Analisis Citra Diri Wanita Tokoh Wiana

Kulihat Ibu tidak nafsu lagi untuk menyelesaikan makannya. Ibu meletakkan sendoknya dan meneguk air putih. “Dibilangi kok malah sakit hati. Perempuan apa seperti itu?” Ibu menatap Ayah. Tidak ada pembelaan dari Ayah. Bahkan Ayah tetap tidak peduli dan merasa tidak terjadi apa-apa yang sedang dibicarakan. “Mas sendiri suka kok, Bu. Dengan penampilan sederhana saya. Mas sendiri bilang seperti begitu. Iyakan mas, ya?” Ibu menuntut pembelaan dari Aya Zaez, 2014: 66-67. Wiana yang berani untuk berpendapat kepada Ibu mertuanya memarahinya karena tidak menyiapkan makanan buat makan dirumahnya. Ibu mertua yang menganggap Wiana sebagai perempuan yang tidak becus dalam mengurus rumah tangganya. Tetapi Wiana tetap kuat dan berani menunjukan sikapnya kalau ia bukanlah sosok perempuan yang tidak memperdulikan keluarga. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan kalimat berikut ini : 220. Lalu siapa yang harus bekerja untuk makan dan kebutuhan anak- anak saya? Seharusnya Ibu bisa menghargai saya sedikit saja. Apa yang bisa diberikan Mas Arfansah ke saya? Pengangguran seperti dia bisa apa? Maaf bila saya lancang berbicara seperti ini. Naif sekali bila Mas Arfansah dan Ibu harus menuntut saya harus bagaimana bila saya sendiri tidak bisa menuntut hak saya sendiri kepada kalian” Zaez, 2014: 81-82 221. “Aku bukan membantah. Aku hanya membela diriku. Aku merasa tidak pantas dibegitukan pada Ibu. Kenyataan memang benar kan Apa yang bisa kau berikan padakudan anak-anak? Lalu mengapa Ibu harus mencampuri urusan rumah tanggaku?” Zaez, 2014: 82 Sebagai sosok seorang wanita dan juga dalam kedudukannya sebagai seorang istri, tokoh Wiana menunjukan sikapnya yang patuh dan sabar kepada sang suami ketika ia dimarahin oleh suami, meskipun sebenarnya ia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI berada pada posisi yang benar. Hal itu dapat ditunjukan pada kalimat berikut ini : 222. Sejatinya aku tidak mengerti apa yang dikatakan oleh mereka. Yang aku tahu Ayah tengah memarah-marahi Ibu. Kadang aku tidak setuju dengan tindakan Ibu yang hanya diam saja ketika Ibu mulai dibentaki Ayah. Seharusnya Ibu melawan. Bukan hanya diam Zaez, 2014: 36. 223. “Aku tidak suka begini.” “Aku juga baru pulang kerja. sabarlah” “Kenapa kau tidak masak di pagi saja?” “Aku tidak sempat, Aku mohon, sabarlah, Aku juga kerja.”Tidak ada perlawanan kata-kata dari Ibu. Saat it Ibu sedang merajang cabai merah. Kutatap wajah Ibu, bola matanya memerah. Ada air mengambang pada kelopak matanya. Aku tahu, Ibu ingin menangis. Tapi aku tidak dapat berbuat apa-apa selain membantunya mengupas bawang putih Zaez, 2014: 16. Aspek psikis juga tergambar melalui sikap Wiana yang menunjukkan kerinduan dan kesetiaan terhadap pasangannnya yang telah lama pergi meninggalkan ia dan anak-anaknya. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan kalimat berikut ini : 224. Tengah malam aku terbangun. Aku berasa ingin ke kamar mandi. Aku ingin buang air kecil, lalu aku keluar dari kamar. Setelah keluar dari kamar kecil ternyata dari awal aku tidak tau bila Ibu sudah berada di ruang tengah. Di ruang tengah itu Ibu menyalahkan lampu dengan cahaya yang remang. Ibu duduk seorang diri membelakangiku. Pelan-pelan aku mendekati Ibu, tapi aku tidak berani menegur Ibu. Tanpa sepengtahuan Ibu, aku yang sudah berada di belakang dan melihatnya tengah menatap album kenangan. Aku melihat Ibu sedang merindukan Ayah yang lama pergi meninggalkan rumah. Aku mendekat selangkah ke Ibu, lalu ku lihat ujung kertas album itu membasah oleh air mata Ibu Zaez, 2014: 208-209. 225. “Ibu selalu merindukan ayahmu”. Setiap kalimat yang keluar dari bibirnya, Ibu selalu mencoba menghiasinya dengan senyuman. “Tapi aku nggk, bu.” “Itulah bedanya kita”. “Ayah kan membenci kita, Bu” Aku merasa geram, tapi aku tahan. “Kamu salah, Ayah tidak pernah membenci kita. Ayah selalu mengkhwatirkan kita.” “Kalau Ayah mengkhwatirkan kita, dia tentu untuk kita, Bu.” “Ayahmu selalu datang untuk kita dan akan kembali bersama kita.” Ibu selalu membela Ayah” Zaez, 2014: 209. Berdasarkan kutipan 211 sampai dengan 225 dapat dirangkum bahwa citra diri tokoh Wiana sebgai wanita yang dewasa dalam menjalankan perannya sebagai istri dan Ibu bagi anak-anaknya. Wiana yang sebagai seorang Wanita dan juga berperan sebagai seorang Ibu dalam keluarga yang memiliki perasaan, Wiana selalu merasa khawatir dan cemas apabila anak-anaknya mendapatkan masalah dalam hidup mereka, dapat dilihat dalam kutipan 211 sampai dengan 213. Pada kutipan 214 Wiana digambarkan sebagai sosok seorang Ibu yang selalu sabar untuk memberikan arahan kepada anaknya yang tidak bisa mengerjakan soal. Kutipan 215 sampai dengan 217 menunjukkan Wiana perannya sebagai Ibu yang penyanyang kepada anak-anaknya ketika mereka mengalami kesedihan.Pada kutipan 218 menunjukkan kebahagiaan Wiana atas pernikahannya memiliki tiga orang anak. Sikap ketegaran dan kesabaran yang dimiliiki Wiana ketika bertemu dengan mertuanya yang tidak menyukai dengan penampilannya dapat terlihat pada kutipan 219. Pada Kutipan Kutipan 220 dan 221 menggambarkan bagaimana Wiana dengan berani untuk menyampaikan pendapat dan membelah dirinya ketika ia mendapat sindiran oleh ibu mertuanya.Pada kutipan222 dan 223 menggambarkan Wiana sebagai seorang istri mempunyai sifat mengalah yang masih mempertahankan stereotip yang ada, bahwa seorang istri harus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mengalah pikiran-pikiranya sendiri dan harus tunduk kepada aturan suami. Kutipan 224 dan 225 menunjukkan sikap Wiana sebagai istri hanya ingin menjadi istri yang setia terhadap suaminya meskipun di mata anak-anaknya suaminya tidak pernah menunjukkan kebaikan. Berdasarkan aspek fisik dan psikis tersebut dapat dirangkum bahwa citra diri wanita membentuk konsep diri tokoh Wiana. Konsep diri yang tergambar adalah Wiana yang sudah berkeluarga dengan menjadi seorang Ibu dengan melalui proses mengandung, melahirkan, dan membesarkan anaknya, hal tersebut dapat terlihat dari kutipan 201 sampai dengan 206, ingin menjaga penampilan agar terlhat cantik di depan suaminya 207 sampai dengan 210. Wiana menjadi seorang ibu memiliki sikap kecemasan,sabar dan khwatir terhadap anaknya, hal tersebut dapat terlihat pada kutipan 211 sampai dengan 213.Berdasarkan kutipan 215 sampai dengan 217 terlihat bahwa Wiana menunjukkan sifat penyanyang kepada anak-anaknya.Wiana terlihat bahagia karena telah memiliki tiga atas pernikahan yang dijalaninya, terlihat pada kutipan 218.Selain memiliki sifat penyanyang,Wiana memiliki sikap sabar dan berani berpendapat untuk menanggapi sindiran mertua terhadapnya, hal tersebut dapat terlihat pada kutipan 219. Perannya Wiana sebagai istri, adanya sikap mengalah dan patuh dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri, hal ini dapat terlihat pada kutipan 222 dan 223. Meskipun keadaan rumah tangganya tidak seperti yang diharapkan, Wiana masih bertahan dan setia dalam mengarungi rumah tanggganya, keadaan yang demikian tidak membuatnya untuk pantang menyerah dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mempertahankan keadaan dan keutuhan keluarganya.Hal tersebut dapat terlihat pada kutipan 224 dan 225.

4.3. 2 Citra Sosial Tokoh Wiana

Citra sosial wanita merupakan citra wanita yang erat hubungannya dengan norma dan sistem nilai yang berlaku dalam satu kelompok masyarakat, tempat wanita menjadi anggota masyarakat dan berhasrat mengadakan hubungan antarmanusia. Kelompok masyarakat ini adalah kelompok keluarga dan kelompok masyarakat luas.Sugihastuti, 2000: 144. Citra wanita dalam aspek sosial disederhanakan ke dalam dua peran, yaitu peran wanita dalam keluarga dan peran wanita dalam masyarakat. Peran wanita artinya bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan oleh wanita Sugihastuti, 2000:121. Berikut ini akan dipaparkan citra wanita tokoh Wiana baik dalam citra sosial dalam keluarga dan citra sosialnya dalam masyarakat. 1. Citra Wanita Tokoh Wiana dalam Keluarga Peran wanita dalam keluarga menyangkut perannya sebagai istri, ibu dari anak-anak, dan anggota keluarga Sugihastuti, 2000: 122. Peran tokoh Wiana dalam keluarga adalah sebagai seorang istri dan Ibu dari anak- anaknya. Peran wanita Wiana sebagai istri adalah bersabar dalam menyikapi sikap suaminya yang marah dan tunduk sebagai peranannya sebagai istri terhadap suami. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini: 226. Sejatinya aku tidak mengerti apa yang dikatakan oleh mereka. Yang aku tahu Ayah tengah memarah-marahi Ibu. Kadang aku tidak setuju dengan tindakan Ibu yang hanya diam ketika Ibu mulai dibentaki Ayah. “Maaf aku tidak bisa bantu pinjaman uang, tidak ada yang bisa dijamin.” “Ah, sudahlah” Ayah membentak lagi. Dia bangkit dan keluar dari kamar. Di pintu depan, Ayah membanting pintu sekuat mungkin sampai terdengar suara keras dan membuatku terkejut. Ibu mendekatiku sambil memelukku Zaez, 2014: 36-37. 227. “Lalu bagaimana menurut Ibu kalau nanti Reva mencoba membuat masalah yang baru, Bu?” aku mencoba sharing pada Ibu. “ Yang penting tidak kamu yang mencoba membuat masalah padanya. Dan bila nanti dia mencoba membuat masalah baru padamu lebih baik kamu tinggalkan saja dia. Seperti Ibu yang mencoba untuk tetap tenang jika dulu Ayahmu mencoba mengeluarkan kesalahan Ibu, Ibu tetap sabar kok.” Zaez, 2014: 190. 228. Aku tau Ibu akan kelelahan setelah Ibu pulang kerja. Satu hal lagi, aku tidak pernah tidak tahu di mana letak pengertian Ayah terhadap Ibu. Ayah pernah memamarahi Ibu ketika dia pulang dari kerja dan belum menemukan makan siang sementara makan siang itu di beli Ibu di warung. “aku tidak suka bila begini.” “Aku juga baru pulang kerja sabarlah, aku tidak sempat mohon, sabarlah.” Zaez, 2014: 15. Pada kutipan 226 sampai dengan 229 menunjukkan peristiwa kesabaran Wiana dalam menjalankan perananya sebagai Istri yang patuh terhadap suaminya meskipun dengan sikap yang marah ditunjukkan oleh suaminya. Kutipan di atas menunjukkan menjadi pusat dan awal penceritaan tokoh utama Wiana. Kutipan 226 menujukkan suami yang tidak terima Wiana terlambat menyiapkan makanan siang untuknya. Kutipan 227 menujukkan peristiwa sifat kesabaran seorang istri terhadap suaminya dalam keadaan emosi karena tidak dipinjamkan uang. Kutipan 228 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menujukkan peristiwa kekesalan yang di terima oleh suami terhadap istrinya yang tidak bisa meminjamkan uang kembali terhadapnya Perannya sebagai seorang istri juga tergambar dari aktivitas domestik kerumahtanggaan yang ia lakukan. Kegiatan yang biasa ia lakukan adalah membersihkan rumah, menyiapkan makanan, dan membeli kebutuhan masak. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : 229. Seharusnya hari minggu adalah hari panjang seharian penuh buat istrahat dan santai. Tapi bagi Ibu hari minggu adalah hari paling sibuk diantara hari-hari lainnya. Ibu harus membersihkan pekarangan rumah, mengelap jendela, cabur rumput, dan membersihkan bak mandi Zaez, 2014: 116. 230. Ibu yang telah selesai membuat sarapan dan kami makan bersama harus melanjutkan masaknya untuk menyiapkan makan siang nanti Zaez, 2014: 43. 231. Minggu ini Ibu berencana membuat masakan spesial yang hanya kami berempat makannya. Bila ingin memasak masak spesial, Ibu selalu mengajak aku untuk berbelanja ke pasar. Menemaninya dan membawakan belanjaan yang harus ditenteng nanti Zaez, 2014: 211. 232. Hari minggu, pagi-pagi sekali Ibu membangunkanku. Tidak ada yang begitu istimewa sarapan seperti minggu biasa. Ibu hanya memasak seadanya. Ternyata Ayah mengajak ke rumah Nenek. Aku meloncat kegirangan dan segera masuk ke dalam kamar untuk memakai pakaian yang telah disiapkan oleh Ibu. Ayah jarang mengajakku bermain ke rumah Nenek, orang tua Ayah Zaez, 2014: 63. Pada kutipan 229 sampai dengan 232 dapat dirangkum bahwa Wiana menunjukan dan memperlihatkan tanggung jawab sebagai seorang istri untuk menjalankan perananya dalam domestik rumah tangga yaitu membersihkan rumah, menyiapkan makanan, dan membeli kebutuhan masak untuk keluarganya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Selain itu, dapat dilihat segi perannya sebagai Ibu, cara Wiana untuk menunjukkan kasih sayangnya kepada anak-anaknya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : 233. Kalau begitu bawa obat untuk jaga-jaga. Siapa tahu kamu ngedrop di sekolah nanti.” Ibu membuka kotak p3k dan mengeluarkan beberapa pil obat penurun panas dan obat pereda pening. Aku dan Aldi sarapan bersamaan sama-sama melihat Ibu yang masih dalam keadaan cemas padaku, padahal aku pikir aku tekah lebih membaik dan tidak membutuhkan obat-obat itu lagi Zaez, 2014: 102. 234. Bahkan ketika aku mencoba memilih pakain di lemari Ibu juga membantu aku, gaun yang bagaimana yang pantas aku pakai untuk menghadiri acara makan malam di rumah Kaka nanti Zaez, 2014: 199. 235. Apa yang kau bawa, Nak?” Ibu meletakkan Aldi ke atas tempat tidur. Dia sudah tertidur lelap denga tenang, Ibu mengangkat tubuhku yang kecil dan mendudukanku di sampingnya, di atas tempat tidur. “Ada PR? Tanya Ibu. Aku tidak tahu mengerjakan soal yang ini, Bu” aku menunjukkan soal yang aku maksud. Dengan sabar Ibu menjelaskan padaku cara penyelesainnya. Zaez, 2014: 37. Pada kutipan 233 sampai dengan 235 menunjukkan peristiwa perananya sebagai sosok seorang Ibu memberikan kasih sayang terhadap anak-anaknya. Kutipan 233 menunjukkan peristiwa kasih sayang yang diberikan Wiana kepada anak-anaknya agar membawa obat ke sekolah untuk persiapan jika sakitnya kambuh. Kutipan 234 menunjukkan peristiwa peranannya Wiana menjadi seorang Ibu untuk membantu anaknya dalam memilih pakaian. Kutipan 235 menunjukkan peristiwa perhatian diberikan Wiana kepada anaknya yang tidak bisa mengerjakan soal. Peran Wiana sebagai Ibu dari anak-anaknya yaitu selalu memberikan nasihat kepada anak-anaknya baik dalam pendidikan maupun lingkungan pergaulan anaknya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 236. Kamu harus bersekolah rajin. Belajar yang tekun biar tidak mudah dibodoh- bodohi orang.” Kata Ibu suatu ketika, ketika aku masih SD dulu Zaez, 2014: 54. 237. “Yang penting kamu ngggak usah terlalu cemas.” Ibu mencoba menyaki nkanku. “Seperti yang pernah Ibu bilang sebelumnya yang penting kita berusaha berbuat baik kepada siapa saja. Itu sudah cukup.” Aku tersenyum. Dan aku iyakan dalam hati.Lalu bagaimana menurut Ibu kalau nanti Reva mencoba membuat masalah yang baru, Bu?” aku mencoba shariing pada Ibu. “Yang penting tidak kamu yang mencoba membuat masalah padanya. Dan bila nanti dia mencoba membuat masalah baru padamu lebih baik kamu tinggalkan saja dia. Seperti masalah ini, jangan terlalu dibawa emosi. Santai saja.” Zaez, 2014: 190. 238. “Bagaimana sekolahnya tadi? Temannya masih ada yang nakal ngga? ” tanya Ibu pada Rifka. Beberapa hari ini Rifka selalu mengadu pada Ibu tentang seorang teman laki-lakinya yang suka usil meminjam buku gambar Rifka lalu menggambarkan gambar- gambar yang tidak jelas. Maka sebagai solusinya Ibu membelikan Rifka untuk memberikan buku itu langsung kepada temannya Zaez, 2014: 227. Kutipan 236-238 menunjukkan tanggung jawabnya sebagai seorang Ibu yang berperan dalam mendidik anaknya baik pendidikan dan lingkungan bermain. Pada kutipan 236 memberikan arahan kepada anaknya untuk rajin sekolah. Kutipan 237 memberikan nasehat kepada anaknya untuk selalu berbuat baik dalam berelasi dengan orang di sekitar. Kutipan 238 memperhatikan perkembangan anaknya Rifka di lingkungan sekolahnya. Peran Wiana sebagai Ibu dari anak-anak tergambar dari cara Wiana mendidik anak-anaknya. Hal itu dapat terlihat dalam kutipan berikut ini : 239. Rasa pening yang kuderita sebab kehujanan saat pulang sekolah tadi masih mendenyut di kepala. Biasa saat hampir Magrib dan bila Ibu menemukanku masih tidur. Ibu akan segera membangunkanku, menyuruhku membereskan dapur, membersiihkan ruang depan Zaez, 2014: 97. 240. Ibu selalu memperlakukan Aldi untuk tidak termanja dengan sikap yang santainya dan dapat membuktikan tanpa harus disuruh agar dia juga ikut menyelesaikan pekerjaan rumah Zaez, 2014: 99. 241. “Tapi pulangnya jangan sampai malam-malam banget loh, ya” Ibu sudah berdiri di belakangku. Tangannya tidak lagi terlipat di depan dada. Aku mengangguk cepat pada Ibu. Ternyata Kaka sudah permisi lebih dulu ijin Ibu Zaez, 2014: 135. Pada kutipan 239 sampai dengan 241 menunjukkan peristiwa cara Wiana menjadi seorang Ibu yang tegas dalam mendidik anak-anaknya baik dalam lingkungan sekolah, keluarga, dan perkembangan pertumbuhan dewasa anaknya. Sebagai seorang Ibu sekaligus menjadi perannya sebagai ayah bagi anak-anaknya, Wiana sanggup melakukan seorang diri untuk bekerja dan menafkahi anak-anaknya ketika suaminya meninggalkan ia dan anak- anaknya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : 242. Aku meneguk segelas air putih. Kutatap seisi ruangan yang ada di dapur. Tidak ada yang terlalu istimewa yang dapat aku lihat, tapi semua dapat memenuhi kebutuhan kami yang telah dilengkapi Ibu Zaez, 2014: 99. 243. “Aku salut pada Ibu. Bagiku dia adalah perempuan hebat yang mampu berkarir sendiri untuk menghidupkan tiga orang anaknya dalam sebuah rumah yang telah dimiliki secara pribadi. Tanpa ada pihak dari siapa pun Zaez, 2014: 160. 244. Kerja keras ibu adalah motivasiku. Semangatnya membuatku malu bila aku harus mengeluh didepannya. Ia tidak pernah mengeluh untuk mencari nafkah seorang diri Zaez, 2014: 160-161. 245. Ibu yang kulihat setiap pagi berangkat kerja dan pulang lewat siang menjadi seorang yang mandiri, tidak pernah kutemukan aura lelah pada wajah saat menemukanku. Ibu tetap tersenyum padaku dan selalu bertanya apa yang sedang aku lakukan dan bagaimana pelajaran di sekolah tadi pagi Zaez, 2014: 128. 246. Aku seperti terpenjara bila Ayah menempati rumah yang dikontrak oleh Ibu, dan Ibu pulalah yang membayar uang sewaannya. Kadang-kadang bila pemilik rumah tidak sempat datang mengambil uang sewaan maka Ibu akan mengajakku untuk menemaniku ke rumahnya pemilik rumah kontrak untuk sewaan per tahun Zaez, 2014: 73. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dokumen yang terkait

CITRA WANITA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL PEREMPUAN JOGJA KARYA ACHMAD MUNIF: TINJAUAN FEMINISME SASTRA DAN Citra Wanita Tokoh Utama Dalam Novel Perempuan Jogja Karya Achmad Munif: Tinjauan Feminisme Sastra Dan Relevansinya Sebagai Bahan Ajar Sastra DiSMA.

0 4 11

PENDAHULUAN Citra Wanita Tokoh Utama Dalam Novel Perempuan Jogja Karya Achmad Munif: Tinjauan Feminisme Sastra Dan Relevansinya Sebagai Bahan Ajar Sastra DiSMA.

0 2 6

CITRA PEREMPUAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LASMI KARYA NUSYA KUSWANTIN: TINJAUAN FEMINISME DAN Citra Perempuan Tokoh Utama Dalam Novel Lasmi Karya Nusya Kuswantin: Tinjauan Feminisme Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di Sma.

0 2 13

Analisis kepribadian tokoh Nedena dalam novel Dadaisme karya Dewi Sartika : suatu tinjauan psikologi sastra, dan relevansinya dalam pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester I.

2 8 167

Konflik batin tokoh utama Elin dalam novel Novelist Undercover dan relevansinya sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA kelas XI (suatu tinjauan psikologi sastra).

3 24 108

Citra wanita tokoh utama dalam novel keberangkatan karya Nh. Dini dan relevansinya dalam pembelajaran sastra di sma.

3 26 138

Analisis citra wanita tokoh utama novel Merpati Biru karya Achmad Munif dengan pendekatan feminisme dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester II.

3 22 132

Analisis citra wanita tokoh utama novel Merpati Biru karya Achmad Munif dengan pendekatan feminisme dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester II.

1 2 132

Citra sosial wanita tokoh utama novel Namaku Hiroko karya Nh. Dini dan relevansinya dalam pembelajaran sastra di SMA (analisis struktural).

4 7 174

Citra wanita tokoh utama dalam novel keberangkatan karya Nh. Dini dan relevansinya dalam pembelajaran sastra di sma

0 2 136