115
c. Periode Otonomi Daerah 2001-2008
Dalam bagian ini analisis akan difokuskan pada periode penerapan kebijakan otonomi daerah. Pembagian ini dirasa penting untuk
mengetahui pola perilaku dan fenomena pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut. Dimana pada periode ini setiap daerah diberikan
kewenangan penuh dalam mengelola keuangan daerah sesuai dengan UU No.22 1999 yang kemudian direvisi dengan UU No.32 2004 tentang
pemerintah daerah dan UU No.25 1999 yang juga direvisi dengan UU No.33 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Di bawah ini adalah tabel hasil perhitungan estimasi yang dilakukan terhadap data setelah penerapan kebijakan otonomi daerah
2001-2008.
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Estimasi dengan Data Panel
terhadap Periode Otonomi Daerah 2001-2008
Variable
PDRB Coefficient
t-Statistic Prob.
C PAD?
POPRATE? SMAPT?
Fixed Effects Cross _BDG
—C _CNJR
—C _SKBM
—C -1243381.
0.011001 -5.313933
2.425561
-1665859 -1965991
-98294.20
-1.334218
1.457646 -2.567406
6.441757
0.1988
0.1622 0.0194
0.0000
116 R-squared
Adjusted R-squared F-statistic
ProbF-statistic 0.966203
0.956815 102.9180
0.000000 Sumber: Ouput Pengolahan Data dengan Program Eviews 6. Lampiran 5.
Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa nilai R
2
dari model pertumbuhan ekonomi adalah 0,966203. Hal ini dapat diartikan bahwa
variabel bebas dalam model mampu menjelaskan variasi pengaruh dari variabel tergantung sebesar 96,62 persen. Adapun sisanya yaitu 3,38
persen dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Demikian pula dengan nilai F
hitung
dari tabel diatas menunjukkan sebesar 102,9180 dengan probabilitanya sebesar 0,000000. Adapun F
tabel
dengan n=6; k=24 pada α = 5 adalah 2,51. Karena F
hitung
F
tabel
maka H
berada di daerah penolakan, sehingga dapat disimpulkan bahwa setelah penerapan kebijakan otonomi daerah variabel-variabel independen masih
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.
Selama diterapkannya kebijakan otonomi daerah, variabel SMAPT yakni variabel tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi regional di Jawa Barat dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Tingginya tingkat pendidikan tersebut dapat
meningkatkan pertumbuhan jumlah tenaga kerja, kemudian dapat mengurangi pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
117
yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Setiap kenaikan tingkat pendidikan sebesar 1 persen, menyebabkan naiknya
pertumbuhan ekonomi sebesar 2,426 persen. Sedangkan variabel Poprate atau jumlah penduduk juga memiliki
pengaruh yang signifikan dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen namun bernilai negatif terhadap pertumbuhan ekonomi regional di propinsi
Jawa Barat, dimana setiap setiap kenaikan jumlah penduduk sebesar 1 persen, maka pertumbuhan ekonomi akan turun sebesar 5,314 persen. Hal
ini terjadi apabila di suatu daerah memiliki populasi yang cukup banyak dan meningkat setiap tahunnya namun tidak dibarengi dengan kualitas
sumber daya manusianya. Adapun variabel PAD atau pendapatan asli daerah secara individu
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional di propinsi Jawa Barat. Hal ini dapat dilihat dari tidak
signifikannya nilai t-hitung pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.
d. Pengaruh Variabel-variabel Independen terhadap Variabel Dependen