Analisis seleksi pemasok (supplier) produk lapis bogor sangkuriang pada PT. Agrinesia Raya, Bogor, Jawa Barat

(1)

ANALISIS SELEKSI PEMASOK (SUPPLIER) PRODUK LAPIS BOGOR SANGKURIANG PADA PT. AGRINESIA RAYA, BOGOR, JAWA BARAT

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian (S.P.)

Oleh Nurul Fitriani NIM: 1110092000006

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015 M / 1436 H


(2)

ANALISIS SELEKSI PEMASOK (SUPPLIER) PRODUK LAPIS BOGOR SANGKURIANG PADA PT. AGRINESIA RAYA, BOGOR, JAWA BARAT

Nurul Fitriani 1110092000006

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

(4)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Maret 2015

Nurul Fitriani 1110092000006


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nurul Fitriani

Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 9 April 1992

Alamat : Kp. Ciuncal RT/RW. 03/11, Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor 16660 Telepon/ HP : 0856-869-2774

E-mail : nuruulfitriani@gmail.com

Riwayat Pendidikan

1. TK (1997-1998) : TK Tunas Karya 2. SD (1998-2004) : SDN 1 Cigudeg 3. SMP (2004-2007) : SMPN 1 Cigudeg 4. SMA (2007-2010) : SMAN 1 Leuwiliang Pengalaman Kerja

1. 2012 : Barista Part-Time Starbucks Coffee PIM 2 2. 2013 : Marketing Freelance di Bank Nobu

Praktek Kerja Lapang di PT. Agrinesia Raya 3. 2014 - sekarang : Purchasing & Procurement di PT. Agrinesia Raya Pengalaman Organisasi

1. Tahun 2011-2012 : Volunteer/Relawan di Leading and Empowering Adverse People (LEAP) INDONESIA

2. Tahun 2011-2012 : Bendahara Umum AgriCamp


(6)

RINGKASAN

Nurul Fitriani, Analisis Seleksi Pemasok (Supplier) Produk Lapis Bogor Sangkuriang pada PT. Agrinesia Raya, Bogor, Jawa Barat. Dibawah Bimbingan Drh. Zulmanery, MM dan Rizki Adi Puspita Sari, MM

PT. Agrinesia Raya (PT. AR) merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan pangan. Usahanya memiliki konsep mengangkat konten lokal khas Bogor yaitu talas dalam bentuk tepung menjadi bahan makanan yang mempunyai nilai tambah. Tepung talas diolah menjadi cake atau kue dengan merk dagang Lapis Bogor Sangkuriang (LBS). Perusahaan ini berusaha terus memperbaiki kondisi rantai pasok karena produknya mengalami peningkatan permintaan. Pengelolaan dalam hal seleksi

supplier dirasa penting ketika perusahaan menyadari banyaknya kerugian yang ditimbulkan akibat sering mencari supplier pengganti, hubungan yang tepat diantara perusahaan dan supplier belum terjalin. Kriteria-kriteria supplier yang diperlukan, prosedur seleksi supplier serta kontrak kerjasama belum dirumuskan secara memadai.

Pujawan (2005) menyatakan peran manajemen pengadaan dalam perusahaan dapat menekan ongkos-ongkos bahan baku yang bisa mencapai 40%-70% dari sebuah ongkos produk akhir. Efisiensi dibagian pengadaan bisa memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi peningkatan keuntungan (profit) perusahaan. Hasil yang diperoleh dari aplikasi MPE sebagai metode seleksi supplier dapat diarahkan untuk meningkatkan kualitas Supplier Relationship Management (SRM). Hasil Penelitian merancang model seleksi supplier pada rantai pasokan Lapis Bogor Sangkuriang (LBS) yang menghasilkan kriteria dan kriteria turunannya dengan bobot masing-masing. Implikasi manajerial dari hasil penelitian dijadikan panduan untuk dibuat prosedur klasifikasi dan seleksi supplier

bahan baku untuk PT. AR. Selain itu, penelitian ini dapat diimplementasikan pada masing-masing departemen, mulai dari departemen pengadaan bahan bahan baku khususnya purchasing, departemen produksi hingga pemasaran produk.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah S.W.T sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Skripsi dengan judul “Analisis Seleksi Pemasok (Supplier) Produk Lapis Bogor Sangkuriang pada PT. Agrinesia Raya, Bogor, Jawa Barat”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Strata-1 di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis banyak mendapatkan bantuan baik berupa materil dan moral yang sangat berarti dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si, selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dr. Ir. Elpawati, MP, selaku ketua program studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Akhmad Mahbubi, S.P, MM, selaku sekretaris prodi Sosial

Ekonomi Pertanian/ Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Drh. Zulmanery, MM selaku dosen pembimbing pertama yang telah membimbing untuk memberikan arahan dan dukungan kepada penulis. 5. Ibu Rizki Adi Puspita Sari, MM selaku dosen pembimbing kedua yang

telah membimbing penulis dalam menyusun skripsi yang baik.

6. Seluruh dosen Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat disebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat atas ilmu dan pelajaran dalam perkuliahan atau di luar perkuliahan.


(8)

7. Kedua orang tua saya tercinta Bapak Yusuf Isa Suyana dan Ibu Suminar yang telah membimbing anaknya serta tak pernah lelah memberikan semangat serta motivasi.

8. Kedua adik saya Muhamad Dzikri Fujiawan dan Rivaldi Arif yang selalu memberikan semangat.

9. Teman-teman Agribisnis angkatan 2010 yang telah banyak membantu saya melewati masa-masa perkuliahan. Khususnya ketiga sahabat saya, Dwi Indah Sulistiani, Malisa Rachma Handayani dan Yona Namira yang selalu memberikan dukungan.

10.Teman-teman kantor PT. AGRINESIA RAYA (Laila, Yeni, Tya, Dini, Murni, Dinda, Yusni, Fathiya, Sopfi) yang selalu memberikan semangat, dukungan dan keceriaan selama pembuatan skripsi ini.

11.Luthfy Widiansyah, S.KM. Terima kasih atas do’a, bantuan, dukungan yang kamu diberikan selama ini, khususnya selama masa-masa sulit dalam pembuatan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin masih banyak kekurangannya. Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan penelitian ini. Akhir kata penulis mengharapkan skripsi ini bermanfaat dan dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh semua pihak.

Jakarta, Maret 2015


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

RINGKASAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peran Industri Pengolahan Pangan terhadap Ketahanan Pangan... 7

2.2 Pengertian Rantai Pasokan ... 9

2.3 Manajemen Rantai Pasokan ... 11

2.4 Konsep Rantai Nilai sebagai Penjabaran Aktivitas Rantai Pasok ... 15

2.5 Manajemen Pembelian dan Hubungan Supplier ... 19

2.6 Supplier Relationship Management (SRM) ... 21

2.7 Supplier ... 22


(10)

2.8 Kriteria Supplier yang Ideal ... 23

2.9 Metode Pengambilan Keputusan pada Seleksi Supplier ... 31

2.9.1 Metode Perbandingan Eksponensial ... 34

2.10 Penelitian Terdahulu ... 37

2.11 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 39

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 43

3.3 Teknik Penentuan Sampel ... 44

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 45

3.5 Metode Analisis Data ... 47

3.5.1 Analisis Deskriptif Rantai Pasok ... 47

3.5.2 Analisis Kuantitatif ... 49

3.5.3 Skala Penilaian dan Rentang Bobot ... 49

3.5.4 Metode Perbandingan Eksponensial ... 50

3.6 Definisi Operasional ... 50

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Profil Perusahaan ... 51

4.2 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ... 51

4.3 Visi dan Misi ... 53

4.4 Struktur Organisasi ... 54

4.4.1 Uraian Tugas ... 55

4.5 Manajemen Sumber Daya manusia ... 57

4.5.1 Sistem Perekrutan Karyawan ... 58

4.5.2 Jenjang Karir atau Prestasi Karyawan ... 59

4.5.3 Kesejahteraan Karyawan ... 59

4.5.4 Fasilitas ... 61

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Rantai Pasokan LBS ... 62


(11)

5.3 Analisis Proses Pengadaan dan Pembelian Bahan Baku LBS ... 68

5.4 Analisis Rantai Nilai ... 71

5.5 Pemilihan Supplier Bahan Baku Produk LBS ... 76

5.5.1 Penentuan Kriteria Supplier Bahan Baku ... 77

5.5.2 Aplikasi MPE pada Masalah Seleksi Supplier ... 93

5.6 Implikasi Manajerial ... 102

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 107

6.2 Saran ... 109


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Daftar Industri yang Beroperasi di Bogor Tahun 2013... 2

Tabel 2. Data Biaya Tidak Terduga untuk Penyediaan Bahan Baku LBS Oktober 2013 - Maret 2014 ... 3

Tabel 3. Tiga Proses Makro Rantai Pasokan ... 15

Tabel 4. Formulir Seleksi dan Evaluasi Supplier Vincent Gaspersz (2012) ... 30

Tabel 5. Metode Pengambilan Keputusan pada Seleksi Supplier ... 32

Tabel 6. Pemilihan Teknik Pengambilan Keputusan Berbasis Indeks Kinerja ... 36

Tabel 7. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 37

Tabel 8. Responden-Responden dalam Penelitian Seleksi Supplier Bahan Baku LBS PT. AR ... 44

Tabel 9. Aktivitas Rantai Pasokan menggunakan Konsep Rantai Nilai Michael E Porter ... 48

Tabel 10. Kriteria Skor Rentang Bobot pada MPE ... 49

Tabel 11. Kriteria Skor Skala Penilaian pada MPE ... 50

Tabel 12. Produk LBS PT. AR... 63

Tabel 13. Bahan Baku dan Supplier untuk Produksi LBS pada PT. AR ... 64

Tabel 14. Kriteria-Kriteria Supplier ... 66

Tabel 15. Penilaian Kesesuaian Teknis Bahan Baku pada PT. AR ... 82

Tabel 16. Analisis Tingkat Kepentingan Kriteria Supplier Bahan Baku LBS PT. AR ... 88

Tabel 17. Urutan Peringkat Bobot Global Kepentingan Kriteria ... 92

Tabel 18. Aplikasi MPE pada Kasus Seleksi Supplier Bahan Baku LBS pada PT. AR ... 94


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rantai Pasokan Objek Penelitian ... 10

Gambar 2. Struktur Manajemen Rantai Pasokan ... 13

Gambar 3. Rantai Nilai Generic (Value Chain) ... 16

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 42

Gambar 5. Rantai Pasokan PT. AR ... 64

Gambar 6. Skema Aliran Barang, Finansial dan Informasi pada Rantai Pasok PT. AR ... 66

Gambar 7. Alur Proses Penerimaan Supplier PT. AR ... 67

Gambar 8. Bagan Alir Proses Pembelian Bahan Baku PT. AR ... 69


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Definisi Operasional Penelitian ... 113

Lampiran 2. Struktur Organisasi PT. Agrinesia Raya ... 119

Lampiran 3. Pemeriksaan Operasional Perusahaan (Depth Interview) ... 120

Lampiran 4. Penjelasan Rantai Nilai Pengolahan Tepung Talas Menjadi Lapis Talas (Aktivitas Utama) ... 130

Lampiran 5. Penjelasan Rantai Nilai Pengolahan Tepung Talas Menjadi Lapis Talas (Aktivitas Pendukung) ... Lampiran 6. Standar Nasional Indonesia Bahan Baku Utama yang Digunakan PT. Agrinesia Raya ... 138

Lampiran 7. Kuisioner Penelitian ... 141

Lampiran 8. Identitas Responden ... 146

Lampiran 9. Hasil Pengolahan Tingkat Kepentingan Kriteria ... 147

Lampiran 10. Hasil Pengolahan MPE Seleksi Supplier PT. AR... 148 Lampiran 11. Prosedur Klasifikasi dan Seleksi Supplier PT. AR 149


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pada tahun 2013, industri pengolahan tidak hanya membuka lapangan pekerjaan tetapi juga memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Subsektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar terhadap total pertumbuhan PDB, dengan sumber pertumbuhan sebesar 1,42% dan merupakan kontribusi yang terus meningkat (BPS Nasional, 2014).

Persaingan industri meningkat, pelaku usaha sadar akan perlunya menciptakan keunggulan kompetitif untuk menghadapi persaingan. Perusahaan harus mampu memenuhi tuntutan pasar dengan mempertimbangkan kualitas dan efisiensi produksi. Upaya perusahaan untuk menarik minat konsumen dengan cara meningkatkan kinerja yang hemat biaya, banyak perusahaan mengalihkan perhatiannya pada manajemen suplai dan pembelian, yaitu bagian dari manajemen rantai pasok yang fokus terhadap pengaturan aliran barang dan jasa dari supplier

menuju ke perusahaan (Pujawan, 2005). Keuntungan utama melakukan hal ini adalah meningkatnya kualitas bahan baku.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang memiliki jumlah industri pengolahan pangan yang mendominasi dibandingkan dengan sektor industri lainnya dengan jum lah industri kecil formal sebanyak 154 unit usaha dan industri kecil non formal sebanyak 929 unit usaha (Tabel 1). Dewan Ketahanan Pangan dalam Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2009 menyatakan industri pangan memiliki peran mendukung program pemerintah dalam diversifikasi dan pengembangan pangan lokal. Hal ini untuk memperkenalkan berbagai peluang pendapatan melalui pendayagunaan sumber-sumber pangan lokal sebagai faktor


(16)

penarik, karena dapat meningkatkan permintaan produk pangan dan meningkatkan harga bahan baku.

Tabel 1. Daftar Industri yang Beroperasi di Bogor Tahun 2013

NO KELOMPOK

INDUSTRI

UNIT

USAHA INVESTASI

UNIT

USAHA INVESTASI

Industri Kecil Formal Industri Kecil Non Formal

1 Pengolahan Pangan 154 3,968,440,000,- 929 788,640,230,- 2 Kayu Olahan/Rotan 103 2,100,410,000,- 75 152,497,852,- 3 Pulp dan Kertas 41 1,328,110,000,- 22 20,309,375,- 4 Bahan Kimia Industri 10 562,409,487,- - -

5 Kimia 31 1,861,950,850,- 23 80,500,000,- 6 Mesin dan Rekayasa 5 678,630,000,- - -

7 Industri Tekstil 75 4,772,878,650,- 127 277,479,721,- 8 Industri Kulit 65 1,387,910,000,- 295 647,282,670,- 9 Industri Alpora 8 518,750,000,- 5 16,000,000,- 10 Industri Elektronika 7 88,300,000,- 35 87,500,000,-

JUMLAH 499 17,267,788,987,- 1511 2,070,209,848,-

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor, 2013

PT. Agrinesia Raya (PT. AR) yang terletak di Bogor Utara, Jawa Barat merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan pangan. Usahanya memiliki konsep mengangkat konten lokal khas daerah yaitu talas dalam bentuk tepung menjadi bahan makanan yang mempunyai nilai tambah. Tepung talas diolah menjadi cake atau kue dengan merk dagang Lapis Bogor Sangkuriang (LBS). Ketika produknya mengalami peningkatan permintaan produksi, perusahaan ini berusaha terus memperbaiki kondisi rantai pasok. Mulai dari kegiatan memilih para supplier bahan baku yang akan bekerjasama dengan perusahaan hingga membina hubungan yang saling menguntungkan. Kenyataannya, manajemen pengadaan dalam perusahaan belum dapat membina hubungan yang tepat diantara supplier-suppliernya.

Proses pemilihan supplier bahan baku pada bagian Purchasing seringkali berorientasi kepada harga terendah. Kasus yang pernah terjadi adalah


(17)

supplieryang terpilih berdasarkan harga terendah ternyata menyerahkan bahan baku yang tidak memenuhi persyaratan kualitas. Supplier-supplier yang bekerjasama dengan perusahaan belum ditetapkan menjadi supplier tetap untuk jangka panjang dan tidak adanya kontrak kerja yang memadai. Para supplier

seringkali terlambat dalam pengiriman bahan baku, bahkan secara mendadak harus mencari supplier pengganti. Akibatnya, selain aktivitas produksi terhambat, perusahaan harus mengeluarkan biaya-biaya tidak terduga misalnya harga bahan baku dari supplier pengganti jauh lebih mahal, biaya operasional untuk persediaan bahan baku menjadi lebih besar, sehingga keuntungan (profit) perusahaan berkurang.

Data kerugian perusahaan karena seringkali mencari supplier pengganti dalam penyediaan bahan baku LBS selama 6 bulan (Oktober 2013-Maret 2014) menunjukkan peningkatan biaya-biaya tidak terduga terjadi pada bulan Januari hingga Maret 2014 (lihat Tabel 2), meskipun sempat mengalami penurunan pada Oktober hingga Desember 2013 tetapi penurunan biaya tersebut tidak cukup berarti karena tetap saja perusahaan dirugikan.

Tabel 2. Data Biaya Tidak Terduga untuk Penyediaan Bahan Baku LBS Oktober 2013 - Maret 2014

No Bulan Biaya Tidak Terduga Pertumbuhan (%)

1 Oktober 2013 Rp 22,215,000,- 0%

2 November 2013 Rp 21,117,000,- -5.19%

3 Desember 2013 Rp 20,016,000 -5.50%

4 Januari 2014 Rp 22,108,000,- 10.45%

5 Februari 2014 Rp 23,004,000,- 4.05%

6 Maret 2014 Rp 24,206,000,- 5.22%

Sumber : Departemen Purchasing PT. AR, 2014

Kontinuitas pengiriman bahan baku belum menjadi hal pokok yang dipertimbangkan. Pujawan (2005) menyatakan peran manajemen pengadaan


(18)

dalam perusahaan dapat menekan ongkos-ongkos bahan baku yang bisa mencapai 40%-70% dari sebuah ongkos produk akhir. Efisiensi dibagian pengadaan bisa memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi peningkatan keuntungan (profit)

perusahaan.

Departemen pengadaan perusahaan harus menerapkan dan merancang konsep

Supplier Relationship Management atau SRM agar terjadi hubungan yang tepat dengan supplier.Pemilihan supplier yang dilakukan departemen pengadaan harus memiliki kemampuan mengirim bahan baku dalam waktu yang lebih pendek tanpa mengorbankan kualitas dan meningkatkan harga, karena menyangkut keberlanjutan usaha yang dijalankan. Selain itu, perusahaan yang bergerak dalam industri pangan harus mengkomunikasikan secara efektif mengenai bahaya keamanan pangan kepada para supplier karena mereka termasuk dalam anggota rantai pangan yang bertujuan untuk menyediakan produk pangan yang aman bagi pelanggan. Kriteria pengetahuan para supplier mengenai hal ini harus dipertimbangkan, penerapan sistem keamanan pangan yaitu Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) dalam perusahaan harus direncanakan dan diterapkan.

Keberhasilan implementasi manajemen rantai pasokan ditentukan pertama kali oleh keputusan strategis pemilihan supplier (Hou dan Huang 2002 dalam

Nailul 2011). Koordinasi dengan supplier bukan hal mudah karena supplier

merupakan organisasi eksternal sehingga dibutuhkan sistem kerjasama dan pertukaran informasi yang terintegrasi. Aktivitas seleksi supplier memainkan peran kunci dalam organisasi karena secara signifikan dapat mengurangi harga barang dan meningkatkan daya saing harga perusahaan (Pujawan, 2005).


(19)

Kriteria-kriteria supplier yang ideal untuk PT. AR perlu diidentifikasi dan dilakukan pemilihan supplier tetap sesuai kriteria-kriteria yang telah dipertimbangkan, agar kerjasama jangka panjang dapat terwujud, serta tujuan industri pangan dalam rangka berperan aktif mendukung ketahanan pangan nasional khususnya dalam diversifikasi pangan dapat terealisasi.

Berdasarkan uraian diatas, penelitian difokuskan pada tahapan pertama dalam SRM yaitu seleksi supplier. Penelitian analisis seleksi supplier dilakukan untuk mengetahui kriteria-kriteria supplier yang ideal untuk PT. AR dan memilih

supplier-supplier yang memenuhi kriteria untuk dijadikan supplier tetap oleh perusahaan.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana struktur rantai pasokan produk LBS PT. AR ?

2. Apa saja kriteria-kriteria supplier yang dipertimbangkan dalam memilih

supplier bahan baku produk LBS oleh PT. AR?

3. Bagaimana hasil pemilihan supplier bahan baku produk LBS serta siapa

supplier yang memenuhi kriteria PT. AR?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi struktur rantai pasokan bahan baku produk LBSPT. AR. 2. Menganalisis kriteria-kriteria supplier yang dipertimbangkan PT. AR

dalam memilih supplier bahan baku produk LBS.

3. Menganalisis hasil proses pemilihan supplier produk LBS berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh PT. AR.


(20)

1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Penelitian ini sebagai salah satu media untuk mengimplementasikan ilmu-ilmu yang diperoleh selama kuliah. Selain itu diharapkan penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi pembaca sebagai sumber informasi mengenai Manajemen Rantai Pasok atau Supply Chain Management (SCM).

2. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi dan informasi bagi yang berminat melakukan penelitian di bidang Manajemen Rantai Pasok atau Supply Chain Management (SCM) khususnya mengenai seleksi supplier.

3. Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam menjalankan kegiatan-kegiatan operasional perusahaan, memilih supplier terbaik untuk dijadikan supplier utama perusahaan serta menjaga hubungan kerjasama dengan supplier.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Aspek rantai pasok yang dikaji dalam penelitian ini terbatas pada anggota rantai pasok mulai dari supplieryang bekerjasama dengan PT. AR hingga bahan baku sampai pada PT. AR. Aktivitas rantai pasok akan dijabarkan dengan menggunakan konsep rantai nilai(value chain) Porter.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran Industri Pengolahan Pangan terhadap Ketahanan Pangan

Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia ditegaskan dalam Undang-Undang Pangan nomor 7 tahun 1996 tentang pangan dan PP nomor 68 tahun 2002 tentang ketahanan pangan. Menurut dewan ketahanan pangan, ketahanan pangan adalah suatu kondisi terpenuhinya pangan di tingkat rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik dalam jumlah mutunya, aman, merata dan terjangkau. Sedangkan batasan yang dipakai oleh The World Food Summit

(1996) pada saat mencetuskan Food Insecurity and Vulnerability Information and Maping Systems (FIVIMS) adalah bahwa ketahanan pangan yaitu suatu kondisi dimana semua orang, setiap waktu, mempunyai akses fisik, sosial dan ekonomi pada bahan pangan yang aman dan bergizi sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, sesuai dengan kepercayaannya sehingga bisa hidup secara aktif dan sehat.

Beberapa hasil kajian yang dilakukan oleh beberapa ahli menunjukkan persediaan pangan yang cukup secara nasional terbukti tidak menjamin pewujudan ketahanan pangan pada tingkat wilayah (regional), rumah tangga atau individu. Martianto dan Ariani (2004) menunjukkan bahwa jumlah proporsi rumah tangga yang defisit energi di setiap provinsi masih tinggi.Berkaitan dengan hal ini, diversifikasi pangan menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan. Menurut Purwiyatno (2010), program penganekaragaman pangan walaupun telah sejak lama dicanangkan, tetapi belum pernah sungguh-sungguh dan berkelanjutan dilakukan secara konsisten oleh pemerintah. Karena itu, untuk betul-betul melaksanakan dan merevitalisasi program


(22)

penganekaragaman pangan, diperlukan adanya komitmen yang kuat dan jelas oleh pemerintah.

Upaya membangun diversifikasi konsumsi pangan telah dilaksanakan sejak tahun 60-an. Saat itu pemerintah mulai menganjurkan konsumsi bahan pangan pokok selain beras. Instruksi dari pemerintah adalah untuk lebih menganekaragamkan jenis pangan dan meningkatkan mutu gizi makanan rakyat baik secara kualitas maupun kuantitas sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (Ariani dan Anshari, 2003).Namun dalam perjalanannya, tujuan diversifikasi konsumsi pangan lebih ditekankan sebagai usaha untuk menurunkan tingkat konsumsi beras, karena diversifikasi konsumsi pangan hanya diartikan pada penganekaragaman pangan pokok. Selanjutnya program diversifikasi konsumsi pangan dilakukan secara parsial baik dalam konsep, target, wilayah dan sasaran, tidak dalam kerangka diversifikasi secara utuh (Ariani dan Anshari, 2003).

Indonesia memiliki beberapa komoditas pangan, yang dapat dikembangkan sebagai komoditas pangan nasional. Diversifikasi produksi pangan ini bisa dilakukan melalui pengembangan pangan karbohidrat khas Nusantara spesifik lokasi seperti sukun, talas, garut, sagu, jagung dan lain-lain. Salah satu hal yang perlu dilakukan untuk tercapainya usaha diversifikasi pangan adalah pengembangan produk (Product Development) melalui peran industri pengolahan untuk meningkatkan cita rasa dan citra produk pangan khas nusantara.

Menurut BPS (2000) usaha industri pengolahan adalah usaha yang mengubah barang dasar (bahan mentah) menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya sehingga lebih


(23)

dekat ke pemakai akhir untuk tujuan komersil. Sedangkan definisi dari industri pengolahan itu sendiri adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dan sifatnya lebih dekat ke pemakai akhir. Termasuk dalam kegiatan ini adalah kegiatan jasa industri dan pekerjaan perakitan.

Subsektor industri pengolahan pangan merupakan salah satu kegiatan yang telah lama dikenal masyarakat. Proses produksinya yang sederhana dan bahan baku yang berasal dari hasil pertanian menjadikan industri ini tumbuh pesat dikalangan menengah kebawah. Dengan semakin meluasnya kegiatan ekonomi, proses pengolahan pangan tidak lagi sekedar untuk mencukupi kebutuhan sendiri, tetapi juga menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat.

Peranan industri pengolahan pangan dalam diversifikasi pangan merupakan faktor penarik, karena dapat meningkatkan permintaan produk pangan bahan baku (Dewan Ketahanan Pangan, 2009). Bersamaan dengan meningkatnya permintaan ini, maka harga bahan baku tersebut cenderung naik.

2.2 Pengertian Rantai Pasokan

Menurut Indrajit (2002) rantai pasokan atau rantai pengadaan adalah sistem yang dilalui organisasi bisnis untuk menyalurkan barang produksi atau jasa ke pelanggan. Mata rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan, yang mempunyai tujuan sama yaitu seefektif dan seefisien mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang atau jasa. Sedangkan Heizer dan Render (2006) menyatakan rantai pasokan mencakup


(24)

interaksi di antara Supplier, produsen, distributor, dan pelanggan. Rantai pasokan mencakup transportasi, informasi perencanaan, transfer uang secara kredit maupun tunai, serta transfer ide desain, dan bahan. Gambar 1 memperlihatkan aktivitas dalam rantai pasokan objek penelitian.

Gambar 1. Rantai Pasokan Objek Penelitian

Sumber : Heizer dan Render, 2006

Didalam aktivitas rantai pasokan terdapat tiga macam aliran, pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream).

Contohnya bahan baku yang dikirim dari beberapa Supplier ke produsen (perusahaan). Setelah produk selesai diproduksi, kemudian produk dikirim ke distributor lalu ke pengecer/ritel kemudian ke pelanggan akhir. Kedua adalah aliran informasi tentang data penelitian pasar, informasi penjadwalan, rekayasa dan desain serta arus pesanan dan uang tunai yang mengalir dari hilir ke hulu. Ketiga adalah uang secara kredit maupun tunai serta ide dan desain untuk memuaskan pelanggan yang mengalir dari hulu ke hilir.

Menurut Pujawan (2005) informasi tentang persediaan produk yang masih ada dibeberapa ritel/toko sering dibutuhkan oleh distributor maupun pabrik. Informasi tentang ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh Supplierjuga


(25)

sering dibutuhkan oleh pabrik. Informasi tentang status pengiriman bahan baku sering dibutuhkan oleh perusahaan yang mengirim maupun yang akan menerima.

Menurut Chopra & Meindl (2007) tujuan yang hendak dicapai dari setiap rantai pasokan adalah untuk memaksimalkan nilai yang dihasilkan secara keseluruhan. Tunggal (2009) menjabarkan tujuan atau hasil dari proses rantai pasokan ini adalah:

1. Mengembangkan tim yang berfokus pada pelanggan sehingga dapat memberikan persetujuan produk dan jasa yang menguntungkan kedua belah pihak pada pelanggan penting secara strategis.

2. Membuat kontak hubungan yang secara efisien manangani pertanyaan-pertanyaan dari semua pelanggan.

3. Secara terus-menerus mengumpulkan, menyususun, dan meng-update

permintan pelanggan untuk menyesuaikan supply dan demand.

4. Mengembangkan sistem produksi yang tanggap secara cepat pada perubahan kondisi pasar.

5. Mengatur hubungan dengan Supplier sehingga perbaikan secara berkesinambungan dapat berjalan lancar.

6. Pengiriman pesanan tepat waktu dan sasaran yang benar.

7. Minimalisasi waktu siklus ketersediaan retur (return to available).

2.3 Manajemen Rantai Pasokan

Manajemen rantai pasokan (Supply Chain Management) adalah pengintegrasian aktifitas pengadaan bahan dan pelayanan, perubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan (Heizer dan


(26)

Render, 2006). Kalakota dalam Irghandi (2008), menyatakan munculnya manajemen rantai pasokan dilatarbelakangi oleh dua hal pokok, yaitu :

1. Praktik manajemen logistik tradisional pada era modern ini sudah tidak relevan lagi, karena tidak dapat menciptakan keunggulan kompetitif. Indrajit dan Djokopranoto (2002) mengartikan keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang diciptakan melalui cara bekerja, oprasional produksi yang baik dalam perusahaan.

2. Perubahan lingkungan bisnis yang semakin cepat dengan persaingan yang semakin ketat.

Menurut Gaspersz (2012) manajemen rantai pasokan adalah pendekatan sistemik, desain, perencanaan, eksekusi, pengendalian dan pemantauan aktifitas-aktifitas rantai pasokan yang bertujuan menciptakan nilai, mengidentifikasi dan menghilangkan waste atau pemborosan (aktifitas-aktifitas tidak bernilai tambah), membangun infrastruktur yang kompetitif, mengefektifkan worldwide logistics,

mengatur arus penawaran dan permintaan yang terjadi dan mengukur kinerja secara global untuk mengejar keunggulan disepanjang rantai pasokan ( Supplier-input-process-output-customer).

Manajemen rantai pasokan merupakan strategi alternatif yang memberikan solusi dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan untuk mencapai keunggulan kompetitif melalui pengurangan biaya operasi dan perbaikan pelayanan konsumen. Manajemen rantai pasokan menawarkan suatu mekanisme yang mengatur proses bisnis, meningkatkan produktivitas, dan mengurangi biaya operasional perusahaan (Anatan dan Ellitan, 2008). Prinsip manajemen rantai pasokan pada dasarnya merupakan sinkronisasi dan koordinasi aktivitas-aktivitas


(27)

yang terkait dengan aliran material atau produk, baik yang ada dalam satu organisasi maupun antar organisasi. Struktur manajemen rantai pasokan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Manajemen Rantai Pasokan

Sumber : Siagian, 2005

Struktur manajemen rantai pasokan yaitu aktifitas yang terjadi mulai dari hulu hingga hilir, mulai dari beberapa atau banyak Supplier yang memasok bahan baku kemudian masuk ke persediaan, lalu diolah dalam pabrik (perusahaan), setelah itu produk yang telah diolah/ diproduksi kemudian didistribusikan oleh distributor kepada konsumen akhir. Arus kredit dan bahan baku terjadi dari hulu ke hilir sedangkan informasi penjadwalan, arus kas dan pesanan terjadi dari hilir ke hulu.

Menurut Turban, Rainer dan Porter (2004), terdapat tiga macam komponen rantai pasokan, yaitu :

a. Bagian Hulu Rantai Pasokan

Bagian hulu rantai pasokan meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufaktur dengan para penyalurannya (dapat berupa manufaktur,

assembler, atau kedua-duanya) dan koneksi mereka kepada pada penyalur mereka (para penyalur second-tier). Hubungan pada penyalur dapat


(28)

diperluas menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan kebutuhan dan semua jalur asal material, contohnya langsung dari pertambangan, perkebunan dan lain-lain. Pada bagian hulu rantai pasokan, pengadaan merupakan aktivitas yang mendapat prioritas utama.

b. Bagian Internal Rantai Pasokan

Bagian internal rantai pasokan meliputi semua proses pemasukan barang ke gudang yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur menjadi produk perusahaan itu. Pada bagian internal rantai pasokan, perhatian utama difokuskan pada manajemen produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan.

c. Bagian Hilir Rantai Pasokan

Bagian hilir rantai pasok meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Pada bagian hilir rantai pasokan, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan pelayanan purna jual.

Menurut Tunggal (2009), anggota rantai pasokan ada dua, yaitu : anggota primer dan anggota sekunder. Anggota primer adalah semua perusahaan / unit bisnis strategik yang benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan manjerial dalam proses bisnis yang dirancang untuk menghasilkan keluaran tertentu bagi pelanggan atau pasar. Anggota sekunder adalah perusahaan-perusahaan yang menyediakan sumber daya, pengetahuan, utilitas, atau aset-aset bagi anggota anggota primer di rantai pasokan, misalnya : agen-agen ekspedisi yang menyewakan truk, bank-bank yang memberikan pinjaman bagi retail, perusahaan-perusahaan yang menyediakan peralatan produksi, pencetak brosur dan semua


(29)

anggota yang tidak secara langsung berpartisipasi atau memberi nilai tambah proses dari perubahan masukan menjadi keluaran untuk pelanggan akhir.

Chopra dan Meindl (2007) mengklasifikasikan proses-proses rantai pasokan suatu perusahaan kedalam tiga proses makro berikut, sebagaimana juga ditunjukkan pada dalam Tabel 3.

Tabel 3. Tiga Proses Makro Rantai Pasokan

Sumber : Chopra dan Meindl (2007)

2.4 Konsep Rantai Nilai Sebagai Penjabaran Aktivitas Rantai Pasok

Alat pokok untuk mendiagnosis keunggulan bersaing dan mencari cara untuk memperkuatnya adalah rantai nilai (value chain), yang membagi perusahaan ke dalam berbagai kegiatan yang dilakukannya dalam mendesain, membuat, memasarkan, dan mendistribusikan produknya. Rantai nilai menggambarkan nilai total, dan terdiri atas aktivitas nilai (value activities) dan margin. Aktivitas nilai adalah kegiatan fisik dan teknologis yang diselenggarakan perusahaan. Margin adalah selisih antara nilai total dengan biaya kolektif untuk menyelenggarakan aktivitas nilai (Porter, 1985). Pendekatan analisis rantai nilai merupakan cara

Supplier Perusahaan Konsumen

SRM ( Supplier

Relationship Management)

yaitu semua proses yang berfokus pada interaksi antara perusahaan dengan

Suppliernya

ISCM ( Internal Supply Chain

Management) yaitu semua

proses yang terjadi dalam internal perusahaan.

CRM ( Customer Relationship

Management) yaitu semua

proses yang berfokus pada interaksi antara perusahaan dengan konsumennya

Aktivitas : Aktivitas:

Aktivitas:

1. Memasok (source) 1. Perencanaan strategis 1. Pasar 2. Negosiasi 2. Perencanaan

permintaan 2. Harga 3. Pembelian 3. Perencanaan pasokan 3. Jual 4. Kolaborasi desain 4. Pemenuhan

(fulfillment) 4. Pusat panggilan 5. Kolaborasi


(30)

memandang secara sistematis perusahaan melayanipelanggannya. Analisis rantai nilai ini ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Rantai Nilai Generik (value chain)

Sumber : Michael E Porter, Keunggulan bersaing (1992)

Porter (1992) menjabarkan aktivitas-aktivitas nilai dalam rantai pasokan sebagai berikut :

1. Logistik ke dalam merupakan kegiatan yang berkaitan dengan asset dan biaya untuk memperoleh bahan bakar, energi, bahan mentah, komponen, barang dagangan dan barang konsumsi dari Supplier. Logistik ke dalam juga merupakan kegiatan yang berkaitan dengan penerimaan, penyimpanan dan dimensi masukan dari suplier dan kegiatan inspeksi serta manajemen pergudangan.

2. Operasi merupakan kegiatan yang berkaitan dengan aset dan biaya untuk mengubah masukan ke dalam bentuk produk akhir, misalnya produksi, perakitan, pengemasan, pemeliharaan peralatan, fasilitas, operasi, penjaminan mutu dan perlindungan terhadap lingkungan.


(31)

3. Logistik keluar merupakan kegiatan yang berkaitan dengan aset dan biaya yang berhubungan dengan pendistribusian produk secara fisik ke pembeli, misalnya penyimpanan barang jadi, pengolahan order, pemilihan dan pengepakan order, pengangkutan barang dan operasi kendaraan untuk mengantarkan barang.

4. Pemasaran dan penjualan merupakan kegiatan yang berkaitan dengan aset dan biaya yang berkaitan dengan periklanan dan promosi, usaha wiraniaga, perencanaan dan riset pasar serta dukungan terhadap dealer atau dukungan terhadap distributor.

5. Pelayanan merupakan kegiatan yang berkaitan dengan aset dan biaya yang berhubungan dengan penyediaan bantuan kepada pembeli, misalnya instalasi, suku cadang, pemeliharaan dan reparasi, bantuan teknis, komplain dan keinginan pembeli.

6. Infrastruktur perusahaan merupakan kegiatan yang berkaitan dengan aset dan biaya yang berhubungan dengan manajemen umum, akuntansi dan keuangan, hukum dan peraturan, keselamatan dan keamanan, sistem informasi manajemen dan fungsi lain yang berkaitan dengan biaya.

7. Manajemen sumberdaya manusia merupakan kegiatan yang berkaitan dengan aset dan biaya yang berhubungan dengan perencanaan sumberdaya manusia, rekrutmen, seleksi, pelatihan, pengembangan, penilaian kinerja, kompensasi, pemeliharaan karyawan termasuk aktivitas hubungan karyawan.

8. Pengembangan teknologi merupakan kegiatan yang berkaitan dengan aset dan biaya yang berhubungan dengan riset dan pengembangan produk, riset


(32)

dan pengembangan proses, perbaikan desain proses, desain peralatan, pengembangan perangkat lunak komputer, sistem telekomunikasi, desain dan rekayasa berbasis komputer, kemampuan database yang baru dan sistem dukungan keputusan yang terkomputerisasi.

9. Pembelian merupakan kegiatan yang berkaitan dengan aset dan biaya yang berhubungan dengan pembelian dan penyediaan bahan mentah, penyuplaian, pelayanan dan kebutuhan sumberdaya dari luar untuk mendukung perusahaan dan aktivitasnya. Beberapa aktivitas yang dijalankan ini merupakan bagian dari aktivitas pembelian logistik ke dalam perusahaan.

Aktivitas rantai pasokan dapat dianalisis dengan mengikuti konsep rantai nilai yang dikemukakan oleh Michael E Porter. Menurut Porter dalam bukunya “Keunggulan Bersaing : Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul” rantai nilai merupakan alat untuk menguji seluruh kegiatan perusahaan secara sistemik serta bagaimana hubungannya untuk menganalisis daya saing perusahaan.

Aktivitas nilai dapat dibagi kedalam dua golongan besar, yaitu aktivitas primer dan aktivitas pendukung. Aktivitas primer meliputi penciptaan fisik, pemasaran, penyampaian dan dukungan purnajual produk atau jasa perusahaan. Aktivitas primer terdiri dari lima kelompok generik, yaitu logistik ke dalam, operasi, logistik ke luar, pemasaran dan penjualan serta pelayanan. Sedangkan aktivitas pendukung mencakup penyediaan infrastruktur atau masukan yang memungkinkan berbagi kegiatan utama berlangsung secara terus menerus.


(33)

Kegiatan pendukung mencakup infrastruktur perusahaan, manajemen sumberdaya manusia, pengembangan teknologi serta pembelian (Porter, 2007).

2.5 Manajemen Pembelian dan Hubungan Supplier

Gaspersz (2012) dalam bukunya yang berjudul “All-In-One Practical

Management Excellence” menyatakan manajemen pembelian (purchasing management) mengatur aliran barang dan jasa dalam suatu perusahaan serta menangani semua data yang berhubungan dengan Supplier. Manajemen pembelian yang efektif memerlukan pengetahuan dari rantai pasokan (supply chain), bisnis dan hukum pajak, faktur dan prosedur persediaan (inventory), serta transportasi dan masalah logistik. Meskipun pengetahuan tentang barang dan jasa yang akan dibeli adalah penting, profesional manajemen pembelian juga harus mampu mendesain, merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan strategi pembelian untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan.

Pemilihan Supplier terpercaya adalah bagian penting dari manajemen pembelian. Profesional manajemen pembelian harus selalu menilai calon Supplier

dalam hal kemampuan Supplier untuk memberikan barang-barang berkualitas dengan harga yang sesuai dan tepat waktu (Gaspersz, 2012).

Profesional manajemen pembelian juga harus menjadi negosiator yang baik, memahami informasi teknis produk, memiliki kemampuan bisnis yang baik, memahami perangkat lunak komputer (software), memahami metodologi pemasaran, serta menjadi pengambil keputusan yang unggul. Peningkatan manajemen pembelian memerlukan keterampilan kepemimpinan dan manajemen yang unggul (Gaspersz, 2012).


(34)

Gaspersz (2012) menyatakan pada dasarnya manajer pembelian mengevaluasi

Supplier berdasarkan biaya, kualitas, pelayanan, ketersediaan, keandalan dan berbagai kriteria seleksi lainnya. Mereka memeriksa katalog, publikasi perdagangan dan direktori untuk menemukan Supplier yang tepat. Reputasi adalah salah satu faktor utama yang digunakan oleh manajer pembelian untuk menentukan apakah mereka ingin bekerja sama dengan Supplier tertentu. Ketika mengikuti pertemuan, pameran dagang dan konferensi, manajer pembelian selalu memeriksa produk dan layanan (service), mengevaluasi produksi dan kemampuan distribusi serta mempertimbangkan semua aspek lain yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian.

Tugas-tugas dari seorang manajer pembelian menurut Gaspersz (2012) adalah sebagai berikut :

1. Menetapkan Supplier asing dan domestik

2. Menegosiasikan harga kompetitif berdasarkan pertimbangan kualitas dan penyerahan tepat waktu.

3. Menyelenggarakan sistem pembelian online

4. Mendapatkan material dan parts yang diperlukan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh bagian produksi

5. Melakukan kontrak pembelian produk (barang dan/jasa)

6. Mempelajari catatan penjualan (sales records) dan tingkat persediaan

(inventory level)

7. Menempatkan pesanan (order) dan memeriksa pengiriman 8. Mengendalikan anggaran departemen pembelian


(35)

2.6 Supplier Relationship Management (SRM)

Supplier Relationship Management (SRM) didefinisikan sebagai seperangkat metodologi dan praktek yang dibutuhkan untuk berinteraksi dengan Supplier

produk dan jasa dari berbagai kritikalitas terhadap profitabilitas perusahaan (Gartner dalam Poirier, 2004). Menurut Poirier (2004), SRM adalah sarana untuk membangun hubungan yang lebih erat dengan Supplier yang dipilih, dengan tujuan menemukan sesuatu hal yang dapat meningkatkan hubungan yang dapat memperbaiki kinerja bisnis. Selain itu juga meningkatkan kemungkinan menciptakan pendapatan baru yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Manajemen hubungan Supplier mencakup komunikasi yang efektif dengan

Supplier. Hal tersebut dimaksudkan bahwa dibutuhkan teknologi kolaborasi web, manajemen pemesanan, pengiriman, dan pemeliharaan. Semakin lama hubungan

Supplier, maka hubungannya akan berkembang ke tahap yang lebih spesifik mencakup pengembangan produk, jaminan kualitas, dan proyek-proyek penghematan biaya (Buttle, 2007). Manfaat SRM dalam Poirier (2004), adalah:

1. Mengoptimalkan hubungan dengan Supplier, memperlakukan Supplier

yang berbeda dengan cara yang berbeda tergantung pada sifat dari hubungan dan nilai strategis para Supplier tersebut.

2. Menciptakan keunggulan kompetitif dan mendorong penghasilan secara bersama-sama dengan solusi-solusi baru yang lebih baik dan lebih fokus ke pelanggan, serta solusi ke pasar dengan lebih cepat.

3. Memperpanjang dan memperkuat hubungan Supplier kritis– mengintegrasikan para Supplier ke dalam proses bisnis.


(36)

4. Mendorong peningkatan keuntungan melalui pengelolaan rantai pasokan dan biaya operasi sambil terus mempertahankan kualitas.

APICS Dictionary (2010) dalam Gaspersz (2012) mendefinisikan SRM sebagai suatu metodologi untuk membangun dan mendukung hubungan dengan

Supplier-Supplier. Gasperz (2012) juga menyatakan salah satu kegiatan SRM

adalah memilih Supplier yang tepat agar perusahaan bisa berhasil. Dalam memutuskan tentang kriteria seleksi Supplier yang masuk akal bagi perusahaan, mitra internal, dan beberapa perusahaan yang dipilih untuk usaha bersama, berarti perusahaan perlu menerapkan format untuk memilih nama-nama calon yang paling mungkin untuk kegiatan SRM.

2.7 Supplier

Supplier/pemasokadalah penyedia bahan baku maupun barang jadi bagi perusahaan. Supplier sangat berperan penting dalam kelancaran operasional perusahaan. oleh karena itu, memilih Supplier merupakan kegiatan yang strategis, terutama apabila Supplier tersebut akan memasok item yang penting dan atau akan digunakan dalam jangka panjang (Pujawan, 2005).

2.7.1 Seleksi dan Evaluasi Supplier

Pemilihan Supplier yang kompeten merupakan keputusan strategis pertama yang menentukan kesuksesan implementasi manajemen rantai pasokan. Seleksi Supplier sangat disadari sebagai salah satu tanggung jawab terpenting dalam fungsi manajemen pengadaan. Supplier yang terkelola dengan baik dalam suatu rantai pasokan akan memberikan efek jangka panjang terhadap daya saing keseluruhan rantai pasokan itu sendiri dan dampak yang mendalam pada kepuasan


(37)

pelanggan (Pujawan, 2005). Pearson dan Ellram (1995) menyebutkan beberapa alasan mengapa seleksi dan evaluasi Supplier menjadi hal yang begitu penting, terutama sehubungan dengan dampak yang diberikan oleh manajemen rantai pasokan, sebagai berikut (Hou dan Huang 2002):

1. Tren reduksi basis pasokan dan hubungan jangka panjang dengan Supplier. Adopsi praktek just-in-time yang semakin meningkat dalam industri manufaktur telah meningkatkan perhatian terhadap reduksi basis pasokan, sehingga proses seleksi dan evaluasi Supplier menjadi lebih penting. Reduksi basis pasokan ini melibatkan komitmen jangka panjang dengan

Supplier, yang pada gilirannya mendorong adanya sharing sumberdaya karena interaksi yang lebih kuat antara pembeli dan Supplier. Pada umumnya, evaluasi Supplier dapat dijadikan alat untuk mengurangi variabilitas bagi konsumen dengan mengurangi variabilitas Supplier dari sisi pengiriman, kualitas, fleksibilitas dan sebagainya.

2. Strategi pelibatan Supplier dalam proses desain produk. Praktek ini dianggap sebagai salah satu kontributor yang signifikan dalam mengurangi biaya dan meningkatkan kualitas pada siklus produksi.

3. Perkembangan sistem informasi Electronic Data Interchangeable (EDI) yang memfasilitasi koordinasi dan interaksi yang lebih dekat antara pembeli dan Supplier.

2.8 Kriteria Supplier yang Ideal

Menentukan kriteria Supplier yang ideal untuk industri pengolahan pangan tidak terlepas dari bagaimana perusahaan dan perusahaan Supplier merencanakan, menerapkan, menjalankan dan memeliharaGood Manufacturing Practices (GMP)


(38)

sebagai persyaratan kelayakan dasar dan penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen (eBookpangan.com, 2006).

Perusahaan Supplier khususnya Supplier bahan baku pangan ikut berperan dalam menjamin keamanan pangan karena merupakan salah satu anggota kritis dari rantai pangan yang terjadi hingga produk siap dipasarkan kepada konsumen akhir. Setiap industri pengolahan pangan yang akan menerapkan sistem keamanan pangan model HACCP harus direncanakan, dirancang/didisain dan diimplementasikan suatu program persyaratan kelayakan dasar atau sering disebut dengan istilah "prerequisite programs". Program persyaratan kelayakan dasar atau

prerequisite programs ini menurut Bernard dan Parkinson (1999) merupakan suatu fondasi yang harus dan perlu dipenuhi oleh setiap industri pangan guna menghasilkan produk pangan yang aman dan bermutu ditinjau dari aspek keamanan dan kesehatan.

Konsep program persyaratan kelayakan dasar ini pertama kali dicetuskan oleh

Agriculture and Agri-Food Canada's (AAFC) dalam rangka program peningkatan keamanan pangan di Kanada dan mereka mendefinisikan program persyaratan kelayakan dasar ini sebagai "suatu langkah-langkah universal atau prosedur yang mengendalikan kondisi operasional dalam suatu industri pangan yang didirikannya guna memenuhi kondisi lingkungan tetap baik untuk menghasilkan pangan yang aman" (Gombas dan Stevenson, 2000). National Advisory Committee on Microbiological Kriteria for Foods (NACMCF, 1998)


(39)

mendefinisikan program persyaratan kelayakan dasar sebagai "suatu prosedur termasuk prosedur cara produksi pangan yang baik atau good manufacturingpractice (GMP) yang ditujukan untuk menyediakan kondisi operasional dasar sistem HACCP".

Prinsip program persyaratan kelayakan dasar untuk sistem HACCP mencakup suatu program dan prosedur yang sudah harus tersedia didalam industri pangan, termasuk program penerimaan bahan baku dan cara penyimpanannya, manajemen keluhan pelanggan/konsumen, kemampuan telusur bahan ingredien yang digunakan hingga produk pangan dihasilkan serta program persetujuan untuk

Supplier (approved Supplier) barang-barang yang masuk ke dalam perusahaan industri pangan (Gombas dan Stevenson, 2000).

Menurut Bernard dan Parkinson (1999), program persyaratan kelayakan dasar seperti rancangan HACCP (HACCP Plan) harus terdokumentasi dengan baik dalam Standard Operating Procedures (SOP) yang tertulis, dimengerti dan dihayati oleh setiap karyawan yang bekerja di industri pangan yang bersangkutan. Program persyaratan kelayakan dasar atau prerequisite programs ini jika diperlukan dapat ditinjau/dikaji ulang dan direvisi kembali oleh setiap industri pangan guna menjamin bahwa program yang didisain dan direncanakan, diimplementasikan secara efektif sesuai dengan tujuan keamanan pangan yang hendak dicapai (NACMCF, 1998).

Program persyaratan kelayakan dasar terdiri dari dua bagian, yaitu cara produksi pangan yang baik (CPPB) atau good manufacturingpractice (GMP) dan standard prosedur operasional sanitasi atau SanitationStandard Operating Procedure (SSOP). Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Indonesia


(40)

telah menerbitkan pedoman cara produksi pangan yang baik (CPPB) atau GMP. Pedoman penerapan GMP ini disusun berdasarkan pedoman umum higiene pangan dan peraturan perundang-undangan di bidang pangan, terutama yang mengatur mengenai produksi pangan.

Menurut Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM, 2011), tujuan penerapan GMP adalah menghasilkan produk akhir pangan yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan selera konsumen, baik domestik maupun internasional. Tujuan khusus penerapan GMP adalah :

1. Memberikan prinsip-prinsip dasar yang penting dalam produksi pangan yang dapat diterapkan sepanjang rantai pangan mulai dari produksi primer sampai konsumen akhir, untuk menjamin bahwa pangan yang diproduksi aman dan layak untuk dikonsumsi,

2. Mengarahkan industri agar dapat memenuhi berbagai persyaratan produksi, seperti persyaratan lokasi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, bahan, proses, mutu produk akhir, serta persyaratan penyimpanan dan distribusi

3. Mengarahkan pendekatan dan penerapan sistem HACCP sebagai suatu cara untuk meningkatkan keamanan pangan.

Pedoman penerapan GMP ini berguna bagi pemerintah sebagai dasar untuk mendorong dan menganjurkan industri pangan untuk menerapkan cara produksi pangan yang baik dalam rangka sebagai berikut :

1. Melindungi konsumen dari penyakit atau kerugian yang diakibatkan oleh pangan yang tidak memenuhi persyaratan,


(41)

2. Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa pangan yang dikonsumsi merupakan pangan yang layak,

3. Mempertahankan atau meningkatkan kepercayaan terhadap pangan yang diperdagangkan secara internasional,

4. Memberikan bahan acuan dalam program pendidikan kesehatan di bidang pangan kepada industri dan konsumen, sedangkan bagi industri pangan sebagai acuan dalam menerapkan praktek cara produksi pangan yang baik dalam rangka :

a. Memproduksi dan menyediakan pangan yang aman dan layak bagi konsumen,

b. Memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti kepada masyarakat, misalnya dengan pelabelan dan pemberian petunjuk mengenai cara penyimpanan dan penyediaannya, sehingga masyarakat dapat melindungi pangan terhadap kemungkinan terjadinya kontaminasi dan kerusakan pangan, yaitu dengan cara penyimpanan, penanganan dan penyiapan yang baik,

c. Mempertahankan atau meningkatkan kepercayaan dunia internasional terhadap pangan yang diproduksinya (Ditjen POM, 2011).

Berdasarkan literatur dapat disimpulkan beberapa kriteria Supplier yang ideal mengacu pada penerapan GMP dan HACCP dalam industri pengolahan pangan adalah sebagai berikut :


(42)

2. Perusahaan Supplier telah menerapkan GMP dan HACCP didukung dengan memiliki sertifikat dari lembaga sertifikasi standar internasional di Indonesia

3. Memiliki data kandungan bahan kimia (untuk produk-produk tertentu) 4. Memiliki sertifikat Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT) dari Dinas

Kesehatan setempat (untuk produk-produk tertentu) 5. Kelengkapan dokumen sertifikasi halal dan layak edar 6. Jaminan kualitas

7. Kesesuaian spesifikasi bahan

Dilihat dari sudut pandang manajerial, sekumpulan kriteria seleksi Supplier

perlu diidentifikasi dari berbagai industri. Terkait hal tersebut, banyak peneliti mengkaji dan membahas tentang kriteria yang dipertimbangkan dalam seleksi dan evaluasi Supplier di berbagai industri (Cheng et al. 2009). Salah satunya penelitian Eka (2011) meringkaskan kriteria Supplier yang digunakan oleh PT. Nippon Indosari Corpindo, sebuah industri bakery sebagai berikut :

1. Kehalalan

a. Dokumen pendukung lengkap b. Audit lapangan

c. Sertifikasi kehalalan internasional yang diakui oleh LPPOM MUI 2. Kualitas

a. Kesesuaian bahan baku dengan spesifikasi yang sudah ditetapkan b. Kemampuan memberikan kualitas yang konsisten


(43)

3. Harga

a. Kesesuaian harga

b. Kemampuan memberikan diskon c. Mekanisme pembayaran yang mudah 4. Ketersediaan Barang

a. Kemampuan memenuhi pesanan b. Persediaan untuk pesanan mendadak 5. Reputasi Supplier

a. Perusahaan Supplier dan produknya telah banyak dikenal b. Dipercaya oleh perusahaan

6. Waktu Pengiriman

a. Kemampuan mengirimkan pesanan tepat waktu b. Lead time pengiriman singkat

c. Kemampuan menangani masalah sistem transportasi

Seleksi Supplier merupakan keputusan yang sulit karena berbagai macam kriteria harus dipertimbangkan dalam proses pembuatan keputusannya. Analisis mengenai kriteria untuk memilih dan mengukur kinerja Supplier telah menjadi fokus perhatian banyak ilmuwan dan praktisi pengadaan sejak 1960-an. Vincent Gasperz (2012) dalam bukunya “All-In-One Practical Management Excellence”

merancang sebuah formulir seleksi dan evaluasi Supplier untuk diterapkan pada beberapa perusahaan industri di Indonesia sebagai penggunaan analisis seleksi dan evaluasi Supplier pada Tabel 4.


(44)

Tabel 4. Formulir Seleksi dan Evaluasi Supplier Vincent Gaspersz (2012)

No Kriteria Seleksi dan Evaluasi Supplier (5) (4) (3) (2) (1)

A. Keadaan Umum Supplier

1 Ukuran dan/atau kapasitas produksi 2 Kondisi financial

3 Kondisi operasional 4 Fasilitas riset dan desain 5 Lokasi geografis

6 Hubungan kerja antar karyawan 7 Hubungan dagang antar industri 8 Dan lain-lain

B. Keadaan Pelayanan

1 Waktu penyerahan material 2 Kondisi kedatangan material

3 Mengikuti instruksi/permintaan pembeli 4 Kuantitas pesanan yang ditolak

5 Penanganan keluhan dari pembeli 6 Bantuan teknik yang diberikan 7 Bantuan dalam keadaan darurat 8 Informasi material yang diberikan 9 Informasi harga yang diberikan 10 Dan lain-lain

C. Keadaan Material

1 Kualitas material 2 Harga material

3 Keseragaman/uniformitas dari material 4 Jaminan yang diberikan oleh Supplier

5 Keadaan pengepakan/pembungkusan 6 Dan lain-lain

Sumber : Vincent Gaspersz (2012)

Keterangan : Makna Skala : (5) : Sangat Baik, (4) : Baik,

(3) : Cukup, (2) : Kurang, (1) : Sangat Kurang

Data kriteria Supplier pada PT. AR diidentifikasi sebelum melakukan penilaian kepentingan kriteria Supplier oleh para responden ahli/pakar. Kriteria

Supplier yang digunakan oleh PT. AR yaitu harga, kualitas, status kehalalan produk dan waktu pengiriman. Kriteria tersebut dikombinasikan dengan kriteria yang digunakan dalam literature mengenai seleksi dan evaluasi Supplier yaitu kombinasi dari kriteria Supplier yang ideal mengacu pada GMP dan HACCP,


(45)

kriteria Supplier untuk industri bakery yang diadaptasi dari PT. Nippon Indosari Corpindo dan formulir kriteria seleksi dan evaluasi Supplier yang telah dirancang oleh Vincent Gasperz (2012), terdapat 21 kriteria yang akan dinilai kepentingannya oleh pakar dengan skor rentang bobot yaitu (1) tidak penting, (2) penting dan (3) sangat penting.

2.9 Metode Pengambilan Keputusan pada Seleksi Supplier

Metode seleksi Supplier yaitu model atau pendekatan yang digunakan untuk melakukan proses pemilihan Supplier. Metode yang dipilih sangatlah penting bagi keseluruhan proses seleksi dan dapat berdampak signifikan pada hasil seleksi

Supplier yang dilakukan. Beberapa metode telah dikembangkan dan diklasifikasikan oleh begitu banyak peneliti selama bertahun-tahun. Ketika sebuah perusahaan memutuskan untuk mengembangkan atau memilih suatu metode seleksi Supplier, hasilnya berupa kombinasi dari beberapa metode dengan keunggulan yang berbeda-beda, disesuaikan dengan kebutuhan spesifik perusahaan (Tahriri et al. 2007).

Menurut Iksan (2006), Multi Kriteria Decision Making (MCDM) pada dasarnya adalah konsep yang ditujukan untuk melakukan pengambilan keputusan yang mengandung kriteria objek majemuk juga saling konfliktual dan memiliki ukuran yang tidak bisa saling dibandingkan, MCDM selalu melibatkan lebih dari satu kriteria yang saling menimbulkan trade off keputusan dimana tingkat kepuasan dari suatu kriteria berakibat pada penurunan kepuasan kriteria lainnya. Berikut beberapa metode penunjang/pengambilan keputusan pada seleksi Supplier

yang melibatkan banyak kriteria dalam keputusannya (Multi Kriteria Decision Making) (Tabel 5).


(46)

Tabel 5. Metode Pengambilan Keputusan pada Seleksi Supplier

No

Metode Pengambilan

Keputusan

Deskripsi Kelebihan Kelemahan

1 Analytical

Hierarchy

Process (AHP)

Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Thomas Saaty pada 1971. Ini adalah suatu metode ideal untuk merangking alternatif ketika terdapat banyak kriteria dan subkriteria pada proses

pengambilan keputusan. (Tahriri et al. 2007).

Dapat memecahkan masalah dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat di ekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas suatu permasalahan. Permasalahan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengembilan keputusannya. Berstruktur linear, tidak mempertimbangkan hubungan ketergantungan, karena hanya mempertimbangkan hubungan linear dari atas ke bawah selain itu ketergantungan model AHP pada input utamanya yaitu berupa persepsi seorang ahli sehingga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru.

2 ANP

(Analytical

Network Proces)

Alat analisis yang mampu

merepresentasikan tingkat kepentingan berbagai pihak dengan mempertimbangkan hubungan

ketergantungan, baik antar kriteria ataupun sub kriteria, ANP memberikan pendekatan yang lebih akurat karena mampu menangani masalah yang kompleks yang berkaitan dengan ketergantungan dan umpan balik (Saaty and Vargas, 2006 dalam

Satyanegara, 2012) Berguna pada perusahaan besar/sektor publik yang memerlukan pengambilan keputusan dengan jumlah informasi, interaksi serta umpan balik yang banyak dan memiliki tingkat kompleksitas tinggi (Zulfa, 2010) Metode pengambilan keputusan ini terlalu kompleks untuk diterapkan pada perusahaan dengan skala menengah ke bawah yang memiliki kompleksitas yang tidak rumit dan membutuhkan keputusan yang cepat dalam mengatasi masalah (Zulfa, 2010)


(47)

Lanjutan Tabel 5. No

Metode Pengambilan

Keputusan

Deskripsi Kelebihan Kelemahan

3 Bayes Salah satu teknik yang dapat di pergunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternative dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal (Marimin, 2004)

Mudah dipahami, hanya memerlukan pengkodean sederhana dan lebih cepat dalam perhitungan (Marimin, 2004) Seringkali metode bayes dianggap sebagai probabilitas pribadi atau subjektif dimana bobot bayes didasarkan pada tingkat kepercayaan, keyakinan, pengalaman serta latar belakang pengambil keputusan (Marimin, 2004) 4 Model

pembobotan

Metode ini menilai

Supplier dengan

memperingkatkan kinerjanya dalam banyak kriteria dan menghitungnya sebagai satu kesatuan skor. Metode yang dikategorikan kedalam weighting

model diantaranya

categorical method,

dan weighted-point

method. (Petroni,

2000 dalam Abror 2011)

Metode weighted-point

selama ini merupakan teknik yang paling umum digunakan. Operasi matematis dalam metode ini sederhana namun efisien dalam pembuatan keputusan yang optimal

Semua kriteria dinilai sama penting, sehingga jarang memberikan masukan bagi pengembangan kinerja Supplier

(Kachainchai dan Weerawat 2009 metode ini memiliki beberapa keterbatasan, salah satunya yaitu tidaklah mudah bagi metode ini untuk dengan efektif mempertimbangkan kriteria evaluasi yang bersifat kualitatif (Kachainchai dan Weerawat 2009).


(48)

Lanjutan Tabel 5. No

Metode Pengambilan

Keputusan

Deskripsi Kelebihan Kelemahan

5 MPE (Metode Perbandingan Eksponensial)

Salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Teknik ini digunakan sebagai pembantu bagi individu pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses (Marimin, 2004)

Mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisa yaitu nilai skor yang menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi

eksponensial) ini mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata. Metode ini cocok diterapkan dalam perusahaan berskala menengah kebawah yang memiliki permasalahan keputusan tidak rumit, metode ini lebih

sederhana diterapkan dan lebih cepat dalam perhitungan sehingga pengambilan keputusan semakin cepat didapatkan untuk mengatasi masalah (Marimin, 2004) Metode pengambilan keputusan ini hanya cocok diterapkan oleh perusahaan skala menengah ke bawah untuk sistem penunjang

keputusan karena dapat menyelesaikan pengambilan keputusan yang sederhana dan tidak saling

ketergantungan (Marimin, 2004)

Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) dalam penelitian ini dipilih untuk memodelkan seleksi Supplier bahan baku LBS. Alasan utamanya karena kelebihan model ini yang mampu mengakomodir faktor-faktor kualitatif yang sangat penting, terutama dalam kebijakan hubungan dengan Supplier. Metode ini cocok diterapkan oleh perusahaan skala menengah seperti PT. AR untuk sistem penunjang keputusan karena dapat menyelesaikan pengambilan keputusan yang sederhana dan tidak saling ketergantungan.

2.9.1 Metode Perbandingan Eksponensial

Metode perbandingan eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Teknik ini digunakan sebagai pembantu bagi individu pengambil keputusan untuk


(49)

menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses (Marimin, 2004).

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pemilihan keputusan dengan menggunakan MPE adalah (Ma’arif dan Tanjung, 2003):

1. Penentuan alternatif keputusan

2. Penyusunan kriteria keputusan yang akan dikaji

3. Penentuan derajat kepentingan relatif setiap kriteria keputusan dengan menggunakan skala konversi tertentu sesuai dengan keinginan pengambil keputusan

4. Penentuan derajat relatif setiap pilihan keputusan pada setiap kriteria keputusan

5. Penghitungan nilai dari setiap alternatif keputusan

Menurut Marimin (2004), formulasi penghitungan skor untuk setiap alternatif dalam Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) adalah sebagai berikut :

Total Nilai (TNi) =∑ TKKj Dengan :

TNi = total nilai alternatif ke-i

RKij = derajat kepentingan relative kriteria ke-j pada pilihan keputusan i TKKj = derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj> 0 ; bulat n = jumlah pilihan keputusan

m = jumlah kriteria keputusan

Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara wawancara dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat. Penentuan skor alternatif


(50)

pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya. Semakin besar nilai alternatif semakin besar pula skor alternatif tersebut. Total skor masing-masing alternatif keputusan akan relatif berbeda secara nyata karena adanya fungsi eksponensial (Marimin, 2004).

Penilaian alternatif pada setiap kriteria dan bobot Supplier menggunakan skala penilaian 1-3, yaitu 3 sangat baik, 2 = baik dan 1 = tidak baik. Skala penilaian diadaptasi dari arah kriteria, skala penilaian dan rentang bobot menurut Marimin & Maghfiroh (2010) dalam bukunya yang berjudul “Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok” yang dijadikan acuan memilih metode indeks kinerja (lihat Tabel. 6).

Tabel 6. Pemilihan Teknik Pengambilan Keputusan berbasis Indeks Kinerja Teknik

Satuan Penilaian Alternatif terhadap

Kriteria

Skala Penilaian Alternatif terhadap Kriteria

Skala Penilaian Bobot

CPI Tidak seragam

Campuran Rasio (terukur nyata) dan

ordinal

Campuran skala penilaian

Bayes Seragam Rasio (terukur nyata) Desimal (0,0 - 1,0) atau nilai mutlaknya MPE Seragam Ordinal Ordinal (1 - 3

sampai 1 - 9) Sumber : Marimin & Maghfiroh (2010)

Pendekatan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) dalam penelitian ini dipilih untuk memodelkan kriteria seleksi Supplier bahan baku produk LBS pada PT. AR. Metode Perbandingan Eksponensial mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor yang menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial) mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata. (Marimin, 2004).


(51)

2.10 Penelitian Terdahulu

Konsep-konsep yang terdapat pada penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya sebagaimana terangkum dalam Tabel 7.

Tabel 7. Penelitian Terdahulu yang Relevan No Peneliti, Tahun dan Judul Tujuan Penelitian Metode

Penelitian Hasil Penelitian

1 Abror, 2011. Kajian Seleksi dan Evaluasi

Supplier Pada

Rantai Pasokan Kertas (studi kasus di PT. Kertas Leces (PTKL) Probolinggo)

Mengkaji konfigurasi rantai pasokan kertas dan mengembangkan model seleksi dan evaluasi Supplier

Analisis deskriptif manajemen rantai pasok diadaptasi dari kerangka kerja van der vorst 2006 untuk pengembangan rantai pasokan. Pemodelan AHP untuk seleksi Supplier

Pada kasus seleksi

Supplier kertas bekas,

reduksi biaya, harga produk, standard an jaminan kualitas, reliabilitas produk, cara pembayaran dan ketepatan waktu adalah factor-faktor terpenting yang perlu mendapat perhatian lebih. Evaluasi

Supplier dengan model

AHP yang dikembangkan dalam suatu kasus menempatkan Supplier A sebagai Supplier terbaik dengan nilai 0.3664, diikuti oleh Supplier C (0.3285) dan Supplier B (0.3057).

2 Sandi, dkk. 2013. Penerapan metode ANP untuk pemilihan

Supplier bahan

baku CV.TX

CV. TX membutuhkan metode pengambilan keputusan yang baik dalam pemilihan

Supplier sehingga

dapat mengatasi masalah pemesanan bahan baku Analisis data menggunakan metode ANP (Analytic network process) Terdapat keterkaian antara kriteria-kriteria dalam pengambilan keputusan Supplier.

Supplier B terpilih

sebagai Supplier terbaik dengan mendapatkan nilai normalisasi limiting matrik terbesar yaitu 0.4324 , disusul Supplier

M dengan nilai 0.3477

dan Supplier H dengan


(52)

Lanjutan Tabel 7. No

Peneliti, Tahun dan

Judul

Tujuan Penelitian Metode

Penelitian Hasil Penelitian

3 Bungsu, 2010. Kajian Kriteria Pemilihan

Supplier

Buah-buahan dengan Proses Hirarki Analitis (Studi Giant Hypermarket Botani Square Bogor) Menganalisis proses pengadaan dan pengendalian buah-buahan dan

pengendalian di Giant Hypermarket Botani

Square khususnya

Divisi Produce, Mengidentifikasi kriteria yang diprioritaskan Giant

dalam memilih Supplier

buah-buahan dan Menyusun struktur hirarki dalam

pengambilan keputusan yang dilakukan oleh

Giant dengan Proses

Hirarki Analitis

Analisis deskriptif untuk menganalisis kondisi rantai pasokan PT NIC, dan metode Proses Hirarki Analitik (PHA) Hasil penelitian, didapatkan Struktur hirarki dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Giant

dengan PHA terdiri atas kriteria (kualitas, biaya operasional, lead time, kemitraan, dan sistem pembayaran), subkriteria, dan alternatif (Supplier

A, B, C, dan D). Alternatif Supplier

yang diprioritaskan

Giant dalam

pengadaan dan pengendalian yaitu

Supplier D (0,488)

4 Eka, 2011. Analisis Kesesuaian

Supplier Bahan

baku roti tawar special (RTS) dengan kriteria yang ditetapkan oleh perusahaan (Studi Kasus: PT. Nippon Indosari Corpindo) Menganalisis rantai pasokan untuk RTS di PT. NIC,

mengidentifikasi proses pemilihan Supplier

yang selama ini dilakukan oleh PT NIC dan menganalisis

Supplier yang dipilih

oleh PT NIC, beserta kriteria dan sub kriteria bahan baku yang sudah ditetapkan oleh PT NIC dalam memilih Supplier

bahan baku RTS

Analisis deskriptif untuk menganalisis kondisi rantai pasokan PT NIC, dan metode Proses Hirarki Analitik (PHA) untuk memilih Supplier, kriteria, dan subkriteria yang dipertimbangkan PT NIC dalam memilih

Supplier Analisis PHA menunjukkan Kriteria yang menjadi prioritas utama dalam memilih Supplier

bahan baku RTS di PT NIC adalah kualitas dengan bobot 0,216. Sub kriteria yang menjadi prioritas utama adalah perusahaan

Supplier dan

produknya sudah banyak dikenal dengan bobot 0,712.

Supplier dengan

kinerja paling baik yaitu PT Jaya Fermex dengan bobot 0,337.


(53)

Lanjutan Tabel 7. No Peneliti, Tahun

dan Judul

Tujuan Penelitian

Metode

Penelitian Hasil Penelitian

5 Susila. 2009. Rancang bangun system penunjang keputusan perencanaan pengembangan agroindustri berbasis lidah buaya (aloe vera lina) di kabupaten bogor Merancang dan mengembangkan model system penunjang keputusan perencanaan pengembangan agroindustri lidah buaya dan mempelajari berbagai factor dan parameter yang berpengaruh dalam perencanaan dan pengembangan agroindustri lidah buaya Analisis data menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE) Hasil perhitungan, kecamatan ciampea memiliki nilai tertinggi dan menjadi tempat yang paling baik dan berpotensi untuk dijadikan sebagai lokasi budidaya lidah buaya. Tempat yang paling berpotensi untuk dijadikan lokasi agroindustri adalah kecamatan ciomas

6 Sholikhin. 2006. System penunjang keputusan pengembangan agroindustri kecil di kawasan agropolitan (studi kasus di kota batu, jawa timur) Merancang model sistem penunjang keputusan pengembangan agroindustri kecil dikawasan agropolitan, kota batu, jawa timur

Analisis data menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE) Hasil perhitungan submodel penentuan komoditas unggulan didapatkan komoditas unggulan berupa apel. Berdasarkan

perhitungan dengan metode perbandingan eksponensial produk yang potensial untuk dikembangkan adalah produk jenang apel

2.11 Kerangka Pemikiran Konseptual

Seiring dengan peningkatan jumlah produksi LBS, serta bermunculan kompetitor-kompetitor dalam bidang yang sama, PT. AR merasa perlu menciptakan keunggulan kompetitif untuk menghadapi persaingan. PT. AR harus mampu memenuhi tuntutan pasar dengan mempertimbangkan kualitas dan efisiensi produksi. Peningkatan efisiensi, salah satunya dapat dilakukan dengan integrasi kegiatan rantai pasok perusahaan, agar tidak terjadi kesulitan dalam proses perencanaan operasional rantai pasok. Konsep manajemen rantai pasok

(Supply Chain Management atau SCM) mampu mengintegrasikan pengelolaan berbagai fungsi manajemen dalam suatu hubungan antar organisasi membentuk satu sistem yang terpadu dan saling mendukung. Kunci bagi SCM yang efektif


(1)

supplierterhadap standar tertentu memenuhi persyaratan sama dengan supplier

pembanding 3

Kesesuaian produk yang dipasok supplier

terhadap standar tertentu memenuhi persyaratan lebih dari supplier pembanding

b. Reliabilitas Produk

1

Supplier belum mampu menjaga reliabilitas produk yang dipasok kepada PT. AR dan kerusakan yang terjadi lebih dari 0% bahkan mencapai 20-50% kerusakan pada bahan baku yang dipasok jauh dibawah supplier

pembanding

2

Supplier mampu menjaga reliabilitas produk yang dipasok kepada PT. AR dan kerusakan yang terjadi 0% sama dengan supplier

pembanding

3

Supplier mampu menjaga reliabilitas produk yang dipasok kepada PT. AR dan kerusakan yang terjadi 0% tetapi lebih baik dari supplier

pembanding

c. Standar dan Jaminan Kualitas

1

Supplier belum mampu dalam memberikan standar dan jaminan kualitas yang baik bahkan dibawah supplier pembanding 2

Supplier mampu dalam memberikan standar dan jaminan kualitas yang baik sama dengan

supplier pembanding 3

Supplier mampu dalam memberikan standar dan jaminan kualitas yang baik lebih dari

supplier pembanding

d. Rasio Ketertolakan Produk

1 Ketertolakan produk akibat reject yang dipasok supplier mencapai lebih dari 20% 2 Ketertolakan produk akibat reject yang

dipasok supplier mencapai 10%-20% 3

Ketertolakan produk akibat reject produk yang dipasok supplier mencapai 1% bahkan 0%

3 Pengiriman

a. Lead time singkat

1 5 HK lebih lama dari supplier pembanding 2 Sama dengan supplier pembanding 3 5 HK lebih cepat dari supplier pembanding b. Ketepatan Waktu

1 Lebih lama dari supplier pembanding 2 Sama dengan supplier pembanding 3 Lebih cepat dari supplier pembanding

c. Kontinuitas 1

Supplier tidak kontinu mengirimkan bahan baku sesuai pesanan dan tidak mematuhi jadwal pengiriman


(2)

No

Kriteria

Skor

Keterangan

2

Supplier kontinu mengirimkan bahan baku sesuai pesanan dan sesuai jadwal pengiriman sama dengan supplier pembanding

3

Supplier kontinu mengirimkan bahan baku sesuai pesanan dan sesuai jadwal pengiriman lebih baik dari supplier pembanding

4 Pelayanan dan Manajemen Organisasi

a. Aksesibilitas

1

Akses supplier untuk mencapai PT. AR memiliki banyak kendala dari pada supplier

pembanding

2 Aksesibilitas supplier untuk mencapai PT. AR sama dengan supplier pembanding 3

Akses supplier untuk mencapai PT. AR tidak memiliki kendala apapun dan lebih dapat diandalkan dari pada supplier pembanding

b. Fleksibilitas

1

Supplier memiliki respon yang lambat terhadap pergantian ketika ada pengembangan/inovasi produk dari satu produk ke produk lain dan tidak dapat diandalkan dari supplier pembanding

2

Supplier memiliki respon yang cepat terhadap pergantian ketika ada pengembangan/inovasi produk dari satu produk ke produk lain dalam waktu singkat sama dengan supplier

pembanding

3

Supplier memiliki respon yang cepat terhadap pergantian ketika ada pengembangan/inovasi produk dari satu produk ke produk lain dalam waktu singkat lebih dapat diandalkan dari

supplier pembanding

c. Status/Kondisi

Financial

1

Kondisi financial supplier terkendala jika terjadi keterlambatan pembayaran dari PT. AR, sehingga mengganggu pasokannya kepada PT. AR

2

Kondisi financial supplier tidak memiliki kendala apapun sama dengan supplier

pembanding

3

Kondisi financial supplier tidak memiliki kendala apapun sehingga jika terjadi keterlambatan pembayaran dari PT. AR,

supplier tidak memiliki kesulitan yang berarti atau tidak mengganggu pasokannya dan lebih dapat diandalkan dari supplier pembanding

d. Kepercayaan 1

Supplier sering mengecewakan pihak PT. AR dalam segala aspek yang berkaitan dengan kualitas maupun pengiriman


(3)

3

Supplier lebih dapat dipercaya dari pada

supplier pembanding dalam segala aspek yang berkaitan dengan kualitas maupun pengiriman karena terbukti tidak sekalipun mengecewakan pihak PT. AR

e. Tingkat Kemudahan Komunikasi

1

Supplier tidak memiliki kemudahan dalam komunikasi yang berkaitan dengan pasokan bahan bakunya kepada PT. AR dan tidak dapat diandalkan dari pada supplier

pembanding

2

Supplier memiliki kemudahan dalam komunikasi yang berkaitan dengan pasokan bahan bakunya kepada PT. AR sama dengan

supplier pembanding

3

Supplier memiliki kemudahan dalam komunikasi yang berkaitan dengan pasokan bahan bakunya kepada PT. AR dan lebih dapat diandalkan dari pada supplier

pembanding

f. Prosedur Komplain dan Responsibilitas

1

Komplain PT. AR terhadap bahan baku yang dipasok supplier tidak dilayani dengan baik dan bentuk responsibilitasnya tidak memuaskan, dibawah dari supplier

pembanding

2

Komplain PT. AR terhadap bahan baku yang dipasok supplier dan bentuk responsibilitasnya sama dengan supplier

pembanding

3

Komplain PT. AR terhadap bahan baku yang dipasok supplier dilayani dengan baik dan bentuk responsibilitasnya sangat memuaskan, lebih dari supplier pembanding

g. Traceability(Kemampu an telusur

1

Kemampuan telusur supplier yang mampu terintegrasi hanya pada tahapan produsen bahan baku

3 Kemampuan telusur supplier yang mampu terintegrasi hingga pada tahapan budidaya

h. Label SNI

1 Supplier memasok produk yang belum memiliki label SNI

3 Supplier memasok produk yang sudah memiliki label SNI

5 Biaya

a. Harga Produk)

1 Diatas 10% lebih mahal dari supplier pembanding

2 Sama dengan harga supplier pembanding 3 Diatas 10% lebih murah dari


(4)

No

Kriteria

Skor

Keterangan

supplierpembanding

b. Kemampuan Memberikan Diskon

1 Supplier tidak mampu memberi diskon 2 Diskon yang diberikan sama dengan supplier

pembanding

3 Supplier mampu memberi diskon diatas 10% dari supplier pembanding

c. Mekanisme

Pembayaran Mudah

1 Cash and carry

2 Tempo pembayaran 7 hari dari barang datang 3 Tempo pembayaran lebih dari 30 hari dari


(5)

PT. AGRINESIA RAYA

Jl. Raya pangeran sogiri RT/RW : 02/04,

Kelurahan Tanah Baru, Bogor Utara

Tel. (0251) 8666-262

Website :

www.lapisbogor.co.id

Supplier Selection Form

No. Form

:

Rev.

:

Tanggal

:

Jenis

Supplier

:

Nama Perusahaan

Supplier

:

Kode

Supplier

:

No

Kriteria

Kode

Kriteria

Bobot

Nilai

Total Nilai

(nilai^bobot)

1

2

3

A

Kelengkapan Dokumen Keamanan

Pangan

1 Sertifikat Halal Q1 2.85

2 Sertifikat GMP Dan HACCP Q2 2.35

3 Sertifikat P-IRT Q3 2.20

B Kualitas

4 Kesesuaian Teknis Q5 2.60

5 Reliabilitas Produk Q6 2.50

6 Standar Dan Jaminan Kualitas Q7 2.90 7 Rasio Ketertolakan Produk Q8 2.35 C Pengiriman

8 Lead Time Singkat Q9 2.35

9 Ketepatan Waktu Q10 2.80

10 Kontinuitas Q11 2.60

D Pelayanan Dan Manajemen Organisasi

11 Aksesibilitas Q12 2.50

12 Fleksibilitas Q13 2.40


(6)

No

Kriteria

Kode

Kriteria

Bobot

Nilai

Total Nilai

(nilai^bobot)

1

2

3

14 Kepercayaan Q15 2.90

15 Tingkat Kemudahan Komunikasi Q16 2.55 16 Prosedur Komplain dan Responsibilitas Q17 2.40

17 Traceability Q21 1.83

18 Label SNI Q22 2.33

E Biaya

19 Harga Produk Q18 2.30

20 Kemampuan Memberikan Diskon Q19 1.80 21 Mekanisme Pembayaran yang Mudah Q20 2.30

TOTAL

- Supplier yang memperoleh nilai paling tinggi adalah supplier yang akan diterima oleh perusahaan.

Diajukan oleh :

Disetujui oleh :