Analisis Penokohan Deskripsi Data
2. Penokohan Tokoh Arfansah
Tokoh Arfansah merupakan tokoh yang pemarah terhadap Ibu dan tokoh Aku. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikekspositori atau
langsung dalam kalimat berikut ini: 55.
Semakin lama, kulihat Ayah semakin arogan dan mudah tersinggung lalu marah. Aku tidak menemukan canda Ayah seperti
dulu. Ayah lebih sering memarahi Ibu. Tapi Ayah tidak pernah memukul Ibu. Tidak ada waktu luang sekalipun hanya sedikit saja
untuk bermain bersama Ayah Zaez, 2014: 30.
56. “Iya nanti Ayah lihat” nada Ayah membentak. Aku terlalu sering
mendapat perlakuan Ayah yang seperti ini sehingga tidak jarang Ayah membuatku menjadi takut dan mati semangat di hadapannya.
Ayah menatapku dengan tajam dan marah Zaez, 2014: 40.
57. “Benar- benar gila lekas kau ajak dia keluar dari kamarku
sebelum amarahku benar- benar meledak.” Zaez, 2014: 33.
Hal itu juga ditunjukkan Pengarang dengan menggunakan teknik dramatik :
58. “Diam” Ayah membentakku. Aku terkejut hebat. Ini kali
pertamanya Ayah melakukan tindakan yang kutakuti darinya. Wajahku memerah, mataku berasa lembab sebab menahan tangis.
.......................kau ajak
dia kedapur
Suruh dia
makan sendiri,terlalu banyak permintaannya Ayah membentak juga
membentak Ibu. Air mataku menitis t anpa suara. “Apa yang terjadi.
Kenapa Ayah marah-marah? Ibu masuk ke dalam kamar dan mendekati Ayah Zaez, 2014: 32
59. “Ah, dasar bodoh menunggumu berlama-lama masak. Bisa-bisa
aku mati kelaparan gara- gara kecorobohanmu.” Zaez, 2014: 17.
Meskipun Ayah seorang yang pemarah dibalik itu, Ayah juga menunjukkan sikap penyanyang terhadap anaknya yang lagi menangis dan
perhatian ketika melihat anaknya belum istrahat. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini:
60. “Aduh, anak Ayah jadi nangis..cup..cup ..cup” Ayah mengusap-
usao kepalaku. Tetap saja tangisku tidak henti. Ayah membawaku PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pada kursi yang didudukinya tadi. Ayah memangkuku Zaez, 2014: 27.
61 “Sudah jam berapa sekarang? Kenapa kau juga belum tidur? Lekas
masuk k amar. Besok kau harus pergi sekolah, kan?” Zaez, 2014:
40. Ayah adalah orang yang kasar. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan
teknik dramatik dalam kalimat berikut ini: 62.
“Apa yang kau lakukan?” Ayah marah. Ayah mendekatiku. Ayah mengangkat tangannya, dia berhasrat menampar pipiku, aku
memejamkan mataku sekuat mungkin sambil menekuk tunduk takut kepalaku sedalam-dalam mungkin Zaez, 2014: 33.
63. “Kurang ajar...” Ayah ingin menampar Ibu, tapi tidak kutemukan
rasa takut di wajah Ibu. Malah aku yang takut sehingga membuatku menjerit histeris lalu menangis Zaez, 2014: 77.
Penyesalan ditunjukkan
Ayah melihat
istrinya tidak
mau meminjamkan sejumlah uang kepadanya dan keterlambatan istrinya
menyiapkan makanan siang untuknya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini:
64. “Bukankah seorang pegawai negeri, mana mungkin kau tidak bisa
meminjam pinjaman di koperasi atau bank” Zaez, 2014: 35. 65.
“Tapi kenapa setiap ayahmu mencoba meminjam uang darimu kau dapat memberinya berapa saja?” Kau memang benar-benar tidak
pernah mendukung tujuanku” Zaez, 2014: 36. 66.
“Halaaahhh Tidak usah banyak cerita. Kemarin sebelum diputuskan kerja aku meminta tolongmu untuk meminjam dana dua
ratus juta apa yang kau jawab? Mana? Tidak ada kan? Percuma. Kau tida akan pernah bisa membantukku” Zaez, 2014: 56.
67 “Cukup ” Ayah membentak lagi sehingga aku terkejut. Sampai-
sampai aku mundur satu langkah dan hampir menutup pintu kamarku sendiri Zaez, 2014: 56.
68. “Terserah kau lah” Ayah melayangkan tangannya isayarat tidak
peduli lagi apa yang dikatakan oleh Ibu Zaez, 2014: 57. 69.
“Bagaimana kau jadi istri? Menyiapkan makan siang saja harus sampai sesore ini? Aku sudah lapar.” Zaez, 2014: 76.
Teknik pelukisan tokoh Arfansah yang digunakan dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik
atau tidak langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Arfansah, teknik ekspositori atau teknik langsung dapat dilihat
melalui kutipan 55-57, sedangkan teknik dramatik atau tidak langsung dapat dilihat melalui kutipan 58-69.
Berdasarkan kutipan 55 sampai dengan 59 digambarkan bahwa Arfansah adalah sosok ayah yang suka marah kepada istri dan anaknya.
Kutipan 60 dan 61 menjelaskan Arfansah memiliki sifat penyayang terhadap anaknya yang sedang menangis dan peduli ketika melihat anaknya
belum istrahat. Kutipan 62 dan 63 menujukkan sikap Arfansah yang kasar terhadap anak dan istrinya. Kutipan 64 sampai dengan 69 menunjukkan
penyesalannya ketika Arfansah tidak dipinjamkan uang istrinya. 3.
Penokohan Tokoh Aku Mimi Tokoh aku ini merupakan tokoh yang menceritakan peristiwa yang
terjadi. Akan tetapi tokoh aku ini bukanlah tokoh utama karena tokoh aku ini banyak menceritakan tentang kehidupan tokoh Ibu dan peristiwa yang
terjadi. Tokoh aku yang dimaksud disini adalah tokoh Mimi. Mimi merasa dongkol ketika hujan turun yang tidak reda dan melihat seorang laki-laki
yang di
sampingnya. Hal
itu ditunjukkan
pengarang dengan
teknikekspositori atau langsung dalam kalimat berikut ini: 70.
Aku tidak mengubris pertanyaannya. Tentunya aku akan lebih risih bila aku harus berlama-lama duduk di sampingnya. Aku pikir
dengan berdiri di tempat ini aku merasa lebih nyaman sekalipun PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
perasaanku mulai mendongkol. Dongkol pada hujan yang tidak mencoba untuk redah sebentar dan dongkol pada laki-laki yang
tidak aku kenal di belakangku ini Zaez, 2014: 3.
Tokoh aku merupakan tokoh yang sifatnya suka membenci terhadap Ayahnya yang suka kasar. hal itu terjadi ketika orang membicarakan tentang
Ayahnya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini:
71. Bila orang-orang bertanya tentang Ayah, maka dengan mudah aku
menjawab, “Ayah sudah mati sejak lama. Dia tidak akan pernah ada lagi. Dan mungkin dia sudah di surga, tempat yang lebih aman
dibanding di rumah bersama anak- anaknya”. Dan aku tidak peduli
orang-orang yang mendengar penjelasanku merasa terkejut. Ketika mereka ingin tahu lebih tentang Ayah, aku pergi meninggalkannya
atau mengalihkan cerita Zaez, 2014: 7.
72. Ayah lagi...ayah lagi..lama-lama perasaanku aku akan membeku
bila Ibu selalu berbicara tentang Ayah. Selalu mengundang Ayah dalam pembicaraan kami sebagai topik sisipan Zaez, 2014: 190.
73. Secara tidak langsung Ibu mengingatkanku tentang Ayah. Ternyata
topik cinta dan mencintai ini ada hubungannya juga dengan Ayah. Aku jadi tidak bersemangat mendengar cerita ibu selanjutnya. Bila
aku melanjutkan pertanyaan, tentu Ibu akan membahas Ayah sampai ke ujung kisahnya. Aku tidak suka. Tapi entah mengapa
sekalipun aku tidak pernah memintannya Ibu selalu bercerita Zaez, 2014: 125
Sikap kecerobohan yang dimiliki tokoh aku ketika ia berada pada suatu tempat. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam
kalimat berikut ini: 74.
Aku keluar dari tempat duduk. Kami melewati beberapa meja untuk tiba ke toilet. Saking terburu-buru sebab menahan kencing
aku tidak sengaja menyenggol gelas berisi kopi panas di atas meja Zaez, 2014: 20.
Kesedihan tokoh aku ketika ia tidak bisa bermain dengan Ayahnya seperti hari- hari kemarin. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik
dramatik dalam kalimat berikut ini: 75.
Aku mulai menangis, bersenggukan tanpa didengar Ayah dan Ibu. Aku merebah tubuhku di atas tempat tidur. Aku menelungkup dan
menutup wajahku pada bantal. Bantalku basah terkena ingus dan air mata. Aku sakit hati, sementara aku rindu dengan segala
permainan dan canda dari Ayah Zaez, 2014: 41.
Tokoh aku merupakan tokoh yang mempunyai sikap pendirian yang gigih dan optimis. Ia tetap pada pendirian untuk tetap sekolah meskipun ia
dalam keadaan yang kurang sehat dan tetap optimis dengan penampilannya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat
berikut ini 76.
Besoknya aku memaksa diri untuk pergi sekolah sekalipun Ibu sudah melarangku. Aku pikir derita pening yang masih sedikit aku
rasakan terlalu naif bila aku jadikan alasan untuk meliburkan diri karena sakit. Setelah aku beristirahat cukup sekali lagi saja
mungkin aku akan merasa baik total. Aku meyakinkan Ibu dengan wajah yang kubuat seceria mungkin agar Ibu tidak merasa cemas
dengan kondisiku Zaez, 2014: 101.
77. “Ya ampun? Aku mikir apa sih? Belum tentu Kaka juga mau
menilai penampilanku tulus dari hatinya sekalipun penampilanku entar dapat menarik perhatiaannya.” Aku merebah diri di atas
kasur. Lemari pakaianku masih terbuka lebar. Ini adalah kebodohan. Aku tidak boleh menghabiskan waktuku dengan
berbiingung diri seperti ini Zaez, 2014: 133.
Tokoh aku adalah tokoh yang mudah putus asa dan pasrah terhadap keadaan. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikdramatik atau tidak
langsung dalam kalimat berikut ini : 78.
Aku pasrah ketika Bu Ratna mengambil tasku dan menggeleda. Aku syok saat Bu Ratna berhasil menemukan dua lembar kertas
soal kimia dan jawabannya dari dalam tasku. “Bu, saya tidak ada mengambilnya. Ini fitnah,” aku membela diri Zaez, 2014: 171.
79. Terserahlah aku pasrah. Apa mau kalian,akan aku ikuti. Tapi aku
yakin pembelaan itu akan ada berpihak bersamaku Zaez, 2014: 178.
Teknik pelukisan tokoh Mimi yang digunakan dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak
langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Mimi, teknik ekspositori atau teknik langsung dapat dilihat melalui kutipan
70, sedangkan teknik dramatik atau tidak langsung dapat dilihat melalui kutipan 71-79.
Berdasarkan kutipan 70 digambarkan bahwa Mimi merasa dongkol ketika hujan dan harus berhenti di suatu tempat untuk menunggu hujan
redah. Kutipan 71 sampai dengan 73 menujukkan sikap bencinya ketika orang-orang disekitarnya bercerita dan bertanya tentang keadaan Ayahnya.
Kutipan 74 menujukan sikap cerobohnya yang tidak berhati-hati. Kutipan 75 menujukkan kesedihan ketika ia tidak bisa bermain bersama Ayahnya
seperti yang dahulu. Kutipan 76 dan 77 menggambarkan sikap Mimi yang memiliki pendirian yang gigih untuk tetap bersekolah dan kutipan 109-110
menggambarkan Mimi yang cepat putus asa. 4.
Penokohan Tokoh Aldi Aldi adalah adik Mimi yang suka bercanda. Ketika ia melihat
kakaknya pergi ke sekolah membawa obat-obatan. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikdramatikdalam kalimat berikut ini:
80. “Masa ke sekolah bawaannya obat-obatan, Nggak keren. Seperti
aku dong Buah dan biskuit...” Aldi meledekku Zaez, 2014: 102.
Tokoh Aldi merupakan seorang yang bertanggung jawab atas pekerjaan rumah yang dibebankannya. Hal itu ditunjukkan pengarang
dengan teknikekspositoridalam kalimat berikut ini: 81.
Sebenarnya aku yakin kalau Aldi dapat berbuat yang terbaik untuk semua urusan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Dia dapat
membuktikan tanpa harus disuruh untuk menyelesaikan pekerjaan rumah Zaez, 2014: 99.
Hal itu juga ditunjukkan Pengarang dengan menggunakan teknik dramatik: 82.
“Siapa yang mencuci piring dan pakaian?”. Aku jawab Aldi. Aku menatapnya dengan lekat dan memastikan kalau dia benar-benar
tidak berbohong padaku. Aku pikir dia paham dengan tatapanku yang seperti ini Zaez, 2014: 98.
83. “Buktinya aku sudah mencuci semuanya. Weeekkk” Aldi
menjulur lidahnya lalu meninggalkan aku sendiri Zaez, 2014: 99. Teknik pelukisan tokoh Aldi yang digunakan dalam novel Cahaya
Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh
Aldi, teknik ekspositori atau teknik langsung dapat dilihat melalui kutipan 81. Teknik dramatik atau tidak langsung dapat dilihat melalui kutipan 80
dan 82-83. Berdasarkan kutipan 80 digambarkan bahwa Aldi adalah sosok anak
yang suka becanda. Kutipan 81-843 menujukkan Aldi adalah seorang anak yang bertanggung jawab terhadap pekerjan rumah.
5. Penokohan Tokoh Rifka
Keingintahuan dan keberanian bertanya Rifka semakin banyak ketika melihat Ayahnya tidak pernah dia temukan di rumah. Hal itu ditunjukkan
pengarang dengan teknikdramatikdalam kalimat berikut ini: 84.
Saat sepulang sekolah diantar oleh Kaka, adikku Rifka langsung menyambutku. Dia berlari mendekatiku saat aku masuk kedalam
rumah. “Kakak, Ayah kemana sih? Bertanya seperti itu aku terkejut. Ini adalah awal pertama kali Rifka bertanya dimana Ayah
Zaez, 2014: 247.
85. “Ibu, Ayah ke mana sih ?” tanya Rifka. Ayah lagi kerja, sayang.”.
“Kok nggak pernah pulang?” Rifka kecil masih belum bisa memahami perasaan antara Ibu dan aku dimana Ayah Zaez, 2014:
249. 86.
“Ayah masih hidupkan, Kak?” Adikku yang polos membuat lututku yang menahan tubuhku menjadi melemas Zaez, 2014:
248.
Rifka adalah anak yang cerdas meskipun usianya masih cukup muda. Dia selalu memberikan ide-ide kepada Ibu dan Kakaknya untuk bisa
mendatangkan Ayahnya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini:
87. “Bagaimana kalau kita yang mendatangi Ayah, Bu. Biar Ayah mau
cepat pulang.” Rifka memberi ide. Menurutku itu ide-ide yang sia- sia. Tapi Ibu tersenyum, lalu mengangguk Zaez, 2014: 249.
88 “Yuk, ka kita berkunjung ke tempat Ayah. Siapa tahu Ayah memberi
hadiah padaku. Dengan senangnya Rifka mengatakannya Zaez, 2014: 249.
Teknik pelukisan digunakan dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak langsung dan teknik
ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Rifka, hanya menggunakan teknik dramatik .
Berdasarkan kutipan 84-86 digambarkan bahwa Rifka adalah sosok anak yang berani bertanya ketika Ayahnya tidak pernah pulang ke rumah.
Kutipan 87-88 menujukkan Rifka merupakan anak yang cerdas yang memberikan ide-ide kepada Ibu dan kakaknya untuk mencari Ayahnya.
6. Penokohan Tokoh Kaka
Tokoh Kaka adalah orang suka menolong ketika tokoh aku di ganggu oleh sekelompok geng motor. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik
dramatik dalam kalimat berikut ini: 89.
“lepaskan dia” seorang cowok mendekati kami dan menepiskan tangan orang yang berani kurang ajar padaku. Aku tahu dari
banyak siswa di sekolah kalau dia adalah cucu dari pemiliki yayasan sekolah. Dia pendiam dan bersikap tennag, namanya Kaka
Zaez, 2014: 105.
90. Tidak ada perlawanan. Orang yang tadinya bersikap kurang ajar padaku untuk merampas tasku tidak berani melawan. Lalu Kaka
menarik lenganku dan mengajakku agar meninggalkan tempat itu Zaez, 2014: 105-106.
Hal itu juga ditunjukkan Pengarang dengan menggunakan teknik ekspositori :
91. Aku penasaran apa yang dilakukan Kaka padanya. Jarang-jarang
Kaka mau membela dan menolong cewek seperi ini karena perlakuan geng motor itu semakin kurang ajar Zaez, 2014: 107.
Tokoh Kaka adalah siswa yang cerdas dan pintar di sekolah, dia memiliki wajah yang tampan dan penampilan yang menawan. Hal itu
ditunjukkan pengarang dengan teknik ekspositori : 92.
Selain Kaka memiliki wajah yang tampan, penampilan yang menawan. Aku dengar dari beberapa anak di sekolah, Kaka juga
termasuk anak yang pintar dan cerdas Zaez, 2014: 143-144. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tokoh Kaka merupakan orang yang mempunyai sikap peduli dan perhatian terhadap tokoh aku yang sedang mencari keberadaan Ayahnya.
Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini :
93. Sepertinya aku melakukan tindakan yang nekat untuk bertemu
dengan Ayah. “aku akan membantumu. Tenang saja. Katakan saja pada ibumu kalau kita mengikuti kegiatan andrenalin dari sekolah.
Soal permisi dari sekolah, aku yang akan mengurusnya Zaez, 2014: 287.
94. Kaka mengurus izinku, dia memohon pada Papanya. Aku tidak
tahu apa yang dikatakan Kaka pada papanya sampai kami boleh pergi. Yang aku tau pikirkan sekarang adalah bisa tiba di Riau dan
bertemu dengan Ayah Zaez, 2014: 289.
Teknik pelukisan yang digunakan dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak langsung
dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Kaka, menggunakan teknik dramatik 89-90, 93-94. Teknik eskpositori atau
langsung kutipan 91-92. Berdasarkan kutipan 89-91 digambarkan bahwa Kaka adalah sosok
teman yang suka membantu. Kutipan 92 menunjukkan Kaka seorang anak yang pintar dan cerdas, memiliki wajah yang tampan. Kutipan 93-94
menujukkan Kaka adalah orang yang peduli dan perhatian terhadap temannya.
7. Penokohan Tokoh Antoni
Antoni merupakan tokoh yang suka membantu. Antoni memberikan alamat kepada tokoh aku dan menceritakan keadaan yang terjadi terhadap
Ayahnya tokoh aku. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikdramatikdalam kalimat berikut ini:
95. Lalu aku mengambil buku dalam tas dan pulpennya. Aku
memberikan pada Antoni. Dia mencatat alamat Ayah dan di bawah alamat itu dia mencatat nomor handphone Zaez, 2014: 256.
96. “Kau tahu dimana alamat ayah?”
“Tahu. Aku juga tahu nomor teleponnya. Mana pulpenmu, biar aku catat. Zaez, 2014: 256
97. Aku masih meragu untuk menghubungi nomor telepon yang diberi
Antoni. Aku juga masih belum tahu bagaimana caraku untuk menemui Ayah ke kota itu Zaez, 2014: 258.
98. Aku tidak tahu banyak tentang Paman, aku ini hanya
keponakannya. Tapi Paman pernah bercerita tentang istrinya, dia juga menceritakan tentang kau dan adik-adikmu. Aku pernah
disuruh menyambangi rumahmu. Paman memberi alamat rumah kalian Zaez, 2014: 272.
Sikap keramahan yang dimiliki Antoni saat menyambut tokoh aku berkunjung ke rumahnya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan
teknikekspositoridalam kalimat berikut ini: 99 .
“Antoni” aku menyeru namanya saat dia berjalan memasuki persimpangan. Antoni menoleh ke arahku. Dia orang yang cukup
ramah. Untuk menyambutku saja dia pakai senyum bibirnya Zaez, 2014: 268.
Teknik yang digunakan dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak langsung dan teknik
ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Antoni kutipan 99 teknik eskpositori atau langsung. Kutipan 95-98 adalah teknik dramatik.
Berdasarkan kutipan 95 dan 98 digambarkan bahwa Risma adalah sosok membantu kepada tokoh aku yang kesulitan mendapatkan tempat
tinggal Ayahnya. Kutipan 99 menunjukkan sikap keramahan Antoni ketika tokoh aku berkunjung ke rumahya.
8. Penokohan Tokoh Nenek
Nenek adalah Ibu d ari Ayah. yang berarti Nenek “aku”. Nenek
merupakan seorang yang suka menyindir. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini:
100. “Jadi istri harus pandai dandan”. Kata Nenek dengan sedikit
melirik pada Ibu sambil menuangkan kuah sop ke atas piringnya Zaez, 2014: 66.
101. “Kalau Cuma penampilan begitu-begitu saja bagaimana mungkin
suami bisa betah di rumah .” Zaez, 2014: 66. 102.
“Istri dan menantu yang baik tentu akan melayani suami dan mertua dengan kodratnya sendiri. Bukan seperti ini.” Zaez, 2014:
81.
Selain Nenek yang suka menyindir, Nenek juga cerewet. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini:
103. “Baik apanya? Cuma makanan yang dibeli dari luar saja kok sudah
dikatakan baik. Siapa saja juga bisa beli.” Zaez, 2014: 80. Teknik pelukisan yang digunakan dalam novel Cahaya Surga Di
Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Nenek hanya
menggunakan teknik dramatik atau tidak langsung Berdasarkan kutipan 100 sampai 102 digambarkan bahwa Nenek
adalah orang yang suka menyindir terhadap menantunya. Kutipan 103 menujukkan sikap cerewet Nenek terhadap tokoh Ibu.
Dari uraian tokoh dan penokohan diatas, akan digunakan sebagai pedoman untuk menentukan tokoh utama dari novelCahaya Surga di
Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez. Syarat-syarat menjadi tokoh utama dalam cerita
menurut handhout
matakuliahPAPyaitu:1 Menjadi
pusat
penceritaan, 2 paling terlibat dalam konflik dan klimaks, 3 paling banyak berkaitan dengan tokoh-tokoh lain, 4 membawakan moral dan tema cerita,
dan 5 Didukung oleh frekuensi kemunculan tinggi. Dari kelima kriteria tersebut menunjukkan bahwa tokoh utama dari novel Cahaya Surga di
Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez merupakan tokoh Wiana. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat kutipan-kutipan yang telah ditulis pada analisis
tokoh dan penokohan.
Dilihat dari Pusat penceritaan pada tokoh Wiana pada
novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez
di mulai awal mula perannya seorang istri yang tegar dan sabar dalam menghadapi sikap dan tingkah laku
suaminya.
Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : 104.
Aku tau Ibu akan kelelahan setelah Ibu pulang kerja. Satu hal lagi, aku tidak pernah tidak tahu di mana letak pengertian Ayah
terhadap Ibu. Ayah pernah memamarahi Ibu ketika dia pulang dari kerja dan belum menemukan makan siang sementara makan siang
itu di beli Ibu di warung. “aku tidak suka bila begini.”
“Aku juga baru pulang kerja sabarlah, aku tidak sempat mohon, sabarlah.” Zaez, 2014: 15.
105. Aku bingung melihatmu, kenapa kau selalu jawab pertayaanku bila
aku meminta. Apakah kau mau menjadi istri yang kualat? Menyiapkan makan siang saja tidak becus”. Ibu hanya diam
mendengarkannya Zaez, 2014: 16. 106.
Sejatinya aku tidak mengerti apa yang dikatakan oleh mereka. Yang aku tahu Ayah tengah memarah-marahi Ibu. Kadang aku
tidak setuju dengan tindakan Ibu yang hanya diam ketika Ibu mulai dibentaki Ayah. “Maaf aku tidak bisa bantu pinjaman uang, tidak
ada yang bisa dijamin.” “Ah, sudahlah” Ayah membentak lagi. Dia bangkit dan keluar
dari kamar. Di pintu depan, Ayah membanting pintu sekuat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mungkin sampai terdengar suara keras dan membuatku terkejut. Ibu mendekatiku sambil memelukku Zaez, 2014: 36-37.
107. “Aku bisa bantu kamu cari kerjaan lagi.”
“Halaah Tidak usah banyak cerita. Kemarin sebelum aku diputuskan kerja aku meminta tolongmu untuk meminjam dana dua
ratus juta apa yang kau lakukan? Mana?? Tidak ada kan? Percuma.
Kau tidak akan pernah bisa membantuku.” “Untuk sementara ini aku kan masih bisa memenuhi semuanya.
Makan kita masih bisa terpenuhi. Dengan penuh kesabaran Ibu menjelaskan terhadap Ayah. “Terserah kau lah” Ayah
melayangkan tangan isyarat tidak peduli lagi apa yang dikatakan oleh Ibu Zaez, 2014: 56-57.
Kutipan di atas menunjukkan menjadi pusat dan awal penceritaan
tokoh utama Wiana. Kutipan 104 suami yang tidak terima seorang istri terlambat
menyiapkan makanan
siang untuknya.Pada
kutipan 105menujukkan peristiwa sifat kesabaran seorang istri terhadap suaminya
dalam keadaan emosi karena tidak dipinjamkan uang.Peristiwa kekesalan yang di terima oleh suami terhadap istrinya yang tidak bisa meminjamkan
uang kembali terhadapnya, dapat terlihat pada kutipan 106 dan 107 . Tokoh utama Wiana paling terlibat dalam konflik dan klimaks.
Konflik yang terjadi ketika Wiana bertemu dengan mertuanya. Mertuanya yang menunjukkan ketidaksukaan terhadap dirinya. Hal ini ditunjukkan
dalam kutipan berikut ini : 108.
“Jadi istri itu harus pandai dandan”. Kata Nenek dengan sedikit melirik pada Ibu sambil menuangkan kuah sop ke atas piringnya
Zaez, 2014: 66. 109.
Mas surya sendiri suka kok. Bu. Dengan penampilan sederhana saya. Mas sendiri bilang seperti itu, iyakan mas? Ibu menuntut
pembelaan dari Ayah. “Mana mungkin suamimu pernah bilang begitu. Buktinya saja dia jarang tidur di rumah bersamamu. Iya,
kan?” Zaez, 2014: 67. 110.
“Baik apanya? Cuma makanan yang dibeli dari luar saja kok sudah dikatakan baik. Siapa saja juga bisa beli”. Aku mulai menduga,
tentu ini akan menjadi awal konflik argumen bagi antara Nenek dengan Ibu Zaez, 2014: 80-81.
111. “Istri dan menantu yang baik tentu akan melayani suami dan
mertua deng an kodratnya sendiri. Bukan seperti ini.” Zaez, 2014:
81. Kutipan di atas menunjukkan saat Wiana mengalami konflik dengan
mertuanya. Kutipan 108 menunjukkan peristiwa mertua tidak suka penampilan menantunya.Peristiwa Wiana mengharapkan pembelaan dari
suaminya ketika mertuanya mengkritik penampilannya, terlihat pada kutipan 109. Kutipan 110 menunjukkan peristiwa bahwa ketidaksukaan
mertua terhadap menantunya karena membeli makanan di luar.Pada kutipan 111 menunjukkan peristiwa kekesalan mertua terhadap menantunya Wiana
. Selain konflik di atas, Tokoh utama Wiana mengalami konflik yang
lainnya yaitu Wiana mengetahui penyebab kekasaran suami terhadap dirinya dan anak-anaknya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
112. Kini Ayah membenarkan posisi duduknya. Ayah menatap Ibu.
“Padahal aku berusaha untuk menarik perhatian Ibu. Tapi sia-sia.” “Bahkan Ibu berkata, kalau kekuatan ilmunya telah terkalahkan
oleh ilmumu.” Zaez, 2014: 86.
113. “Ilmu apa?” Ibu mengangkat kepalanya dan menatap Ayah dengan
serius. “persugihan”. Aku begini karena Ibu. Sebenarnya aku tidak ingin kasar padamu atau pada anak-
anak.” Ibu kepalanya lagi pada sandaran tempat duduk dan terdiam saja mendengarkan penjelasan
Ayah Zaez, 2014: 86-87. 114.
Bila dijelaskan pun juga tidak akan pernah masuk akal. Tapi itulah yang selama ini aku rasakan dan yang aku tahu dari perlakuan Ibu.
“Ibu mencoba menyingkirkanmu, mengalihkan perhatianku darimu, dan tetap menginginkan perempuan yang dulu pernah Ibu
jodohkan padaku. Ibu menggunakan s etan persugihan .” Zaez,
2014: 88. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kutipan 112 menunjukkan peristiwa bahwa Ayah menceritakan kalau Ibunya telah melakukan kekuatan ilmu. Kutipan 113 menunjukkan
peristiwa penyebab atau faktor suaminya kasar terhadap dirinya dan anak- anaknya karena persugihan yang dilakukan mertuanya. Kutipan 114
menunjukkan peristiwa mertua Wiana menggunakan persugihan mencoba menyingkirkan Wiana dan menjodohkan dengan perempuan yang lain.
Klimaks dari novel ini adalah Wiana harus rela melepaskan suaminya demi memenuhi permintaan dari mertuanya yang menjodohkan suaminya
dengan perempuan lain dan pergi meninggalkan dia dan anak-anaknya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
115. “Sepeertinya aku yang harus mengalah dari Ibu.” Ayah mulai
membuka suara. “Aku harus meninggalkan kalian.” “Kau mau kemana?”
“Entah. Yang jelas aku akan pergi jauh. Jauh sekali Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Sejatinya aku sangat mencintaimu, sangat
menyayangi anak-anak kita. Zaez, 2014: 88.
116. Aku hanya mohon ridamu. Aku ingin kau mau memaafkan segala
sikap kasarku. Aku akan pergi jauh tanpa diketahui oleh siapa pun. Aku akan mencoba mencari kehidupan baruku tanpa harus
melupakan kau dan anak- anak.” Zaez, 2014: 89.
117. “Aku merasa tidak punya siapa-siapa lagi. Ibu sudah
menghancurkan masa depanku. Ayah sendiri tidak dapat menolongku dan tidak dapat mencegah Ibu lagi. Kumohon,
sekalipun nanti aku harus pergi, jangan lupakan aku. Aku pasti
kembali” Zaez, 2014: 90. Kutipan 115 menunjukkan peristiwa seorang suami ingin pergi
meninggalkan Wiana dan anak-anaknya. Kutipan 116 menunjukkan peristiwa suaminya ingin istrinya memafkan segala sifat kasarnya dan ingin
pergi dari kehidupan Wiana. Kutipan 117 menunjukkan peristiwa seorang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
suami berharap kepada istrinya untuk tidak melupakannya meskipun mereka tidak bersama.
Intensitas keterlibatan tokoh Wiana berkaitan dengan tokoh-tokoh lain, hal itu terbukti bahwa pada setiap dialog antara tokoh satu dengan yang
lain menunjukkan bahwa Wiana selalu turut dalam dialog tersebut. Tokoh Wiana yang berkaitan dengan tokoh Arfansah sebagai
suaminya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : 118.
. “Aku tidak pernah menyombongkan diriku. Kau saja yang terlalu picik menilaiku. Kalau aku memang sombong di depanmu, sudah
lama aku mengusirmu sebab kau mengganggu ketenangan batinku dan anak-
anakku. ” “Kurang ajar...” Ayah ingin menampar Ibu, tapi tidak aku temukan
rasa takut di wajah Ibu Zaez, 2014: 77. 119.
“Aku tidak pernah menyia-nyiakanmu, Mas. Aku kerja juga untuk membantumu. Meringankan bebanmu dalam urusan ekonomi
rumah tangga kita.” Tapi kali ini Ibu berani membela dirinya tanpa harus menatap perlawanan bola mata Ayah.
“Ah dasar bodoh menunggumu berlama-lama masak. Bisa-bisa aku mati
kelaparan gara-
gara kecerobohanmu.” Ayah pergi meninggalkan kami berdua Zaez, 2014: 16-17.
Kutipan 118-119 menjelaskan kedekatan tokoh Wiana terdahap Suaminya. Kutipan 118 dan 119 menunjukkan peristiwa emosi Wiana
terhadap sikap suaminya yang berprasangka buruk terhadapnya. Tokoh Wiana yang berkaitan dengan tokoh aku Mimi. Hal ini
ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : 120.
Mendengar tangisku, Ibu segera datang ke dapur dengan wajah paniknya. “Mimi kenapa?” Wajah Ibu yang cemas. Aku masih
tetap menangis sambil menatap wafer yang telah dibuka Ayah. “Kejedut tadi Ayah sama Mimi bermain sembunyi-sembunyian.”
Ayah menjelaskan. “Ibu bilang juga apa. Jangan suka bersembunyi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
di bawah meja. Jadinya seperti ini, kan?” Ibu mengelus rambutku yang membasah akibat terkena air mata dan keringat. Tangisku
hampir mereda Zaez, 2014: 27-28.
121. Aku tidak tahu mengerjakan soal yang ini, Bu Aku menunjukkan
soal yang aku maksud. Dengan sabar Ibu menjelaskan padaku cara penyelesaiannya Zaez, 2014: 37.
122. Ibu memang tidak pernah mengajarkanku tentang kebencian.
Kepada siapa pun itu, mungkin Ibu akan benar-benar benci bila Ibu benar-benar sadar bila aku sudah membenci Ayah. Makanya Ibu
selalu berkata tentang segala kebaikan Ayah sekalipun Ayah tidak pernah meletakkan kebaikannya kepada kami Zaez, 2014: 75.
Kutipan 120 dan 121 menjelaskan kedekatan antara Wiana dengan anaknya aku Mimi. Kutipan 120 menujukkan peristiwa Wiana mengalami
kecemasan ketika tokoh aku Mimi ke jedut meja.Peristiwa aku Mimi meminta kepada Ibunya untuk membantu mengerjakan soal yang belum
dipahaminya, terlihat pada kutipan 121. Pada Kutipan 122 menunjukkan peristiwa seorang Ibu yang tidak pernah mengerjakan kebencian kepada
anaknya tentang Ayahnya. Tokoh Wiana yang berkaitan dengan tokoh Aldi. Hal ini ditunjukkan
dalam kutipan berikut ini : 123.
Kalau perempuan berarti mirip Kak Mimi dong, Bu?. “Boleh jadi. Tapi hidungnya lebih mirip kamu. Lebih mancung dari
Kak Mimi.” Ibu menarik ujung hidung Aldi. Dia cengar-cengir sementara aku merasa minder karena Aldi memiliki hidung yang
lebih bagus dari aku Zaez, 2014: 50.
124. “Kamu naik bus saja,” Kata Ibu sambil memberikan uang jajan
untukku. “Kak Mimi uang jajannya kok banyak banget sih, Bu?
“Kan udah pernah Ibu billang, sekolah kamu sama sekolahnya Kak Mimi lebih lama pulang sekolah Kak Mimi,”
“Ntar kalau kamu sudah seperti Kakak akan bakal dikasih uang jajan yang banyak sama Ibu.” Tetap saja adikku Aldi berwajah cemberut
Zaez, 2014: 103. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kutipan 123 dan 124 menunjukkan peristiwa kedekatan Wiana terhadap anaknya Aldi. Kutipan 123 menunjukkan peristiwa keakraban
antara Mimi dengan Wiana. Kutipan 124 menunjukkan peristiwa Mimi protes terhadap uang jajan yang diberikan oleh Ibunya.
Tokoh Wiana berkaitan dengan tokoh Rifka. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
125. Bagaimana kalau kita yang mendatangi Ayah, Bu. Biar Ayah mau
cepat pulang.” Rifka memberi ide. Menurutku itu ide-ide yang sia- sia. Tapi Ibu tersenyum, lalu mengangguk Zaez, 20145: 249.
126. “Ibu, Ayah kemana sih?” tanya Rifka.
“Ayah lagi kerja sayang.” Aku tahu, Ibu berbohong. “Kok nggak pernah pulang? Rifka kecil masih belum bisa
memahami perasaan antara Ibu dan aku di mana Ayah. “Iya
seb entar lagi Ayah akan pulang kok”. Aku benci kebohongan
tetang Ayah yang diceritakan Ibu Zaez, 2014: 249. Kutipan 125-126 menunjukkan peristiwa kedekatan dan keakraban
yang dimiliki antara Wiana dan anaknya Rifka. Kutipan 125 menunjukkan peristiwa Rifka yang memberikan ide kepada Ibunya untuk mendatangi
Ayahnya pulang. Kutipan 126 menunjukkan peristiwa Rifka yang selalu bertanya keberadaan Ayahnya yang tidak pernah pulang.
Tokoh Wiana berkaitan dengan tokoh Nenek. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
127. “Jadi istri harus pandai dandan”. Kata Nenek dengan sedikit
melirik pada Ibu sambil menuangkan kuah sop ke atas piringnya.“
Kalau Cuma penampilan begitu-begitu saja bagaimana mungkin suami bisa betah di rumah .” Zaez, 2014: 66.
128. “Tentu Ibu tahu sendiri, kan? Suami yang baik tidak akan rela
membiarkan istrinya mencari nafkah seorang diri di luar sana ,” Ibu
mulai membela diri . PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“Tidak ada yang menyuruh kamu kamu mencari nafkah.” Nenek mulai mencari sela Ibu.
“Lalu siapa yang harus bekerja untuk makan dan kebutuhan anak- anak saya? Seharusnya Ibu bisa menghargai saya sedikit saja Zaez,
2014: 81.
Kutipan 127 dan 128 menunjukkan peristiwa ketidakharmonisan
antara Wiana dan mertuanya. Kutipan 127 menunjukkan peristiwa ketidaksukaan mertua terhadap penampilan menantunya Wiana yang tidak
berdandan. Kutipan 128 menunjukkan peristiwa perlawanan yang ditunjukkan Wiana terhadap mertuanya yang tidak menyukai terhadap
Wiana. Tokoh Wiana berkaitan dengan penjual buah. Hal ini ditunjukkan
dalam kutipan berikut ini : 129.
“Oh ternyata Anda Ibunya. Lihatlah, anak Anda.” “Cukup Anak saya sudah menceritakan semua,” Ibu memotong
ucapan laki-laki itu. Ibu memakai sandal dan pergi ke kedai itu. Ibu ingin melihat kondisi yang pecah Zaez, 2014: 13.
130. “Seharusnya Bapak tidak memarahi anak kecil saya. Dia tidak
salah.” “Bagaimana bisa dia tidak salah jelas-jelas dia menyenggol buah
itu.” “Bapak tahu, tempat ini ramai. Anak saya terlalu kecil. Lihat
siapa yang peduli keamanan di tempat ini sehingga orang-orang di sini menabrak anak saya sehingga dia jatuh dan tidak sengaja
menyengg
ol buah itu” Ibu membelaku Zaez, 2014: 13-14. 131.
“Jangan karena dia hanya anak kecil Anda ingin mengelak dan tidak membayar ganti rugi buah saya”
“Maaf, sekalipun saya menetapkan anak saya tidak pernah bersalah, tidak berarti saya tidak mengganti buah itu. Tapi ingat
satu hal, seharusnya Anda tidak patut memarahinya hingga
menangis karena kesalahan yang tidak sengajanya”. Ingat usia Anda berapa, Pak Dan berapa usia anak saya lebih dibanding
usia Anda? Bola mata laki-laki gendut itu melotot lebar. Dia ingin marah, tapi mulutnya terkunci Zaez, 2014: 14.
Kutipan 129-131 menunjukkan peristiwa kekesalan dan kemarahan yang ditunjukkan Wiana kepada penjual buah yang memarahi anaknya
Mimi yang tidak sengaja menjatuhkan buah pemilik penjual buah tersebut. Tokoh Wiana berkaitan dengan penjaga toko buku. Hal ini
ditunjukkan dalam kutipan berikut ini: 132.
“Ambilkan saja untuknya,” aku mendengar suara Ibu. Penjaga buku itu menatap Ibu dengan serius. “Anda Ibunya?” Ibu hanya
mengangguk. “Dia tidak mungkin membaca buku setebal itu. Itu bacaan dewasa”.
“Saya lebih paham anak saya ketimbang Anda. Tolong, ambil saja Toh bila dia benar-benar tertarik saya akan membayarnya untuk
dibeli. Bukan Anda” Zaez, 2014: 22-23. Kutipan 132 menunjukkan peristiwa Wiana menyuruh
kepadapenjaga toko buku untuk mengambil buku bacaan yang disukai anaknya.
Dari segi intensitas keterlibatan peristiwa, konflik, dan tema terlihat bahwa Wiana selalu ada di setiap jalannya cerita. Tema yang ingin
disampaikan dalam novel Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez adalah ketegaran yang dimiliki seorang Ibu dalam membangun rumah tangganya.
Hal ini di tunjukkan dalam kutipan berikut ini : 133.
Ibu mengajarkan banyak cinta darinya padaku sekalipun tak jarang Ibu menyelipkan pahitnya hidup di dalam kasih sayang. Akan ada
pembelaan besar dari Ibu untukku ketika aku mulai cemas dan khawatir sekalipun kecemasan dan kekhawatiran itu timbul dari
kesalahanku sendiri. Aku tidak tahu entah sudah berapa kesabaran yang dituangkan untukku ketika aku pernah melakukan kesalahan-
kesalahan Zaez, 2014: 10.
134. Tidak ada minggu damai lagi. Semua suram di dalam rumah yang
masih dikontrak Ibu. Ayah tetap tidak peduli dan masih tetap memarah-marahi Ibu. Tidak ada hal yang benar yang bernilai baik
di mata Ayah dalam diri Ibu. Ibu selalu tetap sabar dalam sikap PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ayah. Bahkan aku tidak menemukan kesukaan di wajah Ayah atas kelahiran Rifka, meskipun hal itu Ibu tetap menunjukkan Ayah
selalu untuk anak-anaknya Zaez, 2014: 53-54.
135. “Untuk sementara ini aku kan masih bisa memenuhi semuanya.
Makan kita masih terpenuhi, kesehatan masih bisa ditanggung. Sabarlah, kalau dana sebesar itu yang kau minta, aku benar-benar
tidak dapat membantu”. “Cukup” Ayah membentak lagi sehingga aku terkejut. Sampai aku
mundur satu langkah dan hampir menutup pintu kamar sendiri. “ Terserahlah kau lah” Ayah melayangkan tangan isyarat tidak
peduli lagi apa yang dikatakan oleh Ibu. Ibu tidak bisa menahan Ayah untuk mendiskusikan apa yang mereka perdebatkan lagi. Ibu
hanya duduk di tempatnya dan aku melihat ada bentuk penyesalan dari Ibu. Ibu tidak pernah memperlihatkan kesedihannya Zaez,
2014: 50-51.
Kutipan 133 sampai dengan 135 di atas menunjukkan sikap ketegaran dan kesabaran yang dimiliki oleh Wiana menghadapi suaminya.
Kutipan 133 menunjukkan sikap kesabaran Wiana ketika anaknya mengalami permasalahan. Kutipan 134 menunjukkan peristiwa suaminya
tidak menyukai akan kelahiran anaknya tetapi Wiana tetap menunjukkan kesabaran sebagai seorang istri. Kutipan 135 menunjukkan peristiwa
Wiana dengan penuh kesabaran menjelaskan kepada suaminya tentang dana yang ingin dipinjamkan oleh suaminya.
Tokoh utama Wiana novel Surga Di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez terdapat moral yang dapat dipelajari oleh pembaca. Hal ini ditunjukkan
dalam kutipan berikut ini : 136. Ibu memang tidak pernah mengajarkanku tentang kebencian. Ibu
selalu berkata tentang segala kebaikan Ayah sekalipun Ayah tidak pernah meletakkan kebaikannya kepada kami. Hal itu tetap
dilakukan Ibu agar aku merasa memiliki Ayah yang baik hati Zaez, 2014: 75.
137 “Ibu kenapa Ayah sangat kasar pada Ibu?”
“Ayahmu tidak kasar. Ayah tadi kecapekan, jadinya begitu”. Aku mengangguk
paham. Kutatap
bola mata
Ibu tanpa
sepengetahuannya. Di sana kutemukan rasa ketidakadanya kasih sayang didapat Ibu dari Ayah. Apa pun pembelaan Ibu pada
Ayah, aku tetap memutuskan Ayah sangat kasar pada Ibu Zaez, 2014: 18.
138. Aku pikir Ibu tahu setiap kali Ibu mencoba membahas dan menyisipkan tetang Ayah pada topik pembicaraan kami Ibu
melihat keresahanku. Tapi Ibu selalu mencoba tidak peduli dan yang dipikirkan Ibu bagaimanapun sosok Ayah terhadap Ibu, Ibu
berusaha menyakinkan hatiku, menetapkan pendirianku bahwa apa pun yang terjadi dia tetaplah Ayahku Zaez, 2014: 190.
139. “Lalu bagaimana menurut Ibu kalau nanti Reva mencoba membuat
masalah yang baru, Bu?” aku mencoba sharing pada Ibu. “ Yang penting tidak kamu yang mencoba membuat masalah padanya. Dan
bila nanti dia mencoba membuat masalah baru padamu lebih baik kamu tinggalkan saja dia. Seperti Ibu yang mencoba untuk tetap
tenang jika dulu Ayahmu mencoba mengeluarkan kesalahan Ibu,
Ibu tetap sabar kok.” Zaez, 2014: 190. Kutipan 136 sampai dengan 139 menunjukkan nilai moral yang
dapat diambil dari dalam novel ini yaitu terlihat dari sosok Ibu. Ibu tidak pernah mengajarkan kepada anak-anaknya tentang kebencian melainkan
selalu mengajarkan kepada anak-anaknya tentang kebaikan. Walaupun sosok ayah dalam novel tidak pernah meletakkan sebuah kebaikan kepada
anak-anaknya, namun sosok ibu tetap menutupi keburukan dari sosok Ayah supaya anak-anaknya tetap merasa bahwa mereka mempunyai sosok ayah
yang baik hatinya. Dari segi kemunculan sangat jelas bahwa Wiana merupakan seorang
tokoh yang selalu diceritakan dari awal sampai akhir cerita. Karena novel ini menceritakan kehidupan tokoh Wiana.
Dapat disimpulkan bahwa tokoh utama dalam novel Cahaya Surga di wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah Wiana, sedangkan tokoh Arfansah,
aku Mimi, Aldi, Rifka, Kaka dan Antoni merupakan tokoh tambahan yang mendukung tokoh utama sehingga terjadi suatu peristiwa yang selalu
melibatkan tokoh utama.