pendidikan dan pembelajaran. Pendidikan ini diselenggarakan untuk anak-anak yang telah berusia tujuh tahun dengan asumsi bahwa anak seusia tersebut mempunyai tingkat pemahaman dan kebutuhan pendidikan yang sesuai dengan dirinya. Pendidikan dasar memang diselenggarakan untuk memberikan dasar pengetahuan, sikap dan keterampilan bagi anak didik. Pendidikan dasar inilah yang selanjutnya dikembangkan untuk meningkatkan kualitas diri anak didik.

Di masa sekarang sekolah dasar banyak dijumpai di tiap daerah, ada di kota, desa, bahkan di desa terpencil sekalipun. Berdasarkan dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014, di Kabupaten Cirebon terdapat 916 sekolah dasar negeri dan swasta yang tersebar di 40 kecamatan. Salah satunya yaitu Kecamatan Ciledug yang memiliki 22 sekolah SD diantaranya 21 sekolah negeri dan 1


(19)

sekolah swasta. Pada tiap desa di Kecamatan Ciledug ada yang memiliki 1 sampai 3 sekolah dasar untuk memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat sekitarnya. Dengan pemerataan pembangunan sekolah di Kecamatan Ciledug tentu berpengaruh terhadap kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anaknya pada jenjang pendidikan dasar khusnya SD.

Kecamatan Ciledug merupakan daerah perbatasan antara Jawa Barat dengan Jawa Tengah yang letaknya paling timur dari Kabupaten Cirebon-Jawa Barat. Berdasarkan data jumlah sekolah di Kecamatan Ciledug tahun 2015 yang didapat dari UPT Pendidikan Kecamatan Ciledug, terdapat 21 SD Negeri yang tersebar di 10 desa dan masing-masing desa memiliki 1 sampai 3 sekolah. Dari 21 sekolah tersebut, masing-masing memiliki kondisi komponen pendidikan yang berbeda beda, seperti jumlah siswa yang timpang antar sekolah yaitu adanya jumlah siswa yang berlebih (overload) dan ada sekolah yang kekurangan siswa. Selain itu distribusi guru belum merata yaitu masih ada sekolah yang kekurangan guru kelas. Berdasarkan data awal pada tanggal 26 September tahun 2014 yang di dapat dari UPT Pendidikan Kecamatan Ciledug, berikut rincian kondisi siswa dan guru seluruh SD Negeri se-Kecamatan Ciledug:


(20)

Tabel 1. Rekap Data Guru, Siswa, Rombel dan Class size Seluruh SD Negeri di Kecamatan Ciledug Tahun 2014

NO Nama Sekolah

Guru

Jumlah

Siswa ROMBEL

Class size PNS Non

PNS Jumlah

1 SDN 1 Leuweunggajah 5 3 8 148 6 25

2 SDN 2 Leuweunggajah 12 0 12 255 12 21

3 SDN 1 Tenjomaya 5 2 7 141 6 24

4 SDN 2 Tenjomaya 8 2 10 171 6 29

5 SDN 3 Tenjomaya 4 2 6 112 6 19

6 SDN 1 Damarguna 8 1 9 230 7 33

7 SDN 2 Damarguna 9 5 14 421 12 35

8 SDN 1 Jatiseeng 12 4 16 540 14 39

9 SDN 1 Jatiseeng Kidul 8 1 9 231 7 33

10 SDN 2 Jatiseeng Kidul 7 2 9 184 6 31

11 SDN 3 Jatiseeng Kidul 6 3 9 150 6 25

12 SDN 1 Ciledug Kulon 13 4 17 494 12 41

13 SDN 1 Ciledug Wetan 5 4 9 180 7 26

14 SDN 2 Ciledug Wetan 4 3 7 105 6 18

15 SDN 1 Ciledug Lor 5 2 7 130 6 22

16 SDN 2 Ciledug Lor 5 2 7 90 6 15

17 SDN 3 Ciledug Lor 5 3 8 152 6 25

18 SDN 1 Ciledug Tengah 9 5 14 365 12 30

19 SDN 2 Ciledug Tengah 9 2 11 257 9 29

20 SDN 1 Bojongnegara 5 3 8 144 6 24

21 SDN 2 Bojongnegara 7 1 8 210 6 35

JUMLAH 151 54 205 4710 164 576

Sumber: UPT Pendidikan Kecamatan Ciledug Tahun 2014

Berdasarkan tabel nomor 1, terlihat jumlah guru, jumlah siswa, rombel, dan class size masing-masing sekolah berbeda-beda. Ada sekolah yang memiliki guru dengan jumlah paling sedikit yaitu 6 guru, paling banyak yaitu 16 guru. Sedangkan untuk siswa paling sedikit berjumlah 90 dan paling banyak berjumlah 540. Perbedaan jumlah guru dan siswa tersebut sangat jauh. Selain itu jumlah guru dengan jumlah rombel selisihnya tidak jauh berbeda, padahal jumlah guru harus sesuai dengan jumlah rombel. Hal tersebut tertuang pada Juknis Peraturan 5 Menteri Tahun 2011 tentang Penataan dan Pemerataan guru yaitu setiap rombel


(21)

diampu oleh 1 orang guru kelas. Apabila melihat pada tabel nomor 1, jumlah guru tersebut belum dibagi secara rinci yaitu untuk guru kelas, guru agama, guru penjaskes, serta guru mata pelajaran.

Berdasarkan tabel nomor 1, terlihat bahwa kondisi rombel antar sekolah berbeda-beda yaitu dari segi jumlah, yang menandakan bahwa fasilitas seperti ruang kelas pada tiap sekolah berbeda-beda. Hal tersebut bisa menjadi bahan acuan di masyarakat bahwa sekolah yang memiliki ruang kelas banyak lebih bagus daripada sekolah yang ruang kelasnya sedikit. Juga apabila jumlah siswa pada suatu sekolah lebih banyak dari sekolah lain, masyarakat akan menilai bahwa sekolah tersebut bagus dan berkualitas karena siswanya banyak. Dari hal tersebut tentu saja menyebabkan adanya perbedaan pandangan dari masyarakat sehingga tercipta kategori sekolah favorit (karena animo tinggi) dan tidak favorit.

Selain itu, kondisi class size pada tabel.1 ada yang termasuk dalam kategori sedang, kecil, dan besar. Apabila sekolah yang masuk dalam kategori class size sedang, maka situasi belajar mengajar dapat kondusif karena rata-rata jumlah siswa sudah cukup dalam 1 ruang kelas sehingga guru dapat memperhatikan dan mengawasi tiap masing-masing siswa. Sedangkan apabila sekolah yang masuk dalam kategori class size kecil dan besar dapat menimbulkan ketidakefektifan dalam belajar yaitu kelas yang jumlah siswanya terlalu sedikit dapat membuat ketidakefektifan waktu dan biaya bagi guru yang mengajar, sementara disekolah lain terdapat guru yang mengajar banyak siswa. Sedangkan kelas yang jumlah siswanya banyak tentu suasana kelas menjadi ramai dan penuh sehingga kegiatan belajar mengajar bisa terganggu. Hal tersebut tentu berdampak pada kualitas


(22)

belajar siswa yang seharusnya menyerap pelajaran dengan baik, tetapi karena kondisi belajar tidak efekitf kualitas belajar menjadi menurun.

Dari data UPT Pendidikan Kecamatan Ciledug pada tanggal 27 September tahun 2014, penulis juga mendapatkan data tentang siswa baru kelas 1 menurut umur yang ternyata sebagaian besar berumur 6 tahun, sedangkan menurut

Peraturan Bersama nomor 04/VI/PB/2011 persyaratan bagi calon peserta didik

untuk SD yaitu telah berusia 7 sampai 12 tahun dan minimal berusia 6 tahun. Berarti sebagian masyarakat lebih tertarik untu menyekolahkan anaknya pada usia 6 tahun, padahal pada usia tersebut kondisi anak secara psikologis masih

tertatih-tatih dalam keterampilan sosial, ia baru saja melewati atau malah masih berada pada masa kritis dalam perkembangan motorik (kekuatan dan keterampilan fisik).

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sekolah-sekolah yang ada di Kecamatan Ciledug mengalami berbagai kondisi pendidikan seperti salah satunya yaitu ketidakseimbangan yang dilihat dari jumlah siswa, jumlah guru, kondisi rombel, serta kondisi class size. Hal tersebut menjadi alasan peneliti untuk melakukan penelitian karena mengingat pentingnya pendidikan bagi masyarakat di daerah terutama pada jenjang pendidikan dasar. Oleh karena itu, peneliti ingin mengindentifikasikan lebih jauh tentang kondisi lainnya seperti kondisi siswa dan guru menurut umur, asal tempat tinggal, jenis kelamin.


(23)

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus penelitiannya yaitu bagaimana fenomena kondisi siswa dan guru pada Sekolah Dasar (SD) negeri di Kecamatan Ciledug Kabupaten Cirebon Jawa Barat.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai fenomena terkait dengan kondisi siswa dan guru pada Sekolah Dasar (SD) negeri di Kecamatan Ciledug Kabupaten Cirebon Jawa Barat.

D. Manfaat Penelitian

Berguna bagi:

a. Pengelola pendidikan yaitu Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon. Hasil

penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengetahui kondisi siswa dan guru SD Negeri di Kecamatan Ciledug.

b. Pelaku pendidikan, sebagai bahan pemikiran dalam meratakan mutu sekolah dasar yang ada di Kecamatan Ciledug.


(24)

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan

Menurut Hasbullah (2006: 2) pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak, agar anak lebih dewasa dan dapat mengatasi permasalahannya. Sedangkan menurut Muhammad Saroni (2011: 10) bahwa, “pendidikan merupakan suatu proses yang berlangsung dalam kehidupan sebagai upaya untuk menyeimbangkan kondisi dalam diri dengan kondisi luar diri. Proses penyeimbangan ini merupakan bentuk survival yang dilakukan agar diri dapat mengikuti setiap kegiatan yang berlangsung dalam kehidupan.”

Berpedoman pada Undang-undang No. 20 Tahun 2003, pengertian pendidikan yang luas, bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu proses pembinaan, pembentukan kecakapan atau keahlian oleh anak . Proses tersebut diwujudkan dengan menciptakan suasana pembelajaran untuk proses belajar, agar anak mampu mengembangkan potensinya dan mempunyai kecakapan-kecakapan mendasar. Pendidikan, sebagai pembinaan berorientasi pada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan norma dan nilai yang melekat dalam masyarakat serta budaya.


(25)

2. Pengertian Pendidikan Nasional

Menurut Sunarya (1969) yang dikutip oleh Fuad Ihsan (2008: 126) mengemukakan bahwa pendidikan nasional adalah suatu sistem pendidikan yang terdiri di atas dasar dan dijiwai oleh falsafah hidup suatu bangsa dan tujuannya bersifat mengabdi kepada kepentingan dan cita-cita nasional bangsa tersebut.

Adapun pengertian pendidikan nasional mengacu pada Undang-undang RI No. 2 Tahun 1989, tentang sistem pendidikan nasioanl pada bab 1 pasal 2 berbunyi, “pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan Undang-undang 1945 alinea 4 dan batang tubuh UUD 1945 Bab XIII Pasal 31”.

Menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan nasional adalah suatu pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang 1945 yang menekankan pada nilai agama, budaya nasional untuk mencapai tujuan yang diharapkan serta tanggap atau mengikuti tuntutan zaman.

3. Tujuan Pendidikan Nasional

Nazili Shaleh Ahmad (2011: 3) merumuskan tujuan pokok pendidikan yaitu sebagai berikut.

Tujuan pokok pendidikan adalah membentuk anggota masyarakat menjadi orang-orang yang berpribadi, berperikemanusiaan maupun menjadi anggota


(26)

masyarakat yang dapat mendidik dirinya sesuai dengan watak masyarakat itu sendiri, mengurangi beberapa kesulitan atau hambatan perkembangan hidupnya dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun mengatasi problematikanya.

Adapun menurut Hasbullah (2006: 16) tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan umum pendidikan nasional. Hal tersebut diperkuat oleh Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 yang menjelaskan bahwa,

Tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan nasional mengandung rumusan kualifikasi umum yang diharapkan dimiliki oleh seluruh warga negara yang menyelesaikan program pendidikan nasional tertentu. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya. Pengembangkan manusia seutuhnya yang dimaksudkan adalah manusia yang beriman, bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab berbangsa dan bernegara.

4. Fungsi Pendidikan Nasional

Fungsi Pendidikan Nasional, Fuad Ihsan (2008: 127) adalah sebagai alat membangun pribadi, pengembangan warga negara, pengembangan bangsa Indonesia. Sedangkan menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.


(27)

Berdasarkan kedua fungsi pendidikan nasional di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan nasional yang meliputi pengembangan kepribadian, masyarakat dan negara, sangat berpengaruh pada tujuan pendidikan nasional. Apabila pendidikan terlaksana dengan maksimal maka tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa akan tercapai dengan baik.

5. Jalur Pendidikan

Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan (Undang-Undang Sisdiknas, 2003: 3). Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal. Pendidikan formal merupakan jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal merupakan jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan).

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jalur pendidikan merupakan wahana untuk mengembangkan potensi diri peserta didik yang terdiri dari pendidikan formal, non formal, dan informal. Wahana mengembangkan diri siswa pada jalur pendidikan formal yaitu pada pendidikan dasar. Pendidikan dasar ini pula lebih dicondongkan pada tingkat sekolah dasar. Sesuai dengan tujuan pendidikan yang ingin mencerdaskan kehidupan bangsa dari segi akademik lebih cenderung pada jalur pendidikan formal. Pada jalur inilah


(28)

siswa dapat dididik untuk cerdas secara akademik dan secara kepribadian walupun nantinya jalur pendidikan yang lain juga akan sedikit banyak mempengaruhi perkembangan individu atau siswa.

6. Jenis Pendidikan

Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan. Menurut Fuad Ihsan (2008: 128), jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri dari:

a. Pendidikan Umum

Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan diwujudkan pada tingkat akhir masa pendidikan. Bentuknya: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA), (Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan).

b. Pendidikan Kejuruan

Pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja pada bidang tertentu. Bentuk satuan pendidikannya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). (Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan).

c. Pendidikan Luar Biasa

Pendidikan yang khusus diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan mental (Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan).


(29)

d. Pendidikan Kedinasan

Pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan pegawai atau calon pegawai suatu departemen pemerintah atau lembaga pemerintahan non departemen (Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan).

e. Pendidikan Keagamaan

Pendidikan yang mempersiapakan peserta didikuntuk dapat menjalankan perananyang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran keagamaan yang bersangkutan (Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan).

f. Pendidikan Akademik

Pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaanilmu pengetahuan (Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan).

g. Pendidikan Profesional

Pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu (Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan).

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jenis pendidikan merupakan kelompok khusus pada satuan pendidikan terdiri dari pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan professional.


(30)

7. Jenjang Pendidikan

Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, jenjang pendidikan meliputi:

a) Pendidikan Dasar

Mengacu pada PP RI No. 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar adalah pendidikan umum yang lamanya 9 (Sembilan) tahun di Sekolah Dasar enam tahun, tiga tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama/Sekolah Menengah Pertama atau satuan pendidikan yang sederajat. Jenjang pendidikan dasar terdiri dari 2 jenjang, yaitu : 1) jenjang sekolah dasar, dan 2) jenajang sekolah menengah pertama. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

Fungsi dari penyelenggaraan pendidikan dasar, yaitu mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah (UU Sisdiknas No. 2 tahun 1989).

Warga Negara yang berumur 6 tahun berhak mengikuti pendidikan dasar. Warga Negara yang berumur 7 tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan setara hingga tamat. Pendidikan dasar wajib diikuti oleh seluruh warga Negara yang berusia sekolah dasar (7-15 tahun), agar dapat memperoleh kemampuan dan keterampilan dasar kecakapan hidup (lifeskill) dan memenuhi persyaratan untuk masuk ke jenjang pendidikan menengah (UU Sisdiknas No. 2 tahun 1989).


(31)

1) Sekolah Dasar

Menurut UU Sisdiknas No. 2 tahun 1989, Sekolah Dasar adalah bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan program pendidikan selama 6 (enam) tahun. Kesimpulannya, Sekolah Dasar adalah lembaga pendidikan beserta sarana, prasarananya untuk belajar dan mengajar yang memiliki program belajar selama 6 (enam) tahun.

2) Sekolah Menengah Pertama

Sekolah Menengah Pertama adalah lembaga pendidikan beserta sarana, prasaranya untuk belajar dan mengajar yang memiliki program belajar selama 3 (tiga) tahun. Sekolah Menengah Pertama merupakan bagian dari pendidikan dasar. Lama pendidikan jenjang Sekolah Menengah Pertama adalah selama 3 (tiga) tahun. Sekolah Menengah Pertama adalah bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan program 3 (tiga) tahun.

3) Tujuan Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan, pengetahuan dan menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah (Fuad Ihsan, 2003: 3). Pendidikan dasar pada prinsipnya merupakan pendidikan mendasar mengenai pengetahuan, kemampuan dan sikap dasar dalam bermasyarakat. Pendidikan dasar harus disediakan agar seluruh warga Negara memperoleh kesempatan melaksanakan pendidikan dasar.


(32)

Berpedoman pada UU Sisdiknas No. 2 tahun 1989, bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan pendidikan program 6 (enam) tahun terdiri atas: (a) Sekolah Dasar; (b) Sekolah Dasar Luar Biasa.

Bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan pendidikan program 3 (tiga) tahun, sesudah program 6 (enam) tahun, yaitu: (a) Sekolah Menengah Pernama; (b) Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa.

Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama yang berciri khas Agama yang diselenggarakan oleh Departemen Agama masing-massing disebut dengan Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), pelaksanaanya diatur oleh Menteri Agama.

b) Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sosial (Fuad Ihsan, 2003: 23). Pendidikan menengah bertujuan untuk mengembangkan potensi dan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.Pendidikan menengah terdiri dari pendiikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah umum diselenggarakan untuk mempersiapkan peserta didik ke tingkat pendidikan tinggi dan dunia kerja.

Pendidikan menengah kejuruan di selenggarakan untuk memasuki dunia kerja dan mengikuti pendidikan keprofesian pada tingkat yang lebih tinggi.Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, dan pendidikan keagamaan.


(33)

Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional jenis pendidikan sekolah menengah ada 2 yaitu:

1) Pendidikan menengah umum

Pendidikan sekolah menengah umum diselenggarakan oleh Sekolah Menengah Atas (SMA) yang dulunya disebut sebagai Sekolah Menengah Umum (SMU) atau Madrasah Aliyah (MA). Pendidikan menengah umum dapat dikelompokkan dalam program studi sesuai dengan kebutuhan untuk belajar lebih lanjut di perguruan tinggi dan hidup di dalam masyarakat. Pendidikan menengah umum terdiri atas 3 tingkat.

Jadi pendidikan menengah umum merupakan pendidikan pada jenjang menengah yang diselenggarakan oleh sekolah yang di dalamnya terdapat golongan program studi untuk mempersiapkan siswa ke pendidikan yang lebih tinggi.

2) Pendidikan menengah kejuruan

Pendidikan menengah kejuruan diselenggarakan oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). Pendidikan menengah kejuruan dikelompokkan dalam bidang kejuruan didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dunia industri/dunia usaha, ketenagakerjaan baik secara nasional, regional maupun global, kecuali untuk program kejuruan yang terkait dengan upaya-upaya pelestarian warisan budaya. Pendidikan menengah kejuruan terdiri atas 3 tingkat, dapat juga terdiri atas 4 tingkat sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Berpedoman pada Undang-Undang Sisdiknas No. 2 tahun 1989 pendidikan menengah berfungsi untuk


(34)

mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia.

Menurut Fuad Ihsan (2008: 23) diselenggarakannya pendidikan menengah bertujuan:

a) Pendidikan menengah umum diselenggarakan untuk mempersiapkan

peserta didik ke dalam dunia kerja atau melanjutkan ke perguruan tinggi.

b) Pendidikan menengah kejuruan diselenggarakan untuk menyiapkan

peserta didik memasuki lapangan kerja atau untuk mengikuti pendidikan keprofesian pada tingkat yang lebih tinggi.

Tujuan pendidikan menengah,dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 bahwa pendidikan menengah bertujuan untuk:

a) Meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada

jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.

b) Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam

mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan, sosial, budaya dan alam sekitar.

Jadi pendidikan menengah kejuruan merupakan pendidikan yang ada pada jenjang menengah dan memiliki pengelompokan bidang kejuruan dengan tujuan untuk mempersiapakan siswa masuk ke dunia kerja atau untuk melanjutkan ke perguruan tinggi sesuai dengan bidang kejuruan yang di ambil.

c) Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doctor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.


(35)

B. Pengertian Analisis

Analisis menurut Wiradi dalam Moh. Sohibuddin (2009: 91) adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti mengurai, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan ditaksir maknanya. Sedangkan menurut Komaruddin (2001: 53) analisis merupakan kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen, hubungannya satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam satu keseluruhan yang terpadu.

Adapun pengertian analisis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 43) adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.

Berdasarkan beberapa pengertian analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa analisis adalah kegiatan menguraikan suatu pokok kemudian dihubungkan dengan bagian lainnya, dicari kaitannya sehingga didapat makna dan pemahaman antar bagian tersebut dalam satu keseluruhan yang terpadu.

C. Konsep Guru 1. Pengertian guru

Menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1, mengenai ketentuan umum butir 6, pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan


(36)

kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa guru adalah pendidik.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 377), yang dimaksud dengan guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Pengertian guru menurut KBBI di atas, masih sangat umum dan belum bisa menggambarkan sosok guru yang sebenarnya, sehingga untuk memperjelas gambaran tentang seorang guru diperlukan definisi-definisi lain.

Suparlan dalam bukunya yang berjudul “Menjadi Guru Efektif”, mengungkapkan hal yang berbeda tentang pengertian guru. Menurut Suparlan (2008: 12), guru dapat diartikan sebagai orang yang tugasnya terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual dan emosional, intelektual, fisikal, maupun aspek lainnya. Namun, Suparlan (2008: 13) juga menambahkan bahwa secara legal formal, guru adalah seseorang yang memperoleh surat keputusan (SK), baik dari pemerintah maupun pihak swasta untuk mengajar.

Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai guru di atas dapat disimpulkan bahwa guru adalah seseorang yang telah memperoleh surat keputusan (SK) baik dari pihak swasta atau pemerintah untuk menggeluti profesi yang memerlukan keahlian khusus dalam tugas utamanya untuk mengajar dan mendidik siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menengah, yang tujuan utamanya untuk mencerdaskan bangsa dalam semua aspek.


(37)

2. Profesi guru

Kata profesi identik dengan kata keahlian. Jarvis via Yamin (2007: 3) mengartikan seseorang yang melakukan tugas profesi juga sebagai seorang ahli (expert). Pada sisi lain, profesi mempunyai pengertian seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur berdasarkan intelektualitas.

Sardiman (2009: 133) berpendapat secara umum profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut dalam science dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam kegiatan yang bermanfaat. Pengertian profesi menurut Sardiman ini dikuatkan dengan pengertian profesi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Menurut KBBI (2005: 897), kata profesi berarti bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu.

Dari beberapa pengertian mengenai istilah profesi menurut Javis, Sardiman, dan KBBI, dapat disimpulkan bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang memerlukan keterampilan khusus untuk melakukannya. Karena dua kata kunci dalam istilah profesi adalah pekerjaan dan keterampilan khusus, maka guru merupakan suatu profesi. Hal ini dikuatkan dengan pendapat Uno. Menurut Uno (2008: 15), guru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang kependidikan.


(38)

3. Peran guru

Guru memiliki peran yang sangat penting dalam pembelajaran. Peserta didik memerlukan peran seorang guru untuk membantunya dalam proses perkembangan diri dan pengoptimalan bakat dan kemampuan yang dimiliki peserta didik. Tanpa adanya seorang guru, mustahil seorang peserta didik dapat mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Hal ini berdasar pada pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang selalu memerlukan bantuan orang lain untuk mencukupi semua kebutuhannya.

Mulyasa (2007: 37) mengidentifikasikan sedikitnya sembilan belas peran guru dalam pembelajaran. Kesembilan belas peran guru dalam pembelajaran yaitu, guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu (innovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa cerita, aktor, emansivator, evaluator, pengawet, dan sebagai kulminator.

Adapun menurut Rostiyah dalam Djamarah (2000: 36) mengemukakan bahwa peran guru adalah menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan dan pengalaman-pengalaman, membentuk kepribadian anak yang harmonis sesuai cita-cita dan dasar negara kita.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran guru adalah mendidik dan membimbing peserta didik agar memiliki kecakapan dan kepribadian sesuai dengan cita-cita dan dasar negara. Peran guru akan lebih maksimal dan berhasil apabila didukung oleh beberapa hal antara lain siswa dan rombongan belajar. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.74


(39)

Tahun 2008 tentang Guru pasal 17 yaitu rasio jumlah minimal peserta didik terhadap gurunya untuk jenjang SD atau sederajat yaitu 20:1, yang artinya 1 guru minimal mengajar 20 siswa dalam satu rombongan belajar. Selain itu, di dalam Juknis Peraturan 5 Menteri tentang Penataan dan Pemerataan Guru disebutkan bahwa setiap rombel diampu oleh 1 orang guru kelas dan setiap SD harus menyediakan guru agama dan guru penjaskes.

4. Jenis Guru

Menurut Juknis Peraturan 5 Menteri Tahun 2011 tentang Penataan dan Pemerataan guru PNS, berdasarkan sifat, tugas, dan kegiatannya, guru digolongkan dalam 3 (tiga) jenis sebagai berikut.

a) Guru kelas adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab,

wewenang, dan hak secara penuh dalam proses pembelajaran seluruh mata pelajaran di kelas tertentu di TK/TKLB dan SD/SDLB dan satuan pendidikan formal yang sederajat.

b) Guru mata pelajaran adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam proses pembelajaran pada 1 (satu) mata pelajaran tertentu pada satuan pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar (SD/SDLB, SMP/SMPLB) termasuk guru mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan, dan guru pendidikan agama serta pendidikan menengah (SMA/SMALB/SMK). Guru mata pelajaran pada SMK dikelompokkan menjadi guru normatif/adaptif dan guru produktif. Jenis guru muatan lokal ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan berdasarkan kebijakan tiap provinsi/kabupaten/kota. Jenis guru mata pelajaran perjenjang pendidikan dicantumkan pada lampiran 1.

c) Guru bimbingan dan konseling/konselor adalah guru yang mempunyai

tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah peserta didik satuan pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar (SMP/SMPLB) dan pendidikan menengah (SMA/SMALB dan SMK).

Jadi berdasarkan uraian di atas jenis guru terdiri dari guru kelas, guru mata pelajaran, serta guru bimbingan dan konseling/konselor.


(40)

D. Perencanaan Peserta Didik

Tatang M. Amirin dkk (2011: 51) perencanaan terhadap peserta didik menyangkut perencanaan siswa baru, kelulusan, jumlah putus sekolah dan kepindahan.Perencanaan peserta didik menurut Ali Imron (2011: 21) adalah suatu aktivitas memikirkan di muka tentang hal-hal yang harus dilakukan berkenaan dengan peserta didik di sekolah, baik peserta didik akan memasuki sekolah maupun mereka akan lulus dari sekolah. Yang direncanakan berkenaan dengan penerimaan peserta didik sampai pelulusan peserta didik. Penjelasan lain oleh Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa perencanaan peserta didik merupakan kegiatan merencanakan hal-hal yang akan dilakukan terhadap peserta didik mulai dari tahap penerimaan masuk sekolah sampai peserta didik keluar dari sekolah.

Proses perencanaan peserta didik dilakukan melalui beberapa tahapan atau langkah-langkah sistematis. Langkah-langkah perencanaan peserta didik menurut Tatang M. Amirin dkk (2011: 51) meliputi kegiatan: (a) Analisis kebutuhan peserta didik, (b) Rekruitmen peserta didik, (c) Seleksi peserta didik, (d) Orientasi, (e) Penempatan peserta didik, (f) Pencatatan dan pelaporan.

Rincian kegiatan perencanaan peserta didik sebagai berikut:

a) Analisis kebutuhan peserta didik adalah menentukan kualitas dan kuantitas peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan lembaga pendidikan. Dalam analisis kebutuhan peserta didik kegiatan yang dilakukan adalah merencanakan jumlah peserta didik yang akan diterima dan menyusun program kegiatan kesiswaan.


(41)

Jumlah siswa yang akan diterima harus disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. Menurut Permen No.23 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan menerangkan bahwa jumlah siswa dalam dalam satu rombel tidak melebihi 32 orang dan minimal 20 orang.

b) Rekruitmen peserta didik merupakan langkah pertama dalam penerimaan

peserta didik. Rekruitmen diawali dengan pembentukan panitia, penetapan syarat baik syarat umum maupun syarat khusus dan prosedur penerimaan peserta didik. Dalam proses rekruitmen peserta didik dilakukan pula kegiatan pengumuman dan sosialisasi rekruitmen. Adapun syarat pengumuman penerimaan peserta didik menurut Dadang Suhardan, dkk. (2009: 208) adalah: (a) gambaran singkat lembaga pendidikan, (b) persyaratan pendaftaran siswa baru, (c) cara pendaftaran, (d) waktu pendaftaran, (e) tempat pendaftaran, (f) jumlah uang, siapa penerima uang dan cara pembayaran, (g) waktu dan tempat seleksi, (h) pengumuman hasil seleksi. Penerimaan peserta didik sendiri memliki dua sistem. Seperti yang dikemukakan oleh Ali (2011: 43) penerimaan peserta didik menggunakan dua sistem yang pertama sistem promosi yaitu penerimaan peserta didik yang sebetulnya tanpa menggunakan seleksi dan yang kedua adalah sistem seleksi.

c) Seleksi peserta didik merupakan kegiatan penyaringan calon peserta didik berdasarkan standar tertentu yang sudah ditetapkan. Cara seleksi melalui tiga cara yaitu tes atau ujian, penelusuran bakat kemampuan, dan standar nilai ujian nasional. Dalam seleksi peserta didik digunakan kriteria atau standar


(42)

tertentu untuk menentukan diterima atau tidaknya peserta didik. Ada tiga macam kriteria penerimaan peserta didik menurut Ali (2011: 45) yaitu:

i. Kriteria acuan patokan, yaitu suatu penerimaan peserta didik yang didasarkan atas patokan patokan yang telah ditentukan sebelumnya. ii. Kriteria acuan norma yaitu penerimaan calon peserta didik didasarkan

atas keseluruhan prestasi calon peserta didik yang mengikuti seleksi. iii. Kriteria yang didasarkan atas daya tampung sekolah, sekolah terlebih

dahulu menentukan berapa jumlah daya tampungnya

Pada jenjang sekolah dasar khususnya SD seleksi calon peserta didik baru kelas 1 dilakukan berdasarkan usia dan kriteria lain yang ditentukan oleh sekolah dengan pertimbangan komite sekolah. Akan tetapi seleksi tersebut tidak berupa seleksi akademis serta tidak dipersyaratkan telah mengikuti TK/RA.

Adapun peraturan tentang penerimaan siswa baru SD kelas 1 termuat dalam Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama nomor 04/VI/PB/2011 dan nomor MA/111/2011 tentang Penerimaan Perserta Didik Baru Pada TK dan SD Pasal 5, sebagai berikut:

(1) Persyaratan calon peserta didik baru kelas 1 (satu) pada SD/MI:

a. telah berusia 7 (tujuh) tahun sampai dengan 12 (dua belas) tahun wajib diterima;

b. paling rendah berusia 6 (enam) tahun; dan

c. yang berusia kurang dari 6 (enam) tahun, dapat dipertimbangkan atas rekomendasi tertulis dari psikolog professional.

(2) Persyaratan calon peserta didik baru kelas 1 (satu) pada SDLB yaitu anak yang berusia paling rendah 6 (enam) tahun.

d) Penempatan peserta didik merupakan kegiatan membagi peserta didik ke

dalam kelas-kelas yang berdasarkan jenis kelamin, umur, bakat minat, dan kemampuan peserta didik. Pengelompokan yang dilaksanakan pada sekolah sekolah sebagian besar didasarkan pada sistem kelas. Menurut William A


(43)

Jeager dalam Dadang Suhardan, dkk. (2009: 210) pengelompokan peserta didik dapat didasarkan pada:

(a) Fungsi integrasi, yaitu pengelompokan yang didasarkan atas

kesamaan-kesamaan yanga ada pada peserta didik. Pengelompokan ini didasarkan menurut jenis kelamin, umur dan sebagainya.

(b)Fungsi perbedaan, yaitu pengelompokan peserta didik didasarkan kepada perbedaan-perbedaan yang ada dalam individu peserta didik, seperti minat, bakat, kemampuan dan sebagainya.

e) Pencatatan dan pelaporan merupakan kegiatan administrasi peserta didik

untuk mengumpulkan data atau informasi peserta didik. Pencatatan dibedakan menjadi dua yaitu pertama, catatan-catatan untuk seluruh sekolah meliputi buku induk dan buku klaper. Kedua, catatan-catatan untuk satu kelas meliputi buku kelas, buku presensi, buku prestasi belajar, dan buku bimbingan penyuluhan.

E. Minat atau Animo Peserta Didik

Djaali (2007: 121) mengartikan bahwa minat adalah rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktifitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minatnya. Sedangkan menurut Sardiman (2011: 76), minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Oleh karena itu, apa yang dilihat seseorang sudah tentu akan


(44)

membangkitkan minatnya sejauh apa yang dilihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingannya sendiri.

Adapun pendapat Muhibbin Syah (2011: 152), minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Pengertian minat juga dikemukakan oleh Slameto (2010: 180), “minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh”. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu diluar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa minat adalah kecenderungan dari dalam individu untuk tertarik pada sesuatu obyek atau menyenangi sesuatu obyek, semakin kuat atau dekat hubungan tersebut maka semakin besar minatnya. Minat biasanya ditunjukkan melalui pernyataan yang menunjukkan lebih menyukai suatu hal dan dapat dinyatakan juga dalam bentuk partisipasi dalam aktivitas yang diminatinya. Jadi, dapat dikatakan bahwa indikator dari minat antara lain adanya perasaan senang, adanya keinginan adanya perhatian, adanya ketertarikan, adanya kebutuhan, adanya harapan,adanya dorongan dan kemauan.

F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Peserta Didik

Slameto (2003: 180) mengemukanan bahwa “Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian. Minat terhadap sesuatu merupakan hasil belajar dan menyokong belajar selanjutnya”. Hal ini menggambarkan bahwa minat dapat ditumbuhkan dan dikembangkan. Minat tidak akan muncul dengan sendirinya


(45)

secara tiba-tiba dari dalam diri individu. Minat dapat timbul pada diri seseorang melalui proses. Dengan adanya perhatian dan interaksi dengan lingkungan, maka minat tersebut dapat berkembang.

Munculnya minat ini biasanya ditandai dengan adanya dorongan, perhatian, rasa senang, kemampuan, dan kecocokan atau kesesuaian. Timbulnya minat seseorang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu rasa tertarik atau rasa senang, perhatian dan kebutuhan. Minat timbul karena perasaan senang serta tendensi yang dinamis untuk berperilaku atas dasar ketertarikan seseorang pada jenis-jenis kegiatan tertentu. Perasaan senang seseorang akan menimbulkan dorongan-dorongan dalam dirinya untuk segera beraktifitas.(Diunduh dari http://digilib.uinsby.ac.id/349/5/Bab%202.pdf pada 13 Februari 2015)

Menurut Reber dalam Muhibbin Syah (2005: 151) faktor-faktor yang mempengaruhi minat siswa, antara lain: 1) Faktor Internal Faktor internal adalah sesuatu yang membuat siswa berminat yang datangnya dari dalam diri. Faktor internal tersebut adalah ”pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan”. 2) Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah sesuatu yang membuat siswa berminat yang datangnya dari luar diri, seperti: dorongan dari orang tua, dorongan dari guru, rekan, tersedianya prasarana dan sarana atau fasilitas, dan keadaan lingkungan.

Faktor-faktor yang menimbulkan minat pada diri seseorang terhadap sesuatu dapat digolongkan sebagai berikut: 1) Faktor kebutuhan dari dalam Kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani dan kejiwaan. 2) Faktor motif sosial Timbulnya minat dalam diri seseorang dapat didorong oleh


(46)

motif sosial yaitu kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, penghargaan dari lingkungan dimana ia berada. 3) Faktor emosional Faktor yang merupakan ukuran intensitas seseorang dalam menaruh perhatian terhadap suatu kegiatan atau objek tertentu.

Crow & Crow dalam Yuwono dkk. (2008: 31), menyebutkan ada tiga aspek minat pada diri seseorang, yaitu: a. Dorongan dari dalam untuk memenuhi kebutuhan diri sebagai sumber penggerak untuk melakukan sesuatu, b. Kebutuhan untuk berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang akan menentukan posisi individu dalam lingkungannya, c. Perasaan individu terhadap suatu pekerjaan yang dilakukannya.

Dari beberapa pendapat yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi minta siswa yaitu terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu berasal dari kemauan atau dorongan diri sendiri terhadap sesuatu yang diinginkan. Sedangkan faktor eksternal yaitu dorongan yang berasal dari luar seperti dorongan orang tua/keluarga, sarana/fasilitas, kondisi lingkungan, dan sebagainya.

G. Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian yang sejenis yaitu pada penelitian Airul Akhidah tahun 2015 berjudul Persebaran Pilihan Siswa Masuk Sekolah Menengah Pertana (SMP) Negeri (SMP Favorit dan Tidak Favorit) di Kota Yogyakarta. Tujuan penelitian tersebut yaitu untuk mendeskripsikan: (1) Sekolah Menengah Pertama (SMP) favorit dan tidak favorit di kota Yogyakarta dari animo pendaftar diterima dari dalam dan luar kota Yogyakarta berdasarkan c) Pilihan satu dari dalam kota


(47)

dan luar kota Yogyakarta, (2) Seperti apa potret pendaftar diterima berdasarkan: a) Asal daerah dan Sekolah Dasar (SD) siswa diterima, dan b) Latar belakang pendidikan terakhir dan pekerjaan orangtua siswa. Penelitian tersebut merupakan penelitian deskriptif. Sumber data penelitian tersebut adalah data sekunder administratif dan teknik Pengumpulan data yang digunakan adalah menghimpun data dokumen. Teknik analisis data yang digunakan adalah metode analisis data sekunder.

Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: SMP Negeri paling diminati siswa luar daerah berdasarkan jumlah siswa berbanding daya tampung adalah SMP N 8 dan SMP Negeri paling diminati siswa luar daerah berdasarkan NUN adalah SMP N 5, Siswa NUN tinggi berasal dari luar daerah dan terbanyak dari SD Swasta yaitu SD Muhammadiyah Condong Catur dan SD Muhammadiyah Bodon, dan dilihat dari pendidikan terakhir dan pekerjaan orangtua siswa diterima di SMP favorit (SMP N 8) berasal dari ekonomi menengah keatas dan SMP tidak favorit (SMP N 13) berasal dari ekonomi menengah ke bawah.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian analisis data sekunder sekunder atau metode penelitian sekunder. Analisis Data Sekunder oleh Heaton (2004: 16) dirumuskan sebagai berikut.

Analisis data sekunder (ADS) itu sebagai “a research strategy which makes use of pre-existing quantitative data or pre-existing qualitative data for the purposes of investigating new questions or verifying previous studies.” . (Sumber:http://tatangmanguny.wordpress.com di unduh pada April 2015 pukul 08.00 WIB)

Pendapat Heaton di atas diperjelas oleh Tatang M Amirin (2015) bahwa ADS merupakan suatu strategi penelitian yang memanfaatkan data kuantitatif ataupun kualitatif yang sudah ada untuk menemukan permasalahan baru atau menguji hasil penelitian terdahulu. ADS mempergunakan atau memanfaatkan data sekunder, yaitu data yang sudah ada. Dalam hal ini peneliti ADS tidak mengumpukan data sendiri, baik dengan wawancara, penyebaran angket atau daftar isian, melakukan tes, menggunakan skala penilaian atau skala semacam skala likert, ataupun observasi.

Data sekunder itu dapat berupa data hasil penelitian, dapat pula berupa data dokumenter administratif kelembagaan. Tujuan ADS, menurut Heaton, bisa berupa menggali dan menemukan permasalahan (pertanyaan) penelitian baru, bisa pula menguji kebenaran hasil penelitian terdahulu. Berikut langkah-langkah penelitian analisis data sekunder menurut Wallace Foundation (2014) yang di kutip oleh Tatang M. Amirin (2015) adalah:


(49)

Steps Involved in Secondary Research

1. Identifying sources of information

(U. S. Census Dept, area schools, Library, Internet, Magazines, etc.)

2. Gathering existing data

(Can include public use data, published information, organizational databases)

3. Normalizing data if needed

(Making data from different sources comparable if necessary and feasible)

4. Analyzing data

(Demographic and utilization analyses provided as examples in this manual)

Jadi, dalam penelitian sekunder (analisis data sekunder) langkah penelitiannya sebagai berikut:

1. Menetapkan (mencari-temukan) sumber data/informasi (sekolah, universitas, Dinas Pendidikan, dsb);

2. Mengumpulkan data yang sudah tersedia (dalam “dokumen”);

3. Menormalisasikan data jika diperlukan dan memungkinkan (membuat data dari berbagai sumber sesetara mungkin “menjadi satu bentuk yang sama”); 4. Menganalisis data (misalnya menghitung, mentabulasi, memetakan data-data kuantiatif, atau membandingkan berbagai peraturan dan menelaahnya). (Sumber:http://tatangmanguny.wordpress.com di unduh pada Juli 2015)

B. Jenis dan Sumber Data 

Menurut Tatang M. Amirin, dkk (2014: 40-41) data sekunder dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu data penelitian ilmiah dan data administratif.

a. Data penelitian ilmiah. Dalam hal ini data memang berwujud hasil

pengumpulan data yang sudah dilakukan peneliti lain sebelumnya.

b. Data administratif. Dalam hal ini data dihimpun oleh lembaga-lembaga sebagai bagian dari tugas administratifnya, yang dapat berupa:

a) Data statistik dan data numerik lainnya, misalnya statistik pendaftar dan NUN atau NA pendaftar masuk SLTP/SLTA ; data kependudukan, data pemilikan kendaraan, data bangunan, dan lain sebagainya.


(50)

b) Data bukan statistik dan numerik, misalnya data lengkap pendaftar, daftar calon siswa diterima, data kelulusan beserta NUN-nya, dan juga data latar belakang siswa baru (pendidikan), data pasien rawat inap di RS, data calon penerima BLT, atau bahkan berkas-berkas arsip administrasi serta dokumen-dokumen peraturan, surat keputusan, surat pengangkatan, dan lain sebagainya.

Pada penelitian ini jenis data yang digunakan merupakan data administratif karena data tersebut merupakan data administratif kelembagaan dan persekolahan. Data administratif yang digunakan yaitu berupa data statistik dan data numerik. Adapun data yang diperoleh adalah arsip rekap daftar 1 bulan April 2014 seluruh SD negeri di Kecamatan Ciledug, laporan individu sekolah dasar tahun 2014/2015, dan buku daftar kelas seluruh SD negeri di Kecamatan Ciledug tahun 2014/2015. Sumber data yang didapat yaitu berasal data administratif UPT Pendidikan Kecamatan Ciledug dan sekolah.

C. Teknik Analisis Data

Penelitan ini menggunakan teknik analisis data kuantitatif yaitu data yang telah dihimpun oleh peneliti kemudian dihitung secara sederhana dengan menggunakan matematik (hitungan sederhana) seperti menjumlah, mempersen, dan membandingkan termasuk menyajikan hasil perhitungan ke dalam tabel, diagram, baru kemudian hasil teresebut dianalisis menggunakan analisis deksriptif. Jadi tahapan analisis data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data yang sudah diperoleh.

2. Mengelompokan data siswa sesuai rombel, class size, umur, asal tempat

tinggal dan jenis kelamin. Selain itu juga mengelompokan data guru sesuai jumlah tiap sekolah, berdasarkan jenisnya, berdasarkan umur, jenis kelamin, dan status kepegawaian.


(51)

3. Setelah dikelompokan, peneliti menghitung dengan cara menjumlah, membandingan, serta mempersen, sehingga terlihat kuantitas siswa dan guru pada bagian-bagian tertentu.


(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Siswa dan Guru SD Negeri di Kecamatan Ciledug Guru dan siswa merupakan suatu bagian dari pendidikan yang berkaitan satu sama lain yaitu dalam proses belajar di sekolah. Guru sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan siswa sebagai penerimanya. Di Kecamatan Ciledug sendiri terdapat 21 sekolah dasar negeri dengan kondisi guru dan siswa yang berbeda-beda. Untuk mengetahui kondisi tersebut, berikut data yang didapat dari UPT Pendidikan Kecamatan Ciledug:

Tabel 2. Data Jumlah Guru, Siswa, Rombel dan Class size Seluruh SD Negeri di Kecamatan Ciledug

NO Nama Sekolah Jumlah

Guru

Jumlah

Siswa ROMBEL

Class size

1 SDN 1 Leuweunggajah 8 148 6 25

2 SDN 2 Leuweunggajah 12 255 12 21

3 SDN 1 Tenjomaya 7 141 6 24

4 SDN 2 Tenjomaya 10 171 6 29

5 SDN 3 Tenjomaya 6 112 6 19

6 SDN 1 Damarguna 9 230 7 33

7 SDN 2 Damarguna 14 421 12 35

8 SDN 1 Jatiseeng 16 540 14 39

9 SDN 1 Jatiseeng Kidul 9 231 7 33

10 SDN 2 Jatiseeng Kidul 9 184 6 31

11 SDN 3 Jatiseeng Kidul 9 150 6 25

12 SDN 1 Ciledug Kulon 17 494 12 41

13 SDN 1 Ciledug Wetan 9 180 7 26

14 SDN 2 Ciledug Wetan 7 105 6 18

15 SDN 1 Ciledug Lor 7 130 6 22

16 SDN 2 Ciledug Lor 7 90 6 15

17 SDN 3 Ciledug Lor 8 152 6 25

18 SDN 1 Ciledug Tengah 14 365 12 30

19 SDN 2 Ciledug Tengah 11 257 9 29

20 SDN 1 Bojongnegara 8 144 6 24


(53)

Berdasarkan tabel.2 tersebut, jumlah guru dari 21 sekolah SD Negeri yang ada di Kecamatan Ciledug berjumlah 205 orang dan jumlah peserta didik keseluruhan sebanyak 4710 siswa. Setiap sekolah memiliki kelas dengan rombongan belajar (rombel) yang berbeda-beda yang dikategorikan dengan kelas tanpa paralel dan kelas paralel. Kelas tanpa paralel merupakan suatu rombongan belajar yang tidak dibagi dua atau lebih dan jumlahnya hanya 1 pada tiap kelas dari kelas 1 sampai kelas 6, sedangkan kelas paralel merupakan suatu kelas/tingkat yang memiliki rombongan belajar lebih dari 1. Di Kecamatan Ciledug sendiri variasi jumlah rombel pada SD ada yang berjumlah 6,7,9,12 dan 14. Pada tabel.2 juga terdapat kolom class size yang merupakan perhitungan dari jumlah siswa di bagi jumlah rombel sehingga menghasilkan rata-rata jumlah siswa pada tiap kelas.

Berdasarkan tabel nomor 1, terlihat jumlah guru, jumlah siswa, rombel, dan class size masing-masing sekolah berbeda-beda. Ada sekolah yang memiliki guru dengan jumlah paling sedikit yaitu 6 guru, paling banyak yaitu 16 guru. Sedangkan untuk siswa paling sedikit berjumlah 90 dan paling banyak berjumlah 540. Perbedaan jumlah guru dan siswa tersebut sangat jauh. Selain itu jumlah guru dengan jumlah rombel selisihnya tidak jauh berbeda, padahal jumlah guru harus sesuai dengan jumlah rombel dan apabila dilihat pada tabel.2 jumlah guru tersebut belum dibagi secara rinci yaitu untuk guru kelas, guru agama, guru penjaskes, serta guru mata pelajaran.

Kondisi rombel antar sekolah juga berbeda-beda yang menandakan bahwa fasilitas seperti ruang kelas jumlahnya berbeda. Hal tersebut bisa menjadi bahan acuan di masyarakat bahwa sekolah yang memiliki ruang kelas banyak lebih


(54)

bagus daripada sekolah yang ruang kelasnya sedikit. Juga apabila jumlah siswa pada suatu sekolah lebih banyak dari sekolah lain, masyarakat akan menilai bahwa sekolah tersebut bagus dan berkualitas karena siswanya banyak. Dari hal tersebut tentu saja menyebabkan adanya perbedaan pandangan dari masyarakat sehingga tercipta kategori sekolah favorit (karena animo tinggi) dan tidak favorit.

Selain itu, kondisi class size pada data tersebut ada yang termasuk dalam kategori sedang, kecil, dan besar. Apabila sekolah yang masuk dalam kategori class size sedang, maka situasi belajar mengajar dapat kondusif karena rata-rata jumlah siswa sudah cukup dalam 1 ruang kelas sehingga guru dapat memperhatikan dan mengawasi tiap masing-masing siswa. Sedangkan apabila sekolah yang masuk dalam kategori class size kecil dan besar dapat menimbulkan ketidakefektifan dalam belajar. Kelas yang jumlah siswanya terlalu sedikit dapat membuat ketidakefektifan waktu dan biaya bagi guru yang mengajar, sementara disekolah lain terdapat guru yang mengajar banyak siswa. Sedangkan kelas yang jumlah siswanya banyak tentu suasana kelas menjadi ramai dan penuh sehingga kegiatan belajar mengajar bisa terganggu. Hal tersebut tentu berdampak pada kualitas belajar siswa yang seharusnya menyerap pelajaran dengan baik, tetapi karena kondisi belajar tidak efekitf kualitas belajar menjadi menurun.

Dari UPT Pendidikan Kecamatan Ciledug, penulis juga mendapatkan data tentang siswa baru kelas 1 menurut umur yang ternyata sebagaian besar berumur 6 tahun, sedangkan menurut Peraturan Bersama nomor 04/VI/PB/2011 persyaratan

bagi calon peserta didik untuk SD yaitu telah berusia 7 sampai 12 tahun dan minimal berusia 6 tahun. Berarti sebagian masyarakat lebih tertarik untuk


(55)

menyekolahkan anaknya pada usia 6 tahun, padahal pada usia tersebut kondisi

anak secara psikologis masih tertatih-tatih dalam keterampilan sosial, ia baru saja melewati atau malah masih berada pada masa kritis dalam perkembangan motorik (kekuatan dan keterampilan fisik).

Pada pemaparan berikutnya akan dibahas tentang kondisi siswa berdasarkan animo, asal tempat tinggal, latar belakang pekerjaan orang tua, jenis kelamin, dan kondisi guru berdasarkan perbandingan rombel, perbandingan guru dengan siswa, umur, serta jenis kelamin. Data-data tersebut didapatkan peneliti dari sekolah maupun UPT Pendidikan Kecamatan Ciledug.

B. Kondisi Siswa SD Negeri di Kecamatan Ciledug 1. Animo Siswa

a) Jumlah Siswa Masuk Kelas 1

Setiap sekolah pada tahun ajaran baru tentu membuka pendaftaran siswa baru untuk kelas satu. Minat masyarakat terhadap suatu sekolah dapat diketahui dari jumlah pendaftar atau siswa baru kelas 1 yang diterima. Untuk mengetahui jumlah siswa kelas 1 pada tiap sekolah SD yang ada di Kecamatan Ciledug, berikut data dan penjelasannya:


(56)

Tabel 3. Jumlah Peminat Masuk Sekolah SD Kelas 1

No Nama Sekolah Siswa

Kelas 1

Ruang Kelas 1

1 SDN 1 Bojongnegara 22 1

2 SDN 2 Bojongnegara 36 1

3 SDN 1 Ciledug Kulon 72 1

4 SDN 1 Ciledug Lor 20 1

5 SDN 2 Ciledug Lor 8 1

6 SDN 3 Ciledug Lor 17 1

7 SDN 1 Ciledug Tengah 57 2

8 SDN 2 Ciledug Tengah 45 1

9 SDN 1 Ciledug Wetan 25 1

10 SDN 2 Ciledug Wetan 22 1

11 SDN 1 Damarguna 43 1

12 SDN 2 Damarguna 63 1

13 SDN 1 Jatiseeng 87 2

14 SDN 1 Jatiseeng Kidul 33 1

15 SDN 2 Jatiseeng Kidul 39 1

16 SDN 3 Jatiseeng Kidul 24 1

17 SDN 1 Leuweunggajah 24 1

18 SDN 2 Leuweunggajah 39 1

19 SDN 1 Tenjomaya 37 1

20 SDN 2 Tenjomaya 17 1

21 SDN 3 Tenjomaya 20 1

Jumlah 750 27

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa hampir semua sekolah hanya memiliki satu ruang kelas untuk siswa baru kelas 1. Sekolah yang memiliki 1 ruang kelas untuk siswa baru biasanya menggunakan sistem shift/pergantian. Sistem pergantian tersebut hanya bagi kelas 1 yang memiliki 2 rombel sehingga ruang kelas digunakan bergantian. Dari tabel tersebut juga terdapat 2 sekolah yang memiliki 2 ruang kelas untuk siswa baru kelas 1. Pada 2 sekolah tersebut terlihat bahwa jumlah siswa kelas 1 lebih dari 50 anak. Apabila dibandingkan dengan jumlah ruang yang tersedia, hal tersebut dapat dikatakan wajar karena siswanya banyak tentu ruang kelas menyesuaikan. Selain itu, dua sekolah tersebut juga


(57)

merupakan sekolah favorit sehingga animo masyarakat tinggi untuk mendaftar. Lain halnya dengan SDN 1 Ciledug Kulon, sekolah ini juga merupakan salah satu sekolah favorit di Kecamatan Ciledug, akan tetapi hanya memiliki 1 ruang kelas untuk siswa baru kelas 1 sehingga ruang kelas digunakan bergantian.

Beberapa sekolah lain juga yang memiliki jumlah siswa lebih dari 45 anak dengan menggunakan 1 kelas bergantian. Sedangkan sekolah yang siswanya memiliki jumlah dibawah 32 anak tentu hanya memiliki 1 ruang kelas karena rombongan belajar hanya 1. Adanya beberapa sekolah favorit membuat masyarakat semakin tertarik untuk menyekolahkan anaknya disana. Hal tersebut terlihat dari sekolah-sekolah yang jumlah siswa barunya lebih dari 50 anak.

Dari berbagai penjelasan yang telah dipaparkan, peneliti memberikan gambaran animo siswa masuk kelas 1 menurut asal tempat tinggal dalam bentuk gambar sebaran siswa. Dari gambar sebaran tersebut akan terlihat asal siswa dari desa mana saja sehingga dapat diketahui sekolah mana yang memiliki siswa dari berbagai macam asal daerah. Sekolah yang memiliki siswa dengan sebaran asal daerah paling banyak berarti memiliki animo yang besar di masyarakat karena banyak yang berminat untuk sekolah di sekolah tersebut. Pada penyajian gambaran ini peneliti hanya mengambil sampel 4 sekolah saja yang jumlah siswa kelas 1 paling banyak pada 4 urutan teratas, yaitu SDN 1 Jatiseeng, SDN 1 Ciledug Kulon, SDN 2 Damarguna, dan SDN 1 Ciledug Tengah. Untuk mengetahui sebaran siswa kelas 1 dari 4 sekolah di atas, gambar sebarannya sebagai berikut, dengan gambar pertama yaitu sebaran siswa kelas 1 SDN 1 Jatiseeng:


(58)

Gambar 1. Sebaran Siswa Kelas 1 SDN 1 Jatiseeng

Adapun sebaran siswa kelas 1 SDN 1 Ciledug Kulon, terdapat pada gambar berikut:

Gambar 2. Sebaran Siswa Kelas 1 SDN 1 Ciledug Kulon                 Kec. CILEDUG             SDN 1 Jatiseeng        Jumlah Siswa Kelas 1=87            37,9%        Desa Jatiseeng  Desa  Leuweunggajah  6,8%  Desa  Tenjomaya  5,7%  Desa  Damarguna  5,7%  Desa  Jatiseeng  Kidul  11,5%  Desa Ciledug  Kulon  3,4% Kec.  Pasaleman  3,4%  Kec. Waled  2,3% Kec. Pabuaran  22,9%                   Kec. CILEDUG        SDN 1 Ciledug Kulon  Jumlah Siswa Kelas 1=72        45,8%  Desa Ciledug Kulon  1  Desa  Leuweunggajah  1,4%  Desa  Jatiseeng  Kidul  4,1%  Desa  Ciledug  Lor  8,3%  Desa  Ciledug  Wetan  9,7%  Desa Ciledug  Tengah  5,5% Kec.  Pasaleman  4,2%  Kec.  Waled  2,7%  Kec. Pabuaran  5,5%  Kec. Pabedilan  4,2%  Desa  Jatiseeng  6,9%  Desa  Bojongnegara  1,4% 


(59)

Selain itu, sebaran siswa kelas 1 SDN 2 Damarguna dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3. Sebaran Siswa Kelas 1 SDN 2 Damarguna

Gambar sebaran yang terakhir yaitu sebaran siswa kelas 1 SDN 1 Ciledug Tengah, adalah sebagai berikut:

Gambar 4. Sebaran Siswa Kelas 1 SDN 1 Ciledug Tengah                   Kec. CILEDUG     

SDN 2 Damarguna  Jumlah Siswa Kelas 1=63        82,5%  Desa Damarguna  Desa Ciledug  Kulon  1,5%  Desa  Jatiseeng  12,7%  Desa  Tenjomaya  3,2%                          Kec.CILEDUG          SDN 1 Ciledug Tengah  Jumlah Siswa Kelas 1=57          36,8%  Desa Ciledug Tengah  Desa  Bojongnegara  1,7% Desa  Jatiseeng  3,5%  Desa Ciledug  Lor  7,01% Kec.  Pabuaran  5,2%  Desa  Jatiseeng  Kidul  1,7%  Desa  Damarguna  3,5%  Kec. Bojongsari  3,5%  Kec.  Pabedilan  1,7%  Kec. Jatisawit  1,7%  Desa Ciledug  Kulon  33,3% 


(60)

Berdasarkan gambar 1,2,3 dan 4 yang disajikan, terlihat bahwa SDN 1 Ciledug Kulon memiliki sebaran asal siswa paling banyak yaitu 7 desa sebaran di dalam kecamatan, dan 4 sebaran dari luar kecamatan. Hal tersebut menandakan bahwa peminat SDN 1 Ciledug Kulon berasal dari berbagai daerah baik dalam maupun luar kecamatan. Sedangkan SDN 1 Jatiseeng yang memiliki jumlah siswa kelas 1 paling banyak, sebaran siswanya lebih sedikit dibandingkan dengan SDN 1 Ciledug Kulon dan SDN 1 Ciledug Tengah. Pada SDN 1 Jatiseeng hanya memiliki 5 sebaran di dalam kecamatan, dan 3 sebaran dari luar kecamatan. Selain itu, sebaran yang paling sedikit dari 4 sekolah di atas yaitu SDN 2 Damarguna yang hanya memiliki 3 desa sebaran di dalam kecamatan. SDN 2 Damarguna memiliki persentase siswa berdasarkan asal dari dalam desa lokasi sekolah paling tinggi yaitu sebesar 82,5%, dibandingkan dengan SDN 1 Jatiseeng sebesar 37,9%, SDN 1 Ciledug Kulon sebesar 45,8%, dan SDN 1 Ciledug Tengah sebesar 36,8%.

Berdasarkan persentase sebaran siswa tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi minat siswa memilih sekolah yaitu faktor eksternal khususnya lingkungan non sosial seperti jarak dari tempat tinggal ke sekolah. Masyarakat lebih mengutamakan memilih sekolah yang dekat dengan rumah/tempat tinggal agar lebih menghemat waktu, biaya, dan tenaga.

b) Siswa Menurut Umur

1) Siswa Baru Kelas 1 menurut Dominan Umur 6 Tahun

Untuk mengetahui kondisi siswa baru SD kelas 1 se-Kecamatan Ciledug yang dominan berumur 6 tahun yaitu sebagai berikut;


(61)

Tabel 4. Jumlah Siswa Kelas 1 Menurut Dominan Umur 6 Tahun

No Nama Sekolah Umur

6 Th 6 Th 7 Th 8 Th

1 SDN 1 Jatiseeng 3 45 35 4

2 SDN 1 Ciledug Kulon 12 41 21 0

3 SDN 2 Damarguna 0 40 23 0

4 SDN 1 Ciledug Tengah 0 38 16 3

5 SDN 1 Damarguna 6 31 6 0

6 SDN 2 Ciledug Tengah 8 27 15 0

7 SDN 1 Tenjomaya 0 25 10 2

8 SDN 2 Bojongnegara 2 21 10 3

9 SDN 1 Jatiseeng Kidul 0 21 11 1

10 SDN 2 Ciledug Wetan 2 18 2 0

11 SDN 3 Ciledug Lor 0 14 4 0

12 SDN 1 Leuweunggajah 2 14 8 0

13 SDN 1 Bojongnegara 0 14 8 0

14 SDN 3 Jatiseeng Kidul 1 12 10 1

15 SDN 1 Ciledug Lor 0 11 9 0

16 SDN 3 Tenjomaya 0 10 6 4

17 SDN 2 Ciledug Lor 1 6 1 0

Jumlah 37 388 195 18

Berdasarkan tabel di atas usia 6 tahun merupakan usia yang tepat untuk masuk sekolah dasar. Hal tersebut terlihat dari banyaknya siswa baru yang berumur 6 tahun. Padahal dalam Peraturan Bersama nomor 04/VI/PB/2011 persyaratan bagi

calon peserta didik untuk SD yaitu telah berusia 7 sampai 12 tahun dan minimal berusia 6 tahun. Dari peraturan tersebut saja sudah jelas bahwa usia 6 tahun merupakan usia minimal untuk masuk sekolah dan yang lebih ideal adalah anak umur 7 tahun. Tetapi pada kenyataannya masyarakat masih memilih untuk menyekolahkan anaknya pada usia 6 tahun dan yang berusia 7 tahun jumlahnya masih lebih sedikit.

Telah kita ketahui bersama sejak jaman dahulu para orang tua lebih memilih menyekolahkan anaknya di usia yang relatif muda yaitu berkisar antara 5-6 tahun


(62)

karena faktor keinginan anak untuk cepat sekolah, agar tidak bermain terus, anggapan bahwa apabila anak cepat masuk sekolah nanti akan cepat pintar dan sebagainya. Padahal pada usia tersebut kondisi anak secara psikologis masih

tertatih-tatih dalam keterampilan sosial, ia baru saja melewati atau malah masih berada pada masa kritis dalam perkembangan motorik (kekuatan dan keterampilan fisik). Tetapi sampai pada saat ini usia 6 tahun masih sebagai usia unggulan untuk menyekolahkan anak bagi masyarakat khususnya di Kecamatan Ciledug.

Berdasarkan hal tersebut, faktor yang mempengaruhi minat siswa sekolah berdasarkan umur yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu berasal dari aspek psikologis yaitu motivasi si anak yang ingin segera sekolah. Sedangkan faktor eksternal yaitu dari lingkungan social seperti keluarga yaitu orang tua yang ingin anaknya cepat pintar apabila sekolah, juga agar tidak terlalu sering bermain. Selain itu faktor eksternal lain adalah lingkungan social yaitu teman karena mengikuti temannya yang sudah masuk sekolah sehingga si anak ikut-ikutan ingin masuk sekolah.

2) Siswa Baru Kelas 1 Menurut Dominan Umur 7 Tahun

Untuk mengetahui kondisi siswa baru SD kelas 1 yang dominan umur 7 tahun se-Kecamatan Ciledug, data dan penjelasannya adalah sebagai berikut

Tabel 5. Jumlah Siswa Kelas 1 Menurut Dominan Umur 7 Tahun

No Nama Sekolah Umur

<6 Th 6 Th 7 Th 8 Th

1 SDN 2 Jatiseeng Kidul 0 18 21 0

2 SDN 2 Leuweunggajah 2 15 20 2

3 SDN 1 Ciledug Wetan 2 10 12 1


(63)

Berdasarkan tabel nomor 5 terlihat umur 7 tahun lebih dominan daripada umur lain. Akan tetapi jumlah sekolah yang memiliki siswa baru kelas 1 dengan umur dominan 7 tahun lebih sedikit dari sekolah yang dominan siswa kelas 1 umur 6 tahun.Apabila diperhatikan, selisih antara umur 7 dan 6 tahun tidak terlalu jauh. Dari hal tersebut menunjukan bahwa hanya beberapa orang tua saja yang telah memiliki pemikiran untuk menyekolahkan anaknya tepat di usia 7 tahun. Padahal di usia 7 tahun lah usia yang tepat untuk masuk sekolah dasar. Selain karena sesuai dengan peraturan, secara psikologis sisi mental emosional dan sosialnya telah matang sehingga sudah siap untuk menerima pelajaran dikelas dan berinterkasi dengan sesama siswa maupun guru.

Berdasarkan dua pokok penjelasan di atas, lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram di bawah ini:

Gambar 5. Data Siswa Baru Kelas 1 Menurut Umur Seluruh SD Negeri di Kecamatan Ciledug

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Diagram Siswa Baru SD Kelas 1 Menurut Umur di Kec.Ciledug

8 Th 7 Th 6 Th ≤ 5 Th


(64)

Pada gambar.5 secara keseluruhan terlihat bahwa usia masuk sekolah di Kecamatan Ciledug lebih banyak berumur 6 tahun. Hal tersebut menunjukan bahwa wajib belajar di Kecamatan Ciledug sudah terlaksana, yaitu dilihat dari penduduk pada usia wajib belajar sudah tuntas.

Dari berbagai penjelasan di atas, terlihat jelas bahwa usia sekolah dasar di Kecamatan Ciledug sebagian besar berumur 6 tahun. Untuk mengetahui kondisi pendidikan berdasarkan usia sekolah dasar di Kecamatan Ciledug, perlu adanya perbandingan dengan daerah lain, sehingga akan terlihat seperti apa perbandingan usia sekolah dasar antar daerah. Pada bahasan ini peneliti membandingkan usia sekolah dasar yang ada di Kecamatan Ciledug dengan Kota Yogyakarta. Telah kita ketahui bersama bahwa Kota Yogyakarta merupakan kota pelajar yang memiliki kualitas pendidikan yang baik. Pada jenjang pendidikan dasar khususnya SD untuk anak usia sekolah pada umumnya berumur 7 tahun. Tentu hal tersebut berbeda dengan Kecamatan Ciledug yang sebagian besar anak usia masuk sekolah berumur 6 tahun.

Untuk mengetahui perbandingan usia sekolah dasar di Kecamatan Ciledug dengan Kota Yogyakarta, peneliti hanya mengambil sample beberapa sekolah yang termasuk dalam sekolah favorit. Adapun sample sekolah favorit dari Kec.Ciledug adalah SDN 1 Jatiseeng, SDN 1 Ciledug Kulon, SDN 2 Damarguna, dan SDN 1 Ciledug Kulon. Sedangkan sample sekolah favorit dari Kota Yogyakarta yaitu SDN Pujokusuman 1, SDN Ungaran 1, dan SDN Lempuyangwangi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(65)

Tabel 6. Data Siswa SD Negeri Kelas 1 Menurut Umur di Sekolah Favorit Kecamatan Ciledug

No Nama Sekolah Umur Jumlah

<6 Th 6 Th 7 Th 8 Th

1 SDN 1 Jatiseeng 3 45 35 4 87

2 SDN 1 Ciledug Kulon 10 41 21 0 72

3 SDN 2 Damarguna 0 40 23 0 63

4 SDN 1 Ciledug Tengah 0 38 16 3 57

Jumlah 13 164 95 7 279

Adapun data siswa kelas 1 menurut umur di sekolah favorit Kota Yogyakarta, adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Data Siswa SD Negeri Kelas 1 Menurut Umur di Sekolah Favorit Kota Yogyakarta

No Nama Sekolah Umur Jumlah

<6 Th 6 Th 7 Th 8 Th

1 SDN Pujakusuman 1 0 0 112 0 112

2 SDN Ungaran 0 0 109 3 112

3 SDN Lempuyangwangi 0 0 82 2 84

Jumlah 0 0 303 5 308

Berdasarkan tabel.6 dan tabel.7 di atas perbandingan usia sekolah dasar di Kecamatan Ciledug dengan Kota Yogyakarta terlihat berbeda. Di 3 sekolah favorit kota Yogyakarta, sebesar 98,4% usia sekolah berumur 7 tahun dan 1,6% berumur 8 tahun. Sedangkan di Kecamatan Ciledug siswa yang berumur 7 tahun pada 4 sekolah favorit di atas hanya memiliki persentase sebesar 34% dan persentase paling tinggi yaitu yang berumur 6 tahun sebesar 58,8%. Dari hasil tersebut apabila merujuk pada Peraturan Bersama tentang pesyaratan usia bagi calon peserta didik baru, ketiga sekolah SD Kota Yogyakarta sudah sesuai dengan peraturan tersebut. Sedangkan 4 sekolah di Kecamatan Ciledug belum memenuhi


(66)

peraturan tersebut. Akan tetapi dengan diterimanya anak usia 6 dan dibawah 6 tahun pada SD di Kecamatan Ciledug, menunjukan bahwa usia wajib belajar disana sudah tuntas karena sudah tidak ada lagi siswa yang mendaftar pada usia 7 tahun. Hal tersebut berbeda dengan SD di Kota Yogyakarta yang masih didominasi siswa umur 7 tahun.

c) Siswa Menurut Pekerjaan Orang Tua

Pada tahun ajaran baru, para orang tua tentu menyiapkan keperluan pendidikan bagi anak-anaknya yang bersekolah. Keadaan ekonomi orang tua siswa turut mendukung siswa dalam pengadaan sarana dan prasarana belajar, yang akan memudahkan dan membantu pihak sekolah untuk peningkatan proses belajar mengajar, seperti buku tulis, perlekngkapan alat tulis, baju seragam, sepatu, tas, dan sebagainya. Terutama bagi siswa baru kelas 1 yang perlu mempersiapkan segala kebutuhan untuk masuk sekolah.

Sementara itu tidak semua orang tua memiliki latar belakang ekonomi (pekerjaan) yang sama sehingga tidak semua dapat memenuhi kebutuhan sekolah. Hal tersbut menimbulkan kesenjangan pemenuhan kebutuhan pada tiap anak yang berdampak langsung pada kualitas belajar. Adapun pekerjaan orang tua siswa baru kelas 1 pada beberapa SD (yang memiliki data lengkap) di Kecamatan Ciledug, adalah sebagai berikut:


(67)

Tabel 8. Data Siswa Baru Kelas 1 Menurut Latar Belakang Ekonomi (Pekerjaan Orang Tua)

No Nama Sekolah

Pekerjaan ORTU

Jumlah PNS Peg.

Swasta Wiraswasta Buruh

Lain-lain

1 SDN 1 Jatiseeng 6 10 44 23 4 87

2 SDN 2 Damarguna 0 5 20 36 2 63

3 SDN 2 Bojongnegara 1 0 12 23 0 36

4 SDN 2 Tenjomaya 1 0 0 16 0 17

5 SDN 2 Ciledug Wetan 0 1 9 12 0 22

6 SDN 2 Ciledug Lor 0 0 5 3 0 8

Jumlah 8 16 90 113 6 233

Persentase 3.4 6.9 38.6 48.5 2.6 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa orang tua siswa baru kelas 1 berasal dari latar belakang pekerjaan yang berbeda-beda. Latar belakang ekonomi keluarga yang dimiliki tersebut bisa dilihat dari jenis pekerjaan orangtua siswa yang bersekolah di sekolah tersebut. Beberapa jenis pekerjaan di atas, dari 6 sekolah tersebut paling banyak orang tua siswa bekerja sebagai buruh yaitu sebanyak 113 orang atau 48,5%. Selanjutnya wiraswasta sebanyak 90 orang atau 38,6%, pegawai swasta sebanyak 16 orang atau 6,9%, PNS sebanyak 8 orang atau 3,4%, dan pada bidang pekerjaan lain sebanyak 6 orang atau 2,6%.

Dari rincian data tersebut menjunjukan bahwa latar belakang ekonomi orang tua siswa kelas 1 hampir sebagian besar bekerja sebagai buruh dengan persentase sebesar 48,5%. Berarti bisa dikatakan bahwa orang tua siswa baru kelas 1 pada 6 sekolah di atas berasal dari latar belakang ekonomi menengah kebawah. Dengan kondisi ekonomi seperti itu, diperkirakan tidak ada kesenjangan pemenuhan kebutuhan sekolah yang terlalu mencolok karena sebagian besar kondisi ekonomi orang tua siswa sama yaitu sebagai buruh. Sedangkan orang tua dengan latar


(68)

belakang pekerjaan sebagai PNS atau pegawai swasta jumlahnya lebih sedikit daripada pekerjaan sebagai buruh.

2. Kondisi Rombongan Belajar (Rombel) dan Class size Antar SD Negeri di Kecamatan Ciledug

a) Kondisi Rombongan Belajar (Rombel) per-Kelas (Tingkat)

Sekolah SD yang ada di Kecamatan Ciledug memiliki 2 tipe jumlah rombel yaitu rombel dengan jumlah 6 dan rombel lebih dari 6. Sekolah dengan rombel yang berjumlah 6 yaitu kelas tanpa paralel, sedangkan sekolah dengan rombel yang jumlahnya lebih dari 6 disebut kelas paralel. Dari total 21 SD negeri yang ada di Kecamatan Ciledug, sebagian besar merupakan sekolah dengan kelas tanpa paralel, dan hanya 9 sekolah yang memiliki kelas paralel lebih 6 rombel. Untuk lebih mengetahui sekolah mana saja yang termasuk dalam kategori sekolah dengan kelas tanpa paralel dan sekolah dengan kelas paralel, berikut data dan penjelasannya:

1) Kelas tanpa Paralel

Kelas tanpa paralel merupakan suatu rombongan belajar yang tidak dibagi dua atau lebih dan jumlahnya hanya 1 pada tiap kelas dari kelas 1 sampai kelas 6. Sekolah dengan kelas tanpa paralel, rombel harus berjumlah 6 karena harus sesuai dengan tingkatan kelas yang ada di sekolah dasar. Untuk mengetahui sekolah-sekolah mana saja yang memiliki kelas tanpa paralel, berikut data dan penjelasannya:


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)