Pengertian Implementasi Hukum dan Peradilan di Indonesia.
40 bangsa Indonesia pun menghendaki adanya tatanan masyarakat yang
tertib, tenteram, damai dan seimbang, sehingga setiap konflik, sengketa atau pelanggaran diharapkan untuk dipecahkan atau diselesaikan, hukum
harus ditegakkan, setiap pelanggaran hukum harus secara konsisten ditindak, dikenai sanksi. Kalau setiap pelanggaran hukum ditindak secara
konsisten maka akan timbul rasa aman dan damai, karena ada jaminan kepastian hukum. Untuk itu diperlukan peradilan, yaitu pelaksanaan hukum
dalam hal konkrit adanya tuntutan hak, fungsi mana dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari
pengaruh apa atau siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan bertujuan mencegah eigenrichting Sudikno
Mertokusumo 1973. Kata “carut-marut” sering dipakai untuk menggambarkan suasana
kacau-balau bak benang kusut. Berbagai fakta yang terjadi dalam sistem hukum dan peradilan kita sungguh sangat bertolak belakang dengan
pernyataan para elit dan para hamba hukum yang sering dengan lantang mengatakan “negara kita adalah negara hukum” atau “demi hukum”.
Setelah disuguhi berita dan tayangan kasus Prita yang gara-gara curhatan
hati dalam emailnya atau kasus Ibu Minah yang gara-gara hanya memetik tiga butir buah kakao dipidana kurungan 45 hari dan terakhir ini kasus yang
sangat menghebohkan dunia hukum yaitu tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi dalam kasus suap pemilu kepala daerah.
Kejadian demi kejadian dalam sistem hukum dan peradilan kita makin mempertontonkan bahwa betapa inkonsistensinya penegakan hukum.
Semakin pula menyuguhkan fakta bahwa yang memiliki uang dan kekuasaanlah mendapat tempat istimewa dalam sistem hukum dan
peradilan kita. Uang telah mengendalikan segalanya. Konsep apapun yang dianut tentang pengertian keadilan tetapi secara manusiawi tidak dapat
disangkal bahwa masalah hakiki yang terjadi dari semua gambaran di atas adalah ketidakadilan.Anton Raihanhart, 1985: 1
Pelaksanaan hukum di Indonesia sering dilihat dalam kacamata yang berbeda oleh masyarakat. Hukum sebagai dewa penolong bagi
mereka yang diuntungkan, dan hukum sebagai hantu bagi mereka yang dirugikan. Hukum yang seharusnya bersifat netral bagi setiap pencari
41 keadilan atau bagi setiap pihak yang sedang mengalami konflik, seringkali
bersifat diskriminatif, memihak kepada yang kuat dan berkuasa.