74
namun Abidah tidak menyampaikan kritiknya secara terang-terangan seperti pada novel PBS. Berikut ini adalah pembahasan mengenai Ketidakdilan
Gender yang terlihat dalam novel PBS dan GJ.
1. Marginalisasi terhadap Perempuan
Salah satu bentuk ketidakadilan yang terdapat dalam novel PBS dan GJ adalah marginalisasi. Marginalisasi pada perempuan merupakan
batasan-batasan yang diterima oleh perempuan. Nilai-nilai partriarki yang sangat kental membuat kaum perempuan mengalami diskriminasi
dalam kehidupannya. Di dalam keluarga, marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi dalam bentuk diskriminasi atas anggota
keluarga laki-laki dan perempuan. ―Keluarga merupakan pengaruh
pertama dan utama dalam perkembangan seorang anak.‖
10
Kutipan tersebut menyatakan bahwa seorang anak akan tumbuh menjadi
seseorang yang berkarakter seperti apa itu tergantung dari bagaimana cara didikan yang diterapkan oleh orang keluarganya. orang tua
selayaknya dapat memperlakukan anak-anak mereka tanpa melakukan diskriminasi atas dasar jenis kelamin.
Dalam PBS disinggung bagaimana cara didik orang tua yang selalu membeda-bedakan perlakuan untuk anak laki-laki dan anak
perempuan. Hal ini dialami oleh tokoh utama yang selalu mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan saudara laki-lakinya, seperti pada
kutipan berikut: ―Tidak seperti Wildan dan Rizal yang bebas keluyuran
dalam kuasanya, main bola, dan main layang-layang, sementara aku disekap di dapur untuk mencuci kotoran bekas makanan mereka,
mengiris bawang
hingga mataku
pedas demi
kelezatan dan
kenyamanan perut mereka.‖
PBS. h. 23
Kutipan tersebut bercerita tentang bagaimana tokoh utama mendapatkan perlakuan berbeda yang
dilakukan oleh ayahnya. Sikap tidak suka akan perbedaan perlakuan
10
Saparinah Sadli, Berbeda tetapi Setara, Jakarta, Kompas, 2010 , h. 158.
75
yang diterima, ditunjukan oleh sikap tokoh utama yang sering melanggar aturan-aturan yang ada. Sikap-sikap yang ditunjukan oleh
tokoh utama bermakna bahwa ia inginkan pembebasan dari budaya patriarki yang ada di lingkungannya. Ia tidak menerima hanya karena
alasan ia merupakan seorang anak perempuan membuat ia diperlakukan berbeda.
Pengambilan latar tempat di daerah Jawa juga mempengaruhi terjadinya diskriminasi terhadap perempuan pada novel ini.
―Dalam konstruksi budaya Jawa, munculnya kecenderungan boy preference
lebih berpihak pada anak laki-laki. Kecenderungan tersebut akhirnya menimbulkan ketidakadilan yang terefleksi dalam perlakuan yang
berbeda terhadap anak laki-laki dan perempuan.‖
11
Seperti yang dijelaskan pada kutipan tersebut, bahwa dalam budaya masyarakat Jawa
anak laki-laki lebih diutamakan dan dihargai kebebasannya daripada anak perempuan. Ini pula yang terjadi dalam novel PBS yang
mengambil latar di daerah Jawa Timur. Sikap yang ditunjukkan oleh Annisa menunjukkan bahwa ia
memiliki keinginan untuk diperlakukan secara adil, meskipun ia seorang perempuan. Ia tidak menerima perlakuan orang-orang di
sekitarnya yang menganggap perempuan sebagai makhuk lemah. Perlakuan orang-orang terhadap perempuan tentunya bertentangan
dengan Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 13:
ابًاُعش ْمًْاَنَْاجَ َْ ََْثَُُْو ْركَ َْ ْنَ ْْاْاَنَْاجَ انَ ُنّْا ْ َْاأ ْي ٌْانلجع ُاْلْ ََ ِن ۚ ََُْاَْاجَ ُاْلن ٌدَِْ َْْاجَ ْك َر َْ ادْ ۚ ْىُاُ انَُْْ ْلاْشْ نوْ
ْْينأكع
11
Rahmawati dalam Amiroh Ambarwati, Perspektif Feminis dalam Novel Perempuan di Titik Nol Terjemah Novel Imra
‟ atun‟ inda Nuqtah Karya Nawal El Sadaawi dan Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy. Muwazah: 2009., h. 27
76
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah iialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Q.S. al- Hujurat49;13.
Dari ayat tersebut tampak jelas bahwa hubungan antara manusia dan laki-laki diatur oleh norma agama. Ayat tersebut memberi penjelasan
bahwa pada dasarnya manusia semua diciptakan sama, meskipun berasal dari bangsa, suku, budaya yang berbeda. Hal ini bertentangan dengan
perlakuan yang dilakukan oleh orang-orang sekitar Annisa, yang membeda-bedakannya dengan saudara laki-lakinya.
Dalam Al Qur-an pun dijelaskan bahwa perempuan dan laki laki pada dasarnya sama, yang membedakan antara keduanya hanyalah iman
ketakwaannya. Jadi tak seharusnya batasan-batasan terhadap kaum perempuan itu dibuat.
―Al-Qur‟ an sangat menekankan nilai keadilan, kesetaraan dan keharmonisan. Islam sebagai agama yang memberi
rahmat bagi semesta alam, tentu anti rasialisme dan menolak diskriminasi
.‖
12
Kembali pada pembahasan terhadap marginalisasi pada perempuan, hal ini juga terlihat ketika Samsudin melakukan praktek poligami secara
terbuka. Meskipun dalam hukum islam poligami diperbolehkan, bukan berarti suami boleh melakukan praktek poligami seenaknya. Tokoh
utama dalam novel ini dipoligami dengan alasan suami yang ingin menyakiti istrinya. Ia kemudian melakukan perselingkuhan yang
membuat wanita lain ini mengalami kehamilan dan akhirnya meminta pertanggungjawaban Samsudin. Apalagi dalam melakukan praktik
12
Eti Nurhayati, Psikologi Perempuan dalam Berbagai Perspektif, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2012 h. 26.
77
poligaminya, Samsudin tidak bisa berlaku adil ketika memperlakukan istri pertama dan istri keduanya.
Dua tahun kemudian Abidah kembali menulis novel yang bertemakan sama dengan Perempuan Berkalung Sorban, yaitu novel
Geni Jora. Marginalisasi juga terjadi pada tokoh utama GJ yaitu, Kejora. Tidak jauh berbeda dengan penggambaran Annisa pada PBS, pada GJ
Abidah menggambarkan Kejora selalu mendapatkan diskriminasi dari neneknya. Ia selalu dinomorduakan dari adik laki-lakinya, Prahara.
Perlakuan nenek
yang cenderung
memarginalkan perempuan
menyebabkan tidak adanya
penghargaan terhadap prestasi yang diperoleh perempuan. Oleh karena itu, Kejora selalu termotivasi untuk
melawan ketidakadilan tersebut, seperti tampak pada kutipan berikut: ―Ini kah nilai rapot sekolahan, Cucu. Betapa pun nilai Prahara di
sekolahan, sebagai laki-laki, ia tetap ranking pertama di dunia
kenyataan. Sebaliknya kau. Berapa pun rankingmu, kau adalah
perempuan dan akan tetap sebagai perempuan.‖
GJ. h. 82
Sebagai perlawanan terhadap ketidakadilan yang didapatnya, Kejora selalu
belajar dan terus meningkatkan prestasinya. Pada GJ, Abidah juga mengangkat tentang praktik poligami. Di sini
yang melakukan praktik poligami adalah ayah Kejora. Namun, penggambaran praktik poligami dalam GJ lebih baik dari penggambaran
praktik poligami dalam PBS. Dalam GJ alasan ayah Kejora melakukan praktik poligami adalah karena istri pertamanya tidak bisa mendapatkan
keturunan dan ayah Kejora memperlakukan kedua istrinya dengan adil. ‖Semuanya lebih dari cukup, Sayang. Tak ada sesuatu pun yang kurang.
Allah melimpahkan segala kesenangan, kebahagiaan dan kenikmatan yang tak terhingga pada kita semua. Dan ini harus kita syukuri‖
GJ. h. 102
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh ayah mampu berlaku adil dalam praktik poligaminya. Dilihat dari konsep ceritanya, tokoh ayah
memiliki sifat yang jauh berbeda dengan tokoh Samsudin dalam PBS. Sikap tokoh ayah Kejora yang melakukan praktik poligami dikarenakan