Pendapatan Asli Daerah Interpretasi Hasil Analisis

107

a. Pendapatan Asli Daerah

Dari hasil pengujian hipotesis dapat diketahui bahwa PAD tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Kebijakan pendapatan daerah diarahkan melalui upaya peningkatan kapasitas fiskal sebagai pencerminan dari kesungguhan pemerintah daerah melakukan pemberdayaan sumber-sumber potensi daerah untuk mewujudkan otonomi yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang didukung dengan penguatan keuangan daerah. Pendapatan daerah untuk APBD diproyeksikan pertumbuhannya sekitar 15 per tahun LKPJ Akhir Masa Jabatan Gubernur, 2008. Kebijakan untuk setiap komponen pendapatan daerah diarahkan pada intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah dari setiap sumber dana. Tidak berpengaruhnya PAD terhadap pertumbuhan ekonomi regional di propinsi Jawa Barat dapat dilihat dari sisi potensi pajak, retribusi, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah masih belum optimal dikarenakan sejumlah kendala, antara lain; belum terdatanya semua obyek dan wajib pajak daerah, retribusi daerah, serta lain-lain pendapatan daerah yang sah. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan dan penguatan BUMD antara lain belum optimalnya pihak manajemen perusahaan dalam mengimplementasikan pengelolaan perusahaan yang baik, termasuk pengembangan aset BUMD. Dalam hal 108 optimalisasi penerimaan dari dana perimbangan, permasalahannya yaitu masih belum akuratnya data obyek dan subyek PBB, BPHTB, dan PPh Perseorangan. Dalam kaitannya dengan departemen terkait, belum tercapai kesepakatan dalam perhitungan data produksi dan lifting migas. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral belum sepenuhnya melibatkan daerah penghasil migas dalam monitoring produksi migas sebagai dasar perhitungan lifting migas. Penelitian ini berbeda dengan teori Keyness yang menyatakan bahwa pendapatan asli daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, karena berkaitan dengan kebijakan APBD dan APBN akan dilakukan peningkatan PAD setiap daerah guna meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Selain itu penelitian ini juga berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu; Priadi Asmanto dan Soebagyo 2007, Joko Waluyo 2007, Didit Welly Udjianto 2007, dan Puji Wibowo 2008 dimana semua penelitian tersebut menjelaskan bahwa PAD memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah. b. Jumlah Penduduk Dari pengujian hipotesis dapat dilihat bahwa jumlah penduduk berpengaruh signifikan, namun bernilai negatif terhadap pertumbuhan ekonomi regional di propinsi Jawa Barat. 109 Jumlah penduduk di suatu daerah merupakan aset dan potensi pembangunan yang besar bila didukung dengan kualitas sumber daya manusia yang baik dan tersedianya lapangan kerja yang memadai. Sebaliknya, dengan jumlah dan pertumbuhan penduduk yang pesat tetapi dengan kualitas yang rendah dapat menjadi beban berat bagi proses pembangunan. Jumlah penduduk yang tinggi juga dapat menjadi masalah besar yang dihadapi oleh pemerintah daerah terkait degan kebijakan otonomi daerah, dimana kewenangan sepenuhnya dilakukan oleh daerah. Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Ricardo dan Malthus bahwa pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi akan menurunkan kembali tingkat pembangunan ke taraf yang lebih rendah. Pada tingkat ini, pekerja akan menerima upah yang sangat minim yaitu upah hanya mencapai tingkat cukup hidup subsistences level . Dengan demikian dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi. Bertambahnya jumlah penduduk juga berarti angkatan kerja bertambah. Pertumbuhan ekonomi akan mampu menyediakan lapangan kerja bagi angkatan kerja. Jika pertumbuhan ekonomi yang mampu diciptakan lebih kecil daripada pertumbuhan angkatan kerja, hal ini mendorong terjadinya pengangguran, dan dengan terciptanya pengangguran dapat menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah. 110 Namun penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh Puji Wibowo 2007 yang menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena tanda positif untuk koefisien pertumbuhan penduduk mengindikasikan bahwa variabel ini dalam mendorong pertumbuhan ekonomi bersifat endogeneus, yang artinya perubahan struktur penduduk mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat kesejahteraan penduduk itu sendiri. c. Tingkat Pendidikan Dari pengujian hipotesis di atas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Dengan dilaksanakannya desentralisasi pendidikan, pemerintah kabupaten kota memiliki kewenangan yang lebih luas dalam membangun pendidikan di masing-masing wilayah sejak penyusunan rencana, penentuan prioritas program, serta mobilisasi sumber daya untuk merealisasikan rencana yang telah dibuat. Hal ini juga perlu dibarengi dengan otonomi pendidikan yang harus dilaksanakan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan otonomi perguruan tinggi yang memberikan wewenang untuk mengelola sumber daya yang dimiliki termasuk pengalokasiannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta diharapakan agar daerah dan lembaga pendidikan dapat lebih cepat tanggap terhadap kebutuhan masyarakat setempat. 111 Pendidikan merupakan syarat utama pembangunan kapabilitas dasar manusia. Peningkatan sumber daya manusia SDM merupakan modal untuk penggerak pembangunan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan disamping sumber daya alam. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan manusia terdidik yang bermutu dan handal sesuai dengan kebutuhan jaman. Pendidikan merupakan elemen penting pembangunan dan perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Berkaitan dengan semakin pesatnya perkembangan metodologi dan teknologi dalam bidang pendidikan, perlu dilakukan antisipasi melalui pengembangan inovasi dan sistem tata kelola pendidikan, pemberdayaan profesi guru dengan meningkatkan kompetensinya, penyempurnaan pembangunan sarana dan prasarana yang lebih tanggap teknologi, pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang dilandasi oleh nilai-nilai kecerdasan dan kearifan budaya lokal, peningkatan kualitas lulusan untuk mengantisipasi tingkat persaingan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan semakin kompetitifnya ketersediaan lapangan pekerjaan. Dalam hal pengembangan sains dan teknologi, peningkatan kemampuan masyarakat perdesaan dalam pemanfaatan teknologi tepat guna TTG juga perlu mendapatkan penanganan yang optimal. Penelitian ini sejalan dengan teori alokasi yang dipelopori oleh Gary Becker, Edward, Denison, Theodore Schultz, dan Paul 112 Romer yang menyatakan bahwa pendidikan memiliki hubungan yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. d. Kebijakan Otonomi Daerah Dari pengujian hipotesis di atas juga terlihat bahwa dummy kebijakan otonomi daerah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Hal ini kemudian dijelaskan dengan probabilitanya sebesar 0,0102 sehingga dapat dikatakan bahwa variabel dummy kebijakan otonomi daerah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Tuntutan agar pembangunan tidak hanya berjalan di daerah- daerah yang dekat dengan pemerintahan pusat saja, telah membuat pemerintah mengupayakan strategi yang dapat mewujudkan terciptanya pembangunan. Hal tersebut mendorong lahirnya otonomi daerah. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, propinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu propinsi dengan wilayah yang luas dan jumlah penduduk terbanyak ikut serta mengimplementasikan kebijakan otonomi tersebut. Otonomi daerah dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan perekonomian suatu wilayah. Dengan diterapkannya otonomi daerah, kabupaten kota di propinsi Jawa Barat diberi kewenangan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya secara leluasa untuk dialokasikan pada sektor-sektor ekonomi yang ada. Oleh karena itu, perlu diterapkan sektor-sektor yang harus diprioritaskan dalam membangun perekonomian propinsi Jawa Barat. 113

b. Periode Sebelum Otonomi Daerah 1995-2000