BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perubahan teknologi yang pesat menuntut peningkatan kualitas sumber daya manusia SDM. Peningkatan kualitas SDM dapat ditempuh melalui dua
jalur yaitu pendidikan formal dan pendidikan non formal. Sekolah merupakan bentuk pendidikan formal yang dapat menjadi salah satu sarana untuk
mempersiapkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar adaptif terhadap perubahan lingkungan yang ada. Pihak sekolah karenanya
menjalankan seperangkat kurikulum yang ditetapkan pemerintah untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Pihak pemerintah mulai melakukan perubahan atas kurikulum 2004 atau dikenal dengan sebutan kurikulum berbasis kompetensi KBK yang
sudah diujicobakan. Sayang dalam praktik ditemukan banyak kelemahan pelaksanaan KBK dan kelemahan-kelemahan tersebut bukannya dibenahi,
tetapi kurikulum langsung diganti dengan yang baru. Tampaknya memang setiap ada menteri baru dalam departemen pendidikan, perlu ada perubahan
kurikulum dan kebijakan. Maka tidak heran jika sering ada selentingan bahwa pendidikan kita tidak pernah stabil karena dalam waktu cepat sudah berganti
policy dan kurikulum yang belum sampai tuntas diujicobakan. Energi pendidikan karenanya lebih banyak akan tercurah kepada pergantian terus
1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menerus dan tidak digunakan untuk mengerti dan mendalami secara tuntas
suatu permasalahan.
Guru adalah pelaksana suatu kurikulum, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa apabila guru tidak siap maka kurikulum sebaik apapun
yang direncanakan dan dipikirkan para ahli dan birokrat di Jakarta dalam praktik tidak akan jalan. Akhirnya guru akan tetap saja melakukan tugas
seperti biasanya. Dengan demikian penetapan kurikulum baru hanya akan membuang banyak dana tanpa hasil yang sepadan karena para guru tidak
dapat melaksanakannya. Guru umumnya menyadari bahwa tidak ada satu kurikulum yang sungguh dapat memajukan proses belajar-mengajar di
sekolah. Hampir semua kurikulum apapun landasannya mengandung kesamaan, yaitu bahwa kurikulum dimaksudkan untuk membantu siswa
belajar dan akhirnya menguasai apa yang dipelajari.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Permendiknas Nomor 222006 tentang standar isi pendidikan dan Permendiknas Nomor
232006 tentang standar kompetensi kelulusan, maka pemerintah menetapkan kurikulum baru yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan KTSP atau
kurikulum 2006. Setiap satuan pendidikan dasar dan menengah diberikan peluang untuk mengembangkan dan menetapkan KTSP Kompas, Selasa, 21
November 2006. KTSP adalah kurikulum yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Dalam KTSP terdiri dari tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus Sarkim, 2006:1.
Kurikulum baru ini tetap tidak akan bisa memberi kebebasan guru untuk berimprovisasi mengembangkan model pembelajaran. Hal ini terjadi karena
masih adanya sistem evaluasi nasional yaitu ujian nasional UN. Pendeknya,
“guru seolah-olah diberi kebebasan tetapi awas hati-hati ada UN”.
Guru diberi kesempatan yang luas untuk mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki sekolah yang bersangkutan dalam penyusunan kurikulum akan
mendapat banyak kendala diantaranya tingkat pendidikan guru yang berbeda- beda. Pendidikan guru yang berbeda berdampak pada tingkat pengetahuan
yang dimiliki oleh setiap guru juga berbeda-beda. Pengembangan atau kreatifitas penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan setiap guru pun
sangat mungkin berbeda. Karenanya pada guru yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi diduga akan lebih positif dibandingkan dengan guru
yang tingkat pendidikan lebih rendah.
Status kepegawaian guru dalam sekolah juga berdampak pada pandangan guru yang berbeda. Misalnya guru yang bekerja di sekolah swasta
dan menjadi guru tetap maka akan memiliki persepsi yang berbeda dalam menyikapi KTSP dibandingkan dengan guru honorer. Guru tetap yayasan akan
lebih proaktif dalam menyikapi kurikulum yang baru tersebut karena guru tetap yayasan merasa bahwa yayasan yang mereka naungi merupakan bagian
yang dimilikinya dan berusaha untuk mengembangkan sekolah yang telah memayungi kehidupan keluarga mereka selama ini. Sedangkan guru honorer
akan memiliki persepsi kurang positif terhadap kurikulum KTSP karena guru honorer disitu hanya dibayar untuk bekerja dan sewaktu-waktu dapat pindah
atau dimutasi ke sekolah lainnya. Bagi guru pegawai negeri PNS yang diperbantukan di sekolah swasta diduga akan kurang optimal dalam menyusun
dan melaksanakan KTSP mengingat status mereka yang telah menjadi PNS
yang pada dasarnya dibayar oleh negara.
Lama guru dalam menjalani profesinya sebagai guru diduga kuat akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap KTSP. Bagi guru yang memiliki
banyak pengalaman karena sudah bertahun-tahun menjadi guru akan dapat menyusun kurikulum lebih mudah. Guru yang sudah puluhan tahun mengajar
diduga akan positif persepsinya terhadap KTSP dan mereka akan lebih mudah menerima perubahan kurikulum dan mengikuti kurikulum yang baru
dibandingkan dengan guru yang baru lima tahun berprofesi menjadi guru.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul “Persepsi Guru Terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ditinjau dari Tingkat Pendidikan, Status
Kepegawaian dan Lama Menjalani Profesi Guru” . Penelitian ini
merupakan studi kasus pada sekolah-sekolah yang berada dalam naungan
Yayasan Kanisius Yogyakarta.
B. Batasan Masalah