52
diciptakan untuk menjadi pelayan laki-laki suami. Tidak sepantasnya laki-laki melakukan tugas perempuan yaitu tugas
rumah tangga.
2 Rumah Samsudin Melalui penggambaran secara deskriptif dan melalui
dilalog yang ada, latar tempat yang ada pada cerita ini terdapat di rumah Samsudin. Sesuai dengan kutipan: ―Selain Samsudin,
hanya akulah satu-satunya penghuni rumah ini. Jika ia pergi perasaanku menjadi seluasa untuk berbuat apa saja yang
kusuka. Mau masak dulu atau mencuci dulu, sama sekali tidak masalah. Akan menjadi masalah jika tetangganya yang datang
dan menanyakan ke mana Samsudin pergi.....‖
PBS. h. 96
Kutipan tersebut, memperlihatkan Annisa yang telah menikah dan mendiami rumah Samsudin. Semua kekerasan dan
penyiksaan yang terjadi pada Annisa terjadi di rumah Samsudin. Karena hanya di rumahnya lah Samsudin dapat melakukan
kekerasan terhadap Annisa tanpa bisa diketahui oleh orang lain.
3 Yogyakarta Secara deskriptif, pengarang menggambarkan latar tempat
yang lainnya, yaitu di daerah Yogyakarta. Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar menjadi pilihan latar tempat
selanjutnya oleh pengarang. ‖Yogyakarta mendapat julukan kota
pelajar, kota budaya dan kota wisata. Disebut sebagai kota pelajar karena banyak terdapat sekolah dan tempat kursus,
sehingga banyak penduduk yang menetap untuk menuntut ilmu.
‖
4
Latar Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar dipilih pengarang untuk dijadikan simbol pendidikan yang
4
Renggo Astuti, Wahyuningsih, Taryati. Pengetahuan Sikap, Kepercayaan, dan Perilaku Generasi Muda Terhadap Budaya Tradisional di Kota Yogyakarta. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1998., h.12.
53
sedang dijalani oleh Annisa. Annisa yang dulunya tidak pernah diijinkan untuk melanjutkan sekolahnya. Kemudian diberi ijin
oleh kedua orang tuanya untuk melanjutkan sekolahnya di Yogyakarta.
b. Latar Waktu
Latar waktu yang digunakan dalam novel PBS yaitu sekitar tahun 80-an. Karena di dalam novel tersebut menceritakan tentang
perjuangan seorang wanita untuk menyamakan kedudukan dan haknya dengan laki-laki. Dan pada tahun 80-an kedudukan wanita
masih berada
di bawah
laki-laki. Banyaknya
kesenjangan- kesenjangan sosial yang terjadi pada perempuan. Kesenjangan-
kesenjangan sosial antara laki-laki dan perempuan pada tahun 80-an itu diangkat pengarang melalui ketidakadilan yang dialami tokoh
Annisa pada tahun 80-an. Selain itu alasan yang mendukung bahwa novel ini berlatar
waktu tahun 80-an adalah kejadian-kejadian atau kehidupan tokoh Annisa yang menggambarkan kehidupan pada era 80-an, seperti,
peralatan atau alat komunikasi yang digunakan masih berupa surat, telepon masih jarang sekali dimiliki oleh masyarakat.
―Pada saat usia kandunganku mencapai lima bulan, ibu dan bapak mengunjungi
kami untuk melihat dengan mata kepala sendiri cerita kehamilanku yang telah kukabarkan melalu surat. Terlihat ibu begitu terharu dan
gembira dan bapak mengeleng-gelengkan kepala terus menerus, seakan tak percaya dengan semuanya.‖
PBS. h. 222
5. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara pengarang menceritakan sebuah cerita, bagaimana menampilkan tokoh, latar, dan peristiwa-peristiwa yang ada
dalam cerita pada pembaca. Dalam novel PBS ini, Abidah El Khalieqy
54
menggunakan sudut pandang orang pertama tokoh utama. Karena
dalam novel PBS ini, pengarang menggunakan kata ―aku‖ untuk
mendeskripsikan tokoh utama dan dengan kata ―aku‖ tokoh utama ini
dapat mendeskripsikan tokoh lainnya. Dengan menggunakan sudut pandang
―aku‖ membuat pembaca merasa seperti berada dalam cerita, karena pembaca mudah meresapi cerita tersebut. Kutipan yang
mendukung sudut pandang orang pertama tokoh utama pada novel PBS ini yaitu sebagai berikut: ―….. seorang laki-laki hitam bertubuh pendek
dengan perut menonjol Sembilan senti ke arah depan tiba-tiba nyelonong di antara kami. Sejurus aku terpana. Darah mendesir dan
lidahku kelu.‖
PBS. h. 62
Penggunaan sudut pandang orang pertama tokoh utama ini menggambarkan bahwa pengarang tidak ikut dalam cerita. Posisi
pencerita pada sudut pandang ini adalah pada tokoh utama. Tokoh utama yang menggambarkan berbagai peristiwa yang terjadi dalam
cerita. Hal itu dapat dilihat dari peristiwa yang dialami Annisa,
penggambaran tokoh-tokoh lainnya dari sudut pandang tokoh utama. Melalui tokoh Annisa, pengarang menuangkan kehidupan masyarakat
desa tempat tinggalnya sebagai masyarakat yang masih patuh dengan sistem patriarki. Perasaan batin kehidupan perempuan yang ingin bebas
dari belenggu patriarki banyak dituangkan melalui tokoh Annisa.
B. Unsur Intrinsik Novel Geni Jora
Analisis unsur intrinsik dalam novel GJ berupa tema, tokoh dan penokohan, alur, latar tempat, waktu, sosial, dan sudut pandang. Unsur-
unsur tersebut didapat dari data atau fakta yang ada dalam novel GJ karya Abidah El Khalieqy melalui pembacaan yang cermat dan berulang.
55
1. Tema
Tema dalam novel GJ termasuk tema mayor, yaitu makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya. Tema dari
novel ini sendiri adalah sebuah gugatan untuk menuntut perlakuan yang adil terhadap kaum perempuan. Hampir seluruh bab pada novel GJ
membahas gugatan untuk menuntut perlakuan yang adil terhadap kaum perempuan. Perjuangan tokoh utama yang bernama Kejora untuk
mendapatkan posisi yang setara dengan laki-laki. Ia berpegang pada prinsip keadilan antara laki-laki dan perempuan. Dapat dilihat dari
kutipan berikut: ―Jika misalnya Zakky poligami, apa reaksi Kak Jora,‖ tanya
Najwa, ―Aku akan poliandri, pakai cara-cara yang legal.‖
―Seperti apa?‖ ―Pertama aku akan mengkhulu’nya. Lalu menikah lagi dengan
bintang film yang gantengnya melebihi Zakky. Poliandri atau tidak, yang penting rasa adilnya. Sama-sama
dua.‖
GJ. h. 192
Kutipan tersebut menjelaskan tokoh utama Kejora yang memegang teguh prinsipnya agar disejajarkan dengan kaum laki-laki. Bukan hal
yang mudah bagi Kejora untuk memperjuangkan keadilan gender. Apalagi ia harus dihadapkan pada kemunafikan yang diperlihatkan oleh
Zakky, dan kekolotan pola pikir nenek yang masih kental dengan budaya patriarki. Tokoh Zakky ini mengalami simbolisasi sebagai pendukung
patriarki yang punya tendensi seksualitas, perempuan hanya pemuas hasrat petualangannya sebagai lelaki. Kejora menemukan sikap
ketidakseimbangan dalam diri Zakky, yaitu antara intelektualitas-religius dan libido-seksualnya. Kejora tidak mau begitu saja menyerah pada
kemunafikan Zakky. Dalam pandangan Kejora ideologi patriarki penuh kepalsuan. Kecenderunannya ada pada tendensi libido seksual laki-laki.
56
2. Tokoh dan penokohan
Penokohan dalam novel GJ dapat diketahui melalui perbuatan, kebiasaan, dialog yang dilakukan oleh tokoh tersebut. Dalam sastra
populer penokohan dapat berubah-ubah sesuai dengan kedalaman cerita tersebut. Perubahan itu terjadi dari jahat menjadi baik atau tokoh baik
yang tetap baik. Dengan demikian tokoh dan penokohan tersebut dapat dikenali oleh pembaca. Ada pun tokoh dan penokohan dalam novel GJ
diuraikan sebagai berikut: a. Tokoh Protagonis
Ada pun tokoh dan penokohan dalam novel GJ diuraikan sebagai berikut:
1. Kejora Tokoh Kejora merupakan tokoh utama dari novel GJ. Tokoh
Kejora berperan sebagai pencerita, sehingga ia selalu muncul dari awal hingga akhir cerita. Kejora memiliki porsi penceritaan yang
sangat banyak tentang kehidupannya. Kejora digambarkan secara analitik melalui tokoh Nadia dan
dirinya sendiri sebagai perempuan yang memiliki paras cantik dengan matanya yang belok. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:
―Kamu tidak adil Kejora‖ kata Nadia, ―ayo ceritakan, alam seperti apa yang telah melahirkan gadis cantik
sepertimu.…‖
GJ. h. 30
Kejora namaku, matakku belok, seperti boneka cantik dari negeri
Antah…..
GJ. h. 47
Kejora dibesarkan di lingkungan keluarga yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya patriarki. Ia selalu dijadikan yang nomor dua
dan harus selalu mengalah dari saudara laki-lakinya. Oleh sebab itulah Kejora menjadi sosok yang tidak mau mengalah, seperti pada kutipan
berikut: ―……jika ditonjok hidungmu, ganti tonjok hidungnya. Jika dia meninjumu, tinju dia dengan kekuatan yang sama. Sebagaimana