43
peningkatan leukosit harus dihindarkan untuk mencegah terjadinya resistensi bakteri. Penggunaan antibiotik dianjurkan jika ditemukan bakteri pada kultur urin
dan secara klinis ditemukan tanda-tanda pneumonia pada pasien stroke. Hal ini dilakukan karena bakteri pneumonia merupakan salah satu komplikasi yang paling
sering terjadi pada pasien stroke EUSI, 2003. Pada penelitian ini ditemukan 12 kasus pasien stroke yang juga menderita bronkitis kronis berdasarkan hasil foto
thorax.
7. Obat-obat hormonal
Tabel XV. Golongan, kelompok dan jenis obat hormonal yang digunakan dalam pengobatan pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005
No Golongan
Kelompok Jenis obat
Jumlah kasus Prosentase
Glimepirid 1
1,41 Glipizid
2 2,82
Sulfonilurea Glibenklamid
1 1,41
1 Antidiabetik
oral Biguanid
Metformin hidroklorida
2 2,82
Insulin Insulin kerja
singkat 6
8,45
2
Antidiabetik parenteral
Meglitinid Repaglinid
2 2,82
Obat hormonal yang digunakan dalam penelitian ini adalah golongan antidiabetik oral dan parenteral. Insulin kerja singkat yang merupakan golongan
antidiabetik parenteral paling banyak digunakan untuk mencukupi kebutuhan insulin tubuh sesuai dengan kebutuhan. Hal ini karena insulin kerja singkat hanya
memiliki lama kerja 8 jam sehingga setelah 8 jam, kadar insulin akan berkurang dan dapat menyeimbangkan kadar glukosa darah secepatnya. Selain itu, insulin
kerja singkat onsetnya cepat yaitu 0,5 jam dan kadar puncak 1-3 jam Anonim, 2000b.
44
Penggunaan antidiabetik pada pasien stroke karena sebagian besar penderita stroke juga menderita diabetes melitus. Pada diabetes melitus terjadi
hiperglikemia. Hiperglikemi terjadi pada 2-3 hari pertama stroke. Hiperglikemi dapat memperluas area infark karena terbentuknya asam laktat dari penguraian
glukosa secara anaerob sehingga diperlukan pemberian terapi insulin
Junaidi, 2004.
8.
Obat-obat yang mempengaruhi gizi dan darah
Tabel XVI. Golongan, kelompok dan jenis obat yang mempengaruhi gizi dan darah yang digunakan dalam pengobatan stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta
tahun 2005
No Golongan
Kelompok Jenis obat
Jumlah kasus Prosentase
Ion Ca, K, Na, Cl; laktat;
asetat 58
81,69
1
Cairan dan elektrolit
parenteral Pemberian secara
intravena Glukosa;
maltosa 11
15,49
Sitikolina 30
42,25 2
Koenzim dan metabolitrikum
Plasma dan pengganti plasma
Larutan konsentrat 25
1 1,41
3 Mineral
Seng 2
2,82 Vitamin K
3 4,23
Vitamin C 1
1,41 Vitamin B1
1 1,41
4 Vitamin
Kombinasi Vitamin
B6, B1, B12 16
22,54
Obat yang mempengaruhi sistem gizi dan darah yang digunakan meliputi cairan dan elektrolit parenteral, koenzim dan metabolitrikum, mineral dan
vitamin. Pada penanganan pertama pasien stroke perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit untuk menghindari terjadinya dehidrasi yang akan
meningkatkan viskositas darah. Dengan penambahan cairan isotonik fungsi jantung dan perfusi otak akan meningkat sehingga cerebral blood flow ke otak
akan meningkat. Penggunaan cairan hipotonik tidak dianjurkan karena dapat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
meningkatkan resiko udem di otak. Pada penelitian ini terdapat 1 kasus pasien mendapat NaCl 0,45 kasus 28 yang merupakan cairan hipotonik.
Penggunaan sitikolin dalam penelitian ini menempati urutan kedua terbanyak dalam kelas terapi obat yang mempengaruhi sistem gizi dan darah
sebesar 42,25. Sitikolina ini juga sering disebut sebagai cerebral activator karena mempunyai efek neuroprotektif ganda pada cassade iskemik dengan cara
stabilisasi membran neuronal dan menghambat pembentukan radikal bebas. Penggunaan vitamin pada pasien stroke berhubungan dengan kadar
homosistein dalam darah. Homosistein merupakan salah satu faktor risiko stroke yang apabila kadarnya didalam darah tinggi maka risiko stroke akan meningkat.
Kadar homosistein yang tinggi akan bersifat aterogenik dan protrombus. Kadar homosistein dalam darah ditentukan oleh asam amino esensial metionin yang
dihasilkan oleh faktor genetik dan konsumsi vitamin B
6
, B
12
dan asam folat. Dengan konsumsi vitamin dan asam folat tersebut akan mengurangi kadar
homosistein dalam darah. Tetapi, pengaruh senyawa ini masih diteliti. 9.
Obat-obat untuk penyakit otot skelet dan sendi
Tabel XVII. Golongan, kelompok dan jenis obat untuk penyakit skelet dan sendi yang digunakan dalam pengobatan pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR
Yogyakarta tahun 2005
No Golongan
Kelompok Jenis obat
Jumlah kasus
Prosentase
Na-diklofenak 1
1,41 Ketoprofen
1 1,41
Antiinflamasi non steroid
Meloksikam 1
1,41 1
Obat untuk penyakit
rematik dan gout
Antigout Alopurinol
11 15,49
2 Obat yang
digunakan dalam
gangguan neuromuskular
Pelemas otot Eperison HCl
1 1
46
Obat otot skelet dan sendi digunakan karena sebagian pasien mengeluh nyeri otot, pegal-pegal pada extremitas maupun badan. Pemberian obat ini untuk
mengatasi keluhan tersebut. Selain itu, untuk mengatasi salah satu faktor risiko stroke. Obat otot skelet dan sendi yang paling banyak digunakan adalah jenis
alopurinol sebesar 15,49. Alopurinol bekerja dengan menghambat xantin oksidase, enzim yang mengubah hipoxantin menjadi xantin yang selanjutnya
menjadi asam urat. Asam urat merupakan hasil metabolisme purin yang dapat menyebabkan terbentuknya plak aterosklerosis dan mungkin akan menyebabkan
pembentukan trombus. Sehingga penggunaan alopurinol dapat mengurangi
terbentuknya trombus yang merupakan penyebab stroke iskemik. 10.
Obat lain-lain antidotum parasetamol, vaksin tetanus
Tabel XVIII. Kelompok, golongan dan jenis obat lain-lain yang digunakan dalam pengobatan pasien stroke di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta tahun 2005
No Golongan
Kelompok Jenis obat
Jumlah kasus
Prosentase
1 Antidotum
analgesik non opioid
Antidotum parasetamol
Metionin 1
1,41
2 Vaksin
Vaksin tetanus Anti tetanus
serum ATS 1
1,41
Obat lain-lain yang digunakan adalah metionin dan ATS sebesar 2,82 . Metionin digunakan sebagai antidotum parasetamol untuk kasus stroke yang juga
disertai keracunan parasetamol kasus 58 yang ditandai dengan peningkatan SGPT dan SGOT pasien. Anti tetanus serum digunakan untuk mengatasi tetanus
yang dialami oleh pasien. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
D. Evaluasi Drugs Related Problems DRPs