Hubungan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru dan kecerdasan emosional siswa dengan prestasi belajar siswa : studi kasus pada siswa SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta.
vii ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG PROFESIONALISME GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DENGAN PRESTASI
BELAJAR SISWA
Studi kasus pada siswa SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta Felicitas Dwi M.H
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2008
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru dengan prestasi belajar siswa, (2) hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosional siswa dengan prestasi belajar siswa.
Penelitian dilaksanakan di SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta. Populasi penelitian ini sebanyak 545 responden. Jumlah sampel penelitian sebanyak 221 responden. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan metode kuesioner tertutup dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis koefisien korelasi berganda untuk tiga variabel Product Moment dan teknik analisis regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada hubungan positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru dengan prestasi belajar siswa (Hal ini didukung oleh hasil perhitungan Fhitung = 2,707, koefisien korelasi = 0,139 dengan
nilai signifikansi = 0,059), (2) ada hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosional siswa dengan prestasi belajar siswa (Hal ini didukung oleh hasil perhitungan Fhitung = 0,931, koefisien korelasi = 0,078 dengan nilai signifikansi =
(2)
viii ABSTRACT
THE RELATIONSHIP OF STUDENTS’ PERCEPTION ON THE TEACHERS’ PROFESSIONALISM AND STUDENTS’ EMOTIONAL
INTELLEGENCE TOWARD STUDENTS ACHIEVEMENTS A Study Case on the Students in SMK YPKK I, Sleman, Yogyakarta
Felicitas Dwi M.H Sanata Dharma University
Yogyakarta 2008
This research aimed to find out (1) a positive and significant relationship between the students’ perception on the teachers’ professionalism toward students’ achievement, (2) a positive and significant relationship between the students’ emotional intelligence toward students’ achievement.
The research was conducted in SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta. The population of this research was 545 respondents. The sample was 221 respondents. The researcher used purposive sampling to take the sample. A closed and documentation questionnaire method was used to collect the data. Double correlation coefficient analysis technique was used to analyze the data for three variables Product Moment and Double Regression Analysis Technique.
The results of this research were (1) there was a positive and significant relationship between the students’ perception on the teachers’ professionalism toward students’ achievement (this could be supported with the result of the calculation Fcount
= 2,707, correlation coefficient = 0,139 with significant result = 0,059), (2) a positive and significant relationship between the students’ emotional intelligence toward students’ achievement (this could be supported with calculation result Fcount = 0,391,
(3)
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG
PROFESIONALISME GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL
SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA
Studi Kasus pada siswa SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh : Felicitas Dwi M.H
NIM : 031334041
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
i
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG
PROFESIONALISME GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL
SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA
Studi Kasus pada siswa SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh : Felicitas Dwi M.H
NIM : 031334041
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(5)
(6)
(7)
iv
M ott o
“M intalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.”( M atius 7:7 )
“Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur,”( M atius 5:4)
M arilah kepada-K u, semua yang letih lesu dan berbeban berat Aku akan memberi kelegaan kepadamu. ( M atius 11:28 )
(8)
v
Persembahan
Dengan penuh cinta
K arya ini K upersembahkan untuk
Bapak dan I bu terkasih untuk segala doa dan pengorbanannya Yang tak ternilai… .
Suami dan anakku
M as M oko dan Thomas tercinta untuk semua cinta, kasih dan sayangmu.
M y God Jesus Christ’
Terimakasih untuk semua anugerah terindah Yang telah Kau berikan selama ini
(9)
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Felicitas Dwi M.H
Nomor Mahasiswa : 031334041
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG
PROFESIONALISME GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA
Studi Kasus pada siswa SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupaun memberikan royalty kepada saya selamA tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyatan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 1 April 2008 Yang menyatakan
(10)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan denga n sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 10 Maret 2008 Penulis,
(11)
vii ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG PROFESIONALISME GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DENGAN PRESTASI
BELAJAR SISWA
Studi kasus pada siswa SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta Felicitas Dwi M.H
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2008
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru dengan prestasi belajar siswa, (2) hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosional siswa dengan prestasi belajar siswa.
Penelitian dilaksanakan di SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta. Populasi penelitian ini sebanyak 545 responden. Jumlah sampel penelitian sebanyak 221 responden. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan metode kuesioner tertutup dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis koefisien korelasi berganda untuk tiga variabel Product Moment dan teknik analisis regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada hubungan positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru dengan prestasi belajar siswa (Hal ini didukung oleh hasil perhitungan Fhitung = 2,707, koefisien korelasi = 0,139 dengan
nilai signifikansi = 0,059), (2) ada hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosional siswa dengan prestasi belajar siswa (Hal ini didukung oleh hasil perhitungan Fhitung = 0,931, koefisien korelasi = 0,078 dengan nilai signifikansi =
(12)
viii ABSTRACT
THE RELATIONSHIP OF STUDENTS’ PERCEPTION ON THE TEACHERS’ PROFESSIONALISM AND STUDENTS’ EMOTIONAL
INTELLEGENCE TOWARD STUDENTS ACHIEVEMENTS A Study Case on the Students in SMK YPKK I, Sleman, Yogyakarta
Felicitas Dwi M.H Sanata Dharma University
Yogyakarta 2008
This research aimed to find out (1) a positive and significant relationship between the students’ perception on the teachers’ professionalism toward students’ achievement, (2) a positive and significant relationship between the students’ emotional intelligence toward students’ achievement.
The research was conducted in SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta. The population of this research was 545 respondents. The sample was 221 respondents. The researcher used purposive sampling to take the sample. A closed and documentation questionnaire method was used to collect the data. Double correlation coefficient analysis technique was used to analyze the data for three variables Product Moment and Double Regression Analysis Technique.
The results of this research were (1) there was a positive and significant relationship between the students’ perception on the teachers’ professionalism toward students’ achievement (this could be supported with the result of the calculation Fcount
= 2,707, correlation coefficient = 0,139 with significant result = 0,059), (2) a positive and significant relationship between the students’ emotional intelligence toward students’ achievement (this could be supported with calculation result Fcount = 0,391,
(13)
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha Pemurah karena skripsi yang berjudul “Hubungan antara Persepsi Siswa tentang Profesionalisme Guru dan Kecerdasan Emosional Siswa dengan Prestasi Belajar Siswa” telah selesai tepat pada waktunya. Skripsi ini ditulis dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Akuntansi. Penulis menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan mendapat berbagai masukan, kritik, dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Pd., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yo gyakarta.
2. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pendidikan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, memberikan kritik, dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
(14)
x
5. Bapak S. Widanarto Prijowuntato, S.Pd., M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan waktu dalam ujian sarjana, memberikan kritik, dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
6. Bapak Drs. Bambang Purnomo, S.E., M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan waktu dalam ujian sarjana, memberikan kritik, dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
7. Staf pengajar Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan tambahan pengetahuan dalam proses perkuliahan.
8. Tenaga administrasi Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah membantu kelancaran proses belajar selama ini.
9. Mas Adjie, Mbak Sila, Mas TiTet’s, Mbak Dinot, Siska, Metty, Mbak Eno, Mas Yosi (yang dengan sabar menunggu aku ujian) dan seluruh teman-teman angkatan 2003 (yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu) yang telah memberikan masukan, diskusi, dan motivasi selama proses belajar ini.
10. Mas Moko, Thomas dan adik kecil yang selalu memberikan dukungan doa, dan motivasi untuk mampu menyelesaikan skripsi ini.
11. Bapak,Ibu dan keluarga Cengkareng (Mas Eka dan Marsel), terima kasih atas segala pengorbanannya, doanya serta dukungannya hingga aku bisa menyelesaikan studi dengan lancar.
12. Bapak, Ibu dan keluarga besar di Wonosari yang telah memberikan dukungan doa dan semangat selama ini.
(15)
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING...ii
HALAMAN PENGESAHAN ...iii
HALAMAN MOTTO...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN...v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi
ABSTRAK...vii
ABSTRACT...viii
KATA PENGANTAR ...ix
DAFTAR ISI...xi
DAFTAR TABEL...xv
DAFTAR LAMPIRAN...xvi
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang Masalah...1
B. Batasan Masalah ...6
C. Rumusan Masalah ...7
D. Tujuan Penelitian...8
E. Manfaat Penelitian ...8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...9
A. Persepsi Siswa tentang Profesionalisme Guru ...9
(16)
xii
B. Kecerdasan Emosional ...17
1. Pengertian Kecerdasan Emosional...17
2. Dimensi Kecerdasan Emosional...22
3. Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi ...23
4. Ciri-ciri Orang yang Memiliki Kecerdasan Emosi ...24
C. Prestasi Belajar Siswa...25
1. Pengertian Prestasi Belajar ...25
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ...29
D. Hubungan Antar Variabel Penelitian ...32
E. Hipotesis. ...34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...35
A. Jenis Penelitian ...35
B. Tempat dan Waktu Penelitian ...35
C. Subjek dan Objek Penelitian ...36
D. Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Penarikan Sampel...36
E. Variabel Penelitian...37
1. Variabel Independen ...37
2. Varabel Dependen...37
F. Definisi dan Pengukuran Variabel Penelitian ...38
G. Teknik Pengumpulan Data ...40
H. Teknik Analisis Data ...42
(17)
xiii
J. Pengujian Hipotesis Penelitian...49
BAB IV GAMBARAN UMUM...54
A. Sejarah Berdirinya SMK YPKK I Sleman ...54
B. Visi dan Misi SMK YPKK I Sleman...57
C. Organisasi Sekolah SMK YPKK I Sleman...57
D. Data Siswa SMK YPKK I Sleman ...58
E. Kondisi Fisik dan Lingkungan...59
F. Fasilitas Pendidikan dan Latihan...62
G. Komite Sekolah...65
H. Kegiatan Ekstrakurikuler ...66
BAB V ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN...68
A. Deskripsi Data...68
1.Persepsi Siswa tentang Profesionalisme Guru...68
2. Kecerdasan Emosional...69
3. Prestasi Belajar Siswa ...70
B. Analisis Data ...70
1. Pengujian Prasyarat Analisis Data ...70
2. Uji Asumsi Klasik ...73
2. Pengujian Hipotesis ...76
C. Pembahasan Hasil Penelitian...81
BAB VI PENUTUP...85
(18)
xiv
3. Saran-saran...86 DAFTAR PUSTAKA...88
(19)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Persepsi Orang Tua ... 20
Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Minat Orang Tua ... 21
Tabel 4.1 Tingkat Pendidikan Responden... 32
Tabel 4.2 Tingkat Pendapatan Responden... 33
Tabel 4.3 Persepsi Orang Tua terhadap BOS... 34
Tabel 4.4 Minat Orang Tua untuk Menyekolahkan Anaknya ke SLTP... 35
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Normalitas... 36
(20)
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Izin Penelitian... 51
Lampiran II Kuesioner ... 64
Lampiran III Data penelitian... 69
Lampiran IV Validitas, Reliabilitas, Normalitas, Linieritas ... 79
Lampiran V Analisis Deskriptif... 86
(21)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu pelayanan yang fundamental bagi kepentingan umum secara keseluruhan. Dalam Mukaddimah UUD 1945, pendidikan adalah tanggung-jawab negara. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat (penyelenggara sekolah swasta).
Dewasa ini pendidikan dianggap sebagai jalur yang semakin berarti untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Melalui pendidikan setiap warga masyarakat mendapat kesempatan untuk membina kemampuan dan keahliannya sehingga kekuatan-kekuatan potensial yang ada dapat berkembang secara maksimal. Sementara itu harus diakui, bahwa pendidikan di Indonesia masih banyak menghadapi permasalahan yang cukup serius, seperti masalah kualitas guru, daya tampung sekolah, kualitas para siswanya, pengelolaan kelas oleh guru, dan persepsi masyarakat terhadap pendidikan itu sendiri apakah pendidikan itu bermutu dan sesuai dengan perkembangan jaman yang ada sekarang ini.
Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang mempunyai tujuan utama mendidik anak agar mengerti, menghayati peran
(22)
sosial dan ilmiah dari sekolah, anak mengembangkan cara berpikir ilmiah dalam memahami lingkungan fisik, sosial serta memecahkan masalah yang dihadapinya. Di sekolah siswa mengalami proses belajar mengajar. Siswa diperkenalkan dengan berbagai macam ilmu pengetahuan. Siswa juga mengalami kehidupan sosial bersama-sama dengan teman-teman dan guru. Di sekolah pula, siswa menerima proses pembelajaran agar potensi mereka berkembang secara seimbang antara kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Menurut Hamalik (1991:140), proses belajar dan hasil belajar pada siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola struktur, dan isi kurikulumnya, akan tetapi ditentukan atau bahkan sebagian besar ditentukan oleh profesionalisme guru yang mengajar dan membimbing mereka. Guru adalah orang yang profesional, artinya secara formal mereka telah disiapkan oleh lembaga atau institusi pendidikan yang berwenang. Kompetensi seorang guru mengacu ke kemampuan menjalankan tugas-tugas guru secara mandiri. Ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional serta kompetensi sosial. Guru dianggap memegang peranan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan pendidikan yang merupakan pencerminan mutu pendidikan.
Guru yang profesional akan lebih mampu menciptakan suasana lingkungan belajar yang efektif. Dalam membelajarkan siswa, seorang guru yang profesional dituntut untuk memiliki kemampuan multi peran sehingga
(23)
3
mampu menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif pula. Metode pengajaran yang menyenangkan, mampu mengelola kelasnya dengan baik, memulai dan mengakhiri pelajaran tepat pada waktunya, mempersiapkan bahan pelajaran yang akan diberikan di kelas dengan sebaik mungkin, akan mampu menciptakan proses belajar mengajar yang berjalan dengan baik dan lancar sehingga hasil belajar siswa dapat mencapai hasil yang maksimal. Cara mengajar guru yang menyenangkan dan suasana belajar yang kondusif membuat siswa termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran di dalam kelas dengan baik pula. Guru harus mampu menyajikan mata pelajaran yang benar-benar bermutu dan harus sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Dengan kondisi yang demikian, pada umumnya prestasi belajar siswa pun tinggi.
Setiap siswa memiliki persepsi yang berbeda-beda tentang profesionalisme dari seorang guru. Guru yang profesional diharapkan mampu membuat siswa lebih mudah dalam menerima dan memahami pelajaran. Semakin mudah siswa menerima dan memahami pelajaran, maka prestasi belajar yang akan dicapai oleh siswa tentu akan semakin baik. Begitu pula sebaliknya, seorang siswa yang sulit dalam menerima dan memahami pelajaran maka prestasi belajar yang dicapai tidak baik. Penelitian yang berjudul Hubungan antara Persepsi Siswa terhadap Profesionalisme Guru, Motivasi Berprestasi dan Variasi Gaya Mengajar Guru dengan Prestasi Belajar, menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa terhadap profesionalisme guru dengan prestasi belajar
(24)
siswa (Ika Liana Wati, 2003). Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Dhanang Kurniadi Rinawat (2006) dengan judul Hubungan antara Persepsi Siswa terhadap Profesionalisme Guru, Kedisiplinan dalam Belajar Akuntansi dengan Prestasi Belajar Akuntansi, yang menyatakan bahwa persepsi siswa tentang profesionalisme guru memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan prestasi belajar siswa di kelas. Penelitian mengenai persepsi siswa tentang profesionalisme guru juga dilakukan oleh Christina Ratnaningsih Ohoiwutun (2001) dengan hasil ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru dengan prestasi belajar siswa.
Prestasi belajar seorang siswa juga sangat dipengaruhi oleh kecerdasan yang dimilikinya. Kecerdasan itu sendiri meliputi kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Untuk mampu menguasai materi-materi pelajaran yang diberikan oleh guru, seorang siswa memang harus memiliki kemampuan penalaran yaitu kecerdasan intelektual. Seorang siswa dengan kecerdasan intelektual yang tinggi, memiliki prestasi belajar yang tinggi pula. Selama beberapa dekade yang lampau memang tidak dapat dipungkiri kalau kecerdasan intelektual, sangat mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam meraih puncak prestasi.
Namun, Daniel Goleman (1995) menyatakan bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam berprestasi selain kecerdasan intelektual (IQ), pendidikan tinggi, atau keterampilan teknis seseorang. Faktor ini dikenal dengan kecerdasan emosional atau EQ.
(25)
5
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih- lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kema mpuan berpikir, berempati dan berdoa (Goleman, 1999:45).
Kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain, merupakan kunci pengetahuan diri dan akan menuntun pada tingkah laku yang tepat (Melianawati dkk, 2001:58). Kecerdasan emosional merupakan prediktor yang lebih baik dalam kesuksesan seseorang daripada pengalaman yang relevan atau kecerdasan intelektual yang tinggi. Kecerdasan Emosional mencakup kemampuan yang berbeda-beda, tetapi saling melengkapi dengan kecerdasan intelektual yaitu kemampuan-kemampuan kognitif murni yang diukur dengan kecerdasan intelektual.
Seseorang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi karena dapat menjalani kehidupan dan berhubungan dengan orang lain secara baik. Seorang siswa yang dapat mengenali lingkungan di kelasnya, mampu mengelola suasana hatinya di dalam kelas, mampu mengatur emosinya serta mampu berhubungan baik dengan guru dan teman-temannya akan mampu mengikuti pelajaran dengan baik. Kecerdasan emosional yang dimiliki siswa akan mampu melatih kemampuan siswa tersebut, yaitu kemampuan untuk mengelola perasaannya, kemampuan untuk memotivasi dirinya sendiri, kemampuan untuk tegar dalam menghadapi frustasi, kemampuan untuk
(26)
menunda kepuasan/kesenangan sesaat, serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain. Kemampuan-kemampuan ini akan mendukung seorang siswa dalam menerima dan memahami materi pelajaran yang diberikan oleh guru di dalam kelas.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nugroho dan Budhya nto (2000), Trisniwati dan Suryaningsum (2003), serta Charles Gultom (2006) menyatakan bahwa kecerdasan emosional secara statistik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat prestasi belajar siswa. Namun, penelitian ini ingin membuktikan bahwa kecerdasan emosional siswa diduga kuat memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan prestasi belajar siswa di kelas.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam dunia pendidikan dengan judul “Hubungan antara Persepsi Siswa tentang Profesionalisme Guru dan Kecerdasan Emosional Siswa dengan Prestasi Belajar Siswa.”
B. Batasan Masalah
Ada banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar siswa yang digolongkan ke dalam dua macam, yaitu: faktor yang berasal dari dalam diri siswa dan faktor yang berasal dari luar diri siswa. Adapun faktor yang berasal dari dalam diri siswa adalah kecerdasan (kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional), bakat, minat dan perhatian, motif, kesehatan jasmani, serta cara belajar. Adapun faktor yang
(27)
7
berasal dari luar diri siswa adalah lingkungan (lingkungan alam, keluarga, masyarakat dan lain- lain), sekolah (guru menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar), serta peralatan mengajar. Namun, secara lebih spesifik penulis lebih memfokuskan pada hubungan antara persepsi dari siswa tentang profesionalisme guru dan kecerdasan emosional yang dimiliki oleh siswa dengan prestasi belajarnya . Penulis akan menyelidiki apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru dan kecerdasan emosional siswa dengan prestasi belajar siswa.
Penulis membatasi penelitian ini pada jurusan akuntansi karena keterbatasan waktu, tenaga dan dana yang tersedia juga karena penelitian ini menyangkut profesionalisme guru yang pembahasannya harus dipusatkan pada suatu keahlian khusus.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah di atas, maka dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut: Apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru dan kecerdasan emosional siswa dengan prestasi belajar siswa.
(28)
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. untuk mengetahui apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru dengan prestasi belajar siswa; 2. untuk mengetahui apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara
kecerdasan emosional siswa dengan prestasi belajar siswa.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut.
1. Bagi guru dan siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan refleksi bagi para guru dan siswa, bahwa profesionalisme guru dan kecerdasan emosional berhubungan dengan prestasi belajar siswa.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi bagi peneliti selanjutnya mengenai profesionalisme guru dan kecerdasan emosional.
(29)
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Persepsi Siswa tentang Profesionalisme Guru 1. Persepsi Siswa
Davidoff (1998:232), mengemukakan bahwa persepsi adalah proses yang mengorganisir dan menggabungkan data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari sekeliling kita termasuk sadar akan diri sendiri. Kartono (1984:232), juga mengemukakan persepsi adalah pengamatan secara global, belum disertai kesadaran, sedang subjek dan objeknya belum terbedakan satu dari yang lainnya (baru ada proses memiliki tanggapan).
Sarlito (1992:45), mendefinisikan persepsi sebagai sejumlah penginderaan disatukan dan dikoordinasikan di dalam pusat syaraf yang lebih tinggi dari otak) sehingga manusia bisa mengenali dan menilai objek-objek. Bermula dari adanya rangsang dari luar individu (stimulus), individu menjadi sadar akan adanya stimuli ini melalui sel-sel syaraf reseptor (penginderaan) yang peka terhadap bentuk-bentuk energi tertentu (cahaya, suara, suhu). Bila sumber ene rgi itu cukup kuat untuk merangsang sel-sel reseptor, maka terjadilah penginderaan.
Menurut Morgan, King dan Robinson yang dikutip juga oleh Adi (1994:105), persepsi menunjukkan pada bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, mengecap dan mencium dunia di sekitar kita. Dengan kata lain,
(30)
persepsi dapat pula didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dialami oleh manusia. Oleh karena faktor-faktor yang ada pada setiap orang itu berbeda, maka persepsi yang dilakukan oleh beberapa orang terhadap objek yang sama dapat menghasilkan beberapa persepsi yang berbeda pula.
Menurut Bimo (1994:53), persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh penginderaan, diterimanya stimulus melalui reseptor kemudian diteruskan ke otak dan terjadilah proses psikologis, sehingga individu menyadari apa yang ia lihat, dengar, dan sebagainya. Syarat seseorang mengadakan persepsi menurut Bimo (1994: 53-54) adalah sebagai berikut.
a. Adanya objek yang dipersepsikan b. Alat indera atau reseptor
c. Perhatian
Menurut Mitfah (1983:149-157), ada berbagai macam faktor perhatian yang berasal dari luar maupun dari dalam yang dapat mempengaruhi proses persepsi.
a. Faktor dari luar yang berasal dari pengaruh lingkungan luar, antara lain : intensitas, ukuran, keberlawanan atau kontras, pengulangan, gerakan. b. Faktor dari dalam diri seseorang yang mempengaruhi proses seleksi,
antara lain : proses belajar, motivasi, kepribadian.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi adalah segala sesuatu yang dialami seseorang yang dia terima
(31)
11
dari alat inderanya yang kemudian diteruskan ke otak sehingga ia sadar apa yang ia alami.
2. Profesionalisme Guru
Profesional berasal dari kata sifat profesi yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian. Istilah profesi memang selalu menyangkut pekerjan, tetapi tidak semua pekerjaan dapat disebut sebagai profesi (Samuel, 2007:25). Profesi adalah sesuatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari pelakunya, tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih. Ciri-ciri profesi (Partino: 1999), adalah sebagai berikut: (1)diperoleh melalui masa pendidikan yang panjang; (2)pelaksanaan tugas profesi harus dilandasi oleh rasa tanggung jawab yang tinggi; (3)profesi seseorang harus selalu ditingkatkan, diperbaharui, sesuai dengan kemajuan dan tuntutan jaman; (4)sesama profesi terdapat suatu ikatan Sujud (1991) mengemukakan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Sudjana (1989:40), pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan lain.
Profesionalisme (Samuel, 2007:25) menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya
(32)
dan terus menerus mengembangkan strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan, sesuai dengan profesinya. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sahertian (1992), mengemukakan bahwa jabatan guru mengandung arti pelayanan yang luhur. Guru adalah pelayan, pelayan anak-anak yang terhormat yang memanusiakan manusia muda. Guru adalah orang yang profesional, artinya secara formal mereka telah disiapkan oleh lembaga atau institusi pendidikan yang berwenang. Lembaga pendidikan yang berwenang saat ini adalah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal, atau dengan kata lain guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya (Samana, 1994:32). Menurut Suwarno (1981), pekerjaan guru adalah suatu profesi di dalam masyarakat, karena itu pekerjaan guru tidak dapat dipegang oleh sembarang orang yang tidak memenuhi syarat untuk profesi tersebut. Menurut Ahmadi dan Uhbiyati (1991:52), persyaratan khusus untuk menjadi seseorang pendidik adalah: (1)pendidik harus mengetahui tujuan pendidikan yang dianut oleh suatu negara; (2)pendidik harus mengenal peserta didik;
(33)
13
(3)pendidik harus mempunyai prinsip di dalam menggunakan alat pendidikan. Pekerjaan guru dianggap sebagai pekerjaan mulia yang sangat berperan dalam pengembangan sumber daya manusia. Oleh karena itu sebenarnya yang boleh menjadi guru adalah orang-orang pilihan.
Dengan demikian guru dapat dikatakan profesional jika telah menguasai bidang yang akan diajarkan, strategi belajar, landasan kependidikan, mampu menggunakan media pendidikan, teknik mengelola kelas, mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar, mampu melaksanakan bimbingan dan penyuluhan, mampu melaksanakan administrasi sekolah serta mampu menafsirkan hasil- hasil penelitian untuk kepentingan kerjanya. Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, guru memerlukan kemampuan.
Cooper (1977) mengatakan bahwa guru harus memiliki kemampuan merencanakan pengajaran, menyajikan bahan pelajaran, menuliskan tujuan pengajaran, memberikan pertanyaan kepada siswa, mengajarkan konsep, berkomunikasi dengan siswa, mengamati kelas, dan mengevaluasi hasil belajar siswa. Sedangkan menurut Depdikbud (1983:5), kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah kemampuan membuat rencana pelajaran, kemampuan melaksanakan pengajaran, dan kemampuan dalam melaksanakan hubungan antar pribadi. Berdasarkan Pasal 28 PP No. 19 tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan, seorang guru harus memiliki empat jenis kompetensi, sebagai berikut.
(34)
1. Kompetensi kepribadian
Guru memiliki keterampilan yang tinggi dalam mengenal dan mengelola emosinya. Ini penting karena dalam praktiknya minat belajar siswa didik tumbuh, bukan karena lengkapnya fasilitas sekolah melainkan karena hati guru. Kompetensi ini meliputi: menghayati serta mengamalkan nilai hidupnya, bertindak jujur dan bertanggung jawab.
2. Kompetensi Pedagogik
Guru diharuskan melaksanakan dengan benar perihal menyangkut penugasan dan pelaksanaan pembelajaran, pemahaman terhadap siswa didik, dan dorongan terhadap anak didik agar mampu mengaktualisasikan potensi dirinya. Hal ini mengharuskan guru memiliki dasar-dasar yang kuat diseputar permasalahan didaktik dan metodik.
3. Kompetensi Profesional
Mengharuskan guru semakin me nyadari bahwa tugasnya sebagai guru adalah sebuah komitmen untuk menjalankan sebuah pekerjaan pokok dan bukan pekerjaan sambilan atau hobi. Tugas pokok ini mengharuskan guru untuk terus belajar dan senantiasa menambah wawasan. Kompetensi profesional ini meliputi hal- hal sebagai berikut: menguasai landasan kependidikan, menguasai bahan pelajaran, menyusun program pengajaran, melaksanakan program pengajaran, mampu mengelola kelas, mampu menilai prestasi belajar siswa untuk kepentingan pengajaran, mengenal fungsi serta program pelayanan bimbingan dan penyuluhan, serta mengenal dan mampu ikut penyelenggaraan administrasi sekolah.
(35)
15
4. Kompetensi Sosial
Mencakup kemampuan guru untuk senantiasa melaksanakan tugas sosialnya. Guru harus mampu berkomunikasi dengan baik, tidak hanya dengan siswa didik, melainkan juga dengan orangtua dan masyarakat pada umumnya. Kompetensi ini meliputi: mampu berperan sebagai pemimpin, baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah, bersikap bersahabat dan terampil berkomunikasi dengan siapapun demi tujuan yang baik, mampu berperan aktif dalam pelestarian dan pengembangan budaya masyarakatnya.
Bila keempat potensi tersebut di atas dapat dimiliki oleh setiap guru, maka ia akan dianggap sebagai sosok yang pantas digugu dan ditiru. Menurut Darling- Harmond dan Goodwin (1993), hakikat pekerjaan guru sebagai pekerja profesional paling tidak memiliki tiga ciri utama, yaitu:
1. penerapan ilmu dalam pelaksanaan pekerjaan didasarkan pada kepentingan individu pada setiap kasus;
2. pekerjaan profesional memiliki mekanisme internal yang terstuktur, yang mengatur rekruitmen, pelatihan dan pemberian lisensi (ijin kerja), dan ukuran standar untuk praktik yang etis dan memadai;
3. kaum profesional memiliki tanggung jawab utama terhadap kebutuhan kliennya.
Dari ciri-ciri profesionalisme tersebut di atas bahwa guru yang ahli bukan seorang teknisi, melainkan seseorang profesional yang layak dan mampu mengambil keputusan serta membuat rencana yang didasarkan pada
(36)
pengetahuan atau ilmu yang disesuaikan dengan situasi siswa, wawasannya sendiri, nilai, serta komitmennya (Zahera, 1997). Dengan demikian, seorang guru profesional harus mampu mengambil keputusan situasional dan transaksional. Keputusan situasional diambil guru ketika merancang pembelajaran, sedangkan keputusan transaksional diambil ketika pembelajaran sedang berlangsung.
Seorang guru bagi siswa merupakan faktor penentu kesuksesan dalam proses belajar- mengajar, karena fungsi guru adalah sebagai seorang pengajar atau pendidik dalam setiap proses belajar- mengajar di sekolah. Dengan kecakapan, ketrampilan serta penguasaan dari guru yang baik, tujuan pengajaran atau tujuan instuksional akan tercapai. Kemampuan guru merupakan prasyarat utama untuk keberhasilan suatu strategi belajar-mengajar. Kehadiran guru mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kepribadian dan tingkah laku siswa.
Guru dan siswa adalah subjek yang berkepentingan dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk itu diperlukan adanya hubungan resiprokal yaitu suasana yang bersifat pengajaran. Dalam situasi instruksional para siswa tersebut menjalani tahapan kegiatan belajar melalui interaksi. Dari interaksi tersebut maka akan memberikan reaksi emosional pada guru sehingga membentuk penilaian oleh orang-orang yang saling berinteraksi dalam hal ini guru dan murid. Sebagai pengajar guru pun harus membantu perkembangan siswa untuk dapat menerima, memahami serta menguasai ilmu pengetahuan.
(37)
17
Untuk itu guru hendaknya mampu memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan.
Dalli (1982:12), mengemukakan bahwa persepsi siswa terhadap profesionalisme guru adalah proses memahami, menerima, mengorganisasikan dan menginterpretasikan profesionalisme guru melalui panca indera siswa. Dari persepsi inilah, maka akan menimbulkan reaksi bagi siswa: apakah guru tersebut memiliki pengetahuan yang luas serta dalam tentang bidang studi yang akan diajarkan, serta penguasaan metodologis dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritik, mampu memilih metode yang tepat, serta mampu menggambarkannya dalam proses belajar mengajar.
B. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Welchser (1958) yang dikutip oleh Trisniwati dan Suryaningsum (2003), kecerdasan adalah keseluruhan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk bertindak bertujuan, untuk berpikir rasional dan untuk berhubungan dengan lingkungannya secara efektif. Sedangkan pengertian emosi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer (1991) adalah keadaan yang keras yang timbul dari hati, perasaan jiwa yang kuat seperti sedih, luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu yang singkat. Emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran. Suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosional adalah hal- hal yang berhubungan dengan emosi.
(38)
Kecerdasan emosional atau Emotional Intelligence yang lebih dikenal dengan istilah EQ (Emotional Quotient) adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih- lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa (Goleman, 1999:45). Patton (1998) menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai tujuan, membangun hubungan produktif dan meraih keberhasilan.
Salovey dan Mayer (dalam Goleman, 2001) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Sedangkan, Salovey dan Sluyter (1997) menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali emosi, menilai dan meghasilkan emosi yang dapat membantu pikiran, memahami emosi dan arti emosional serta untuk mengatur emosi secara efektif sehingga dapat meningkatkan kemampuan emosi dan pikiran.
Jadi, pengertian kecerdasan emosional yaitu kemampuan untuk mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain yang berguna untuk mencapai tujuan, serta membangun hubungan produktif dan meraih keberhasilan. Kecerdasan emosional sebagai suatu keseluruhan mempunyai banyak komponen yang terasa kompleks karena terkait dengan
(39)
19
kemampuan subjektif seseorang untuk dapat menggunakan kemampuan dan potensi emosionalnya dalam kehidupan sehari- hari. Komponen-komponen tersebut antara lain keterampilan yang berhubungan dengan perilaku moral, cara berpikir, pemecahan masalah, interaksi sosial, keberhasilan akademik dan pekerjaan, serta emosi.
Goleman (2001: 39) membedakan antara kecerdasan emosional dengan kecakapan emosional. Goleman berpendapat bahwa kecakapan emosional adalah kecakapan hasil belajar yang didasarkan pada kecerdasan emosional. Inti kecakapan emosional adalah dua (2) kemampuan, yaitu: empati yang melibatkan kemampuan membaca perasaan orang lain, dan keterampilan sosial yang berarti mampu mengelola perasaan orang lain dengan baik. Sedangkan kecerdasan emosional menentukan potensi kita untuk mempelajari keterampilan-keterampilan praktis yang didasarkan pada lima (5) unsurnya, yaitu: kesadaran diri, motivasi, pengaturan diri, empati dan kecakapan dalam membina hubungan dengan sesama.
Cooper dan Sawaf (1998) menawarkan kecerdasan emosional sebagai sebuah titik awal “Model Empat Batu Penjuru”. Tawaran model ini lebih ditujukan pada EQ eksekutif, yaitu penggunaan kecerdasan emosional di tempat kerja. Model Empat Batu Penjuru terdiri dari:
a. Kesadaran emosi (emotional literacy), yang bertujuan membangun rasa percaya diri pribadi melalui pengenalan terhadap emosi yang dialami dan kejujuran terhadap emosi yang dirasakan. Kesadaran emosi yang baik terhadap diri sendiri dan orang lain, sekaligus kemampuan untuk
(40)
mengelola emosi yang sudah dikenalnya, membuat seseorang dapat menyalurkan energi emosinya ke reaksi yang tepat dan konstruktif.
b. Kebugaran emosi (emotional fitness), bertujuan untuk mempertegas antusiasme dan ketangguhan dalam menghadapi tantangan dan perubahan. Hal ini mencakup kemampuan untuk mempercayai orang lain dan menampilkan diri apa adanya, menghargai ketidakpuasan diri sendiri dan orang lain, serta mengelola konflik dan mengatasi kekecewaan dengan cara yang paling konstruktif.
c. Kedalaman emosi (emotional depth), mencakup komitmen untuk menyelaraskan hidup dari kerja dengan potensi serta bakat unik yang dimiliki. Komitmen yang berupa rasa tanggung jawab ini pada gilirannya mempunyai potensi untuk memperbesar pengaruh tanpa perlu menggunakan kewenangan untuk memaksakan otoritas.
d. Alkemia emosi (emotional alchemy), ialah kemampuan kreatif untuk mengalir bersama masalah- masalah dan tekanan-tekanan tanpa larut di dalamnya. Hal ini mencakup keterampilan bersaing dengan lebih peka terhadap kemungkinan solusi yang masih tersembunyi dan peluang yang masih terbuka, untuk mengevaluasi masa lalu, menghadapi masa kini, dan menciptakan masa depan.
Apabila seseorang secara efektif memiliki keseluruhan aspek dalam model uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa ia adalah pribadi yang tangguh, yaitu pribadi yang dapat menggunakan emosinya secara cerdas
(41)
21
(dalam artian tepat waktu dan dalam porsi yang tepat, tanpa tergantung dari pengaruh jenis kelamin).
Goleman (1999:57-59) memperluas kemampuan kecerdasan emosional memiliki 5 (lima) wilayah utama yang memungkinkan seseorang akan menguasai kebiasaan berpikir menuju produktivitas yang juga sangat penting untuk diperlukan di dunia kerja, yaitu:
a. Mengenali emosi diri
Kemampuan ini merupakan kesadaran diri mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi dan mengetahui apa yang dirasakan saat emosi bergolak di dalam diri.
b. Mengelola emosi
Kemampuan menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat.
c. Memotivasi diri sendiri
Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitannya untuk memotivasi diri. Kendali diri emosional dan kemampuan menyesuaikan diri adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan tersebut cenderung lebih produktif dan efektif dalam bekerja.
d. Mengenali emosi orang lain
Orang yang empatik akan lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi dan dapat menangkap hal- hal yang dikehendaki orang lain.
(42)
e. Membina hubungan
Membina hubungan sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi. Orang-orang yang sukses dalam berbagai bidang mengandalkan pergaulan yang baik dengan orang lain.
2. Dimensi Kecerdasan Emosional
Ada lima dimensi kecerdasan emosional yaitu: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain. Pada dimensi mengenali emosi diri, indikator kecerdasan emosional mencakup: (a)mengetahui keterbatasan diri; (b)keyakinan akan kemampuan sendiri; (c)mengetahui kekuatan; (d)mengenali emosi diri. Pada dimensi mengelola emosi, indikator kecerdasan emosional mencakup: (a)menahan emosi dan dorongan negatif; (b)menjunjung norma kejujuran dan integritas; (c)bertanggung jawab atas kinerja sendiri; (d)luwes terhadap perubahan; (e)terbuka dengan ide- ide serta informasi baru. Pada dimensi memotivasi diri, indikator kecerdasan emosional mencakup: (a)dorongan untuk menjadi lebih baik; (b)menyesuaikan dengan sasaran kelompok dan organisasi; (c)kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan; (d)kegigihan dalam memperjuangkan kegagalan dan hambatan. Pada dimensi mengenali emosi orang lain, indikator kecerdasan emosional mencakup: (a)memahami perasaan orang lain; (b)tanggap terhadap kebutuhan orang lain; (c)mengerti perasaan orang lain; (d)siap sedia melayani. Pada dimensi membina hubungan dengan orang
(43)
23
lain indikator kecerdasan emosional mencakup: (a)kemampuan persuasi; (b)terbuka mendengarkan orang lain dan memberi kesan yang jelas; (c)kemampuan menyesuaikan tanggung jawab; (d)memiliki semangat leadership; (e)kolaborasi dan kooperasi; (f)ada kemampuan untuk membangun tim.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kecerdasan Emosi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kecerdasan emosi dalam diri seseorang ada 2.
a. Faktor internal
Faktor internal ialah faktor yang berasal dari dalam diri individu untuk menanggapi lingkungan sekitar. Menurut Goleman (1999:23), faktor ini berasal dari dalam diri individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak emosional seseorang.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal dimaksudkan sebagai faktor yang datang dari luar individu dan mempengaruhi individu untuk mengubah hidup. Pengaruh luas yang bersifat individu dapat secara perorangan, secara kelompok, antara individu mempengaruhi kelompok atau sebaliknya, juga dapat bersifat tidak langsung yaitu melalui perantara, misal media massa. Faktor lain dapat melalui lingkungan fisik tempat manusia berada ketika berkomunikasi dengan pihak lain, melalui lingkungan sosial di mana keberadaan manusia lain sebagai penerima komunikasi maupun hanya
(44)
hadir di sana, serta melalui keikutsertaan individu dalam berbagai kegiatan seperti keaktifan di dalam mengikuti berbagai organisasi (Goleman, 1997:275-279).
4. Ciri-Ciri Orang yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi
Menurut Goleman (1997:403-405), orang dengan kecerdasan emosi yang tinggi mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut.
a. selalu positif pada saat menangani situasi-situasi dalam hidupnya;
b. terampil dalam membina emosinya, mengenali kesadaran emosi diri dan ekspresi emosi, dan kesadaran emosi terhadap orang lain;
c. memiliki kecakapan kecerdasan emosi, meliputi intensionalitas, kreativitas, hubungan antar pribadi dan ketidakpuasan konstruktif;
d. optimal pada nilai- nilai belas kasihan atau empati, intuisi, radius kepercayaan, daya pribadi, dan integritas;
e. optimal pada kesehatan secara umum, kualitas hidup, relationship quotient, dan kinerja optimal.
Menurut Goleman (1997:214-215), ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah adalah:
a. dikuasai dorongan hati, kurang memiliki kendali diri, menderita kekurangmampuan pengendalian moral;
b. menerima kritik dari orang lain sebagai serangan pribadi dan bukan sebagai keluhan yang harus diatasi;
(45)
25
d. menutup diri atau sikap bertahan yang pasif; e. mudah patah semangat;
f. amarah gampang meledak.
C. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Winkel (1983:161) berpendapat bahwa prestasi merupakan suatu kecakapan nyata yang dimiliki seseorang yang merupakan hasil dari proses yang dilakukan dalam rangka menyiapkan diri untuk menambah pengetahuan yang hasilnya dapat digunakan secara nyata dan dapat diukur dengan menggunakan alat yaitu tes. Hasil tes dapat berupa angka, simbol yang dapat dijelaskan seberapa tingkat kecakapannya.
Prestasi menurut Nasution (1982:35) adalah hasil yang dicapai atau apa yang dihasilkan. Prestasi juga merupakan hasil yang telah dicapai atau dilakukan, dikerjakan dan sebagainya (Poerwodarminto, 1997:88). Dengan demikian, prestasi merupakan hasil yang diperoleh seseorang setelah mengadakan suatu aktivitas, meskipun hal yang serupa telah diperoleh dari apa saja, asal pekerjaan itu dilakukan oleh seseorang, hasil yang diperoleh dapat diwujudkan dalam hasil yang tinggi atau sebaliknya. Hal ini tergantung daripada usaha dan kemampuan masing- masing individu di samping faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil tersebut.
Menurut Gage (1984), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat
(46)
pengalaman. Gage (1984) juga mengemukakan, bahwa ada lima bentuk belajar,
a) Belajar responden b) Belajar kontiguitas c) Belajar operant d) Belajar observasional e) Belajar kognitif
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 1987:3).
Menurut Winkel (2004:59), berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses kegiatan sebagai hasil reaksi terhadap lingkungan yang mengakibatkan perubahan dalam hal pengetahuan, pemahaman keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu akan nampak dalam hasil belajar yang dihasilkan oleh anak terhadap pertanyaan/ persoalan/ tugas yang diberikan oleh guru.
Belajar adalah perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan, misalnya dengan mengamati, membaca, mendengarkan, meniru dan sebagainya. Belajar itu sendiri akan lebih efektif jika si subjek belajar mengalami atau melakukannya sendiri sehingga apa yang mereka pelajari tidak bersifat verbal. Belajar adalah suatu proses, dan bukan suatu
(47)
27
hasil. Oleh karena itu, belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.
Berikut ini dikemukakan beberapa contoh aktivitas belajar dalam beberapa situasi.
1) Mendengarkan
Situasi ini memberikan kesempatan kepada seseorang untuk belajar. Seseorang menjadi belajar atau tidak dalam situasi ini, tergantung ada atau tidaknya kebutuhan, motivasi dan set seseorang itu. Dengan adanya kondisi pribadi seperti itu memungkinkan seseorang tidak hanya mendengarkan, melainkan mendengarkan secara aktif dan bertujuan. Mendengarkan yang demikian akan memberikan manfaat bagi perkembangan pribadi seseorang.
2) Memandang
Setiap stimuli visual memberi kesempatan kepada bagi seseorang untuk belajar. Apabila kita memandang segala sesuatu dengan set tertentu untuk mencapai tujuan yang mengakibatkan perkembangan dari kita, maka dalam hal yang demikian kita sudah belajar.
3) Meraba, membau dan mencicipi/mencecap
Meraba, membau dan mencicipi/mencecap adalah aktivitas sensoris seperti halnya pada mendengarkan dan memandang. Segenap stimuli yang dapat diraba, dicium dan dicecap merupakan situasi yang memberikan kesempatan bagi seseorang untuk belajar.
(48)
Mencatat yang termasuk sebagai belajar yaitu apabila dalam mencatat itu orang menyadari kebutuhan serta tujuannya, serta menggunakan set tertentu agar catatan itu nantinya berguna bagi pencapaian tujuan belajar. 5) Membaca
Belajar adalah aktif, dan membaca untuk untuk keperluan belajar hendaknya dilakukan di meja belajar dari pada di tempat tidur, karena dengan sambil tiduran itu perhatian dapat terbagi.
Dalam belajar, banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi belajar, dapat digolongkan menjadi tiga macam,
a) Faktor-faktor stimuli belajar
Beberapa hal yang berhubungan dengan faktor-faktor stimuli belajar, antara lain: panjangnya bahan pelajaran, kesulitan bahan pelajaran, berartinya bahan pelajaran, berat-ringannya tugas, suasana lingkungan eksternal.
b) Faktor-faktor metode belajar
Faktor-faktor metode belajar menyangkut hal- hal berikut: kegiatan berlatih atau praktik, “overlearning” dan “drill”, resitasi selama belajar, pengenalan tentang hasil- hasil belajar, belajar dengan keseluruhan dan dengan bagian-bagian, penggunaan indera, penggunaan set dalam belajar, bimbingan dalam belajar, kondisi-kondisi insentif.
(49)
29
Faktor-faktor individual sangat besar pengaruhnya terhadap belajar seseorang. Adapun faktor- faktor individual itu menyangkut hal- hal berikut ini: kematanga n, faktor usia kronologis, perbedaan jenis kelamin, pengalaman sebelumnya, kapasitas mental, kondisi kesehatan jasmani, kondisi kesehatan rohani, motivasi.
Prestasi belajar menurut Suratinah Tirtonegoro (1984:42), adalah pencapaian hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh anak dalam periode tertentu. Sunaryo (1983:10-13), prestasi belajar adalah hasil perubahan kemampuan yang meliputi kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Tingkat kemampuan siswa dalam proses belajarnya dapat diketahui dari prestasi belajarnya.
Winkel (2004:60), menyimpulkan bahwa prestasi belajar sebagai kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang merupakan hasil dari apa yang telah dilakukan seseorang tersebut. Hasil belajar anak akan nampak dalam prestasi belajarnya. Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh gur u (Mulyono, 1990:100).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan kemampuan siswa untuk menguasai pengetahuan atau keterampilan-keterampilan tertentu dalam suatu mata pelajaran, yang lazimnya diperoleh dari nilai tes atau angka yang diberikan guru.
(50)
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak antara lain:
1. Faktor yang berasal dari dalam diri anak (internal) yang meliputi: a) Kecerdasan
Kecerdasan merupakan sala h satu aspek penting dan sangat menentukan berhasil tidaknya studi seseorang. Kecerdasan meliputi kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Kalau seorang murid mempunyai tingkat kecerdasan normal atau di atas normal maka secara potensial ia dapat mencapai prestasi yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, diharapkan mereka dapat mencapai prestasi yang tinggi sesuai dengan keadaan masing- masing.
b) Bakat
Adalah potensi atau kemampuan. Kalau diberi bakat untuk dikembangkan melalui belajar akan menjadi kecakapan yang nyata. Seorang murid yang mempunyai bakat dalam suatu mata pelajaran tertentu maka besar kemungkinan ia dapat mencapai prestasi yang tinggi.
c) Minat dan perhatian
Minat dan perhatian dalam belajar mempunyai hubungan yang sangat erat sekali. Seseorang yang menaruh minat pada mata pelajaran tertentu biasanya dapat membangkitkan minat pada objek tertentu.
(51)
31
Merupakan dorongan yang mendasari dan mempengaruhi setiap usaha serta kegiatan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
e) Kesehatan Jasmani
Keadaan tubuh yang sehat merupakan kondisi yang memungkinkan seseorang untuk dapat belajar secara aktif.
f) Cara Belajar
Keberhasilan studi murid dipengaruhi oleh cara belajarnya. Cara belajar yang efisien memungkinkannya untuk me ncapai prestasi yang lebih tinggi.
2) Faktor yang berasal dari luar diri siswa (eksternal), meliputi: a) Lingkungan
Lingkungan alam: keadaan alam yang tenang dengan udara yang sejuk ikut mempengaruhi kesegaran jiwa siswa, sehingga memungkinkan hasil belajarnya akan lebih tinggi.
Lingkungan keluarga: keadaan ekonomi keluarga yang serba kurang atau miskin dapat menjadikan anak mengalami kesukaran tertentu dalam belajarnya.
Lingkungan masyarakat: meliputi teman-teman sepergaulan yang membawa anak mengikuti hal yang tidak bermanfaat.
b) Sekolah
Para guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkannya, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar. c) Peralatan belajar
(52)
Lengkap tidaknya peralatan belajar, dapat menimbulkan prestasi belajar siswa. Untuk peralatan belajar yang lengkap akan membuat siswa lebih mudah untuk belajar.
D. Hubungan Antar Variabel Penelitian
1. Hubungan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru dengan prestasi belajar siswa
Seorang guru mempunyai peran yang sangat besar di dalam kelas. Mereka tidak hanya bertugas untuk menyampaikan pelajaran saja tetapi juga dituntut untuk bisa menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Seorang guru yang menurut pandangan siswa benar-benar profesional dibidangnya bisa menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan terasa hidup. Mereka bisa menyampaikan materi pelajaran dengan cara yang menarik. Mereka juga bisa menyampaikan materi pelajaran yang bermutu dan selalu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi karena mereka menguasai bahan yang mereka ajarkan. Materi yang diberikan juga sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan bekal ilmu yang benar-benar bermutu diharapkan siswa bisa memperoleh pengetahuan yang luas dan mendalam sehingga mereka bisa mengerjakan ujian dengan baik. Bila siswa bisa mengerjakan ujian dengan baik diharapkan prestasi belajarnya juga baik.
Suasana belajar yang menyenangkan, guru yang menyenangkan, materi pelajaran yang disampaikan secara menarik akan memberikan
(53)
33
semangat pada siswa untuk belajar lebih giat sehingga diharapkan prestasi belajar merekapun tinggi.
2. Hubungan antara kecerdasan emosional siswa dengan prestasi belajar siswa.
Kecerdasan Emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih- lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa (Goleman, 1999:45). Seorang siswa yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi akan dapat menggunakan kemampuan dan potensi emosionalnya dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas untuk mendalami mata pelajaran yang dipelajari. Seorang siswa dengan kecerdasan emosional yang tinggi akan mampu menghargai orang lain terutama guru ketika memberikan penjelasan di depan kelas, mampu mengendalikan emosi dan dorongan negatif, mampu memotivasi dirinya sendiri saat belajar, mampu bekerja sama di dalam kelompoknya di kelas. Dengan kecerdasan emosional yang tinggi diharapkan prestasi belajar siswa pun tinggi.
3. Hubungan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru dan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.
Seorang guru yang menurut pandangan siswa profesional mampu menyampaikan materi pelajaran secara menyenangkan. Guru juga mampu
(54)
mengelola kelas dan interaksi belajar mengajar sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif. Suasana belajar yang seperti ini akan menimbulkan semangat belajar siswa. Di dalam kelas pun, siswa dapat membawa dirinya sendiri, mengenali emosinya, me ngenali lingkungan sekitarnya, memotivasi dirinya sendiri saat belajar serta mampu bekerja sama dengan kelompok belajarnya. Jika setiap siswa memiliki kecerdasan emosional yang seperti demikian, maka akan sangat membantu siswa dalam belajarnya. Bila siswa mampu mengembangkan kecerdasan emosional dengan baik, diharapkan prestasi belajarnya akan tinggi pula.
E. Hipotesis
H1: Ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru dengan prestasi belajar siswa.
H2: Ada hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.
H3: Ada hubungan positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru dan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.
(55)
35 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang terbatas pada usaha untuk memberikan gambaran yang jelas dan akurat tentang material atau fenomena yang sedang diselidiki (Ibnu, 1996;274). Penelitian ini juga merupakan penelitian korelasional. Sumanto (1990:6-7) mengatakan bahwa penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan untuk menentukan ada tidaknya hubungan dan seberapa jauh hubungan ada antar dua variabel atau lebih. Penelitian ini juga merupakan penelitian studi kasus yaitu penelitian tentang subjek tertentu, dimana subjek tersebut terbatas, maka kesimpulan yang diperoleh hanya berlaku pada subjek yang diteliti (Arikunto, 1998:131).
B. Lokasi dan waktu Penelitian 1. Lokasi penelitian
Dalam penelitian ini, penulis memilih lokasi penelitian di SMK YPKK 1 Sleman, Yogyakarta.
2. Waktu penelitian
(56)
C. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek penelitian
Subjek penelitian adalah individu yang dilibatkan dalam penelitian dari mana data diperoleh. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XI dan XII jurusan akuntansi SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta.
2. Objek penelitian
Objek penelitian ini adalah persepsi siswa tentang profesionalisme guru, kecerdasan emosional, dan prestasi belajar siswa.
D. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel 1. Populasi
Menurut Sugiyono (1999:55), populasi yaitu kumpulan wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Sesuai dengan masalah yang diteliti, maka populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X, XI dan XII SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta yang seluruhnya berjumlah 545 orang.
2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel
Sampel yaitu sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu cara pemilihan sampel dengan kriteria tertentu. Anggota populasi diambil sebagai sampel sudah ditentukan sesuai dengan keperluan penelitian dan mengabaikan peluang anggota lain dari populasi
(57)
37
yang tidak dipilih (Suharsimi, 2002:117). Sampel yang diambil adalah kelas XI dan XII jurusan akuntansi, kecuali kelas XI Ak 1 dan XI AK 2 yang sedang melaksanakan Praktek Industri (PI), sehingga tidak dapat dijadikan sebagai sampel. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 221 responden dari populasi sebanyak 545 orang.
E. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian yang bervariasi atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi, 1991:134). Dalam penelitian ini, variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut.
1) Variabel independen (bebas) adalah himpunan seluruh gejala yang memiliki berbagai aspek atau unsur yang berfungsi mempengaruhi atau menentukan munculnya variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah persepsi siswa tentang profesionalisme guru dan kecerdasan emosional siswa.
2) Variabel depend en (tidak bebas) adalah himpunan seluruh gejala yang memiliki sejumlah aspek atau unsur di dalamnya berfungsi menerima diri dengan kondisi lain. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar siswa.
(58)
F. Definisi dan Pengukuran Variabe l Penelitian 1. Persepsi Siswa tentang Profesionalisme Guru
Persepsi siswa tentang profesionalisme guru adalah proses memahami, menerima, mengorganisasikan dan menginterpretasikan profesionalisme guru melalui panca indera siswa. Menurut Samana (1994:61-69), terdapat enam aspek yang dapat memberikan penilaian kepada siswa mengenai persepsi siswa tentang profesionalisme guru, yaitu: penguasaan bahan ajar, pengelolaan kelas dan interaksi belajar mengajar, pengelolaan program belajar mengajar, pelayanan bimbingan dan konseling, penggunaan media dan sumber pelajaran, dan penilaian prestasi belajar siswa. Persepsi siswa tentang profesionalisme guru dibatasi dengan dua nilai yaitu persepsi positif dan persepsi negatif. Persepsi siswa ditunjukkan oleh skor yang diperoleh dari angket persepsi siswa tentang profesionalisme guru. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi persepsi siswa tentang profesionalisme guru.
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Persepsi Siswa tentang Profesionalisme Guru
No. Item Dimensi
Positif Negatif
Penguasaan bahan ajar 1,2,5 3,4
Pengelolaan kelas dan interaksi belajar mengajar
6,7,9 8,10 Pengelolaan program belajar mengajar 11,12,14,15 13 Pelayanan bimbingan dan konseling 16,18,19 17,20 Penggunaan media dan sumber pelajaran 21,23,25 22,24 Penilaian prestasi belajar siswa 27,28,29,30 26
(59)
39
2. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan Emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih- lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa. Menurut Goleman (1999:57-59), ada lima dimensi kecerdasan emosional yaitu: mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain. Masing- masing dimensi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi variabel kecerdasan emosional.
Tabel 3.2
Operasionalisasi Variabel Kecerdasan Emosional
Dimensi Indikator No. Item
Mengenali emosi diri
a. mengetahui keterbatasan diri b. keyakinan akan kemampuan
sendiri
c. mengetahui kekuatan d. mengenali emosi diri
1 2 3 4 Mengelola emosi a. menahan emosi dan dorongan
negatif
b. menjunjung norma kejujuran dan integritas
c. bertanggung jawab atas kinerja sendiri
d. luwes terhadap perubahan e. terbuka dengan ide- ide serta
informasi baru.
5 6 7 8 9 Memotivasi diri a. dorongan untuk menjadi lebih baik
b. menyesuaik an dengan sasaran kelompok dan organisasi c. kesiapan untuk memanfaatkan
kesempatan
10 11 12
(60)
d. kegigihan dalam memperjuangkan kegagalan dan hambatan
13 Mengenali emosi
orang lain
a. memahami perasaan orang lain b. tanggap terhadap kebutuhan orang
lain
c. mengerti perasaan orang lain d. siap sedia melayani
14 15,16 17 18 Membina hubungan dengan orang lain
a. kemampuan persuasi
b. terbuka mendengarkan orang lain dan memberi kesan yang jelas c. kemampuan menyesuaikan
tanggung jawab
d. memiliki semangat leadership e. kolaborasi dan kooperasi f. ada kemampuan untuk
membangun tim 19 20 21 22 23 24
3. Prestasi belajar siswa
Prestasi belajar siswa merupakan kemampuan siswa untuk menguasai pengetahuan atau keterampilan-keterampilan tertentu dalam suatu mata pelajaran, yang lazimnya diperoleh dari nilai tes atau angka yang diberikan guru. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan nilai rapor khususnya nilai untuk mata pelajaran Akuntansi dengan rincian sebagai berikut: kelas XI menggunakan nilai rapor kelas X semester II, sedangkan kelas XII menggunakan nilai rapor kelas XI semester II.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang ditempuh untuk memperoleh data sesuai dengan jenis data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner atau angket dan dokumentasi. Kuesioner atau angket
(61)
41
merupakan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara membuat daftar pertanyaan yang rinci dan lengkap yang harus dijawab oleh responden tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya (Masidjo, 1995:227). Jadi, teknik kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara membuat daftar-daftar pertanyaan yang kemudian diisi oleh responden. Yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu siswa-siswi SMK YPKK I Sleman, Yogyakarta. Data yang dapat diperoleh dari kuesioner ini, berupa:
a) identitas diri siswa;
b) persepsi siswa tentang profesionalisme guru; c) kecerdasan emosional siswa.
Penulis menggunakan skala Likert untuk memberikan skor pada kuesioner. Skala Likert merupakan skala yang digunakan untuk mengukur sikap (Ibnu, 1996:186). Dengan skala Likert ini, dituntut sejumlah item pernyataan yang monoton yang terdiri dari pernyataan positif dan negatif. Pembagian sikap menjadi dua (2) kategori ini pada dasarnya merupakan sikap seseorang terhadap objek tertentu yang terdiri dari sikap mendukung (positif), sikap menolak (negatif), dan sikap netral. Skor yang digunakan untuk menilai pernyataan-pernyataan tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 3.3
Pernyataan Sikap Skor SS Skor S Skor TS Skor STS
Positif 4 3 2 1
(62)
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan teknik dokumentasi. Teknik ini merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa pada waktu yang lalu. Teknik ini bermanfaat dalam mengumpulkan informasi tentang keberadaan dan perkembangan lembaga- lembaga yang bersangkutan. Informasi yang diperoleh berasal dari catatan penting baik dari lembaga atau organisasi maupun dari perorangan. Dalam penelitian ini, dokumentasi yang digunakan berupa lembar nilai/prestasi siswa kelas XI dan kelas XII, sejarah berdirinya SMK YPKK I Sleman, rekapitulasi data siswa (populasi dan sampel), denah/lokasi SMK YPKK I Sleman.
H. Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis data yang diperoleh dari kuesioner digunakan cara-cara sebagai berikut.
a. Uji Validitas atau uji kesahihan
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrumen. Uji validitas digunakan untuk pengujian butir soal. Suatu instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Dalam penelitian ini digunakan rumus korelasi Product Moment dari Pearson (Arikunto, 1997:146).
( )( )
( )
{
∑
∑
−∑
∑
}
{
∑
∑
−( )
∑
}
− = 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N rxy(63)
43
Keterangan :
rxy = Koefisien Korelasi X dan Y
N = Jumlah Subjek
∑
XY = Jumlah nilai skor item dan nilai total skor∑
X = Jumlah nilai skor item∑
Y = Jumlah nilai total skorKoefisien korelasi yang diperoleh perlu diuji signifikansinya dengan cara membandingkan harga koefisien korelasi hasil perhitungan dengan koefisien korelasi pada tabel dengan taraf signifikansi 5%. Jika hasil perhitungan koefisien nilai rhitung lebih besar dari koefisien nilai rtabel
pada taraf signifikansi 5%, maka butir pertanyaan tersebut dapat dinyatakan valid, tetapi jika hasil perhitungan lebih kecil dari nilai pada tabel, maka butir tersebut dinyatakan tidak valid.
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk menunjuk bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat sebagai pengumpul data. Untuk menguji reliabilitas instrumen pada penelitian ini rumus yang dipakai yaitu dengan rumus koefisien Alpha Cronbach (Arikunto,1997:171).
(
)
− −=
∑
22
11 1
1 ot
o k k r Keterangan : 11
r = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑
2b
o = Jumlah varians butir 2
t
(64)
Koefisien Alpha Cronbach yang diperoleh perlu diuji signifikansinya dengan cara membandingkan harga koefisien Alpha Cronbach hasil perhitungan dengan tingkat 0,6. Jika hasil perhitungan lebih besar dari 0,6, maka butir pertanyaan tersebut dapat dinyatakan reliabel, tetapi jika hasil perhitungan lebih kecil dari 0,6, maka butir tersebut dinyatakan tidak reliabel (Sunyoto, 2007:78).
c. Uji Normalitas
Uji normalitas dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah data yang terjaring berdistribusi normal atau tidak. Apabila data yang terjaring berdistribusi normal maka analisis untuk pengujian hipotesis dapat dilakukan. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Tes satu sampel Kolmogorov-Smirnov (Sugiyono, 2003:150).
D = Maksimum [Fo(x)-Sn(x)] Keterangan
D = Deviasi
Fo(x) = Distribusi Frekuensi komulatif teoritis Sn(x) = Distribusi Frekuensi komulatif observasi
Apabila probabilitas yang diperoleh melalui perhitungan lebih kecil dari taraf signifikans i 5% maka signifikan, artinya ada beda antara distribusi data yang dianalisis dengan distribusi teoritis sehingga sebaran data variabel adalah tidak normal pada taraf signifikansi 5%. Jika probabilitas yang diperoleh melalui perhitungan lebih besar dari taraf signifikansi 5% maka tidak signifikan, artinya tidak ada beda antara distribusi data yang dianalisis dengan data teoritis sehingga sebaran data variabel adalah no rmal pada taraf signifikansi 5%.
(65)
45
d. Uji Linieritas
Uji linieritas digunakan untuk mengetahui apakah antar variabel mempunyai hubungan yang linier. Uji linieritas dalam penelitian ini menggunakan Uji F (Sudjana, 1992:332) dengan rumus sebagai berikut:
2 2
Se S F = TC
Keterangan :
F = Nilai F untuk garis regresi S2 = Varians tuna cocok Se2 = Varians kekeliruan
Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas masih harus diuji signifikansinya. Uji signifikansi dilakukan dengan cara membandingkan F hasil perhitungan dengan Ftabel pada taraf signifikansi
5%. Jika Fhitung lebih kecil diband ingkan Ftabel maka perhitungan di atas
signifikan.
I. Uji Asumsi Klasik a. Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah situasi adanya hubungan variabel- variabel bebas diantara satu dengan lainnya. Dalam hal ini disebut variabel- variabel bebas tidak ortho gonal. Variabel yang bersifat orthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasinya sama dengan nol. Uji multikolinearitas ini diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen yang lain dalam satu model. Kemiripan ini akan menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat
(66)
kuat antara variabel independent yang satu dengan variabel independen yang lain (Bhuono, 2005:58-59). Untuk menguji multikolinearitas dapat digunakan nilai variance inflating factor (VIF), Conditioan Index (CI), matrik korelasi dan nilai koefisien determinasinya (R2).
Menurut Bhuono (2005:60), untuk mendeteksi masalah multikolinearitas dapat digunakan rumus sebagai berikut.
(
)( )
(
)
{
∑
∑
−∑
∑
}
{
∑
∑
−( )
∑
}
− = 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N rxyDeteksi multikolinearitas pada suatu model dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain:
a) Jika nilai variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1, maka model dapat dikatakan terbebas dari multikolinearitas VIF=1/Tolerance, jika VIF=10 maka Tolerance=1/10=0,10. Semakin tinggi VIF maka semakin rendah Tolerance (Sunyoto, 1997: 93).
b) Jika nilai koefisien korelasi antar masing- masing variabel independen lebih kecil atau sama dengan 0,60, maka model dapat dinyatakan bebas dari asumsi klasik multikolinearitas. Jika lebih besar dari 0,60 maka diasumsikan terjadi korelasi yang sangat kuat antar variabel independen sehingga terjadi multikolinearitas (Sunyoto, 1997: 89) c) Jika nilai koefisien determinan, baik dilihat dari R2 maupun RSquare di
(67)
47
terhadap variabel dependen, maka ditengarai model terkena multikolinearitas (Bhuono, 2005: 59).
d) Nilai Condition Index (CI) yang melebihi 30 (Gujarati, 2003:362) Cara mengatasi multikolinieritas, yaitu:
1) menghilangkan salah satu atau lebih variabel bebas yang mempunyai koefisien korelasi tinggi atau menyebabkan multikolinieritas.
2) Jika tidak dihilangkan (nomor 1) hanya digunakan untuk membantu memprediksi dan tidak untuk diinterpretasikan.
3) Mengurangi hubungan linier antar variabel bebas dengan menggunakan logaritma natural (ln).
4) Menggunakan metode lain misalnya metode regresi Bayesian, dan metode ridge.
b. Heterokedastisitas
Dalam persamaan regresi berganda perlu juga diuji mengenai sama atau tidak varians dari residual observasi yang satu dengan observasi yang lain. Jika residualnya mempunyai varians yang sama disebut terjadi homokedastisitas dan jika variansnya tidak sama/berbeda disebut terjadi heterokedastisitas. Persamaan regresi yang baik jika tidak terjadi heterokedastisitas (Sunyoto, 2007:93).
Untuk melihat ada tidaknya gejala heterokedastisitas dalam penelitian ini, maka digunakan uji korelasi rank dari Spearman (Sunyoto, 2007: 110). Rumus:
(68)
(
)
− − =∑
1 6 1 2 n n drs i
Di mana di perbedaan rank dua karakteristik ke i. Diperoleh dengan
jalan mencari selisih rank antara residual harga mutlak (tanpa memperhatikan tanda negatif dan positif) dengan nilai variabel untuk seluruh pengamatan yang dipakai serta disusun rangkingnya menaik atau menurun. Jika dari hasil perhitungan tersebut menunjukkan korelasi yang signifikan maka dikatakan ada heterokedastisitas. Untuk menguji signifikansi koefisien korelasi dilakukan dengan uji t, sebagaimana diformulasikan dalam rumus berikut.
t =
r
r
s s n 2 1 2 − −Setelah menghitung besarnya t (thitung) kemudian dibandingkan dengan ttabel
pada derajat bebas (df) n-2 pada tingkat kepercayaan tertentu. Jika thitung
lebih besar dari ttabel maka signifikan.
Cara yang termudah untuk mengatasi permasalahan heterokedastisitas adalah dengan mentransformasi persamaan regresi ke dalam bentuk logaritma (hanya salah satu yang dianggap mudah), sehingga regresi yang semula berbentuk Y = A + BX + e akan menjadi LnY = A + B Ln X.
(69)
49
J. Pengujian Hipotesis Penelitian
1. Teknik Koefisien Korelasi Berganda
Koefisien korelasi berganda adalah koefisien korelasi untuk mengukur keeratan hubungan antara tiga variabel atau lebih (Hasan, 2004:66). Untuk menguji hipotesis pertama yaitu terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru (X1) dengan prestasi belajar siswa (Y) dan menguji hipotesis kedua yaitu
terdapat hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosional (X2)
dengan prestasi belajar siswa (Y), maka penulis menggunakan analisis koefisien korelasi berganda untuk tiga variabel. Adapun rumus dari koefisien korelasi berganda untuk tiga variabel (Hasan, 2004:66) adalah sebagai berikut.
R Y1.2 =
r
r
r
r
r
r
Y Y Y Y2 12 12 2 1 2 2 2 1 1 2 − − + Keterangan:
R Y1.2 = koefisien korelasi linear berganda tiga variabel
rY1 = koefisien korelasi variabel Y dan X1
rY2 = koefisien korelasi variabel Y dan X2
r12 = koefisien korelasi variabel X1 dan X2
2. Uji Statisitik Koefisien Korelasi Berganda
Uji statistik koefisien korelasi berganda digunakan untuk menguji signifikan atau tidaknya hubungan lebih dari dua variabel. Untuk koefisien korelasi berganda, uji statistiknya menggunakan rumus F0 (Hasan,
(70)
F0 = ) 1 /( ) 1 ( / 2 2 − −
− n k
k
R
R
Keterangan :
R = koefisien korelasi berganda K = jumlah variabel independen N = jumlah anggota sampel
Kriteria pengambilan keputusan yaitu apabila nilai F0 lebih besar
dari nilai F(v1)(v2) pada taraf signifikansi 5% maka berarti antara variabel
yang diuji terdapat hubungan yang positif dan signifikan. Sedangkan jika didapatkan nilai F0 lebih kecil dari nilai F(v1)(v2) maka berarti antar variabel
tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan (Nilai Ftabel memiliki
V1=k dan V2=n-k-1).
3. Teknik Analisis Regresi Berganda
Untuk menguji hipotesis ketiga, yaitu terdapat hubungan positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru (X1) dan
kecerdasan emosional (X2) dengan prestasi belajar siswa (Y), digunakan
teknik analisis regresi (Sunyoto, 2007:115)sebagai berikut. Y = a+b1X1+b2X2
Keterangan:
Y = Prestasi Belajar a = Nilai konstanta
b = Kemiringan permukaan regresi yang menyatakan koefisien regresi dari variabel x.
X1 = Persepsi siswa tentang profesionalisme guru
X2 = Kecerdasan emosional
Untuk menyelesaikan perhitungan garis regresi Y = a+b1x1+b2x2, harga a,
(71)
51
∑
Y =an + b1∑
X1 + b2∑
X2∑
X1Y = a∑
X1 + b1∑
X12 + b2∑
X1X2∑
X2Y = a∑
X1 + b1∑
X1X2 + b2∑
X24. Uji Statistik Regresi Linear Berganda
Uji statistik regresi linear berganda digunakan untuk menguji signifikan atau tidaknya hubungan lebih dari dua variabel melalui koefisien regresinya. Untuk regresi linear berganda, uji statistiknya dapat dibedakan atas dua (Hasan, 2004:107), yaitu sebagai berikut.
F0=
R
R
k k n
) 2 2
1 (
) 1 (
− − −
Keterangan: R = Koefisien regresi n = Banyaknya data
k = Jumlah variabel independen
Kriteria pengambilan keputusan yaitu apabila nilai Fhitung lebih
besar dari nilai Ftabel pada taraf signifikansi 5% maka berarti antara
variabel yang diuji terdapat hubungan yang positif dan signifikan. Jika didapatkan nilai Fhitung lebih kecil dari nilai Ftabel maka berarti antar
variabel tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan (Nilai Ftabel
memiliki derajat bebas (db), v1 = m-1; v2 = n-m, m = jumlah variabel, n =
(1)
LAMPIRAN VII
MULTIKOLINIERITAS,
HETEROKEDASTISITAS
(2)
Output Multikolinearitas
Coefficientsa .835 1.198 .835 1.198 persepsi KE Model 1 Tolerance VIF Collinearity StatisticsDependent Variable: prestasi a.
Coefficient Correlationsa
1.000 -.407 -.407 1.000 .001 .000 .000 .000 KE persepsi KE persepsi Correlations Covariances Model 1 KE persepsi
Dependent Variable: prestasi a.
Collinearity Diagnosticsa
2.992 1.000 .00 .00 .00
.005 25.289 .07 .93 .39
.004 29.158 .93 .07 .61
Dimension 1 2 3 Model 1 Eigenvalue Condition
Index (Constant) persepsi KE Variance Proportions
Dependent Variable: prestasi a.
(3)
Output Heterokedastisitas
Coefficientsa
94.987 33.829 2.808 .005
1.131 .473 .159 1.389 .068
(Constant) prestasi Model
1
B Std. Error Unstandardized
Coefficients
Beta Standardized
Coefficients
t Sig.
Dependent Variable: persepsi a.
Coefficientsa
60.025 13.138 4.569 .005
.177 .184 .065 .965 .336
(Constant) prestasi Model
1
B Std. Error Unstandardized
Coefficients
Beta Standardized
Coefficients
t Sig.
Dependent Variable: KE a.
(4)
LAMPIRAN VIII
KORELASI, REGRESI
(5)
Output Korelasi
Correlations
Correlations
1 ,423** ,078 ,000 ,251
221 221 221
,423** 1 ,139*
,000 ,059
221 221 221
,078 ,139* 1
,251 ,059
221 221 221
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
KE
Persepsi
prestasi
KE Persepsi prestasi
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). *.
(6)
Output Regresi
Regression
Variables Entered/Removedb
KE,
Persepsia . Enter
Model 1 Variables Entered Variables Removed Method
All requested variables entered. a.
Dependent Variable: prestasi b.
Model Summary
,140a ,020 ,011 2,26173
Model 1
R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), KE, Persepsi
a.
Coefficientsa
67,474 2,103 32,085 ,000
,036 ,021 ,129 1,742 ,038
,008 ,027 ,023 ,311 ,033
(Constant) Persepsi KE Model 1
B Std. Error Unstandardized Coefficients Beta Standardized Coefficients t Sig.
Dependent Variable: prestasi a.
ANOVAb
22,381 2 11,191 2,188 ,015a
1115,160 218 5,115
1137,541 220 Regression Residual Total Model 1 Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), KE, Persepsi a.
Dependent Variable: prestasi b.