STRUKTUR HUKUM PEGADAIAN SYARIAH DALAM P

STRUKTUR HUKUM PEGADAIAN SYARIAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

(Suatu Tinjauan Yuridis Normatif

Terhadap Praktek Pegadaian Syariah di Kudus)

Oleh : Ahmad Supriyadi *1

Abstrak

Kegiatan Gadai Syariah merupakan suatu gejala ekonomi yang baru lahir semenjak regulasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 jo. Undang-Undang Nomor

21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Regulasi ini di respon oleh Dewan Syariah Nasional dengan mengeluarkan fatwa Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan juga fatwa Nomor 26/ DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas. Kegiatan gadai syariah yang baru ini melahirkan sistem hukum baru di dalam sistem hukum di Indonesia. Kondisi ini didasarkan pada lahirnya perjanjian-perjanjian yang belum ada dalam sistem hukum perdata di Indonesia misalnya ar-rahn. Karena Sistem ar-rahn berasal dari sistem hukum Islam. Karena itu akan banyak masalah yang terjadi bila struktur hukumnya belum di temukan. Sedangkan penelitian tentang struktur hukum pegadaian syariah dalam perspektif hukum Islam dan Hukum positif belum banyak dan hanya beberapa orang misalnya Zainuddin Ali, Abdul Ghofur Anshori dan Nur Aliyah. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pengambilan datanya melalui observasi dan quesioner. Untuk bisa menyelesaikan rumusan masalah yang ada peneliti menggunakan pendekatan sistem dengan pemahaman bahwa dalam pegadaian syariah itu operasionalnya menggunakan sistem tertentu dan pendekatan yang lain yaitu pendekatan yuridis normatif yang digunakan untuk menganalisis praktik pegadaian syariah dari sisi hukum. Struktur hukum dalam pegadaian syariah yang telah penulis teliti di Pegadaian Syariah Kudus dapat di simpulkan.

* 1.Dosen STAIN Kudus dan Mahasiswa Program Dorktor Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang

EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 1

Ahmad Supriyadi

Bahwa struktur hukum perjanjian yang di buat oleh para pihak ada dua struktur yaitu struktur hukum gadai pada perjanjian gadai dan struktur hukum jual beli pada skim mulia. Struktur hukum gadai yang di lakukan di Pegadaian Syariah Kudus memuat : suatu perbuatan hukum oleh seseorang atau rahin mengikatkan diri pada orang lain atau murtahin untuk memperoleh pinjaman uang dengan jaminan berupa benda bergerak. Perjanjian ini dalam struktur hukum perdata termasuk perjanjian bernama yang mempunyai sifat timbal balik, di satu sisi punya hak dan di sisi lain punya kewajiban secara timbal balik. Perjanjian demikian itu termasuk perjanjian konsensuil obligatoir, karena terbentuknya perjanjian itu berdasarkan konsensus dan yang di perjanjikan mengandung unsur ekonomi. Sedangkan pada skim mulia perjanjian yang di bentuk termasuk struktur hukum jual beli, karena di satu sisi ada penjual dan di sisi lain ada pembeli dan juga ada obyek jual beli berupa logam mulia. Perjanjian jual beli termasuk perjanjian bernama yang sifatnya juga konsensuil obligatoir karena perjanjian ini terbentuk dengan adanya kata sepakat dan tidak diharuskan ada formalitas tertentu seperti barang tak bergerak. Berdasarkan hubungan hukum, perjanjian ini termasuk perjanjian timbal balik karena ada hak dan kewajiban secara timbal balik antara pembeli dan penjual. Kedua struktur hukum tersebut telah di atur dalam KUH perdata dan telah di atur dalam hukum perdata yang berasal dari hukum Islam. Struktur hukum ini mempunyai kekhususan dimana ia berasal dari struktur hukum Islam yang di adopsi dari budaya Islam di zaman Arab.

Kata Kunci: Struktur Hukum Pegadaian Syariah dalam Perspektif

Hukum Islam dan Hukum Positif

A. Latar Belakang Masalah

Islam telah mengatur pemeluknya dalam segala aspek kehidupan melalui syariah yang dituangkan dalam kaedah-kaedah dasar dan aturan-aturan. semua pemeluk Islam di wajibkan untuk mentaatinya ataupun mempraktikkan dalam praksis kehidupan. Sehingga sangat wajar bila interaksi antara sesama umat Islam yang berdasarkan syariah perlu mendapat kajian yang serius karena umat perlu panduan keilmuan supaya tidak salah berperilaku. Karena itu perlu pengkajian aturan Islam dalam seluruh sisi kehidupan kita sehari-hari, diantaranya yang berawal dari interaksi sosial dengan sesama manusia, khususnya dalam hal ekonomi.

Pinjam meminjam dalam ekonomi adalah sesuatu yang lazim di lakukan oleh para pelaku ekonomi. Walau demikian meminjam untuk menanggung kebutuhan hidup berupa makan dan minum

2 Vol. 3, No. 2, Juli-Desember 2010

Struktur Hukum Pegadaian Syari’ah dalam Perspektif Hukum Islam

dengan pinjaman yang terlalu besar, tidaklah di anjurkan oleh Islam. Sedangkan pinjaman yang berkaitan dengan harta untuk modal usaha sangat di anjurkan, dengan dasar bahwa uang yang di miliki oleh para aghniya supaya mempunyai nilai manfaat yang lebih.

Berdasarkan fenomena ini pemerintah merasa prihatin karena kelemahan orang menjadi lahan yang enak bagi para pemilik modal. Karena itulah pemerintah mendirikan lembaga formal tentang pegadaian. Lembaga formal tersebut dibagi menjadi dua yaitu lembaga bank dan lembaga nonbank. Lembaga nonbank inilah pemerintah telah memfasilitasi masyarakat dengan suatu perusahaan umum (perum) yang melakukan kegiatan pegadaian yaitu Perum Pegadaian yang menawarkan pinjaman yang lebih mudah, proses yang jauh lebih singkat dan persyaratan yang relatif sederhana dan mempermudah masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dana. Hal ini kegiatan bagi masyarakat yang beragama non Islam. padahal Indonesia berpenduduk sebagian besar beragama Islam.

Perum Pegadaian melihat masyarakat Indonesia yang sebagian besar beragama Islam, maka ia meluncurkan sebuah produk gadai yang berbasiskan prinsip-prinsip syariah sehingga masyarakat mendapat beberapa keuntungan yaitu cepat, praktis dan menentramkan, produk yang dimaksud di atas adalah produk Gadai Syariah.

Perusahaan umum pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai jin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai seperti dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150. Tugas pokoknya adalah memberikan pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai (Heri Sudarsono, 2004:156). Undang-undang ini di atur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum Pegadaian.

Kegiatan Gadai Syariah merupakan suatu gejala ekonomi yang baru lahir semenjak regulasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 jo. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Regulasi ini di respon oleh Dewan Syariah Nasional dengan mengeluarkan fatwa Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan juga fatwa Nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas.

EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 3

Ahmad Supriyadi

Kegiatan gadai syariah yang baru ini melahirkan sistem hukum baru di dalam sistem hukum di Indonesia. Kondisi ini didasarkan pada lahirnya perjanjian-perjanjian yang belum ada dalam sistem hukum di Indonesia misalnya ar-rahn. Sistem ar-rahn berasal dari sistem hukum Islam yang di tulis dalam kitab-kitab iqih baik klasik maupun kontemporer yang kemudian di implementasikan oleh masyarakat Indonesi. Implementasinya memunculkan masalah baru di dalam hukum positip yaitu adanya dualisme sistem yaitu pegadaian konvensional yang pengaturannya mengacu pada hukum positip murni dan pegadaian syariah yang mengacu pada hukum Islam.

Pegadaian syariah secara yuridis belumlah mempunyai dasar hukum yang kuat bila dilihat dari sisi hukum positip, karena belum adanya UU yang mengaturnya. Hal ini menimbulkan ketidak pastian hukum tentang pegadaian syariah, lebih-lebih bila ada perbuatan hukum yang bermasalah dan pasti akan ditanyakan bagaimana hukumnya?

Walaupun saat ini belum pernah di dengar adanya suatu masalah hukum menyangkut pegadaian syariah, tapi di kemudian hari akan ada suatu wanprestasi di dalam implementasi produk- produk pegadaian syariah. Karena itu semua akan membutuhkan hukum.

Di sisi lain masyarakat yang belum paham tentang syariah selalu bertanya apa dan bagaimana pegadaian syariah serta bagaimana operasionalnya? Tapi mereka juga ada kecurigaan tentang produk-produk yang di keluarkan oleh pegadaian syariah. Misalnya mempertanyakan apa bedanya pegadaian syariah dengan konvensional.

Hal diatas menunjukkan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pegadaian syariah. Akibat yang di timbulkan adalah mereka kurang menyukai pegadaian syariah. Padahal umat Islam di Indonesia adalah penduduk mayoritas yang berinteraksi ekonomi secara syariah.

B. Rumusan Masalah

Uraian diatas menerangkan bahwa pegadaian syariah mempunyai sistem hukum yang berbeda dengan hukum positip dan

4 Vol. 3, No. 2, Juli-Desember 2010

Struktur Hukum Pegadaian Syari’ah dalam Perspektif Hukum Islam

sistem hukumnya banyak mengadopsi dari sistem hukum Islam, sehingga dapat diambil rumusan masalah yaitu:

1. Bagaimana praktik produk-produk Pegadaian Syariah?

2. Bagaimana struktur hukum pegadaian syariah dari perspektif hukum positif dan hukum Islam?

C. Metode Penelitian

Penelitian yang berjudul struktur hukum pegadaian syariah dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif (suatu tinjauan yuridis normatif terhadap praktek pegadaian syariah di kudus) adalah Penelitian mengenai praktik dan sistem hukum di Pegadaian syariah yang merupakan penelitian deskriptif kualitatif.

Untuk menyelesaikan rumusan masalah, peneliti meng- gunakan pendekatan sistem dengan tujuan mendapatkan sistem yang saling berhubungan antara satu produk dengan produk lain di Pegadaian Syariah dan juga dengan pendekatan yuridis normatif untuk menemukan gambaran yang komprehensip mengenai struktur hukum yang ada dalam praktik Pegadaian Syariah.

Obyek penelitian ini adalah praktik produk-produk Pegadaian Syariah dan subyeknya adalah seluruh pegawai atau karyawan di Pegadaian Syariah Kudus dan para nasabahnya.

Data yang diperoleh berupa data primer yang dikumpulkan dengan metode wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan secara terstruktur yaitu dengan panduan wawancara kepada manajer dan para nasabah di Pegadaian Syariah, kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif.

Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pengelompokan data dan memberi kode-kode tertentu kemudian dilakukan pengolahan data secara kualitatif melalui tahapan seleksi, klasiikasi dan kategorisasi berdasarkan kelompok masalah, kemudian dilakukan analisa dengan pendekatan yuridis dan normatif. Dalam proses analisa data ini setidaknya peneliti akan menggunakan beberapa tahap: dimulai dengan analisa deskriptif yang memungkinkan peneliti menguraikan hasil penelitian apa adanya, lalu dilanjutkan dengan analisa hermeneutic yaitu memberikan makna-makna yang ditemukan dalam hubungannya dengan aktivitas. Selanjutnya analisa dan kesimpulan yang logis, utuh, terpadu dan bisa dimengerti dengan menggunakan metode induktif.

EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 5

Ahmad Supriyadi

Laporan hasil penelitan ini berupa data sekunder dan data primer yang dikumpulkan dan dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif yaitu laporan yang memberikan gambaran secara menyeluruh dan sistematis.

D. Hasil Penelitian

1. Produk-Produk Gadai Syariah di PERUM Pegadaian Syariah.

PERUM Pegadaian Syariah memiliki beberapa produk gadai yang telah di operasionalkan sejak adanya unit syariah hingga sekarang. Produk-produk itu antara lain:

1.1. Produk Gadai Syariah ( Ar-Rahn)

a. Pengertian gadai syariah

Gadai syariah di Pegadaian Syariah adalah merupakan skim pinjaman yang mudah dan praktis untuk memenuhi kebutuhan dana bagi masyarakat dengan sistem gadai yang sesuai dengan syariah dengan cara menyerahkan agunan berupa emas perhiasan, berlian, elektronik dan kendaraan bermotor (Sumber: lilet Pegadaian Syariah).

Berdasarkan lilet produk gadai syariah ini mempunyai beberapa keuntungan antara lain:

1) Meningkatkan daya guna barang bergerak karena barang yang di gadaikan berupa motor, cukup di gadaikan BPKB-nya. Sehingga motor masih dapat di pakai oleh rahin dan dapat menghasilkan keuntungan.

2) Prosedur pengajuan dan syarat-syarat untuk mendapatkan pinjaman uang sangat mudah dan cepat

3) Barang di taksir secara valid dan cermat sehingga nilai taksiran bisa optimal

4) Jangka waktu pinjaman leksibel tidak di batasi, bebas menentukan pilihan pembayaran

5) Barang gadai di jamin aman dan di asuransikan

6) Sumber dana dan akad sesuai dengan syariah

b. Tahap-Tahap Pelaksanaan gadai syariah

Adapun untuk mendapatkan pinjaman dengan skim gadai syariah ini ada beberapa tahapan yang di lalui :

6 Vol. 3, No. 2, Juli-Desember 2010

Struktur Hukum Pegadaian Syari’ah dalam Perspektif Hukum Islam

1) Tahap Pengajuan

Pada tahap ini seorang nasabah apabila ingin mendapatkan pinjaman dari Pegadaian Syariah ia harus datang dengan memenuhi beberapa persyaratan:

1. Menyerahkan copy KTP atau identitas resmi lainnya;

2. Menyerahkan barang sebagai jaminan yang berharga misalnya berupa emas, berlian, elektronik, dan kendaraan bermotor;

3. Untuk kendaraan bermotor, cukup menyerahkan dokumen kepemilikan berupa BPKB dan copy dari STNK sebagai pelengkap jaminan;

4. Mengisi formulir permintaan pinjaman;

5. Menandatangani akad Setelah syarat-syarat ini terpenuhi, nasabah membawa barang

jaminan disertai photo copy identitas ke loket penaksiran barang jaminan. Barang akan ditaksir oleh penaksir, kemudian akan memperoleh pinjaman uang maksimal 90% dari nilai taksiran.

Tahap berikutnya adalah tahap perjanjian yang dilakukan sebagai berikut:

2) Tahap Perjanjian

Pada tahap perjanjian, pihak rahin harus datang sendiri dan melakukan negosiasi terlebih dahulu atas perjanjian yang di buat oleh pihak Pegadaian Syariah. Bila pihak rahin tidak sepakat, boleh membatalkan untuk tidak jadi meminjam uang di Pegadaian Syariah. Namun bila telah sepakat atas perjanjian yang ada, maka nasabah langsung menandatangani akad tersebut. Adapun akad yang di gunakan dalam perjanjian gadai syariah ini adalah akad jroh atau Fee Based marhun yang bisa di sebut jarah yakni rahin dimintai imbalan sewa tempat, ujroh pemeliharaan marhun dalam hal penyimpanan barang yang di gadaikan.

Apa yang diperjanjikan?

Hal-hal yang di perjanjikan dalam perjanjian gadai syariah adalah: (a) Judul perjanjian yaitu akad rahn. (b) Hari dan tanggal serta tahun akad (c) Kedudukan para pihak yaitu (1) kantor cabang pegadaian

syariah yang diwakili oleh kuasa pemutus marhun bih, dan oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama serta

EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 7

Ahmad Supriyadi

kepentingan CPS. Di sebut sebagai pihak pertama. (2) rahin atau pemberi gadai adalah orang yang nama dan alamatnya tercantum dalam surat bukti rahn ini.

(d) Hal-hal yang diperjanjikan dalam gadai syariah antara lain: (1) rahn dengan ini mengakui telah menerima pinjaman dari murtahin sebesar nilai pinjaman dan dengan jangka waktu pinjaman sebagaimana tercantum dalam surat buku rahn. (2) Murtahin dengan ini mengakui telah menerima barang milik rahn yang digadaikan kepada murtahin, dan karenanya murtahin berkewajiban mengembalikannya pada saat rahin telah melunasi pinjaman dan kewajiban-kewajibannya lainnya. (3) Atas transaksi rahn tersebut diatas, rahn dikenakan biaya administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (4) Apabila jangka waktu akad telah jatuh tempo, dan rahin tidak melunasi kewajiban-kewajibannya, serta tidak memperpanjang akad, maka rahin dengan ini menyetujui dan atau memberikan kuasa penuh yang tidak dapat ditarik kembali untuk melakukan penjualan atau lelang marhun yang berada dalam kekuasaan murtahin guna pelunasan pembayaran kewajiban-kewajiban tersebut. Dalam hal hasil penjualan atau lelang marhun tidak mencukupi untuk melunasi kewajiban-kewajiban rahin, maka rahin wajib membayar sisa kewajibannya kepada murtahin sejumlah kekurangannya. (5) Bilamana terdapat kelebihan hasil penjualan marhun, maka rahin berhak menerima kelebihan tersebut, dan jika dalam jangka satu tahun sejak dilaksanakan penjualan marhun, rahin tidak mengambil kelebihan tersebut, maka dengan ini rahin menyetujui untuk menyalurkan kelebihan tersebut sebagai shodaqah yang pelaksanaannya diserahkan kepada murtahin. (6) Apabila marhun tersebut tidak laku djual, maka rahin menyetujui pembelian marhun tersebut oleh murtahin minimal sebesar harga taksiran marhun. (7) segala sengketa yang timbul yang ada hubungannya dengan akad ini yang tidak dapat diselesaikan secara damai, maka akan diselesaikan melaui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah bersifat inal dan mengikat.

(e) Membubuhkan tandatangan menunjukkan persetujuan akad rahn. Selain akad rahn, ada pula akad jaroh yang tujuannya adalah

untuk memperjanjikan biaya-biaya yang berkaitan dengan rahn. 8

Vol. 3, No. 2, Juli-Desember 2010

Struktur Hukum Pegadaian Syari’ah dalam Perspektif Hukum Islam

Adapun perjanjian jarah setelah akad rahn isinya adalah sebagai berikut :

(a) Berisi judul akad yaitu akad jarah (b) Hari dan tanggal serta tahun akad (c) Keterangan tentang kedudukan para pihak : (1) Kantor

Cabang Pegadaian Syariah sebagaimana tersebut dalam surat bukti rahn ini yang dalam hal ini diwakili oleh kuasa pemutus marhun bih dan oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama serta kepentingan CPS untuk selanjutnya disebut sebagai Mu'ajjir. (2) Musta'jir adalah orang yang nama dan alamatnya tercantum dalam surat bukti rahn ini.

(d) Pengakuan adanya akad rahn sebelumnya yang isinya : (1) bahwa musta'jir sebelumnya telah mengadakan perjanjian dengan muajjir sebagaimana tercantum dalam akad rahn yang juga tercantum di dalam surat bukti rahn ini, dimana musta'jir bertindak sebagai rahin dan muajjir bertindak sebagai murtahin dan oleh karenanya akad rahn tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan akad ini. (2) bahwa atas marhun berdasarkan akad diatas musta'jir setuju dikenakan jarah.

(e) Kesepakatan tentang akad jarah, yang isinya adalah : (1) para pihak sepakat dengan tarif jarah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk jangka waktu per-sepuluh hari kalender dengan ketentuan penggunaan ma'jur selama satu hari tetap dikenakan jarah sebesar jarah per-sepuluh hari. (2) Jumlah keseluruhan jarah tersebut wajib di bayar sekaligus oleh musta'jir kepada mu'ajjir diakhir jangka waktu akad rahn atau bersamaan dengan dilunasinya pinjaman. (3) apabila dalam penyimpanan marhun terjadi hal-hal di luar kemampuan musta'jir sehingga menyebabkan marhun hilang/rusak tak dapat dipakai maka akan diberikan ganti rugi sesuai ketentuan yang berlaku di PERUM Pegadaian. Atas pembayaran ganti rugi ini musta'jir setuju dikenakan potongan sebesar marhun bih + jarah sampai dengan tanggal ganti rugi, sedangkan perhitungan jarah dihitung sampai dengan tanggal penebusan/ ganti rugi.

Simulasi perhitungan gadai syariah berdasarkan akad ujroh (fee based marhun):

EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 9

Ahmad Supriyadi

Biaya yang di perhitungkan dalam membayar upah meliputi sewa pemakaian tempat, pemeliharaan marhun dan asuransi marhun. Maka perhitungan yang di lakukan adalah:

Ijarah = Taksiran barang x Tarif (Rp.) x Jangka waktu 10.000,-

Hari Misalnya : nasabah memiliki 1 keping Logam Mulia seberat 25 gram dengan kadar 99,99% asumsi harta per gram emas 99,99%= Rp. 300.000,- maka cara menghitungnya adalah sebagai berikut: • Taksiran

= 25 gr. x Rp. 300.000,- = Rp. 7.500.000,- • Uang Pinjaman = 90% x Rp. 7.500.000,- = Rp. 6.750.000,- • Ijaroh /10 hari = 7.500.000,- x 80 x 10 = Rp. 60.000,-

Rp.10.000,- 10

• Biaya Administrasi = Rp. 25.000,- Jika nasabah menggunakan marhun bih selama 26 hari, jaroh

ditetapkan dengan menghitung per 10 hari x 3 maka besar jaroh adalah Rp. 180.000,- (Rp. 60.000,- x 3) jaroh di bayar pada saat nasabah melunasi atau memperpanjang dengan akad baru.

3) Tahap Realisasi Perjanjian

Pada tahap realisasi akad yang telah di sepakati bersama dan telah di tandatangani oleh kedua belah pihak, maka tahap selanjutnya adalah realisasi penyerahan pinjaman kepada rahin.

4) Tahap Akhir Gadai

Pada tahap akhir gadai, yang di kerjakan adalah sebelum berakhirnya gadai, pihak murtahin (Pegadaian Syariah ) memberikan informasi kepada rahin bahwa pinjaman akan berakhir. Setelah di sampaikan maka rahin akan membayar sejumlah uang yang di pinjam dan biaya-biaya penyimpanan selama gadai. Dalam hal ini proses pelunasan bisa dilakukan kapan saja sebelum jangka waktunya, baik dengan cara sekaligus ataupun di angsur. Namun apabila pihak rahin tidak mampu membayar sebesar uang pinjamannya di tambah biaya sewa tersebut, maka barang di lelang oleh Pegadaian Syariah untuk membayar, sedangkan bila ada sisanya uang akan di kembalikan kepada rahin, tapi bila uangnya kurang untuk menutupi pinjaman dan biayanya maka pihak rahin di minta untuk membayar kekurangannya. Tapi pada kenyataan bahwa rahin sering tidak membayar kekurangan dari uang pinjamannya.

10 Vol. 3, No. 2, Juli-Desember 2010

Struktur Hukum Pegadaian Syari’ah dalam Perspektif Hukum Islam

5) Realisasi Pelelangan Barang Gadai

Pelelangan barang gadai di sebabkan karena pihak rahin tidak mampu membayar seluruh hutangnya beserta biaya-biaya yang harus di tanggungnya. Karena itu pihak murtahin diperbolehkan untuk menjual atau melelang barang yang telah di gadaikan kepada murtahin. Adapun meknisme penjualannya adalah sebagai berikut: (a) Pihak rahin mewakilkan kepada murtahin untuk menjualkan

barang yang digadaikan; (b) Pihak murtahin akan menginformasikan secara umum melalui pengumuman bahwa akan diadakan lelang pada tanggal tertentu.

(c) Pihak murtahin melaksanakan lelang yang sesuai dengan prosedur.

1.2. Produk Mulia yaitu murabahah logam mulia untuk investasi jangka panjang.

Program "mulia" merupakan produk pegadaian syariah yang diperuntukkan bagi masyarakat untuk berinvestasi jangka panjang. Produk mulia adalah fasilitas yang di berikan oleh Pegadaian Syariah kepada masyarakat untuk memiliki emas logam mulia dengan cara membeli di Pegadaian Syariah, sedangkan masyarakat membayar dengan cara mengangsur.

Produk ini mempunyai beberapa keuntungan bagi yang memanfaatkan antara lain: (a) Merupakan jembatan untuk mewujudkan niat untuk menunaikan

haji dengan menyimpan emas di Pegadaian Syariah; (b) Emas yang telah di beli di Pegadaian Syariah juga bisa untuk persediaan biaya pendidikan anak; (c) Dapat juga emas itu sebagai tabungan untuk memiliki rumah atau kendaraan; (d) Menyimpan emas di Pegadaian Syariah juga merupakan investasi yang aman untuk menjaga portofolio asset yang dimiliki oleh seseorang.

(e) Emas bisa digunakan untuk menanggulangi likuiditas, karena mudah di perjual belikan.

Adapun untuk bisa memanfaatkan produk mulia dari Pegadaian Syariah ini ada beberapa tahapan yang harus di lalui antara lain:

EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 11

Ahmad Supriyadi

a. Tahap Pengajuan

Pada tahap ini seorang nasabah apabila ingin mendapatkan emas logam mulia dari Pegadaian Syariah dan di simpan sebagai cadangan untuk kebutuhan-kebutuhan mendesak, ia harus datang dengan memenuhi beberapa persyaratan : (b) Menyerahkan copy KTP atau identitas resmi lainnya; (c) Mengisi formulir produk mulia; (d) Membayar uang muka dan administrasi lainnya; (e) Menandatangai akad

Setelah syarat-syarat ini terpenuhi, nasabah akan mendapatkan barang berupa emas logam mulia yang disimpan di pegadaian syariah.

Tahap berikutnya adalah tahap perjanjian yang dilakukan sebagai berikut:

b. Tahap Perjanjian

Pada tahap perjanjian, pihak rahin harus datang sendiri dan melakukan tanya jawab tentang harga dan persyaratan- persyaratan lain terlebih dahulu atas perjanjian yang di buat oleh pihak Pegadaian Syariah. Bila pihak rahin tidak sepakat, boleh membatalkan untuk tidak jadi membeli emas logam mulia di Pegadaian Syariah. Namun bila telah sepakat atas perjanjian yang ada, maka nasabah langsung menandatangani akad tersebut. Adapun akad yang di gunakan dalam perjanjian produk mulia ini adalah akad murabahah dan rahn yakni pembeli adalah rahin (nasabah) dan penjual adalah murtahin (pegadaian syariah). Setelah terjadi jual beli, barang tetap berada di pegadaian syariah karena uang yang untuk membeli adalah milik pegadaian syariah dan nasabah kedudukannya adalah sebagai orang yang hutang untuk membeli emas logam mulia.

Apa yang diperjanjikan?

Hal-hal yang di perjanjikan dalam perjanjian produk jual beli emas logam mulia adalah: (a) Judul perjanjian yaitu akad murabahah logam mulia,

nomor:…… dan dasar al-Qur'an; (b) Kedudukan para pihak. Misalnya: Pegadaian Syariah menyebut bahwa nama Marmono, jabatan manajer cabang, dalam hal

12 Vol. 3, No. 2, Juli-Desember 2010

Struktur Hukum Pegadaian Syari’ah dalam Perspektif Hukum Islam

ini bertindak untuk dan atas nama cabang pegadaian CPS Ronggolawe, yang selanjutnya disebut pihak pertama. Dan pihak kedua, nama Ahmad Supriyadi, alamat Karangbener Rt.4/4 Kecamatan Bae Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah. Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri yang selanjutnya disebut pihak kedua.

(c) Kalimat persetujuan, bahwa kedua belah pihak sepakat dan

setuju untuk mengadakan akad murabahah logam mulia. (d) Pasal-pasal tentang jumlah pembiayaan dan tujuan. Misalnya: (1) pihak pertama memberikan fasilitas pembiayaan akibat hutang murabahah kepada pihak kedua untuk pembelian emas logam mulia sejumlah 5 gram yang terdiri dari 1 buah @ 5 gram. (2) Selanjutnya pihak kedua dengan ini berjanji dan mengikatkan diri kepada pihak pertama untuk membayar sisa hutang murabahah yang belum di bayar sebagaimana dimaksud sebesar Rp. 1. 429.807,-

(e) Pasal tentang jangka waktu. Pasal ini memuat (1) bahwa pembiayaan murabahah di berikan untuk jangka waktu tertentu misalnya 6 bulan, satu tahun atau lebih. (2) sebelum jangka waktu pembiayaan berakhir, pihak kedua dapat melunasi hutangnya dengan melakukan pembayaran sekaligus. (3) Ketentuan tentang obyek murabahah yang hilang atau musnah di luar kuasa pihak pertama untuk mencegahnya, maka jangka waktu pembiayaan akan berakhir pada saat terjadinya resiko.

(f) Pasal tentang biaya-biaya. Pasal ini memuat bahwa pihak rahin (pihak kedua) di bebani membayar biaya-biaya antaral lain : uang muka, biaya administrasi, denda bila ada keterlambatan dan biaya pengiriman yang mana biaya-biaya itu dibayar setelah penandatanganan akad murabahah.

(g) Pasal tentang pembayaran. Pasal ini memuat (1) pihak rahin (pihak kedua) mengaku telah berhutang murabahah kepada pihak murtahin (pihak pertama) dan berkewajiban membayar dengan cara diangsur serta biaya-biaya lain yang timbul akibat adanya akad murabahah. (2) besarnya angsuran bulanan ditetapkan berdasarkan kesepakatan. (3) pembayaran ditetapkan setiap bulan dan pembayaran tiap-tiap bulang paling lambat pada tanggal 10. (4) apabila tanggal jatuh tempo angsuran sebagaimana dimaksud jatuh pada hari minggu

EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 13

Ahmad Supriyadi

atau hari libur, maka pembayaran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Atas kejadian ini pihak rahin belum dikenakan denda. (5) dalam hal angsuran dibayar melampaui tanggal yang telah ditetapkan, maka pihak kedua di kenakan denda. (6) pihak pertama wajib menyerahkan obyek murabahah beserta dokumen-dokumen terkait kepada pihak kedua apabila telah melunasi seluruh kewajibannya.

(h) Pasal tentang jaminan pembiayaan. Pasal ini memuat: (1) sebagai jaminan pelunasan pembiayaan murabahah, obyek pembiayaan murabahah sebagaimana dimaksud dalam pasal

1 ayat (1) tetap berada di bawah penguasaan pihak pertama dan djadikan marhun (jaminan gadai) sampai dengan lunasnya seluruh kewajiban pihak kedua. (2) pihak kedua sepakat dengan pihak pertama untuk membuat akad gadai dengan jaminan (marhun) berupa barang yang menjadi obyek muraahah, dan sisa hutang murabahah sebagai sisa hutang akad gadai dimana pihak pertama tidak memungut ujrah. (3) pihak pertama wajib memelihara dan merawat obyek murabahah yang djadikan marhun (jaminan gadai) tersebut dengan baik dari segala resiko kerusakan dan atau kehilangan samapai dengan hutang murabahah dilunasi oleh pihak kedua. (4) dalam hal obyek murabahah yang djadikan marhun hilang atau musnah akibat kelalaian pihak pertama maka pihak pertama wajib mengganti dengan obyek murabahah baru sebesar nilai obyek murabahah yang hilang/rusak. (5) dalam hal penggantian obyek murabahah berupa barang yang sejenis dan senilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sulit dilakukan oleh pihak pertama, maka pihak kedua sepakat menerima ganti rugi sebesar 100 % dari harga pasar saat obyek murabahah hilang/musnah dengan tetap memperhitungkan sisa kewajiban pihak kedua kepada pihak pertama.

(i) Pasal tentang cidera janji. Berisi pihak kedua akan terbukti lalai atau sengaja tidak melaksanakan kewajibannya kepada pihak pertama, apabila menunggak angsuran sebanyak 3 kali berturut-turut.

(j) Pasal 7 tentang force majeur. Berisi bila terjadi bencana alam (banjir, gempa bumi) dan atau kebakaran, huru-hara, yang mengakibatkan obyek murabahah yang djadikan marhun

14 Vol. 3, No. 2, Juli-Desember 2010

Struktur Hukum Pegadaian Syari’ah dalam Perspektif Hukum Islam

(jaminan gadai) menjadi musnah/rusak berat, para pihak sepakat untuk saling membebaskan kewajiban masing-masing sebagaimana tercantum dalam akad ini.

(k) Pasal 8 tentang eksekusi cidera janji yang diawali dengan peringatan 3 kali dengan selang waktu 7 hari, dan bila tidak melunasi maka akan di jual.

(l) Pasal 9 tentang denda keterlambatan. Yang isinya bila ada keterlambatan maka akan dikenai denda. (m)Pasal 10 tentang masa berlakunya akad yaitu sejak di tandatangani sampai terjadi pelunasan. (n) Pasal 11 tentang addendum yaitu bila ada hal-hal yang belum diatur akan di atur dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan.

(o) Pasal 12 tentang penyelesaian perselisihan yakni perselisihan akan diselesaikan dengan musyawarah. (p) Pasal 13 tentang penutup. Bahwa akad di buat rangkap dua yang mempunyai kekuatan hukum yang sama.

Simulasi perhitungan gadai syariah berdasarkan akad ujroh (fee based marhun): Biaya yang di perhitungkan dalam membayar upah meliputi sewa pemakaian tempat, pemeliharaan marhun dan asuransi marhun. Maka perhitungan yang di lakukan adalah:

Ijarah = Taksiran barang x Tarif (Rp.) x Jangka waktu 10.000,-

Hari Misalnya: nasabah memiliki 1 keping Logam Mulia seberat 25 gram dengan kadar 99,99% asumsi harta per gram emas 99,99%= Rp. 300.000,- maka cara menghitungnya adalah sebagai berikut:

a) Taksiran = 25 gr. x Rp. 300.000,- = Rp. 7.500.000,-

b) Uang Pinjaman = 90% x Rp. 7.500.000,- = Rp. 6.750.000,-

c) Ijaroh /10 hari = 7.500.000,- x 80 x 10 = Rp. 60.000,-

Rp.10.000,- 10

• Biaya Administrasi = Rp. 25.000,- Jika nasabah menggunakan marhun bih selama 26 hari, jaroh ditetapkan dengan menghitung per 10 hari x 3 maka besar jaroh adalah Rp. 180.000,- (Rp. 60.000,- x 3) jaroh di bayar pada saat

nasabah melunasi atau memperpanjang dengan akad baru.

EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 15

Ahmad Supriyadi

c. Tahap Realisasi Perjanjian

Pada tahap realisasi akad yang telah di sepakati bersama dan telah di tandatangani oleh kedua belah pihak, maka tahap selanjutnya adalah realisasi penyerahan pinjaman kepada rahin.

d. Tahap Akhir Gadai

Pada tahap akhir gadai, yang di kerjakan adalah sebelum berakhirnya gadai, pihak murtahin (Pegadaian Syariah ) memberikan informasi kepada rahin bahwa pinjaman akan berakhir. Setelah di sampaikan maka rahin akan membayar sejumlah uang yang di pinjam dan biaya-biaya penyimpanan selama gadai. Dalam hal ini proses pelunasan bisa dilakukan kapan saja sebelum jangka waktunya, baik dengan cara sekaligus ataupun di angsur. Namun apabila pihak rahin tidak mampu membayar sebesar uang pinjamannya di tambah biaya sewa tersebut, maka barang di lelang oleh Pegadaian Syariah untuk membayar, sedangkan bila ada sisanya uang akan di kembalikan kepada rahin, tapi bila uangnya kurang untuk menutupi pinjaman dan biayanya maka pihak rahin di minta untuk membayar kekurangannya. Tapi pada kenyataan bahwa rahin sering tidak membayar kekurangan dari uang pinjamannya.

e. Realisasi Pelelangan Barang Gadai

Pelelangan barang gadai di sebabkan karena pihak rahin tidak mampu membayar seluruh hutangnya beserta biaya-biaya yang harus di tanggungnya. Karena itu pihak murtahin diperbolehkan untuk menjual atau melelang barang yang telah di gadaikan kepada murtahin. Adapun meknisme penjualannya adalah sebagai berikut: (1) Pihak rahin mewakilkan kepada murtahin untuk menjualkan

barang yang digadaikan; (2) Pihak murtahin akan menginformasikan secara umum melalui pengumuman bahwa akan diadakan lelang pada tanggal tertentu setelah pihak pegadaian memberitahukan kepada rahin paling lambat 5 (lima) hari sebelum tanggal penjualan. Pemberitahuan tersebut biasanya melalui surat kepada rahin.

(3) Pihak murtahin melaksanakan lelang yang sesuai dengan prosedur.

Salah satu cara pelelangan barang gadai di pegadaian adalah (Zainuddin Ali,2008:51):

16 Vol. 3, No. 2, Juli-Desember 2010

Struktur Hukum Pegadaian Syari’ah dalam Perspektif Hukum Islam

(1). Ditetapkan harga emas oleh pegadaian pada saat pelelangan dengan margin 2% untuk pembeli. (2). Harga penawaran yang dilakukan oleh banyak orang tidak diperbolehkan karena dapat menyebabkan kerugian bagi rahin. Karena itu, pihak pegadaian melakukan pelelangan terbatas, yaitu hanya memilih beberapa pembeli.

(3). Hasil pelelangan akan digunakan untuk biaya penjualan 1% dari harga jual, biaya perwatan dan penyimpanan barang dan sisanya dikembalikan kepada rahin.

(4). Sisa kelebihan yang tidak diambil selama setahun, akan diserahkan oleh pihak pegadaian kepada baitul maal.

1.1.. Produk Arrum

Produk Arrum yaitu skim pinjaman berprinsip syariah bagi para pengusaha mikro dan kecil untuk keperluan pengembangan usaha dengan sistem pengembalian secara angsuran dan menggunakan jaminan BPKB motor atau mobil (Sumber lilet Pegadaian Syariah ). Produk ini ada di pegadaian syariah yang mekanismenya sama dengan gadai biasa.

Secara umum mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut : Melalui akad Rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan, dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.Tarif Ijarah yang dikenakan kepada rahin adalah: • Tarif jarah dihitung dari nilai taksiran barang jaminan/

marhun. • Jangka waktu pinjaman ditetapkan 120 hari. • Tarif jasa simpan dengan kelipatan 10 hari, satu hari dihitung 10

hari. Berdasarkan lilet produk gadai syariah ini mempunyai

beberapa keuntungan antara lain: (a) Meningkatkan daya guna barang bergerak karena barang

yang di gadaikan berupa motor, cukup di gadaikan BPKB-nya.

EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 17

Ahmad Supriyadi

Sehingga motor masih dapat di pakai oleh rahin dan dapat menghasilkan keuntungan.

a) Prosedur pengajuan dan syarat-syarat untuk mendapatkan pinjaman uang sangat mudah dan cepat

b) Barang di taksir secara valid dan cermat sehingga nilai taksiran bisa optimal

c) Jangka waktu pinjaman leksibel tidak di batasi, serta bebas menentukan pilihan pembayaran

d) Barang gadai di jamin aman dan di asuransikan

e) Sumber dana dan akad sesuai dengan syariah dan operasionalnya di bawah pengawasan Dewan Pengawas Syariah.

Prosedur untuk mendapatkan pinjaman dari Pegadaian Syariah sama dengan produk gadai syariah.

2. Analisis Yuridis Dan Normatif Praktik Gadai Di PERUM Pegadaian Syariah

2.1.Analisis Hukum Positip Terhadap Praktik Gadai di PERUM Pegadaian Syariah

Analisis ini didasarkan pada hukum perdata yang ada di Indonesia dan merujuk pada KUH Perdata dengan meninggalkan beberap prinsip yang tidak sesuai dengan hukum Islam misalnya tentang riba, ataupun hal-hal lain yang tidak sesuai dengan hukum Islam.

Pada asasnya bahwa hutang itu harus di bayar. Setiap orang yang mempunyai hutang ia mempunyai kewajiban untuk membayar sebesar hutang uang yang dipinjam. Tetapi bila sesorang bisa meminjam uang dengan pembayarannya di tangguhkan maka ia harus memberikan jaminan atas kemampuannya untuk membayar. Karena itu gadai pada prinsip adalah memberikan jaminan bahwa seseorang bisa membayar hutangnya.

Gadai dalam Islam di sebut rahn tapi dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Pasal 1150 juga telah ada yang memberikan pengertian bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau orang lain atas namanya, dan memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang berpiutang

18 Vol. 3, No. 2, Juli-Desember 2010

Struktur Hukum Pegadaian Syari’ah dalam Perspektif Hukum Islam

lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya, setelah barang itu di gadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan (J. Satrio,1996:97).

Dalam perjanjian tersebut telah di uraikan tentang para pihak atau disebut subyek perjanjian. Subyek perjanjian diatas ada dua yaitu rahin dan murtahin dan ini telah di atur dalam Pasal 1150 KUH Perdata.

Di dalam perjanjian yang di perjanjikan adalah barang yang di gadaikan bahwa barang yang digadaikan yaitu berupak cicin. Barang tersebut adalah termasuk benda bergerak sebagaimana di atur dalam Pasal 1150 jo 1152 KUH Perdata. Karena itu barang gadai bisa benda bergerak dan bisa juga surat berharga.

Tentang penyerahan barang gadai diletakkan dengan membawa benda gadai di bawah kekuasaan kreditur atau di bawah kekuasaan pihak ketiga sebagaimana pasal 1152. Penyerahan barang gadai di Pegadaian Syariah telah memenuhi pasal tersebut yang faktanya si rahin menyerahkan marhun bih kepada murtahin.

Perjanjian gadai menurut ilmu hukum, termasuk perjanjian riil dan sifatnya konsensuil. Dikatakan riil karena benda yang djadikan jaminan benar-benar diserahkan kepada murtahin dan dikatakan konsensui, bahwa perjanjian ini lahir karena ada kata sepakat dari para pihak.

a. Perumusan Gadai Perumusan tentang gadai sebagaimana dalam Pasal 1150 KUH Perdata telah menjadikan suatu ikatan hukum yang di akibatkan dari perjanjian gadai bahwa seseorang yang mendapatkan utang dengan menjaminkan barang berupa barang bergerak dan akan di bayar di kemudian hari. Kata "gadai" disini memiliki dua arti yaitu sebagai benda gadai dan juga hak gadai.

b. Para Pihak dalam Gadai Para pihak yang terlibat dalam perjanjian gadai adalah raahin (pemberi gadai) dan murtahin (penerima jaminan).

c. Barang yang di Gadaikan

d. Penyerahan Barang Gadai

EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 19

Ahmad Supriyadi

2.2. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Gadai Di PERUM Pegadaian Syariah

PERUM Pegadaian Syariah telah mengeluarkan beberapa produk jasa antara lain: gadai syariah, jual beli emas logam mulia (produk mulia) dan arrum. Dari tiga produk tersebut ada praktik produk pegadaian syariah yang hampir sama yaitu arrum dengan gadai syariah. Jasa-jasa tersebut telah didipraktikkan sebagaimana perjanjian yang didiskripsikan di atas yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah. Secara umum perjanjian yang di gunakan dalam operasional jasa-jasa tersebut adalah akad rahn, akad jarah dan akad jual beli murabahah.

a. Gadai Syariah

Gadai syariah atau rahn telah di perbolehkan oleh al-Qur'an dan as-Sunnah untuk bermuamalah berdasarkan gadai. Dasarnya adalah:

Dan jika kamu dalam perjalanan (safar) dan kamu tidak dapati penulis, maka hendaklah ada jaminan (borg sebagai barang gadaian) yang kamu pegangi. Maka jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah orang yang dipercayai itu menunaikan amanahnya (hutangnya) dan hendaklah ia takut kepada allah Tuhannya (Qs. Al-Baqarah, 283)

Sedangkan akad yang telah terjadi di Pegadaian Syariah telah di atur mulai dari nama akad, subyek dan obyek akad, para pihak dalam akad bahkan sampai pada penyelesaian akad. Hal ini bila merujuk pada norma-norma yang ada dalam iqih muamalah menurut Khalid Samhudi, bahwa akad rahn harus mempunyai empat rukun antara lain (internet september 11,2007) : (a) Al Rahn atau Al Marhuun (barang yang digadaikan) (b) Al Marhun bih (hutang) (c) Shighat (d) Dua pihak yang bertransaksi yaitu Raahin (orang yang

menggadaikan) dan Murtahin (pemberi hutang). Sedangkan dalam referensi lain menyebutkan bahwa rukun

rahn itu terdiri dari (Mahsin Hj. Mansor,1992:68): (a) Al-rahin adalah orang yang menggadaikan barang untuk

mendapatkan pinjaman uang; 20

Vol. 3, No. 2, Juli-Desember 2010

Struktur Hukum Pegadaian Syari’ah dalam Perspektif Hukum Islam

(b) Al-murtahin adalah orang penerima gadai karena ia memberikan pinjaman uang; (c) Al-marhun adalah barang yang djadikan jaminan hutang; (d) Sighat adalah jab dan qabul.

Para pihak yang bertransaksi bisa juga tidak hanya dua pihak tetapi bisa tiga pihak yaitu : pihak raahin, pihak murtahin dan pihak ketiga yang menjamin atas hutang-hutang raahin. Hal ini bisa terjadi pada saat barang yang di gadaikan itu milik orang lain, atau barang itu telah di jual kepada pihak ke-tiga.

Pihak ke-tiga tersebut di sebut juga pemberi gadai atau raahin hanya saja tanggung jawabnya hanya terbatas sebesar benda gadai yang ia berikan, sedangkan lebih dari itu tetap menjadi tanggungan debitur raahin sendiri. Pihak ketiga pemberi gadai tidak mempunyai hutang tetapi secara yuridis ia mempunyai tanggungjawab dengan benda gadaiannya.

Bila menganalisis perjanjian yang di buat oleh para pihak, keempat rukun yang di butuhkan oleh perjanjian rahn telah terpenuhi. Bahkan yang di perjanjikan tidak hanya itu saja, ada hal-hal lain yang di perjanjikan berkaitan dengan al-rahin antara lain :

a. Harus membayar uang pemeliharaan dan keamanan;

b. Membayar biaya administrasi;

c. Membayar asuransi;

d. Membayar denda bila telat dalam pelunasan hutang;

e. Menjual barang yang di gadaikan bila tidak mampu melunasi hutangnya.

Sedangkan penerima gadai juga ada perjanjian yang kedua belah sepakati antara lain: (a) Wajib memelihara barang dan mengamankan dari segala

kerusakan; (b) Akan mengganti barang apabila karena kelalaian petugas gadai untuk mengamankan dan memelihara barang gadai; (c) Menyerahkan barang gadai bila rahin telah melunasi pinjamannya. Berdasarkan penjelasan dalam iqih muamalah, akad yang dibuat oleh para pihak di Pegadaian Syariah telah memenuhi rukun yang tercantum dalam akad gadai syariah tersebut.

EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 21

Ahmad Supriyadi

Sedangkan syarat rahn dalam iqih muamalah menurut Khalid Samhudi adalah sebagai berikut (internet september 11,2007) : (1) Syarat yang berhubungan dengan transaktor (orang yang

bertransaksi) yaitu Orang yang menggadaikan barangnya adalah orang yang memiliki kompetensi beraktivitas, yaitu baligh, berakal dan rusyd (kemampuan mengatur).

(2) Syarat yang berhubungan dengan Marhun bih (barang gadai) ada dua: (a) Barang gadai itu berupa barang berharga yang dapat

menutupi hutangnya baik barang atau nilainya ketika tidak mampu melunasinya.

(b) Barang gadai tersebut adalah milik orang yang manggadaikannya atau yang diizinkan baginya untuk menjadikannya sebagai jaminan gadai.

(c) Barang gadai tersebut harus diketahui ukuran, jenis dan sifatnya, karena Al rahn adalah transaksi atau harta sehingga disyaratkan hal ini.

(3) Syarat berhubungan dengan Al Marhun bihi (hutang) adalah hutang yang wajib atau yang akhirnya menjadi wajib.

Landasan dalam operasionalisasi gadai syariah adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Ketentuan Umum:

1. Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.

2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.

3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.

4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

5. Penjualan marhun 22

Vol. 3, No. 2, Juli-Desember 2010

Struktur Hukum Pegadaian Syari’ah dalam Perspektif Hukum Islam

(a) Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya. (b) Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun djual paksa/dieksekusi. (c) Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.

(d) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.

b. Ketentuan Penutup (a) Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

(b) Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya.

Perjanjian yang di bahas selain syarat dan rukun ada juga tentang pembiayaan terhadap pemeliharaan dan perawatan barang gadai. Menurut Khalid Samhudi Ada beberapa ketentuan dalam gadai setelah terjadinya serah terima yang berhubungan dengan pembiayaan (pemeliharaan), pertumbuhan barang gadai dan pemanfaatan serta jaminan pertanggung jawaban bila rusak atau hilang, diantaranya: (a) Pemegang barang gadai

Pemegang barang gadai adalah murtahin selama perjanjian belum berakhir.

sebagaimana irman Allah:

Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).(QS. 2:283) dan sabda beliau:

Hewan yang dikendarai dinaiki apabila digadaikan dan susu (dari hewan) diminum apabila hewannya digadaikan. Wajib bagi yang mengendarainya dan yang minum memberi nakahnya. (Hadits Shohih riwayat Al

Tirmidzi). EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam

Ahmad Supriyadi

(b) Pembiayaan pemeliharaan dan pemanfaatan barang gadai

Pada asalnya barang, biaya pemeliharaan dan manfaat barang yang digadaikan adalah milik orang yang menggadaikan (Raahin) dan Murtahin tidak boleh mengambil manfaat barang gadaian tersebut kecuali bila barang tersebut berupa kendaraan atau hewan yang diambil air susunya, maka boleh menggunakan dan mengambil air susunya apabila ia memberikan nakah (dalam pemeliharaan barang tersebut). Pemanfaatannya tentunya sesuai dengan besarnya nakah yang dikeluarkan dan memperhatikan keadilan. Hal ini di dasarkan sabda Rasululloh SAW :

اَذِإ ُبَر ْشُي ِّرَدلا ُنَبَلَو اًنوُهْرَم َناَك اَذِإ ُبَكْرُي ُرْهَظلا Hewan yang dikendarai dinaiki apabila digadaikan dan susu (dari hewan) ُهُتَقَفَن ُبَر ْشَيَو ُبَكْرَي يِذَلا ىَلَعَو اًنوُهْرَم َناَك

diminum apabila hewannya digadaikan. Wajib bagi yang mengendarainya dan yang minum memberi nakahnya. (Hadits Shohih riwayat Al

Tirmidzi). Penulis kitab Al Fiqh Al Muyassar menyatakan: Manfaat dan