Latar Unsur Intrinsik Novel Geni Jora

71

5. Sudut pandang

Sudut pandang merupakan cara pengarang untuk menceritakan sebuah cerita, bagaimana menampilkan tokoh, latar, dan peristiwa- peristiwa yang ada dalam cerita kepada pembaca. Dalam novel GJ ini, Abidah El Khalieqy menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku utama. Dalam novel ini tokoh utama akuan adalah Kejora. Karena dalam novel GJ ini tokoh utamanya yaitu Kejora yang menceritakan tentang kehidupan yang dialaminya dan tokoh Kejora pula lah yang menceritakan tokoh tokoh lainnya. Dengan menggunakan sudut pandang aku ini membuat pembaca seakan-akan masuk ke dalam cerita dan dapat lebih meresapi cerita. Kutipan yang mendukung sudut pandang orang pertama pelaku utama ini sebagai berikut: ―Ibu seorang perempuan sederhana yang mengelola rumahnya menjadi kastil yang indah bagi anak-anak dan suaminya. Ia tak pernah kemana-mana. Ia melangkahi pintu besar hanya diwaktu takziah, pesta pernikahan, atau menjadi imam salat jumat di langgar yan khusus untuk perempuan.‖ GJ. h. 102 Pada kutipan tersebut, tokoh aku Kejora lah yang menceritakan bagaimana tokoh-tokoh lainnya ada dan mengisi cerita dalam novel ini. Tokoh lainnya diceritakan melalui pendapat dan pandangan tokoh Kejora. Dengan menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku utama ini pembaca dapat merasa lebih dekat dan masuk ke dalam cerita. Penggunaan sudut pandang orang pertama pelaku utama ini menunjukkan bahwa pengarang tidak sama sekali masuk ke dalam cerita. Posisi pencerita dalam sudut pandang ini terdapat pada tokoh utamanya yaitu Kejora. Segala bentuk peristiwa yang ada dalam cerita digambarkan melalui pandangan Kejora. Selain itu, penggambaran tokoh-tokoh lain yang terdapat pada novel ini juga digambarkan melalui pandangan Kejora. Melalui tokoh Kejora pengarang mengungkapkan bagaimana system patriarki yang harus diterima oleh Kejora. 72 C. Analisis Ketidakadilan Gender Pada Perempuan yang Terdapat dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban dan Novel Geni Jora Abidah El-Khalieqy merupakan sastrawan yang berasal dari Jawa Timur. Kekhasan Abidah dalam menulis karya sastra dapat dibedakan dengan mudah ketimbang sastrawan lain, karena Abidah memiliki ciri-ciri khusus, yaitu setiap karyanya baik novel maupun cerpen tidak terlepas dari hal-hal yang bersangkutan dengan agama, khususnya agama islam. Dalam beberapa karyanya Abidah mengangkat tentang posisi perempuan dalam agama dapat dilihat dengan jelas dari beberapa karyanya, seperti, novelnya yang berjudul Perempuan berkalung Sorban 2001 dan Geni Jora 2003. Dalam karyanya tersebut, Abidah mengkritisi tradisi dan pandangan beragama yang kental dengan budaya patriarki dan cenderung tidak memihak pada perempuan terutama dalam lingkungan pesantren salaf. Pandangan dan pengamatannya mengenai posisi perempuan dalam islam terutama dalam lingkup pesantren ini ia tuangkan dalam cerpen maupun novel. Perempuan Berkalung Sorban 2001 contohnya, Abidah mengungkapkan bahwa tujuannya dalam membuat novel PBS ini adalah untuk mensosialisasikan hak-hak reproduksi perempuan yang sudah diratifikasi oleh PBB. 7 Dalam PBS Abidah berbicara tentang budaya patriarki yang sudah mendarah daging. Novel ini, erat kaitannya dengan nilai-nilai kegamaan. ―Agama merupakan batu fondasi perbedaan gender.‖ 8 Dari kutipan tersebut terlihat bahwa dalam agama pun membahas tentang gender. Perbedaan ini dibahas dalam beberapa kitab yang biasa dipelajari di pesantren seperti kitab Uqud al Lujani. Menurut penelitian Martin Van Bruinisen, professor Belanda yang meneliti kitab kuning di Indonesia, kitab Uqud al Lujani adalah salah satu kitab yang banyak dipelajari di pesantren. Padahal, kelompok kritis islam Indonesia menyimpulkan bahwa kitab ini sangat tidak ramah pada perempuan 7 Wawancara dengan Abidah EL Khalieqy dalam Koran Tempo Edisi 15 Februari 2009 8 Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007 h. 84 73 karena banyak pernyataan yang dinilai menyudutkan perempuan. 9 Pada novel ini dikisahkan seorang perempuan yang ingin mendapatkan pengakuan kesetaraan dari kaum laki-laki. Melalui tokoh utamanya, Annisa, ia menyampaikan kritiknya terhadap Kyai dan kitab-kitab yang berkarakter menyudutkan perempuan. Selain itu, dalam PBS juga membahas hak-hak reproduksi perempuan dengan memunculkan tokoh Samsudin yang sering melakukan kekerasan terhadap Annisa. Setelah ia mendapatkan perbedaan perlakuan yang dilakukan di lingkungan rumah dan pesantren serta mendapatkan kekerasan seksual oleh Samsudin, pada akhirnya Annisa menikah dengan Khudhori yang tidak memandang permasalahan atas dasar gender dan dapat menghargai Annisa sebagai perempuan walaupun pada akhirnya Annisa harus rela kehilangan Khudhori dan hidup sendiri bersama anaknya. Dari cerita di atas sangat jelas bahwa Abidah menginginkan perempuan meraih kemandiriannya sendiri tanpa ketergantungan pada kaum laki laki, dan perempuan harus menguasai ilmu pengetahuan agar ia dapat mandiri. Kematian Khudhori, suami keduanya, yang membuat Annisa harus hidup sendiri dan membesarkan anaknya sendiri menjadi simbol bahwa perempuan harus mampu hidup mandiri tanpa bantuan laki-laki. Keputusan Abidah untuk mengkritik para Kyai dan kehidupan pesantren kitab-kitab yang menyudutkan perempuan ini berdampak negatif. Terlebih setelah novel PBS ini difilmkan, ia dianggap melecehkan agama Islam. Berdasarkan paparan tersebut, sangatlah jelas bahwa keputusan Abidah mengkritik kehidupan pesantren salaf yang terlalu berpatok pada kitab-kitab yang menyudutkan perempuan memunculkan reaksi negatif dari pembaca. Pada tahun 2004 ia menerbitkan sebuah novel yang berjudul Geni Jora yang masih bercerita tentang upaya pembebasan perempuan dari budaya patriarki 9 Asnal Mala, Op,cit. 74 namun Abidah tidak menyampaikan kritiknya secara terang-terangan seperti pada novel PBS. Berikut ini adalah pembahasan mengenai Ketidakdilan Gender yang terlihat dalam novel PBS dan GJ.

1. Marginalisasi terhadap Perempuan

Salah satu bentuk ketidakadilan yang terdapat dalam novel PBS dan GJ adalah marginalisasi. Marginalisasi pada perempuan merupakan batasan-batasan yang diterima oleh perempuan. Nilai-nilai partriarki yang sangat kental membuat kaum perempuan mengalami diskriminasi dalam kehidupannya. Di dalam keluarga, marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga laki-laki dan perempuan. ―Keluarga merupakan pengaruh pertama dan utama dalam perkembangan seorang anak.‖ 10 Kutipan tersebut menyatakan bahwa seorang anak akan tumbuh menjadi seseorang yang berkarakter seperti apa itu tergantung dari bagaimana cara didikan yang diterapkan oleh orang keluarganya. orang tua selayaknya dapat memperlakukan anak-anak mereka tanpa melakukan diskriminasi atas dasar jenis kelamin. Dalam PBS disinggung bagaimana cara didik orang tua yang selalu membeda-bedakan perlakuan untuk anak laki-laki dan anak perempuan. Hal ini dialami oleh tokoh utama yang selalu mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan saudara laki-lakinya, seperti pada kutipan berikut: ―Tidak seperti Wildan dan Rizal yang bebas keluyuran dalam kuasanya, main bola, dan main layang-layang, sementara aku disekap di dapur untuk mencuci kotoran bekas makanan mereka, mengiris bawang hingga mataku pedas demi kelezatan dan kenyamanan perut mereka.‖ PBS. h. 23 Kutipan tersebut bercerita tentang bagaimana tokoh utama mendapatkan perlakuan berbeda yang dilakukan oleh ayahnya. Sikap tidak suka akan perbedaan perlakuan 10 Saparinah Sadli, Berbeda tetapi Setara, Jakarta, Kompas, 2010 , h. 158.