2 Citra Sosial Tokoh Wiana
241. “Tapi pulangnya jangan sampai malam-malam banget loh, ya” Ibu
sudah berdiri di belakangku. Tangannya tidak lagi terlipat di depan dada. Aku mengangguk cepat pada Ibu. Ternyata Kaka sudah
permisi lebih dulu ijin Ibu Zaez, 2014: 135.
Pada kutipan 239 sampai dengan 241 menunjukkan peristiwa cara Wiana menjadi seorang Ibu yang tegas dalam mendidik anak-anaknya baik
dalam lingkungan sekolah, keluarga, dan perkembangan pertumbuhan dewasa anaknya.
Sebagai seorang Ibu sekaligus menjadi perannya sebagai ayah bagi anak-anaknya, Wiana sanggup melakukan seorang diri untuk bekerja dan
menafkahi anak-anaknya ketika suaminya meninggalkan ia dan anak- anaknya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
242. Aku meneguk segelas air putih. Kutatap seisi ruangan yang ada di
dapur. Tidak ada yang terlalu istimewa yang dapat aku lihat, tapi semua dapat memenuhi kebutuhan kami yang telah dilengkapi Ibu
Zaez, 2014: 99.
243. “Aku salut pada Ibu. Bagiku dia adalah perempuan hebat yang
mampu berkarir sendiri untuk menghidupkan tiga orang anaknya dalam sebuah rumah yang telah dimiliki secara pribadi. Tanpa ada
pihak dari siapa pun Zaez, 2014: 160.
244. Kerja keras ibu adalah motivasiku. Semangatnya membuatku malu
bila aku harus mengeluh didepannya. Ia tidak pernah mengeluh untuk mencari nafkah seorang diri Zaez, 2014: 160-161.
245. Ibu yang kulihat setiap pagi berangkat kerja dan pulang lewat siang
menjadi seorang yang mandiri, tidak pernah kutemukan aura lelah pada wajah saat menemukanku. Ibu tetap tersenyum padaku dan
selalu bertanya apa yang sedang aku lakukan dan bagaimana pelajaran di sekolah tadi pagi Zaez, 2014: 128.
246. Aku seperti terpenjara bila Ayah menempati rumah yang dikontrak
oleh Ibu, dan Ibu pulalah yang membayar uang sewaannya. Kadang-kadang bila pemilik rumah tidak sempat datang
mengambil uang sewaan maka Ibu akan mengajakku untuk menemaniku ke rumahnya pemilik rumah kontrak untuk sewaan
per tahun Zaez, 2014: 73. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kutipan 242 sampai dengan 246 menunjukkan peranannya Wiana yang menjadi tulang panggung bagi anak-anaknya ketika suaminya pergi
dari rumah. Semangatnya untuk menjadi sosok Ibu yang pekerja keras di depan anak-anaknya yang tidak pernah mengeluh dengan segala aktifitasnya
demi untuk memperjuangkan kehidupan ia dan anak-anaknya. Sebagai perannya sebagai istri, Wiana tidak pernah membiarkan
suaminya untuk mencari nafkah hanya seorang diri. Wiana berusaha untuk menjadi istri yang mandiri. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
247. Terserah kau mau berkata apa padaku. Tapi aku mohon pengertian
darimu, aku bukan enak-enakkan di luar sana. Aku kerja, cari uang. Cari nafkah untuk bisa melanjutkan hidup. Mengertilah” Zaez,
2014: 76. 248.
Aku tau Ibu akan kelelahan setelah Ibu pulang kerja. Satu hal lagi, aku tidak pernah tidak tahu di mana letak pengertian Ayah terhadap
Ibu. Ayah pernah memamarahi Ibu ketika dia pulang dari kerja dan belum menemukan makan siang sementara makan siang itu di beli
Ibu di warung. “Aku tidak suka bila begini.”
“Aku juga baru pulang kerja sabarlah, aku tidak sempat mohon, sabarlah”.
“Aku bingung melihatmu, kenapa kau selalu jawab pertayaanku bila aku meminta. Apakah kau mau menjadi istri yang kualat?
Menyiapkan makan siang saja tidak becus”. Ibu hanya diam
mendengarkannya Zaez, 2014: 15-16. 249.
“Aku bisa bantu kamu cari kerjaan lagi.” “Halaah Tidak usah banyak cerita. Kemarin sebelum aku
diputuskan kerja aku meminta tolongmu untuk meminjam dana dua ratus juta apa yang kau lakukan? Mana?? Tidak ada kan? Percuma.
Kau tidak akan pernah bisa membantuku.”. “Untuk sementara ini aku kan masih bisa memenuhi semuanya.
Makan kita masih bisa terpenuhi. Dengan penuh kesabaran Ibu menjelaskan terhadap Ayah. “ terserah kau lah” Ayah
melayangkan tangan isyarat tidak peduli lagi apa yang dikatakan oleh Ibu. Zaez, 2014: 56-57.
250. Tentunya Ibu tahu sendiri, kan ? Suami yang baik tidak akan rela
membiarkan istrinya mencari nafkah seorang diri di luar sana.” Ibu mulai membela diri.
“Tidak ada yang menyuruh kamu mencari nafkah.” Nenek mulai mencari sela Ibu. “Lalu siapa yang harus bekerja untuk makan
kebutuhan anak-anak saya? Seharusnya Ibu bisa menghargai saya sedikit saja. Apa yang bisa diberikan Mas Riyan ke saya?
Pengangguran seperti dia bisa apa? Maaf saya lancang berbicara seperti ini Zaez, 2014: 81.
Pada kutipan 247 sampai dengan 250 menunjukkan peranannya Wiana sebagai seorang istri yang tidak hanya mengurus domestik rumah
tangga saja, tetapi di sini Wiana menjadi seorang perempuan mandiri dan mempunyai tanggung jawab untuk mencari nafkah tanpa hanya
mengharapkan suaminya. 2.
Citra Wanita Tokoh Wiana dalam Masyarakat Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya memerlukan
manusia lain. Demikian juga wanita, hubungannya dengan manusia lain dapat bersifat khusus maupun umum tergantung pada bentuk sifat
hubungannya itu. Hubungan manusia dalam masyarakat dimulai dari hubungan antar orang, termasuk hubungan antara wanita dengan pria
Sugihastuti, 2000: 132. Pada bagian ini yang akan dikaji citra wanita Wiana dalam kehidupannya bemrsayarakat. Hasil analisis tersebut dapat
memberikan gambaran peranan dan kedudukannya di masyarakat. Hubungan antara Wiana dengan orang perorang di antaranya
ditunjukkan bagaimana hubungannya dengan Arfansah suaminya. Awal pertemuan perkenalan Wiana terhadap suaminya. Hal ini ditunjukkan dalam
kutipan berikut ini : 251.
Dulu sebelumnya Ibu dan Ayah sama-sama kuliah pada satu universitas. Mereka mengambil jurusan yang sama pula di bidang
FKIP Ekonomi. Ketertarikan itu diawali dengan ketika Ayah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengalami masalah tugas yang diberikan dosen. Semua data yang disimpan Ayah dalam laptop hangus terkena virus ketika Flasdisk
temannya masuk ke dalam laptop Ayah. Untungnya saat itu Ibu mempunyai pertinggalan data-data yang dibutuhkan Ayah untuk
menyelesaikan kerjanya. Ibu menolong kepanikan Ayah. Ayah menjadi tertarik pada Ibu sebab Ibu cukup baik di mata Ayah
Zaez, 2014: 58.
252. Ketertarikan berikutnya adalah ketika Ibu merasa kagum kepada
Ayah yang bisa bermain musik. Diam-diam sekalipun sibuk dengan kuliah ternyata Ayah juga sibuk dengan band yang dirintisnya
bersama teman personil lainnya. Hingga suatu ketika Ayah mengajak Ibu untuk melihat penampilannya di malam minggu di
sebuah kafe. Lagu terakhir yang dinyanyikan Ayah pada malam itu dikhususkan Ayah untuk Ibu. Selesai bernyanyi, dengan terang-
terangan kepada tamu yang hadir Ayah mengungkapkan rasa kagum dalam bentuk cinta pada Ibu Zaez, 2014: 58-59.
Kutipan 251-252 menunjukkan peristiwa perkenalan antara Wiana dengan suaminya semasa mereka kuliah di salah satu Universitas. Di sana
mereka akhirnya bertemu dan saling menggumi dengan kelebihan-kelebihan yang mereka miliki.
Hubungannya dengan
masyarakat ditunjukkan
dengan keeksistensiannya dipublik yaitu Wiana sebagai tenaga pengajar dan
dipercayakan di sekolah untuk sebagai bendahara. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
253. Ibu bekerja sebagai seorang pendidik Pegawai Negeri, Ibu
mengajar di salah satu sekolah SMP Zaez, 2014: 8. 254.
Ibu mengikuti program sertifikasi, Ibu terlalu sibuk menyibukkan diri dengan urusan-urusan sekolahnya Zaez, 2014: 8.
255. Setelah pulang sekolah Ibu pun Ibu masih belum bisa ikut pulang.
Akan ada beberapa orang anak sekolah yang harus ditanganinya. Anak-anak itu adalah anak yang bermasalah. Dan kadang-kadang
Ibu memberikan pelajaran tambahan di luar jam sekolah bimbingan Zaez, 2014: 242.
256. “Di tempat Ibu mengajar, sekolah kami dapat bantuan dana untuk
merehabilitas sekolah. Juga mendapat bantuan dana sumbangsih untuk melengkapi perlatan belajar dan mengajar. Di sekolah Ibu
kan bendahara, jadi untuk urusan ke sana ke mari agar dana itu cair Ibu harus ikut Zaez, 2014: 237.
Pada kutipan di atas menunjukkan Wiana adalah wanita yang cerdas sehingga dapat dipercaya untuk menangani siswa yang bermasalah dan
menjadi bendahara di sekolahnya. Dalam kehidupan bermasyarakat, Wiana adalah seorang wanita yang
tegas. Hal ini terlihat ketika ia menegur penjual buah yang memarahi anaknya dan penjaga toko untuk mengambil bahan bacaan yang disukai
anaknya. Hal itu dapat terlihat dalam kutipan berikut ini : 257.
Oh ternyata Anda Ibunya. Lihatlah, anak Anda.” “Cukup Anak saya sudah menceritakan semua,” Ibu memotong
ucapan laki-laki itu. Ibu memakai sandal dan pergi ke kedai itu. Ibu ingin melihat kondisi yang pecah Zaez, 2014: 13.
258. “Seharusnya Bapak tidak memarahi anak kecil saya. Dia tidak
salah.” “Bagaimana bisa dia tidak salah jelas-jelas dia menyenggol buah
itu.” “Bapak tahu, tempat ini ramai. Anak saya terlalu kecil. Lihat siapa
yang peduli keamanan di tempat ini sehingga orang-orang di sini menabrak anak saya sehingga dia jatuh dan tidak sengaja
menyenggol buah itu” Ibu membelaku Zaez, 2014: 13-14. 259.
“Jangan karena dia hanya anak kecil Anda ingin mengelak dan tidak membaya
r ganti rugi buah saya” “Maaf, sekalipun saya menetapkan anak saya tidak pernah bersalah,
tidak berarti saya tidak mengganti buah itu. Tapi ingat satu hal, seharusnya Anda tidak patut memarahinya hingga menangis karena
kesalahan yang tidak sengajanya”. Ingat usia Anda berapa, Pak Dan berapa usia anak saya lebih dibanding usia Anda? Bola mata
laki-laki gendut itu melotot lebar. Dia ingin marah, tapi mulutnya terkunci Zaez, 2014: 14.
260. Ambilkan saja untuknya,” aku mendengar suara Ibu. Penjaga buku
itu men atap Ibu dengan serius. “Anda Ibunya?” Ibu hanya
mengangguk. “Dia tidak mungkin membaca buku setebal itu. Itu bacaan dewasa”.
“ Saya lebih paham anak saya ketimbang Anda. Tolong, ambil sajaToh bila dia benar-benar tertarik saya akan membayarnya
untuk di beli. Bukan Anda” Zaez, 2014: 22-23.
261. Ambilkan saja untuknya,” aku mendengar suara Ibu. Penjaga buku
itu menatap Ibu dengan serius. “Anda Ibunya?” Ibu hanya mengangguk.
“Dia tidak mungkin membaca buku setebal itu. Itu bacaan dewasa”. “Saya lebih paham anak saya ketimbang Anda. Tolong, ambil
sajaToh bila dia benar-benar tertarik saya akan membayarnya untuk dibeli. Bukan Anda” Zaez, 2014: 22-23.
Pada kutipan 257 sampai dengan 261 menunjukkan Wiana bersikap tegas kepada penjual buah dan penjaga toko buku. Kutipan 257
sampai dengan 259 menunjukkan sikap ketegasan dan kekesalan Wiana kepada penjual buah yang telah memarahi anaknya Mimi yang tidak
sengaja menjatuhkan buah pemilik penjual buah tersebut. Peristiwa ketegasan Wiana menyuruh kepada penjaga toko buku untuk mengambil
buku bacaan yang disukai anaknya, dapat terlihat pada kutipan 260 dan 261.
Kedisiplinan yang ditunjukkan Wiana terhadap peraturan tata tertib lalu lintas dan tukang parkir ketika ia dan anaknya pergi ke pasar. Hal itu
dapat terlihat pada kutipan berikut ini :
262. Ibu selalu mengingtkan untuk menggunakan helm meskipun jarak
rumah ke pasar hanya sepuluh menit. Sesampai di pasar Ibu tidak pernah membawa masuk motor menyelinap lingkungan pasar. Ibu
akan memikirkan di tempat parkiran. Di depan gerbang parkir Ibu menghentikan mesin. Aku turun dan melapaskan helm. Helmnya
masih aku pegang sementara Ibu memasukkan motor dalam ruang parkir sambil di pandu oleh tukang parkir Zaez, 2014: 212.
Sebagai makhluk sosial, Wiana menyandang status sebagai seorang single parent sehingga harus merasakan perbedaan di lingkungan
masyarakat. Keluarga Wiana sering menjadi sindiran dan dimusuhi oleh orang yang tidak suka terhadapnya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan
berikut ini: 263.
bilang sama Ibu kamu,” dia membentak. ...... “kalau sudah menjanda jangan coba-coba membawa suami orang sampai pulang
malam Zaez, 2014: 223.
264. “ Kamu juga sebagai anaknya berpura-pura bodoh. Bilang sama Ibu
kamu seperti itu Hermawan yang sering pulang bersamanya itu adalah suami saya. Gara-gara Ibu kamu, suami saya jadi cuek sama
saya. Suami saya selalu suka pulang malam. Kalau lain waktu lagi saya menemukan Ibu kamu jalan sama suami saya, maka saya tidak
akan segan-segan mela
porkan Ibu kamu ke polisi” Zaez, 2014: 223.
265. “Anak janda itu nggak tahu diuntung.” Reva melanjutkan
bicaranya. “Ibunya juga tidak tahu diri, coba bayangin deh seumpamanya Mama kalian yang masih seorang suami papa kalian,
eh tiba-tiba k alian digaet sama perempuan janda.” Zaez, 2014:
229. Pada kutipan 263 sampai dengan 265 di atas menunjukkan
adanya bentuk penolakan orang yang disekitarnya terhadap Wiana karena status single parentnya. Statusnya sebagai wanita single parent membuat
orang disekitarnya dijadikan sebagai bahan sindiran dan tuduhan untuk merusak hubungan keluarga orang lain.
Dalam lingkungan keluarga, terjadi adanya superioritas antara suami dan wiana. Superioritas yang dimaksud di sini adalah superioritas suami
Wiana terhadapnya. Suami Wiana harus memilih wanita atas pilihan orang tuanya. Wiana dengan kerelaannya hati harus mengikhlaskan suaminya
untuk memilih wanita lain. Hal ini dapat terlihat pada kutipan berikut ini : PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
266. “Mencoba menyingkirkanmu, mengalihkan perhatianku darimu,
dan tetap menginginkn perempuan yang dulu pernah ibu jodohkan padaku” Zaez, 2014: 88.
267. Aku hanya mohon ridamu. Aku ingin kau mau memaafkan segala
sikap kasarku. Aku akan pergi jauh tanpa diketahui oleh siapa pun. Aku akan mencoba mencari kehidupan baruku tanpa harus
melupakan kau dan anak- anak.” Zaez, 2014: 89.
268. “Aku merasa tidak punya siapa-siapa lagi. Ibu sudah
menghancurkan masa depanku. Ayah sendiri tidak dapat menolongku dan tidak dapat mencegah Ibu lagi. Kumohon,
sekalipun nanti aku harus pergi, jangan lupakan aku. Aku pasti kembali” Zaez, 2014: 90.
Kutipan 266 sampai dengan 268 di atas menunjukkan peristiwa Wiana melepaskan kepergian suami demi membahagiakan Ibu mertuanya
menjodohkan suaminya dengan perempuan lain. Suaminya tetap pada pendiriannya untuk meninggalkan Wiana dan menjalankan perintah dan
amanat orang tuanya untuk menikahi perempuan yang lebih kaya dari Wiana.
Berdasarkan citra sosial, baik dalam keluarga dan masyarakat dapat dirangkum bahwa Wiana menjalankan perannya dalam keluarga dengan
penuh tanggung jawab baik sebagai istri dan ibu dari anak-anak. Hal itu juga mempengaruhi kehidupan sosial Wiana dalam perannya di masyarakat.
Di lingkungan keluarga, Wiana berperan sebagai seorang istri tetap menjalankannya peran sebagai istri yang patuh dan tanggung jawab
terhadap suaminya, dapat terlihat pada kutipan 226 sampai dengan 228. Perannya sebagai istri, Wiana tidak membiarkan suaminya untuk mencari
nafkah hanya sendiri saja, Wiana selalu membantu suami dalam mencari pendapatan untuk menafkahi keluarganya. Dalam perannya Wiana sebagai
seorang ibu, Wiana menunjukkan sifat keibuannya terhadap anak-anaknya, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yaitu memberikan rasa kasih sayang dan cinta terhadap anaknya untuk mendidik anak-anaknya baik dalam bidang pendidikan dan non pendidikan,
dapat terlihat pada kutipan 236 sampai dengan 241. Dalam hubungan di masyarakat, Wiana dikenal sebagai seorang wanita yang tegas. Ketegasan
yang ditunjukkan Wiana ketika ia melihat anaknya dimarahi oleh seorang tukang penjual buah yang tidak sengaja menyenggol buah yang dijualnya
dan penjaga tokoh yang meminta untuk mengambilkan bahan bacaan yang disukai anaknya. Hal tersebut dapat terlihat padakutipan 257 sampai
dengan 261. Di lingkungan masyarakat, Wiana dengan statusnya sebagai single parent menjadi bahan sindiran bagi sekolompok orang meskipun
demikian Wiana menjadi seorang yang pribadi mandiri ketika suaminya meninggalkannya, hal tersebut dapat terlihat pada kutipan 263 sampai
dengan 265. Berkat kemandirannya, Wiana menjadi kepercayaan di sekolah tempatnya mengajar untuk menjadi sebagai bendahara dan
dipercayakan di sekolah tempatnya mengajar untuk menangani siswa yang bermasalah, hal tersebut dapat terlihat pada kutipan 253 sampai dengan
256. Dalam citra masyarakat, wanita melihat dan merasakan ada
superioritas, ada kekuasaan laki-laki atas wanita. Dalam posisi demikian, wanita sadar dan tidak sadar menerima dan menyetujuinya sebagai sesuatu
yang terjadi. Tidak kuasa lagi bagi wanita untuk menyingkirkan kekuasaan itu, yang dirasakan hanyalah kegeraman Suguhastuti, 2000:136.Seperti
yang dialami Wiana yaitu bagaimana suaminya memilih wanita atas pilihan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
orang tuanya, hal tersebut dapat terlihat pada kutipan 266 sampai dengan 268.
Berdasarkan analisis citra wanita dalam novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez, ditunjukkan baagimana sikap pengarang
dalam menanggapi masalah wanita. Di sini pengarang mencoba mengangkat permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Perempuan mempunyai
kemampuan untuk berkembang, maju dan membangun dirinya sendiri. Kemampuan atas pilihannya sendiri perempuan bertanggung jawab atas
potensi diri sendiri sebagai makhluk individu. Seperti yang tampak dalam diri Wiana bahwa ia memilih sebagai seorang perempuan yang tetap aktif
dalam bekerja, terlihat pada kutipan 247 sampai dengan 250 tanpa tidak meninggalkan dan melupakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang ibu
rumah tangga. Dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu, pengarang dan tokoh tidak
setuju dengan anggapan meremehkan atau merugikan wanita yang pada umumnya dianggap sebagai makhluk yang lemah dan tak berdaya. Dengan
dasar itulah Mura Alfa Zaez peduli dengan permasalahan yang terjadi di lingkungannya, terutama masalah wanita. Pengarang mencoba melukiskan
dalam novel ini, perempuan yang optimis dalam mempertahankan hidupnya dengan segala perjuangan, pantang menyerah baik perannya sebagai
keluarga dan masyarakat. Seperti yang dijelaskan dalam citra Wanita secara fisik, digambarkan di sana bahwa WianaSebagaisingleparent terlihat
bagaimana kegiatan hidup yang terus menerus dijalani dalam perkembangan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dirinya untuk tetap penuh semangat dalam menjalani hidupnya bukan perempuan lemah tetapi perempuan yang kuat, tegar dan mandiri dalam
menghadapi cobaan hidup demi melangsungkan kehidupannya seperti terlihat pada kutipan 242 sampai dengan 246.