Implementasi nilai Pancasila dalam Bidang Politik dan Pemeritahan.
16 ideologi nasional. Dalam sejarah ketatanegaraan, Pancasila yang
seharusnya dijadikan dasar untuk menyelenggarakan pemerintahan dan dilaksanakan secara murni dan konsekuen, ternyata tidak dilaksanakan.
Hal ini dapat kita lihat dari sejarah ketatanegaraan Indonesia yaitu: pada kurun waktu 1945 sampai 1959.
Situasi politik ini berakhir dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno. Harapannya dekrit tersebut dapat digunakan
sebagai pisau analisa yang tajam untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia dengan mempertahankan Pancasila
sebagai dasar Negara. Akan tetapi kenyataanya tidak demikian, Pancasila tetap jadi dasar negara, tetapi demokrasi yang dikembangkan bukan
Demokrasi Pancasila, tetapi “Demokrasi Terpimpin” Pada masa ini peranan Presiden Soekarno sangat mendominasi dalam pemerintahan.
Pemeritahan Presiden Soekarno ini berakhir diawali dengan Pembrotakan G 30 S PKI, dilanjutkan dengan demonstrasi mahasiswa dan
dikeluarkannya SP 11 Maret 1966, oleh Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto. Sejak peristiwa ini, yang memegang kendali
pemerintahan adalah Suharto dan TNI utamanya AD sebagai pendukungnya. Pemerintah
an masa ini dikenal degan “Orde Baru”. suatu tatanan pemerintahan yang bertekad menjalakan Pancasila secara murni
dan konsekuen. Mulai tahun 1966 sampai tahun 1985 melalui Program Pembangunan Lima Tahun Pelita terjadinya peningkatan di segala
bidang kehidupan bagi bangsa Indonesia.. Tetapi mulai pelaksanaan repelita ketujuh pada tahun 1998, pada
PJPT ke-2, sebagai pelaksanaan pembangunan tinggal landas, yang sebetulnya belum waktunya dipaksakan bangsa Indonesia menghadapi
bencana krisis yang hebat, sistem ekonomi terpuruk, pemegang ekonomi kita berada di tangan konglomerat dan pengusaha, bukan
ekonomi kerakyatan, sehingga kita tidak memiliki pondasi ekonomi yang kuat, akibatnya jika ada perubahan perekonomian di dunia internasional,
akan berdampak pada kehancuran inflasi ekonomi Indonesia yang berdampak pada goyangnya sosial politik dan stabilitas pertahanan
keamanan.
17 Keterpurukan ekonomi ini juga diakibatkan oleh kebrobrokan moral
dan hilangnya rasa kepedulian penguasa dan para pelaku elit politik terhadap jeritan rakyat kecil. Para penguasa dan elit politik, pikiran, sikap,
dan perilakunya hanya mementingkan dirinya sendiri, atau demi kepentingan golongannya, bukan pada kepentingan nasional national
interest. Hal ini menambah kemarahan rakyat akibat terjadi jurang pemisah yang tajam antara ekonomi penguasa dan pengusaha yang kaya
raya dengan ekonomi rakyat kecil yang miskin dan semakin meningkat penderitaanya.
Pancasila sebagai dasar negara seharusnya digunakan sebagai pedoman
bersikap, berperilaku
dan moral
perpolitikan dan
penyelenggaraan pemerintahan, ternyata hanya digunakan sebagai slogan dan alat legimitasi politik. Karena kehancuran ekonomi semakin meningkat
dan penderitaan rakyat semakin berat, korupsi tetap merajalela, demokrasi macet, maka pada puncakya timbullah berbagai gerakan, demonstrasi
masyarakat yang disponsori oleh mahasiwa, cendekiawan, para tokoh masyarakat sebagai “gerakan moral politik” yang menuntut adanya
“Reformasi” di segala bidang, utamanya dalam politik, ekonomi, hukum, kebebasan hak asasi, struktur birokrasi dan sistem pemerintahan.
Salah satu hasil reformasi yang sukses dan diakui oleh dunia luar adalah pelaksanaan pemilu secara demokratis, utamanya pemilihan
presiden secara langsung yang berjalan secara damai. Hal ini membuktikan bahwa “Pancasila terbuka untuk menerima reformasi
”khususnya dalam bidang politik dan pemerintahan” serta dijadikan koridor pemerintahan yaitu ukuran menyimpang tidaknya pemerintahan dari cita-
cita bangsa seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila sendiri. Atas dasar uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi, artinya: “Pancasila dipakai sebagai kerangka berfikir yang mendasari dan memberi spirit untuk
mengadakan reformasi.
18