Usaha Jepang Dalam Mempertahankan Kekuasaan
Kegiatan Pembelajaran 6
166
Perang Pasifik semakin mendesak kekuatan Jepang. Untuk itu Jepang memerlukan bantuan rakyat daerah pendudukan untuk menahan laju ofensif
tentara Sekutu. Pemerintah Jepang mulai memikirkan pengerahan pemuda- pemuda Indonesia guna membantu usaha peperangannya. Jepang mulai beralih
ke strategi defensif di mana Indonesia menjadi front depan Nugroho: 1993. Berdasarkan keputusan sidang parlemen ke-82 di Tokyo, Perdana Menteri Tojo
mengemukakan perlunya dibentuk barisan semi militer dan militer di Indonesia. Pada bulan Januari 1943 dibukalah sebuah pusat latihan militer untuk pemuda-
pemuda Indonesia yang dikenal dengan ”Sainen Dojo” di Tanggerang. Seinen Dojo ini dipimpin oleh perwira pelatih Jepang Yanagawa, dibantu oleh M.Nakajima
seorang Jepang yang besar di Indonesia dan pro terhadap Kemerdekaan Indonesia. Di Seinen Dojo ini para pemuda diberi latihan militer yang sangat berat.
Di tempat ini juga dibentuk karakter pemuda semangat dan keberanian berkorban tentara Jepang yaitu ”Seisin” . Karakter-karakter ”Seisin” seperti ”Tai atari”,
”Jibaku”, ”Harakiri” inilah yang kelak amat berguna dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di Sainen Dojo ini juga kelak lahir pahlawan-pahlawan
kemerdekaan seperti Letnan Jenderal A. Kemal Idris, Letnan Jenderal A. Kosasih, dan Mayor Daan Mogot.
Keberhasilan Seinen Dojo dalam melatih pemuda-pemuda Indonesia membuat Jepang membentuk organisasi-organisasi semi militer lain dalam rangka
membantu tentara Jepang dalam peperangannya. Dalam bulan April 1943 dibentuklah organisasi-organisasi pemuda yang diberi
latihan militer, yaitu antara lain:
1 Barisan Pemuda Seinendan
Barisan SeinendanOrganisasi ini dimaksudkan untuk melatih dan mendidik pemuda agar mampu menjaga dan memepertahankan tanah
airnya dengan kekuatannya sendiri, sedangkan tujuan sesungguhnya adalah agar Jepang mempunyai kekuatan cadangan dalam menghadapi
Sekutu dalam perang pasifik yang semakin ofensif. Pada awal pembentukannya jumlah anggota Seinendan tercatat 3.500 orang dan
kemudian berkembang mencapai jumlah sekitar 500.000 orang pada akhir pemerintahan
IPS SMP KK F
167
Yang pasti bahwa organisasi ini digunakan untuk mengamankan garis belakang dan sebagai barisan cadangan. Selain itu dibentuk pula
Seinendan putri yang membantu pelaksanaan garis belakang.
2 Barisan Pembantu Polisi Keiboidan
Keiboidan adalah organisasi pemuda 20-35 tahun yang mempunyai tugas kepolisian berupa penjagaan lalu lintas, keamanan desa, memelihara
keamanan dan ketertiban,dan lain-lain. Organisasi ini berada dalam binaan Keimubu Departemen Kepolisian dan anggotannya berjumlah sekitar
satu juta orang. Yang menarik dari organisasi ini ialah bahwa organisasi ini dijauhkan dari pengaruh kaum nasionalis, sedangkan di dalam Seinendan
duduk nasionalis muda seperti Sukarni, Abdul Latief Hendraningrat, dan lain-lain.
3 Pembantu Prajurit Heiho
Pada tanggal 22 April 1943 Tentara Wilayah Ketujuh mengeluarkan peraturan tentang pembentukan Heiho Pembantu Prajurit. Sejak saat itu
para Heiho dilatih dan dipergunakan dalam berbagai kesatuan militer di bawah wewenang tentara wilayah ketujuh yang di dalamnya termasuk
Tentara Ke Enam Belas yang menguasahi wilayah Jawa-Madura. Setelah melihat latihan di Seinen Dojo pihak Jepang tidak meragukan kemampuan
Heiho dalam melaksana-kan tugas-tugas militernya. Namun yang dikawatirkan adalah kesetiaan para Heiho terhadap usaha dan
kepentingan perang Jepang. Pihak Jepang merasa takut jika para pemuda Indonesia yang telah terdidik dan terlatih secara militer akan memukul balik
pasukan Jepang di Indonesia. Jumlah pasukan Heiho sampai akhir pendudukan Jepang adalah 42.200
orang yang memiliki keahlian diberbagai seluk beluk persenjataan, tetapi di antara mereka tidak ada yang berpangkat perwira.
4 Himpunan Wanita Fujinkai
Pada bulan Agustus 1943 dalam rangka membentuk potensi wanita Pemerintah Jepang membentuk Fujinkai. Tenaga wanita dengan
Kegiatan Pembelajaran 6
168
keanggotaan batas umur 15 tahun ini digunakan digaris belakang untuk membantu dan merawat korban perang, namun banyak juga yang
dilibatkan dalam penanaman pohon jarak untuk diambil minyaknya. Selain itu mereka juga diberikan latihan-latihan semi militer yang meliputi baris-
berbaris dan menyelamatkan diri dari peperangan.
5 Organisasi Islam
Golongan Nasionalis Islam memperoleh perhatian khusus pemerintah Jepang. Golongan Nasionalis Islam oleh pemerintah Jepang dianggap anti
barat dalam persoalan sekulerisme. Untuk itu Pemerintah Jepang tetap mengijinkan berdirinya organisasi Islam yang sudah berdiri dari jaman
Hindia Belanda, yaitu Majelis Islam A’la Indonesia yang didirikan oleh K.H Mas Mansur pada tahun 1937 di Surabaya. Pemerintah Jepang melalui
Kolonel Horie Choso seorang Kepala Shumubu Kantor Urusan Agama Jakarta, meminta agar umat Islam tidak melakukan kegiatan yang bersifat
politik. Pemerintah Jepang mengharap-kan agar MIAI membantu segala aktifitas Jepang dalam rangka mencapai kemakmuran bersama di bawah
pimpinan Dai Nippon. Sebagai organisasi massa yang besar, dalam segala kegiatannya MIAI tetap diawasi oleh pemerintah Jepang. Pada bulan
September 1943 Pemerintah Jepang mengijinkan berdirinya organisasi Islam yang lain yaitu NU dan Muhammaddiyah. Pada bulan Oktober 1943
MIAI dibubarkan, sebab dianggap kegiatannya tidak begitu memuaskan oleh pemerintah Jepang. Sebagai pengganti MIAI berdirilah Majelis Syuro
Muslimin Indonesia Masyumi. Pada bulan desember 1944 Masyumi diperboleh-kan memiliki organisasi militer yang bernama Barisan Hizbullah
Pasukan Tuhan Perkembangan organisasi Islam pada masa Jepang mendapatkan keleluasaan. Dalam praktiknya organisasi-organisasi ini
tidak selalu memihak kepada pemerintah Jepang, hal ini disebabkan karena banyak dari aktivitas bangsa Jepang yang tidak sesuai dengan
kaidah-kaidah Islam.
IPS SMP KK F
169
6 Pembentukan PETA Kiodo Bo Ei Giyugun
Pembentukan PETA atau yang lebih dikenal dengan Tentara Pembela Tanah Air lahir atas prakarsa salah seorang tokoh pergerakan nasional
Indonesia yaitu R. Gatot Mangkuprojo melalui suratnya yang ditujukan kepada Saiko Shikan Panglima Tentara Kenambelas dan kepada
Gunsekan Kepala Pemerintahan Pendudukan Tentara Jepang. Isi surat tersebut adalah keinginan untuk meyumbangkan tenaganya dalam
mempertahankan daerah negara Indonesia agar pemerintah Jepang mau membentuk pasukan sukarela yang seluruh pasukannya terdiri atas
bangsa Indonesia. Dalam waktu sebulan setelah permohonan Gatot, dikeluarkanlah Osamu Seirei No. 44 pada tanggal 3 Oktober 1943,
mengenai “Pembentukan Pasukan Sukarela untuk membela Jawa“. Peraturan tersebut mengandung pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
1 Tentara PETA beranggotakan orang Indonesia asli mulai dari pimpinan sampai bawahan yang terendah;
2 Penempatan militer Jepang untuk tujuan pelatihan; 3 Tentara PETA berada langsung di bawah Panglima Tentara, terlepas
dari badan manapun; 4 Tentara PETA merupakan tentara teritorial yang tugas dan
kewajibannya mempertahankan daerahnya masing-masing Syu; dan 5 Tentara PETA di masing-masing daerahnya Syu harus siap membela
dan mempertahankannya sampai titik darah penghabisan. Dari pembentukan PETA ini bisa dilihat adanya dua kepentingan yang
berbeda. Di satu pihak bangsa Indonesia membutuhkan tenaga-tenaga yang terampil serta mahir dalam bidang kemiliteran yang dibutuhkan untuk
merebut dan mempertahankan kemerdekaan yang tidak lama lagi menjadi kenyataan. Di pihak lain Jepang membutuhkan tenaga pemuda Indonesia
untuk membantu tentara Jepang mempertahankan Indonesia dari tangan Sekutu.
Menjelang tahun 1944, Jepang mulai terdesak dan satu demi satu daerah jajahannya berhasil direbut Sekutu. Serangan yang diarahkan ke Jepang
semakin jelas dan kemungkinan besar hubungan antara Jepang dan
Kegiatan Pembelajaran 6
170
Indonesia terputus oleh blokade Sekutu. Untuk menutupi kekalahan yang semakin lanjut tersebut pemerintah Jepang mendirikan Badan Pelopor atau
Suisyintai pada tanggal 1 November 1944, sebulan kemudian dibentuk pula Barisan Berani Mati atau Jibakutai. Para pemuda yang tergabung dalam
Barisan Berani Mati berjumlah sekitar 50.000 orang. Mereka mendapat latihan kemilliteran di bawah bimbingan Kapten Yanagawa di Cibarusa,
Bogor selama 2 bulan. Sesuai dengan hasil Chui Sangi-In yang ketiga maka pengerahan seluruh kekuatan harus diciptakan dan untuk
melaksanakannya maka Ir. Soekarno diangkat menjadi ketua dan R.P Suroso sebagai wakilnya. Jumlah anggotanya ada sekitar 60.000 orang
yang ada di kota dan desa.