hubungan yang rendah antara lama menjalani profesi guru dengan persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Persepsi Guru Terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ditinjau
dari Tingkat Pendidikan Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi
α = 0,05 dan dk = 4-12-1 = 3, tampak bahwa nilai
tabel
= 7,814
hitung
= 8,601, artinya terdapat perbedaan persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari tingkat pendidikan guru.
Sedangkan hasil pengujian koefisien kontingensi menunjukkan bahwa terdapat derajat hubungan yang sedang antara tingkat pendidikan guru
dengan persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan membandingkan nilai C = 0,1860 dan C
maks.
= 0,4330 yang diperoleh hasil sebesar 0,4296.
2
χ
2
χ
Deskripsi data penelitian tentang tingkat pendidikan guru menunjukkan bahwa terdapat 32 guru dengan latar belakang pendidikan
D1, 65 guru dengan latar belakang pendidikan D2, 26 guru dengan latar belakang pendidikan D3, 113 guru dengan latar belakang pendidikan S1,
dan 4 orang guru dengan latar belakang pendidikan S2. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden berlatar belakang
pendidikan S1. Sedangkan deskripsi data tentang persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan diperoleh data bahwa 32 guru
memiliki persepsi sangat positif, 154 guru memiliki persepsi positif, 42 guru memiliki persepsi cukup positif, 11 guru memiliki persepsi negatif,
dan 1 guru memiliki persepsi sangat negatif. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi positif terhadap
kurikulum tingkat satuan pendidikan. Hasil deskripsi data menunjukkan bahwa sebagian besar guru yang
menjadi pengajar di Yayasan Kanisius memiliki latar belakang tingkat pendidikan S1. Hal ini berarti guru atau pengajar di Yayasan Kanisius
memiliki latar belakang yang cukup memadai untuk menjadi seorang pengajar. Untuk menjadi seorang pengajar, maka seseorang harus
menempuh suatu pendidikan khusus yaitu dengan menempuh pendidikan di sekolah keguruan. Tingkat pendidikan yang bisa dicapai adalah
Diploma 1 D1, Diploma 2 D2, Diploma 3 D3, Program Sarjana S1, Pasca Sarjana S2 ataupun Doktor S3.
Dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah yang menginginkan seorang guru dengan pendidikan minimal harus S1 melalui kebijakan
sertifikasi guru dan dosen akan mendorong calon pengajar dan juga pengajar yang belum berpendidikan untuk menempuh pendidikan yang
lebih tinggi S1 atau D4. Diharapkan bagi guru yang lulusan S1 atau D4 mempu menjadi guru yang baik. Menurut Paul Suparno 2002:100
mengartikan bahwa seorang guru yang baik adalah seorang guru yang otonom. Guru otonom adalah pemikir dan perancang bahan pengajaran
yang kritis dan analitis, serta memiliki daya kreativitas tinggi dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berperilaku inovatif. Tingkat pendidikan bagi guru agar bisa menjadi guru yang otonom adalah minimal berpendidikan S1 untuk guru SD dan SMP,
serta S2 untuk guru SMA. Sedangkan hasil deskripsi tentang persepsi guru terhadap
kurikulum tingkat satuan pendidikan secara garis besar adalah positif. Hal ini ditunjukkan dengan adanya dukungan guru terhadap penyusunan tujuan
pendidikan yang mencakup kematangan peserta didik, kecerdasan, keterampilan untuk mandiri dan membekali peserta didik untuk
melanjutkan ke perguruan tinggi. Rencana jangka pendek dan jangka panjang sekolah, serta struktur dan muatan KTSP dikembangkan sesuai
dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, latar sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik dan memperoleh
dukungan yang positif dari sebagian besar guru. Serta pengemasan proses pembelajaran yang aktual dan kontekstual, konsisten, berkelanjutan,
efektif, efisien, fleksibel, dan rencana pembelajaran yang terkoordinasi secara menyeluruh.
Tingginya tingkat pendidikan seorang guru erat kaitannya dengan kemampuan dan kompetensi mengajar yang dimiliki oleh guru tersebut.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang guru, maka akan memiliki kompetensi mengajar yang baik, mampu menerapkan teknologi dan seni
dalam proses pembelajaran, dan mampu menerima perubahan-perubahan dan penyesuaian, berpusat pada pengembangan kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik dan lingkungan. Achmad Sanusi dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
www.pikiran-rakyat.com mengungkapkan bahwa kompetensi seorang guru sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan. Kompetensi tersebut akan
diimplementasikan pada banyak aspek keguruannya. Seorang guru yang memiliki latar belakang tingkat pendidikan yang berbeda pasti akan
memiliki pandangan yang berbeda pula. Misalnya guru yang memiliki latar belakang pendidikan S1 tentu memiliki pandangan dan sikap yang
lebih baik dari pada guru yang latar belakang pendidikannya lebih rendah atau dari D3, D2, maupun D1.
2. Persepsi Guru Terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ditinjau
dari Status Kepegawaian Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi
α = 0,05 dan dk = 2-14-1 = 2, tampak bahwa nilai
tabel
= 7,814
hitung
= 8,831, artinya terdapat perbedaan persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari status kepegawaian guru.
Sedangkan hasil pengujian koefisien kontingensi menunjukkan bahwa terdapat derajat hubungan yang sedang antara status kepegawaian guru
dengan persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan membandingkan nilai C = 0,1951 dan C
maks.
= 0,4330 yang diperoleh hasil 0,4506.
2
χ
2
χ
Deskripsi data penelitian tentang status kepegawaian guru menunjukkan bahwa terdapat 89 guru dengan status guru tetap yayasan, 69
guru dengan status guru negeri yang diperbantukan, 57 guru dengan status guru tidak tetap, dan 25 orang guru dengan status guru honorer. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki status kepegawaian sebagai guru tetap yayasan. Sedangkan deskripsi data tentang
persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan diperoleh data bahwa 32 guru memiliki persepsi sangat positif, 154 guru memiliki
persepsi positif, 11 guru memiliki persepsi cukup positif, 11 guru memiliki persepsi negatif, dan 1 guru memiliki persepsi sangat negatif. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi positif terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Hasil deskripsi data menunjukkan bahwa sebagian besar guru memiliki status kepegawaian sebagai guru tidak tetap yayasan yang
bekerja dan digaji oleh Yayasan. Guru dengan status sebagai guru tetap yayasan akan memiliki semangat dan rasa tanggung jawab yang lebih baik
jika dibandingkan dengan guru dengan status kepegawaian non GTY. Guru tetap yayasan akan memiliki rasa memiliki pada instansi yang telah
memayunginya serta karena kelangsungan hidup yayasan juga tergantung dari kinerjanya. Berbeda dengan guru negeri PNS yang kesejahteraan
dan statusnya telah dijamin oleh negara ataupun dengan guru tidak tetap yang statusnya masih belum pasti maupun dengan guru honorer yang
hanya digaji untuk bekerja. Sedangkan hasil deskripsi tentang persepsi guru terhadap
kurikulum tingkat satuan pendidikan secara garis besar adalah positif. Hal ini ditunjukkan dengan adanya dukungan guru terhadap penyusunan tujuan
pendidikan yang mencakup kematangan peserta didik, kecerdasan, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keterampilan untuk mandiri dan membekali peserta didik untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Rencana jangka pendek dan jangka
panjang sekolah, serta struktur dan muatan KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, latar
sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik memperoleh dukungan yang positif dari sebagian besar guru. Serta pengemasan proses
pembelajaran yang aktual dan kontekstual, konsisten, berkelanjutan, efektif, efisien, fleksibel, dan rencana pembelajaran yang terkoordinasi
secara menyeluruh. Ditinjau dari status kepegawaian guru yang berbeda-beda tersebut,
maka terlihat bahwa persepsi mereka mengenai kurikulum tingkat satuan pendidikan juga berbeda. Guru tetap yayasan memiliki loyalitas terhadap
yayasan yang menaunginya sehingga persepsinya lebih positif bila dibandingkan dengan guru negeri yang diperbantukan, guru tidak tetap,
maupun guru honorer. Guru negeri juga memiliki persepsi positif karena tanggung jawab mereka adalah kepada negara yang telah memperbantukan
mereka ke sekolah swasta. Guru tidak tetap dan guru honorer juga memiliki persepsi positif walaupun persepsi mereka tidak sepositif guru
tetap yayasan ataupun guru negeri yang diperbantukan. Hal ini dikarenakan status mereka yang lebih mengarah kepada bekerja hanya
untuk digaji. Akan tetapi, perbedaan tersebut tetap menunjukkan etos kerja para guru yang baik sebagai pendidik mengingat persepsi yang muncul
adalah sangat positif, positif, dan cukup positif. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Persepsi Guru Terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ditinjau
dari Lama Menjalani Profesi Guru Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi
α = 0,05 dan dk =2-13-1 = 2, tampak bahwa nilai
tabel
= 5,991
hitung
= 7,626, yang artinya terdapat perbedaan persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari lama menjalani profesi
guru. Sedangkan hasil pengujian koefisien kontingensi menunjukkan bahwa terdapat derajat hubungan antara status kepegawaian guru dengan
persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan membandingkan nilai C = 0,1755 dan C
maks.
= 0,4714 yang diperoleh 0,3723.
2
χ
2
χ
Deskripsi data penelitian tentang lama menjalani profesi guru menunjukkan bahwa terdapat 11 guru yang menjalani profesi guru kurang
dari 1 tahun, 78 guru yang telah menjalani profesi guru antara 1 sampai 5 tahun, 19 guru yang telah menjalani profesi guru antara 6 sampai 15 tahun,
16 guru yang telah menjalani profesi guru antara 11 sampai 15 tahun, dan 116 orang guru yang telah menjalani profesi guru lebih dari 15 tahun.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengalaman menjadi guru lebih dari 15 tahun. Sedangkan deskripsi data
tentang persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan diperoleh data bahwa 32 guru memiliki persepsi sangat positif, 154 guru
memiliki persepsi positif, 42 guru memiliki persepsi cukup positif, 11 guru memiliki persepsi negatif, dan 1 guru memiliki persepsi sangat negatif.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi positif terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Dalam variabel penelitian ini, semua responden memiliki persepsi yang positif terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan, hanya saja
dengan kekuatan yang berbeda-beda. Lama seorang guru menjalani profesinya berpengaruh pada perbedaan persepsinya terhadap kurikulum
tingkat satuan pendidikan. Seorang guru yang baru saja menjalani profesi guru memiliki bekal pendidikan dan pengetahuan yang relatif lebih baru
bila dibandingkan dengan seorang guru yang telah 20 tahun mengajar. Hal tersebut akan berdampak pada adaptasi dan penerimaan akan suatu
kebijakan baru, dalam hal ini kurikulum tingkat satuan pendidikan. Guru yang telah lama menjalani profesi guru akan lebih mudah mengadaptasi
pergantian kurikulum, mengingat setiap kurikulum baru adalah penyempurnaan dari kurikulum-kurikulum sebelumnya yang telah mereka
terapkan. Semakin lama seorang guru menjalani profesinya, semakin banyak pula pengalaman dalam mengajar, mendalami kurikulum, maupun
menerapkan kurikulum. Perubahan kurikulum dari kurikulum yang lama ke kurikulum yang baru hanya merupakan tambahan kekurangan yang
dimiliki oleh kurikulum yang lama sehingga guru yang memiliki pengalaman yang lama dalam mengajar akan lebih mudah dalam
beradaptasi dengan kurikulum yang baru tersebut. Dari situ dapat kita lihat bahwa kemampuan memahami dan beradaptasi dengan kurikulum dan
mengaplikasikan dalam pelajaran akan terbentuk sejalan dengan lamanya seorang guru menekuni profesinya.
Sedangkan hasil deskripsi tentang persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan secara garis besar adalah positif. Hal
ini ditunjukkan dengan adanya dukungan guru terhadap tujuan pendidikan yang mencakup kematangan peserta didik, kecerdasan, keterampilan untuk
mandiri dan membekali peserta didik untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Rencana jangka pendek dan jangka panjang sekolah, serta struktur
dan muatan KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, latar sosial budaya
masyarakat setempat dan peserta didik memperoleh dukungan yang positif dari sebagian besar guru. Serta pengemasan proses pembelajaran yang
aktual dan kontekstual, konsisten, berkelanjutan, efektif, efisien, fleksibel, dan rencana pembelajaran yang terkoordinasi secara menyeluruh juga
memperoleh dukungan yang positif dari sebagian besar guru. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB VI PENUTUP