maupun guru honorer adalah guru yang masih harus memperjuangkan statusnya.
Status kepegawaian mendorong seorang guru untuk mempertahankan pekerjaannya. Seorang guru honorer atau guru tidak tetap yang dalam kurun
waktu tertentu tidak kunjung diangkat akan memunculkan dorongan bagi mereka untuk berpindah profesi. Berbeda halnya dengan guru yang telah lama
menjadi guru tetap atau guru negeri. Lama menjalani profesi keguruan juga akan menyebabkan mereka memiliki kualitas yang berbeda dalam segala hal.
Sebagai contoh, guru tidak tetap akan bekerja sebaik mungkin agar dia dipertimbangkan untuk dapat diangkat menjadi guru tetap. Guru yang telah 5
tahun mengajar tentu akan memiliki cara mengajar yang berbeda dibandingkan dengan guru yang baru 2 tahun mengajar atau bahkan guru yang
telah 30 tahun mengajar. Tetapi lama seorang guru dalam menjalani profesi keguruan tidak seutuhnya menjamin bahwa guru yang lebih lama mengajar
akan memiliki kualitas yang lebih baik. Mungkin guru tersebut lebih unggul pada pengalaman dibanding dengan guru-guru baru. Tetapi guru yang baru
mungkin memiliki memiliki kemampuan yang juga lebih baik, misalnya kemampuan dalam memanfaatkan komputer dan penggunaan teknologi dalam
pengajarannya.
G. Kerangka Berpikir
1. Persepsi Guru Terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ditinjau dari Tingkat Pendidikan.
Dalam menyikapi pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pandangan guru akan diduga dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikannya. Pandangan guru diduga akan berbeda pada latar belakang pendidikan formal guru yang berbeda. Secara umum, pendidikan formal
dibagi dalam berbagai jenjang yaitu SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Untuk dapat menjalani profesi sebagai seorang pengajar, maka
pendidikan formal minimal yang harus dimiliki adalah D2. Untuk guru SMP tidak menutup kemungkinan masih adanya guru dengan latar
pendidikan SPG walaupun sekarang memang oleh pemerintah guru-guru dengan latar pendidikan SPG diberikan kesempatan untuk melanjutkan ke
Perguruan Tinggi. Latar belakang pendidikan erat kaitannya dengan wawasan dan
pengetahuan yang dimiliki oleh seorang guru. Wawasan dan pengetahuan memiliki hubungan dengan kreatifitas seorang guru dalam memilih dan
mengemas proses pembelajarannya. Paul Suparno 2002:100 menuliskan bahwa untuk menjadi seorang guru yang baik, maka seorang guru haruslah
berubah menjadi guru otonom. Guru otonom adalah pemikir dan perancang bahan pelajaran yang kritis dan analitis, serta memiliki daya
kreativitas tinggi dan berperilaku inovatif. Tingkat pendidikan bagi guru agar bisa menjadi guru yang otonom adalah minimal berpendidikan S1
untuk guru SD dan SMP, serta S2 untuk guru SMU. Seorang guru dengan latar pendidikan S1 akan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang
lebih jika dibandingkan dengan guru yang berlatar pendidikan D2. Dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memandang KTSP, guru dengan latar belakang S1 akan memiliki kemampuan beradaptasi yang lebih baik mengingat pengetahuan yang
dimilikinya lebih daripada guru dengan latar belakang pendidikan yang lebih rendah. Tingkat pendidikan guru diduga kuat mempengaruhi cara
pandang dan sikap guru terhadap suatu konsep atau ide baru. Berdasarkan uraian di atas, diturunkan hipotesis penelitian sebagai
berikut : Ha
1
: Ada perbedaan persepsi guru terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ditinjau dari tingkat pendidikan.
2. Persepsi Guru Terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ditinjau dari Status Kepegawaian.
Status kepegawaian merupakan sebuah pengakuan atas keberadaan seseorang dalam suatu ruang lingkup pekerjaan pada sebuah instansi.
Status kepegawaian menempatkan seorang pekerja pada suatu posisi yang membedakan hak dan kewajiban antar status yang berbeda. Status
kepegawaian bagi seorang guru merupakan suatu keadaan yang melabeli mereka untuk profesionalitas kerja para guru tersebut.
Status kepegawaian berpengaruh terhadap kinerja seseorang. Status kepegawaian seseorang akan sangat berpengaruh terhadap etos dan
mentalitas kerja Djohar, 2006:118. Guru honorer akan memiliki totalitas yang berbeda dalam menghadapi pekerjaannya dibandingkan dengan guru
tidak tetap yayasan. Hal ini muncul karena setiap guru memiliki orientasi yang berbeda akan pekerjaannya jika ditinjau dari status kepegawaiannya.
Guru tetap yayasan akan memiliki mental dan etos kerja yang lebih baik karena Guru tetap yayasan biasanya memiliki sense of belonging yang
tinggi pada yayasan yang menaunginya. Guru tetap yayasan diduga akan memiliki pandangan yang lebih baik mengenai KTSP mengingat para guru
tetap yayasan memiliki ikatan batin dan tanggung jawab yang kuat terhadap yayasan. Sedangkan guru negeri memiliki kecenderungan lebih
kaku mengingat status para guru tersebut sudah jelas. Guru negeri bekerja berdasarkan ikatan kerja dengan dasar hukum yang jelas berkaitan dengan
status kepegawaian mereka, sehingga dengan kejelasan status tersebut guru negeri diduga memiliki persepsi yang kurang positif terhadap KTSP.
Guru tidak tetap dan guru honorer diduga akan memiliki persepsi yang lebih rendah mengingat status mereka yang bekerja pada yayasan semata-
mata hanya untuk mendapatkan penghasilan. Para guru tersebut hanya dibayar untuk bekerja, tanpa mendapat kepastian jaminan masa depan
mereka di yayasan tempat mereka bekerja. Guru dengan status kepegawaian yang berbeda akan memiliki paradigma tersendiri akan
sesuatu yang menyangkut profesinya. Berdasarkan uraian di atas, diturunkan hipotesis penelitian sebagai
berikut : Ha
2
: Ada perbedaan persepsi guru terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ditinjau dari status kepegawaian.
3. Persepsi Guru Terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ditinjau dari Lama Menjalani Profesi Guru.
Profesionalitas seorang pekerja dipengaruhi pula oleh lama pekerja tersebut menjalani profesinya. Semakin lama seseorang menggeluti
pekerjaannya maka semakin terasah pula kemampuannya. Seorang guru yang telah puluhan tahun mengajar akan memiliki kualitas mengajar yang
berbeda dengan seorang guru yang baru satu tahun mengajar. Guru yang telah lama menjalani profesi guru akan memiliki pengalaman mengajar,
kemampuan mengelola kelas, maupun mengevaluasi kelas dengan lebih baik dibanding dengan guru baru. Akan tetapi, mungkin guru yang baru
tersebut memiliki kemampuan lain yang tidak dimiliki oleh guru yang telah puluhan tahun mengajar, misalnya saja kemampuan mengoperasikan
komputer, pemanfaatan internet, metode pengajaran baru, dan sebagainya. Inti dari semua itu adalah bahwa suatu pengalaman mengajar
ataupun pengetahuan baru dari seseorang yang belum begitu berpengalaman mengajar, akan menyebabkan perbedaan pandangan
ataupun persepsi akan suatu permasalahan. Perbedaan itu disebabkan oleh adanya pola berpikir yang berbeda yang disebabkan oleh pembentukan
karakter atas diri guru selama menjalani profesinya. Paul Suparno 2002:42 menguraikan bahwa lama seorang guru menjalani profesinya
akan mempengaruhi cara pandang. Seorang guru yang sudah dua puluh tahun mengajar akan memandang KTSP sebagai sebuah kurikulum yang
merepotkan mengingat beratnya tugas seorang guru dalam peran sertanya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menyusun kurikulum, berbeda dengan kurikulum yang biasanya digunakannya. Akan tetapi dengan pengalaman yang dimilikinya, hal
tersebut akan dapat disesuaikan dengan mudah. Seorang guru yang baru satu tahun mengajar dan merupakan produk baru dari dunia kependidikan
akan memandang KTSP sebagai sebuah kurikulum yang tepat diaplikasikan mengingat dengan KTSP seorang guru dapat menyusun
kurikulum yang sesuai dengan konstruksi pengetahuan yang akan diberikan kepada peserta didik. Akan tetapi dengan terbatasnya
pengalaman yang dimiliki, guru baru diduga akan berpersepsi kurang positif mengingat perubahan kurikulum yang terjadi kurang dapat
diadaptasi dengan cepat. Berdasarkan uraian di atas, diturunkan hipotesis penelitian sebagai
berikut: Ha
3
: Ada perbedaan persepsi guru terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ditinjau dari lama menjalani profesi guru.
BAB III METODE PENELITIAN