Analisis Penokohan Deskripsi Data

2. Penokohan Tokoh Arfansah Tokoh Arfansah merupakan tokoh yang pemarah terhadap Ibu dan tokoh Aku. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikekspositori atau langsung dalam kalimat berikut ini: 55. Semakin lama, kulihat Ayah semakin arogan dan mudah tersinggung lalu marah. Aku tidak menemukan canda Ayah seperti dulu. Ayah lebih sering memarahi Ibu. Tapi Ayah tidak pernah memukul Ibu. Tidak ada waktu luang sekalipun hanya sedikit saja untuk bermain bersama Ayah Zaez, 2014: 30. 56. “Iya nanti Ayah lihat” nada Ayah membentak. Aku terlalu sering mendapat perlakuan Ayah yang seperti ini sehingga tidak jarang Ayah membuatku menjadi takut dan mati semangat di hadapannya. Ayah menatapku dengan tajam dan marah Zaez, 2014: 40. 57. “Benar- benar gila lekas kau ajak dia keluar dari kamarku sebelum amarahku benar- benar meledak.” Zaez, 2014: 33. Hal itu juga ditunjukkan Pengarang dengan menggunakan teknik dramatik : 58. “Diam” Ayah membentakku. Aku terkejut hebat. Ini kali pertamanya Ayah melakukan tindakan yang kutakuti darinya. Wajahku memerah, mataku berasa lembab sebab menahan tangis. .......................kau ajak dia kedapur Suruh dia makan sendiri,terlalu banyak permintaannya Ayah membentak juga membentak Ibu. Air mataku menitis t anpa suara. “Apa yang terjadi. Kenapa Ayah marah-marah? Ibu masuk ke dalam kamar dan mendekati Ayah Zaez, 2014: 32 59. “Ah, dasar bodoh menunggumu berlama-lama masak. Bisa-bisa aku mati kelaparan gara- gara kecorobohanmu.” Zaez, 2014: 17. Meskipun Ayah seorang yang pemarah dibalik itu, Ayah juga menunjukkan sikap penyanyang terhadap anaknya yang lagi menangis dan perhatian ketika melihat anaknya belum istrahat. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini: 60. “Aduh, anak Ayah jadi nangis..cup..cup ..cup” Ayah mengusap- usao kepalaku. Tetap saja tangisku tidak henti. Ayah membawaku PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pada kursi yang didudukinya tadi. Ayah memangkuku Zaez, 2014: 27. 61 “Sudah jam berapa sekarang? Kenapa kau juga belum tidur? Lekas masuk k amar. Besok kau harus pergi sekolah, kan?” Zaez, 2014: 40. Ayah adalah orang yang kasar. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini: 62. “Apa yang kau lakukan?” Ayah marah. Ayah mendekatiku. Ayah mengangkat tangannya, dia berhasrat menampar pipiku, aku memejamkan mataku sekuat mungkin sambil menekuk tunduk takut kepalaku sedalam-dalam mungkin Zaez, 2014: 33. 63. “Kurang ajar...” Ayah ingin menampar Ibu, tapi tidak kutemukan rasa takut di wajah Ibu. Malah aku yang takut sehingga membuatku menjerit histeris lalu menangis Zaez, 2014: 77. Penyesalan ditunjukkan Ayah melihat istrinya tidak mau meminjamkan sejumlah uang kepadanya dan keterlambatan istrinya menyiapkan makanan siang untuknya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini: 64. “Bukankah seorang pegawai negeri, mana mungkin kau tidak bisa meminjam pinjaman di koperasi atau bank” Zaez, 2014: 35. 65. “Tapi kenapa setiap ayahmu mencoba meminjam uang darimu kau dapat memberinya berapa saja?” Kau memang benar-benar tidak pernah mendukung tujuanku” Zaez, 2014: 36. 66. “Halaaahhh Tidak usah banyak cerita. Kemarin sebelum diputuskan kerja aku meminta tolongmu untuk meminjam dana dua ratus juta apa yang kau jawab? Mana? Tidak ada kan? Percuma. Kau tida akan pernah bisa membantukku” Zaez, 2014: 56. 67 “Cukup ” Ayah membentak lagi sehingga aku terkejut. Sampai- sampai aku mundur satu langkah dan hampir menutup pintu kamarku sendiri Zaez, 2014: 56. 68. “Terserah kau lah” Ayah melayangkan tangannya isayarat tidak peduli lagi apa yang dikatakan oleh Ibu Zaez, 2014: 57. 69. “Bagaimana kau jadi istri? Menyiapkan makan siang saja harus sampai sesore ini? Aku sudah lapar.” Zaez, 2014: 76. Teknik pelukisan tokoh Arfansah yang digunakan dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Arfansah, teknik ekspositori atau teknik langsung dapat dilihat melalui kutipan 55-57, sedangkan teknik dramatik atau tidak langsung dapat dilihat melalui kutipan 58-69. Berdasarkan kutipan 55 sampai dengan 59 digambarkan bahwa Arfansah adalah sosok ayah yang suka marah kepada istri dan anaknya. Kutipan 60 dan 61 menjelaskan Arfansah memiliki sifat penyayang terhadap anaknya yang sedang menangis dan peduli ketika melihat anaknya belum istrahat. Kutipan 62 dan 63 menujukkan sikap Arfansah yang kasar terhadap anak dan istrinya. Kutipan 64 sampai dengan 69 menunjukkan penyesalannya ketika Arfansah tidak dipinjamkan uang istrinya. 3. Penokohan Tokoh Aku Mimi Tokoh aku ini merupakan tokoh yang menceritakan peristiwa yang terjadi. Akan tetapi tokoh aku ini bukanlah tokoh utama karena tokoh aku ini banyak menceritakan tentang kehidupan tokoh Ibu dan peristiwa yang terjadi. Tokoh aku yang dimaksud disini adalah tokoh Mimi. Mimi merasa dongkol ketika hujan turun yang tidak reda dan melihat seorang laki-laki yang di sampingnya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikekspositori atau langsung dalam kalimat berikut ini: 70. Aku tidak mengubris pertanyaannya. Tentunya aku akan lebih risih bila aku harus berlama-lama duduk di sampingnya. Aku pikir dengan berdiri di tempat ini aku merasa lebih nyaman sekalipun PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI perasaanku mulai mendongkol. Dongkol pada hujan yang tidak mencoba untuk redah sebentar dan dongkol pada laki-laki yang tidak aku kenal di belakangku ini Zaez, 2014: 3. Tokoh aku merupakan tokoh yang sifatnya suka membenci terhadap Ayahnya yang suka kasar. hal itu terjadi ketika orang membicarakan tentang Ayahnya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini: 71. Bila orang-orang bertanya tentang Ayah, maka dengan mudah aku menjawab, “Ayah sudah mati sejak lama. Dia tidak akan pernah ada lagi. Dan mungkin dia sudah di surga, tempat yang lebih aman dibanding di rumah bersama anak- anaknya”. Dan aku tidak peduli orang-orang yang mendengar penjelasanku merasa terkejut. Ketika mereka ingin tahu lebih tentang Ayah, aku pergi meninggalkannya atau mengalihkan cerita Zaez, 2014: 7. 72. Ayah lagi...ayah lagi..lama-lama perasaanku aku akan membeku bila Ibu selalu berbicara tentang Ayah. Selalu mengundang Ayah dalam pembicaraan kami sebagai topik sisipan Zaez, 2014: 190. 73. Secara tidak langsung Ibu mengingatkanku tentang Ayah. Ternyata topik cinta dan mencintai ini ada hubungannya juga dengan Ayah. Aku jadi tidak bersemangat mendengar cerita ibu selanjutnya. Bila aku melanjutkan pertanyaan, tentu Ibu akan membahas Ayah sampai ke ujung kisahnya. Aku tidak suka. Tapi entah mengapa sekalipun aku tidak pernah memintannya Ibu selalu bercerita Zaez, 2014: 125 Sikap kecerobohan yang dimiliki tokoh aku ketika ia berada pada suatu tempat. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini: 74. Aku keluar dari tempat duduk. Kami melewati beberapa meja untuk tiba ke toilet. Saking terburu-buru sebab menahan kencing aku tidak sengaja menyenggol gelas berisi kopi panas di atas meja Zaez, 2014: 20. Kesedihan tokoh aku ketika ia tidak bisa bermain dengan Ayahnya seperti hari- hari kemarin. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini: 75. Aku mulai menangis, bersenggukan tanpa didengar Ayah dan Ibu. Aku merebah tubuhku di atas tempat tidur. Aku menelungkup dan menutup wajahku pada bantal. Bantalku basah terkena ingus dan air mata. Aku sakit hati, sementara aku rindu dengan segala permainan dan canda dari Ayah Zaez, 2014: 41. Tokoh aku merupakan tokoh yang mempunyai sikap pendirian yang gigih dan optimis. Ia tetap pada pendirian untuk tetap sekolah meskipun ia dalam keadaan yang kurang sehat dan tetap optimis dengan penampilannya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini 76. Besoknya aku memaksa diri untuk pergi sekolah sekalipun Ibu sudah melarangku. Aku pikir derita pening yang masih sedikit aku rasakan terlalu naif bila aku jadikan alasan untuk meliburkan diri karena sakit. Setelah aku beristirahat cukup sekali lagi saja mungkin aku akan merasa baik total. Aku meyakinkan Ibu dengan wajah yang kubuat seceria mungkin agar Ibu tidak merasa cemas dengan kondisiku Zaez, 2014: 101. 77. “Ya ampun? Aku mikir apa sih? Belum tentu Kaka juga mau menilai penampilanku tulus dari hatinya sekalipun penampilanku entar dapat menarik perhatiaannya.” Aku merebah diri di atas kasur. Lemari pakaianku masih terbuka lebar. Ini adalah kebodohan. Aku tidak boleh menghabiskan waktuku dengan berbiingung diri seperti ini Zaez, 2014: 133. Tokoh aku adalah tokoh yang mudah putus asa dan pasrah terhadap keadaan. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikdramatik atau tidak langsung dalam kalimat berikut ini : 78. Aku pasrah ketika Bu Ratna mengambil tasku dan menggeleda. Aku syok saat Bu Ratna berhasil menemukan dua lembar kertas soal kimia dan jawabannya dari dalam tasku. “Bu, saya tidak ada mengambilnya. Ini fitnah,” aku membela diri Zaez, 2014: 171. 79. Terserahlah aku pasrah. Apa mau kalian,akan aku ikuti. Tapi aku yakin pembelaan itu akan ada berpihak bersamaku Zaez, 2014: 178. Teknik pelukisan tokoh Mimi yang digunakan dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Mimi, teknik ekspositori atau teknik langsung dapat dilihat melalui kutipan 70, sedangkan teknik dramatik atau tidak langsung dapat dilihat melalui kutipan 71-79. Berdasarkan kutipan 70 digambarkan bahwa Mimi merasa dongkol ketika hujan dan harus berhenti di suatu tempat untuk menunggu hujan redah. Kutipan 71 sampai dengan 73 menujukkan sikap bencinya ketika orang-orang disekitarnya bercerita dan bertanya tentang keadaan Ayahnya. Kutipan 74 menujukan sikap cerobohnya yang tidak berhati-hati. Kutipan 75 menujukkan kesedihan ketika ia tidak bisa bermain bersama Ayahnya seperti yang dahulu. Kutipan 76 dan 77 menggambarkan sikap Mimi yang memiliki pendirian yang gigih untuk tetap bersekolah dan kutipan 109-110 menggambarkan Mimi yang cepat putus asa. 4. Penokohan Tokoh Aldi Aldi adalah adik Mimi yang suka bercanda. Ketika ia melihat kakaknya pergi ke sekolah membawa obat-obatan. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikdramatikdalam kalimat berikut ini: 80. “Masa ke sekolah bawaannya obat-obatan, Nggak keren. Seperti aku dong Buah dan biskuit...” Aldi meledekku Zaez, 2014: 102. Tokoh Aldi merupakan seorang yang bertanggung jawab atas pekerjaan rumah yang dibebankannya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikekspositoridalam kalimat berikut ini: 81. Sebenarnya aku yakin kalau Aldi dapat berbuat yang terbaik untuk semua urusan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Dia dapat membuktikan tanpa harus disuruh untuk menyelesaikan pekerjaan rumah Zaez, 2014: 99. Hal itu juga ditunjukkan Pengarang dengan menggunakan teknik dramatik: 82. “Siapa yang mencuci piring dan pakaian?”. Aku jawab Aldi. Aku menatapnya dengan lekat dan memastikan kalau dia benar-benar tidak berbohong padaku. Aku pikir dia paham dengan tatapanku yang seperti ini Zaez, 2014: 98. 83. “Buktinya aku sudah mencuci semuanya. Weeekkk” Aldi menjulur lidahnya lalu meninggalkan aku sendiri Zaez, 2014: 99. Teknik pelukisan tokoh Aldi yang digunakan dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Aldi, teknik ekspositori atau teknik langsung dapat dilihat melalui kutipan 81. Teknik dramatik atau tidak langsung dapat dilihat melalui kutipan 80 dan 82-83. Berdasarkan kutipan 80 digambarkan bahwa Aldi adalah sosok anak yang suka becanda. Kutipan 81-843 menujukkan Aldi adalah seorang anak yang bertanggung jawab terhadap pekerjan rumah. 5. Penokohan Tokoh Rifka Keingintahuan dan keberanian bertanya Rifka semakin banyak ketika melihat Ayahnya tidak pernah dia temukan di rumah. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikdramatikdalam kalimat berikut ini: 84. Saat sepulang sekolah diantar oleh Kaka, adikku Rifka langsung menyambutku. Dia berlari mendekatiku saat aku masuk kedalam rumah. “Kakak, Ayah kemana sih? Bertanya seperti itu aku terkejut. Ini adalah awal pertama kali Rifka bertanya dimana Ayah Zaez, 2014: 247. 85. “Ibu, Ayah ke mana sih ?” tanya Rifka. Ayah lagi kerja, sayang.”. “Kok nggak pernah pulang?” Rifka kecil masih belum bisa memahami perasaan antara Ibu dan aku dimana Ayah Zaez, 2014: 249. 86. “Ayah masih hidupkan, Kak?” Adikku yang polos membuat lututku yang menahan tubuhku menjadi melemas Zaez, 2014: 248. Rifka adalah anak yang cerdas meskipun usianya masih cukup muda. Dia selalu memberikan ide-ide kepada Ibu dan Kakaknya untuk bisa mendatangkan Ayahnya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini: 87. “Bagaimana kalau kita yang mendatangi Ayah, Bu. Biar Ayah mau cepat pulang.” Rifka memberi ide. Menurutku itu ide-ide yang sia- sia. Tapi Ibu tersenyum, lalu mengangguk Zaez, 2014: 249. 88 “Yuk, ka kita berkunjung ke tempat Ayah. Siapa tahu Ayah memberi hadiah padaku. Dengan senangnya Rifka mengatakannya Zaez, 2014: 249. Teknik pelukisan digunakan dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Rifka, hanya menggunakan teknik dramatik . Berdasarkan kutipan 84-86 digambarkan bahwa Rifka adalah sosok anak yang berani bertanya ketika Ayahnya tidak pernah pulang ke rumah. Kutipan 87-88 menujukkan Rifka merupakan anak yang cerdas yang memberikan ide-ide kepada Ibu dan kakaknya untuk mencari Ayahnya. 6. Penokohan Tokoh Kaka Tokoh Kaka adalah orang suka menolong ketika tokoh aku di ganggu oleh sekelompok geng motor. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini: 89. “lepaskan dia” seorang cowok mendekati kami dan menepiskan tangan orang yang berani kurang ajar padaku. Aku tahu dari banyak siswa di sekolah kalau dia adalah cucu dari pemiliki yayasan sekolah. Dia pendiam dan bersikap tennag, namanya Kaka Zaez, 2014: 105. 90. Tidak ada perlawanan. Orang yang tadinya bersikap kurang ajar padaku untuk merampas tasku tidak berani melawan. Lalu Kaka menarik lenganku dan mengajakku agar meninggalkan tempat itu Zaez, 2014: 105-106. Hal itu juga ditunjukkan Pengarang dengan menggunakan teknik ekspositori : 91. Aku penasaran apa yang dilakukan Kaka padanya. Jarang-jarang Kaka mau membela dan menolong cewek seperi ini karena perlakuan geng motor itu semakin kurang ajar Zaez, 2014: 107. Tokoh Kaka adalah siswa yang cerdas dan pintar di sekolah, dia memiliki wajah yang tampan dan penampilan yang menawan. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik ekspositori : 92. Selain Kaka memiliki wajah yang tampan, penampilan yang menawan. Aku dengar dari beberapa anak di sekolah, Kaka juga termasuk anak yang pintar dan cerdas Zaez, 2014: 143-144. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tokoh Kaka merupakan orang yang mempunyai sikap peduli dan perhatian terhadap tokoh aku yang sedang mencari keberadaan Ayahnya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini : 93. Sepertinya aku melakukan tindakan yang nekat untuk bertemu dengan Ayah. “aku akan membantumu. Tenang saja. Katakan saja pada ibumu kalau kita mengikuti kegiatan andrenalin dari sekolah. Soal permisi dari sekolah, aku yang akan mengurusnya Zaez, 2014: 287. 94. Kaka mengurus izinku, dia memohon pada Papanya. Aku tidak tahu apa yang dikatakan Kaka pada papanya sampai kami boleh pergi. Yang aku tau pikirkan sekarang adalah bisa tiba di Riau dan bertemu dengan Ayah Zaez, 2014: 289. Teknik pelukisan yang digunakan dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Kaka, menggunakan teknik dramatik 89-90, 93-94. Teknik eskpositori atau langsung kutipan 91-92. Berdasarkan kutipan 89-91 digambarkan bahwa Kaka adalah sosok teman yang suka membantu. Kutipan 92 menunjukkan Kaka seorang anak yang pintar dan cerdas, memiliki wajah yang tampan. Kutipan 93-94 menujukkan Kaka adalah orang yang peduli dan perhatian terhadap temannya. 7. Penokohan Tokoh Antoni Antoni merupakan tokoh yang suka membantu. Antoni memberikan alamat kepada tokoh aku dan menceritakan keadaan yang terjadi terhadap Ayahnya tokoh aku. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikdramatikdalam kalimat berikut ini: 95. Lalu aku mengambil buku dalam tas dan pulpennya. Aku memberikan pada Antoni. Dia mencatat alamat Ayah dan di bawah alamat itu dia mencatat nomor handphone Zaez, 2014: 256. 96. “Kau tahu dimana alamat ayah?” “Tahu. Aku juga tahu nomor teleponnya. Mana pulpenmu, biar aku catat. Zaez, 2014: 256 97. Aku masih meragu untuk menghubungi nomor telepon yang diberi Antoni. Aku juga masih belum tahu bagaimana caraku untuk menemui Ayah ke kota itu Zaez, 2014: 258. 98. Aku tidak tahu banyak tentang Paman, aku ini hanya keponakannya. Tapi Paman pernah bercerita tentang istrinya, dia juga menceritakan tentang kau dan adik-adikmu. Aku pernah disuruh menyambangi rumahmu. Paman memberi alamat rumah kalian Zaez, 2014: 272. Sikap keramahan yang dimiliki Antoni saat menyambut tokoh aku berkunjung ke rumahnya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikekspositoridalam kalimat berikut ini: 99 . “Antoni” aku menyeru namanya saat dia berjalan memasuki persimpangan. Antoni menoleh ke arahku. Dia orang yang cukup ramah. Untuk menyambutku saja dia pakai senyum bibirnya Zaez, 2014: 268. Teknik yang digunakan dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Antoni kutipan 99 teknik eskpositori atau langsung. Kutipan 95-98 adalah teknik dramatik. Berdasarkan kutipan 95 dan 98 digambarkan bahwa Risma adalah sosok membantu kepada tokoh aku yang kesulitan mendapatkan tempat tinggal Ayahnya. Kutipan 99 menunjukkan sikap keramahan Antoni ketika tokoh aku berkunjung ke rumahya. 8. Penokohan Tokoh Nenek Nenek adalah Ibu d ari Ayah. yang berarti Nenek “aku”. Nenek merupakan seorang yang suka menyindir. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini: 100. “Jadi istri harus pandai dandan”. Kata Nenek dengan sedikit melirik pada Ibu sambil menuangkan kuah sop ke atas piringnya Zaez, 2014: 66. 101. “Kalau Cuma penampilan begitu-begitu saja bagaimana mungkin suami bisa betah di rumah .” Zaez, 2014: 66. 102. “Istri dan menantu yang baik tentu akan melayani suami dan mertua dengan kodratnya sendiri. Bukan seperti ini.” Zaez, 2014: 81. Selain Nenek yang suka menyindir, Nenek juga cerewet. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini: 103. “Baik apanya? Cuma makanan yang dibeli dari luar saja kok sudah dikatakan baik. Siapa saja juga bisa beli.” Zaez, 2014: 80. Teknik pelukisan yang digunakan dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Nenek hanya menggunakan teknik dramatik atau tidak langsung Berdasarkan kutipan 100 sampai 102 digambarkan bahwa Nenek adalah orang yang suka menyindir terhadap menantunya. Kutipan 103 menujukkan sikap cerewet Nenek terhadap tokoh Ibu. Dari uraian tokoh dan penokohan diatas, akan digunakan sebagai pedoman untuk menentukan tokoh utama dari novelCahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez. Syarat-syarat menjadi tokoh utama dalam cerita menurut handhout matakuliahPAPyaitu:1 Menjadi pusat penceritaan, 2 paling terlibat dalam konflik dan klimaks, 3 paling banyak berkaitan dengan tokoh-tokoh lain, 4 membawakan moral dan tema cerita, dan 5 Didukung oleh frekuensi kemunculan tinggi. Dari kelima kriteria tersebut menunjukkan bahwa tokoh utama dari novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez merupakan tokoh Wiana. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat kutipan-kutipan yang telah ditulis pada analisis tokoh dan penokohan. Dilihat dari Pusat penceritaan pada tokoh Wiana pada novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez di mulai awal mula perannya seorang istri yang tegar dan sabar dalam menghadapi sikap dan tingkah laku suaminya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : 104. Aku tau Ibu akan kelelahan setelah Ibu pulang kerja. Satu hal lagi, aku tidak pernah tidak tahu di mana letak pengertian Ayah terhadap Ibu. Ayah pernah memamarahi Ibu ketika dia pulang dari kerja dan belum menemukan makan siang sementara makan siang itu di beli Ibu di warung. “aku tidak suka bila begini.” “Aku juga baru pulang kerja sabarlah, aku tidak sempat mohon, sabarlah.” Zaez, 2014: 15. 105. Aku bingung melihatmu, kenapa kau selalu jawab pertayaanku bila aku meminta. Apakah kau mau menjadi istri yang kualat? Menyiapkan makan siang saja tidak becus”. Ibu hanya diam mendengarkannya Zaez, 2014: 16. 106. Sejatinya aku tidak mengerti apa yang dikatakan oleh mereka. Yang aku tahu Ayah tengah memarah-marahi Ibu. Kadang aku tidak setuju dengan tindakan Ibu yang hanya diam ketika Ibu mulai dibentaki Ayah. “Maaf aku tidak bisa bantu pinjaman uang, tidak ada yang bisa dijamin.” “Ah, sudahlah” Ayah membentak lagi. Dia bangkit dan keluar dari kamar. Di pintu depan, Ayah membanting pintu sekuat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mungkin sampai terdengar suara keras dan membuatku terkejut. Ibu mendekatiku sambil memelukku Zaez, 2014: 36-37. 107. “Aku bisa bantu kamu cari kerjaan lagi.” “Halaah Tidak usah banyak cerita. Kemarin sebelum aku diputuskan kerja aku meminta tolongmu untuk meminjam dana dua ratus juta apa yang kau lakukan? Mana?? Tidak ada kan? Percuma. Kau tidak akan pernah bisa membantuku.” “Untuk sementara ini aku kan masih bisa memenuhi semuanya. Makan kita masih bisa terpenuhi. Dengan penuh kesabaran Ibu menjelaskan terhadap Ayah. “Terserah kau lah” Ayah melayangkan tangan isyarat tidak peduli lagi apa yang dikatakan oleh Ibu Zaez, 2014: 56-57. Kutipan di atas menunjukkan menjadi pusat dan awal penceritaan tokoh utama Wiana. Kutipan 104 suami yang tidak terima seorang istri terlambat menyiapkan makanan siang untuknya.Pada kutipan 105menujukkan peristiwa sifat kesabaran seorang istri terhadap suaminya dalam keadaan emosi karena tidak dipinjamkan uang.Peristiwa kekesalan yang di terima oleh suami terhadap istrinya yang tidak bisa meminjamkan uang kembali terhadapnya, dapat terlihat pada kutipan 106 dan 107 . Tokoh utama Wiana paling terlibat dalam konflik dan klimaks. Konflik yang terjadi ketika Wiana bertemu dengan mertuanya. Mertuanya yang menunjukkan ketidaksukaan terhadap dirinya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : 108. “Jadi istri itu harus pandai dandan”. Kata Nenek dengan sedikit melirik pada Ibu sambil menuangkan kuah sop ke atas piringnya Zaez, 2014: 66. 109. Mas surya sendiri suka kok. Bu. Dengan penampilan sederhana saya. Mas sendiri bilang seperti itu, iyakan mas? Ibu menuntut pembelaan dari Ayah. “Mana mungkin suamimu pernah bilang begitu. Buktinya saja dia jarang tidur di rumah bersamamu. Iya, kan?” Zaez, 2014: 67. 110. “Baik apanya? Cuma makanan yang dibeli dari luar saja kok sudah dikatakan baik. Siapa saja juga bisa beli”. Aku mulai menduga, tentu ini akan menjadi awal konflik argumen bagi antara Nenek dengan Ibu Zaez, 2014: 80-81. 111. “Istri dan menantu yang baik tentu akan melayani suami dan mertua deng an kodratnya sendiri. Bukan seperti ini.” Zaez, 2014: 81. Kutipan di atas menunjukkan saat Wiana mengalami konflik dengan mertuanya. Kutipan 108 menunjukkan peristiwa mertua tidak suka penampilan menantunya.Peristiwa Wiana mengharapkan pembelaan dari suaminya ketika mertuanya mengkritik penampilannya, terlihat pada kutipan 109. Kutipan 110 menunjukkan peristiwa bahwa ketidaksukaan mertua terhadap menantunya karena membeli makanan di luar.Pada kutipan 111 menunjukkan peristiwa kekesalan mertua terhadap menantunya Wiana . Selain konflik di atas, Tokoh utama Wiana mengalami konflik yang lainnya yaitu Wiana mengetahui penyebab kekasaran suami terhadap dirinya dan anak-anaknya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : 112. Kini Ayah membenarkan posisi duduknya. Ayah menatap Ibu. “Padahal aku berusaha untuk menarik perhatian Ibu. Tapi sia-sia.” “Bahkan Ibu berkata, kalau kekuatan ilmunya telah terkalahkan oleh ilmumu.” Zaez, 2014: 86. 113. “Ilmu apa?” Ibu mengangkat kepalanya dan menatap Ayah dengan serius. “persugihan”. Aku begini karena Ibu. Sebenarnya aku tidak ingin kasar padamu atau pada anak- anak.” Ibu kepalanya lagi pada sandaran tempat duduk dan terdiam saja mendengarkan penjelasan Ayah Zaez, 2014: 86-87. 114. Bila dijelaskan pun juga tidak akan pernah masuk akal. Tapi itulah yang selama ini aku rasakan dan yang aku tahu dari perlakuan Ibu. “Ibu mencoba menyingkirkanmu, mengalihkan perhatianku darimu, dan tetap menginginkan perempuan yang dulu pernah Ibu jodohkan padaku. Ibu menggunakan s etan persugihan .” Zaez, 2014: 88. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kutipan 112 menunjukkan peristiwa bahwa Ayah menceritakan kalau Ibunya telah melakukan kekuatan ilmu. Kutipan 113 menunjukkan peristiwa penyebab atau faktor suaminya kasar terhadap dirinya dan anak- anaknya karena persugihan yang dilakukan mertuanya. Kutipan 114 menunjukkan peristiwa mertua Wiana menggunakan persugihan mencoba menyingkirkan Wiana dan menjodohkan dengan perempuan yang lain. Klimaks dari novel ini adalah Wiana harus rela melepaskan suaminya demi memenuhi permintaan dari mertuanya yang menjodohkan suaminya dengan perempuan lain dan pergi meninggalkan dia dan anak-anaknya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : 115. “Sepeertinya aku yang harus mengalah dari Ibu.” Ayah mulai membuka suara. “Aku harus meninggalkan kalian.” “Kau mau kemana?” “Entah. Yang jelas aku akan pergi jauh. Jauh sekali Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Sejatinya aku sangat mencintaimu, sangat menyayangi anak-anak kita. Zaez, 2014: 88. 116. Aku hanya mohon ridamu. Aku ingin kau mau memaafkan segala sikap kasarku. Aku akan pergi jauh tanpa diketahui oleh siapa pun. Aku akan mencoba mencari kehidupan baruku tanpa harus melupakan kau dan anak- anak.” Zaez, 2014: 89. 117. “Aku merasa tidak punya siapa-siapa lagi. Ibu sudah menghancurkan masa depanku. Ayah sendiri tidak dapat menolongku dan tidak dapat mencegah Ibu lagi. Kumohon, sekalipun nanti aku harus pergi, jangan lupakan aku. Aku pasti kembali” Zaez, 2014: 90. Kutipan 115 menunjukkan peristiwa seorang suami ingin pergi meninggalkan Wiana dan anak-anaknya. Kutipan 116 menunjukkan peristiwa suaminya ingin istrinya memafkan segala sifat kasarnya dan ingin pergi dari kehidupan Wiana. Kutipan 117 menunjukkan peristiwa seorang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI suami berharap kepada istrinya untuk tidak melupakannya meskipun mereka tidak bersama. Intensitas keterlibatan tokoh Wiana berkaitan dengan tokoh-tokoh lain, hal itu terbukti bahwa pada setiap dialog antara tokoh satu dengan yang lain menunjukkan bahwa Wiana selalu turut dalam dialog tersebut. Tokoh Wiana yang berkaitan dengan tokoh Arfansah sebagai suaminya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : 118. . “Aku tidak pernah menyombongkan diriku. Kau saja yang terlalu picik menilaiku. Kalau aku memang sombong di depanmu, sudah lama aku mengusirmu sebab kau mengganggu ketenangan batinku dan anak- anakku. ” “Kurang ajar...” Ayah ingin menampar Ibu, tapi tidak aku temukan rasa takut di wajah Ibu Zaez, 2014: 77. 119. “Aku tidak pernah menyia-nyiakanmu, Mas. Aku kerja juga untuk membantumu. Meringankan bebanmu dalam urusan ekonomi rumah tangga kita.” Tapi kali ini Ibu berani membela dirinya tanpa harus menatap perlawanan bola mata Ayah. “Ah dasar bodoh menunggumu berlama-lama masak. Bisa-bisa aku mati kelaparan gara- gara kecerobohanmu.” Ayah pergi meninggalkan kami berdua Zaez, 2014: 16-17. Kutipan 118-119 menjelaskan kedekatan tokoh Wiana terdahap Suaminya. Kutipan 118 dan 119 menunjukkan peristiwa emosi Wiana terhadap sikap suaminya yang berprasangka buruk terhadapnya. Tokoh Wiana yang berkaitan dengan tokoh aku Mimi. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : 120. Mendengar tangisku, Ibu segera datang ke dapur dengan wajah paniknya. “Mimi kenapa?” Wajah Ibu yang cemas. Aku masih tetap menangis sambil menatap wafer yang telah dibuka Ayah. “Kejedut tadi Ayah sama Mimi bermain sembunyi-sembunyian.” Ayah menjelaskan. “Ibu bilang juga apa. Jangan suka bersembunyi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI di bawah meja. Jadinya seperti ini, kan?” Ibu mengelus rambutku yang membasah akibat terkena air mata dan keringat. Tangisku hampir mereda Zaez, 2014: 27-28. 121. Aku tidak tahu mengerjakan soal yang ini, Bu Aku menunjukkan soal yang aku maksud. Dengan sabar Ibu menjelaskan padaku cara penyelesaiannya Zaez, 2014: 37. 122. Ibu memang tidak pernah mengajarkanku tentang kebencian. Kepada siapa pun itu, mungkin Ibu akan benar-benar benci bila Ibu benar-benar sadar bila aku sudah membenci Ayah. Makanya Ibu selalu berkata tentang segala kebaikan Ayah sekalipun Ayah tidak pernah meletakkan kebaikannya kepada kami Zaez, 2014: 75. Kutipan 120 dan 121 menjelaskan kedekatan antara Wiana dengan anaknya aku Mimi. Kutipan 120 menujukkan peristiwa Wiana mengalami kecemasan ketika tokoh aku Mimi ke jedut meja.Peristiwa aku Mimi meminta kepada Ibunya untuk membantu mengerjakan soal yang belum dipahaminya, terlihat pada kutipan 121. Pada Kutipan 122 menunjukkan peristiwa seorang Ibu yang tidak pernah mengerjakan kebencian kepada anaknya tentang Ayahnya. Tokoh Wiana yang berkaitan dengan tokoh Aldi. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : 123. Kalau perempuan berarti mirip Kak Mimi dong, Bu?. “Boleh jadi. Tapi hidungnya lebih mirip kamu. Lebih mancung dari Kak Mimi.” Ibu menarik ujung hidung Aldi. Dia cengar-cengir sementara aku merasa minder karena Aldi memiliki hidung yang lebih bagus dari aku Zaez, 2014: 50. 124. “Kamu naik bus saja,” Kata Ibu sambil memberikan uang jajan untukku. “Kak Mimi uang jajannya kok banyak banget sih, Bu? “Kan udah pernah Ibu billang, sekolah kamu sama sekolahnya Kak Mimi lebih lama pulang sekolah Kak Mimi,” “Ntar kalau kamu sudah seperti Kakak akan bakal dikasih uang jajan yang banyak sama Ibu.” Tetap saja adikku Aldi berwajah cemberut Zaez, 2014: 103. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kutipan 123 dan 124 menunjukkan peristiwa kedekatan Wiana terhadap anaknya Aldi. Kutipan 123 menunjukkan peristiwa keakraban antara Mimi dengan Wiana. Kutipan 124 menunjukkan peristiwa Mimi protes terhadap uang jajan yang diberikan oleh Ibunya. Tokoh Wiana berkaitan dengan tokoh Rifka. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : 125. Bagaimana kalau kita yang mendatangi Ayah, Bu. Biar Ayah mau cepat pulang.” Rifka memberi ide. Menurutku itu ide-ide yang sia- sia. Tapi Ibu tersenyum, lalu mengangguk Zaez, 20145: 249. 126. “Ibu, Ayah kemana sih?” tanya Rifka. “Ayah lagi kerja sayang.” Aku tahu, Ibu berbohong. “Kok nggak pernah pulang? Rifka kecil masih belum bisa memahami perasaan antara Ibu dan aku di mana Ayah. “Iya seb entar lagi Ayah akan pulang kok”. Aku benci kebohongan tetang Ayah yang diceritakan Ibu Zaez, 2014: 249. Kutipan 125-126 menunjukkan peristiwa kedekatan dan keakraban yang dimiliki antara Wiana dan anaknya Rifka. Kutipan 125 menunjukkan peristiwa Rifka yang memberikan ide kepada Ibunya untuk mendatangi Ayahnya pulang. Kutipan 126 menunjukkan peristiwa Rifka yang selalu bertanya keberadaan Ayahnya yang tidak pernah pulang. Tokoh Wiana berkaitan dengan tokoh Nenek. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : 127. “Jadi istri harus pandai dandan”. Kata Nenek dengan sedikit melirik pada Ibu sambil menuangkan kuah sop ke atas piringnya.“ Kalau Cuma penampilan begitu-begitu saja bagaimana mungkin suami bisa betah di rumah .” Zaez, 2014: 66. 128. “Tentu Ibu tahu sendiri, kan? Suami yang baik tidak akan rela membiarkan istrinya mencari nafkah seorang diri di luar sana ,” Ibu mulai membela diri . PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI “Tidak ada yang menyuruh kamu kamu mencari nafkah.” Nenek mulai mencari sela Ibu. “Lalu siapa yang harus bekerja untuk makan dan kebutuhan anak- anak saya? Seharusnya Ibu bisa menghargai saya sedikit saja Zaez, 2014: 81. Kutipan 127 dan 128 menunjukkan peristiwa ketidakharmonisan antara Wiana dan mertuanya. Kutipan 127 menunjukkan peristiwa ketidaksukaan mertua terhadap penampilan menantunya Wiana yang tidak berdandan. Kutipan 128 menunjukkan peristiwa perlawanan yang ditunjukkan Wiana terhadap mertuanya yang tidak menyukai terhadap Wiana. Tokoh Wiana berkaitan dengan penjual buah. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : 129. “Oh ternyata Anda Ibunya. Lihatlah, anak Anda.” “Cukup Anak saya sudah menceritakan semua,” Ibu memotong ucapan laki-laki itu. Ibu memakai sandal dan pergi ke kedai itu. Ibu ingin melihat kondisi yang pecah Zaez, 2014: 13. 130. “Seharusnya Bapak tidak memarahi anak kecil saya. Dia tidak salah.” “Bagaimana bisa dia tidak salah jelas-jelas dia menyenggol buah itu.” “Bapak tahu, tempat ini ramai. Anak saya terlalu kecil. Lihat siapa yang peduli keamanan di tempat ini sehingga orang-orang di sini menabrak anak saya sehingga dia jatuh dan tidak sengaja menyengg ol buah itu” Ibu membelaku Zaez, 2014: 13-14. 131. “Jangan karena dia hanya anak kecil Anda ingin mengelak dan tidak membayar ganti rugi buah saya” “Maaf, sekalipun saya menetapkan anak saya tidak pernah bersalah, tidak berarti saya tidak mengganti buah itu. Tapi ingat satu hal, seharusnya Anda tidak patut memarahinya hingga menangis karena kesalahan yang tidak sengajanya”. Ingat usia Anda berapa, Pak Dan berapa usia anak saya lebih dibanding usia Anda? Bola mata laki-laki gendut itu melotot lebar. Dia ingin marah, tapi mulutnya terkunci Zaez, 2014: 14. Kutipan 129-131 menunjukkan peristiwa kekesalan dan kemarahan yang ditunjukkan Wiana kepada penjual buah yang memarahi anaknya Mimi yang tidak sengaja menjatuhkan buah pemilik penjual buah tersebut. Tokoh Wiana berkaitan dengan penjaga toko buku. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini: 132. “Ambilkan saja untuknya,” aku mendengar suara Ibu. Penjaga buku itu menatap Ibu dengan serius. “Anda Ibunya?” Ibu hanya mengangguk. “Dia tidak mungkin membaca buku setebal itu. Itu bacaan dewasa”. “Saya lebih paham anak saya ketimbang Anda. Tolong, ambil saja Toh bila dia benar-benar tertarik saya akan membayarnya untuk dibeli. Bukan Anda” Zaez, 2014: 22-23. Kutipan 132 menunjukkan peristiwa Wiana menyuruh kepadapenjaga toko buku untuk mengambil buku bacaan yang disukai anaknya. Dari segi intensitas keterlibatan peristiwa, konflik, dan tema terlihat bahwa Wiana selalu ada di setiap jalannya cerita. Tema yang ingin disampaikan dalam novel Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez adalah ketegaran yang dimiliki seorang Ibu dalam membangun rumah tangganya. Hal ini di tunjukkan dalam kutipan berikut ini : 133. Ibu mengajarkan banyak cinta darinya padaku sekalipun tak jarang Ibu menyelipkan pahitnya hidup di dalam kasih sayang. Akan ada pembelaan besar dari Ibu untukku ketika aku mulai cemas dan khawatir sekalipun kecemasan dan kekhawatiran itu timbul dari kesalahanku sendiri. Aku tidak tahu entah sudah berapa kesabaran yang dituangkan untukku ketika aku pernah melakukan kesalahan- kesalahan Zaez, 2014: 10. 134. Tidak ada minggu damai lagi. Semua suram di dalam rumah yang masih dikontrak Ibu. Ayah tetap tidak peduli dan masih tetap memarah-marahi Ibu. Tidak ada hal yang benar yang bernilai baik di mata Ayah dalam diri Ibu. Ibu selalu tetap sabar dalam sikap PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Ayah. Bahkan aku tidak menemukan kesukaan di wajah Ayah atas kelahiran Rifka, meskipun hal itu Ibu tetap menunjukkan Ayah selalu untuk anak-anaknya Zaez, 2014: 53-54. 135. “Untuk sementara ini aku kan masih bisa memenuhi semuanya. Makan kita masih terpenuhi, kesehatan masih bisa ditanggung. Sabarlah, kalau dana sebesar itu yang kau minta, aku benar-benar tidak dapat membantu”. “Cukup” Ayah membentak lagi sehingga aku terkejut. Sampai aku mundur satu langkah dan hampir menutup pintu kamar sendiri. “ Terserahlah kau lah” Ayah melayangkan tangan isyarat tidak peduli lagi apa yang dikatakan oleh Ibu. Ibu tidak bisa menahan Ayah untuk mendiskusikan apa yang mereka perdebatkan lagi. Ibu hanya duduk di tempatnya dan aku melihat ada bentuk penyesalan dari Ibu. Ibu tidak pernah memperlihatkan kesedihannya Zaez, 2014: 50-51. Kutipan 133 sampai dengan 135 di atas menunjukkan sikap ketegaran dan kesabaran yang dimiliki oleh Wiana menghadapi suaminya. Kutipan 133 menunjukkan sikap kesabaran Wiana ketika anaknya mengalami permasalahan. Kutipan 134 menunjukkan peristiwa suaminya tidak menyukai akan kelahiran anaknya tetapi Wiana tetap menunjukkan kesabaran sebagai seorang istri. Kutipan 135 menunjukkan peristiwa Wiana dengan penuh kesabaran menjelaskan kepada suaminya tentang dana yang ingin dipinjamkan oleh suaminya. Tokoh utama Wiana novel Surga Di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez terdapat moral yang dapat dipelajari oleh pembaca. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : 136. Ibu memang tidak pernah mengajarkanku tentang kebencian. Ibu selalu berkata tentang segala kebaikan Ayah sekalipun Ayah tidak pernah meletakkan kebaikannya kepada kami. Hal itu tetap dilakukan Ibu agar aku merasa memiliki Ayah yang baik hati Zaez, 2014: 75. 137 “Ibu kenapa Ayah sangat kasar pada Ibu?” “Ayahmu tidak kasar. Ayah tadi kecapekan, jadinya begitu”. Aku mengangguk paham. Kutatap bola mata Ibu tanpa sepengetahuannya. Di sana kutemukan rasa ketidakadanya kasih sayang didapat Ibu dari Ayah. Apa pun pembelaan Ibu pada Ayah, aku tetap memutuskan Ayah sangat kasar pada Ibu Zaez, 2014: 18. 138. Aku pikir Ibu tahu setiap kali Ibu mencoba membahas dan menyisipkan tetang Ayah pada topik pembicaraan kami Ibu melihat keresahanku. Tapi Ibu selalu mencoba tidak peduli dan yang dipikirkan Ibu bagaimanapun sosok Ayah terhadap Ibu, Ibu berusaha menyakinkan hatiku, menetapkan pendirianku bahwa apa pun yang terjadi dia tetaplah Ayahku Zaez, 2014: 190. 139. “Lalu bagaimana menurut Ibu kalau nanti Reva mencoba membuat masalah yang baru, Bu?” aku mencoba sharing pada Ibu. “ Yang penting tidak kamu yang mencoba membuat masalah padanya. Dan bila nanti dia mencoba membuat masalah baru padamu lebih baik kamu tinggalkan saja dia. Seperti Ibu yang mencoba untuk tetap tenang jika dulu Ayahmu mencoba mengeluarkan kesalahan Ibu, Ibu tetap sabar kok.” Zaez, 2014: 190. Kutipan 136 sampai dengan 139 menunjukkan nilai moral yang dapat diambil dari dalam novel ini yaitu terlihat dari sosok Ibu. Ibu tidak pernah mengajarkan kepada anak-anaknya tentang kebencian melainkan selalu mengajarkan kepada anak-anaknya tentang kebaikan. Walaupun sosok ayah dalam novel tidak pernah meletakkan sebuah kebaikan kepada anak-anaknya, namun sosok ibu tetap menutupi keburukan dari sosok Ayah supaya anak-anaknya tetap merasa bahwa mereka mempunyai sosok ayah yang baik hatinya. Dari segi kemunculan sangat jelas bahwa Wiana merupakan seorang tokoh yang selalu diceritakan dari awal sampai akhir cerita. Karena novel ini menceritakan kehidupan tokoh Wiana. Dapat disimpulkan bahwa tokoh utama dalam novel Cahaya Surga di wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah Wiana, sedangkan tokoh Arfansah, aku Mimi, Aldi, Rifka, Kaka dan Antoni merupakan tokoh tambahan yang mendukung tokoh utama sehingga terjadi suatu peristiwa yang selalu melibatkan tokoh utama.

4.2.3 Analisis Latar

Secara umum latar dapat diartikan sebagai gambaran waktu dan tempat yang melatar belakangi aksi tokoh-tokoh dalam suatu peristiwa Sudjiman, 1984: 120. Latar pada novel Cahaya Surga di WajahIbu karya Mura Alfa Zaez meliputi latar tempat,waktu, dan sosial. 1. Analisis Latar Tempat Latar tempat tempat menyarankan lokasi terjadinya peristiwa yang yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.Novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez mempunyai beberapa latar, yaitu depan bangunan, kamar, dapur, pasar, toko buku, Sekolah, rumah sakit, kafe, perpustakaan, kelas, Riau, Sumatera, dan warung kopi. a. Depan bangunan Ketika hujan turun “aku” berteduh dan beristirahat sejenak menunggu hujan berhenti di salah satu bangunan. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut ini : 140.Aku mencoba ingin pergi dari tempat itu ketika manusia kumuh dari tumpukan kardus ingin keluar dari dalam goni. Tapi hujan mampu menahan langkahku agar aku tetap berdiri di depan bangunan berpapan ini Zaez, 2014: 2. b. Di dalam rumah Latar tempat pada novel ini yang menujukkan di dalam rumah yaitu kamar, dan di dapur. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : 141. Aku mendengar suara ibu masuk ke dalam kamarku dan dia sudah berdiri di sampingku Zaez, 2014: 7. 142. “Apa yang terjadi. Kenapa Ayah marah-marah?” Ibu masuk ke dalam kamar dan mendekati Ayah Zaez, 2014: 31. 143. Tapi aku benar-benar ceroboh, aku menyenggol cangkir tinggi yang berisi kopi hitam buatan Ibu yang telah mendingin. Aku benar-benar panik dan ingin berlari menemui Ibu, Ayah keburu masuk ke dalam kamar dan melihat aku dengan tatapan yang sangat terkejut Zaez, 2014: 33. 144. “Horeee” aku meloncat senang dan segera masuk ke dalam kamar untuk memakai pakaian yang telah disiapkan oleh Ibu Zaez, 2014: 63. 145. Ayah membawaku pada kursi yang didudukinya tadi. Ayah memangkuku. Mendengar tangisku,Ibu segera datang ke dapur dengan wajah paniknya Zaez, 2014: 27. 146. Aku meneguk air putih, kutatap seisi ruangan yang ada di dapur. Tidak ada yang terlalu istimewa yang dapat aku lihat Zaez, 2014: 99. Kutipan 141-146 menujukkan latar tempat yang terjadi di dalam kamar dan kutipan 145-146 menunjukkan peristiwa yang terjadi di dapur. Kutipan 141 menunjukkan peristiwa tokoh aku di hampiri oleh Ibunya di dalam kamarnya yang sudah duduk di sampingnya. Kutipan 142 menunjukkan peristiwa Wiana menemui suaminya di dalam kamar yang sedang emosi. Kutipan 143 menunjukkan peristiwa sifat kecerobohan yang dimiliki tokoh aku di dalam kamar yang telah menumpahkan kopi yang dingin di atas meja. Kutipan 144 menunjukkan peristiwa tokoh “aku” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI senang melihat pakaiannya telah disiapkan oleh ibunya di dalam kamar. Kutipan 145 menunjukkan peristiwa di dapur seorang Ayah yang memberikan perhatian dan kasih sayang kepada t okoh “aku” yang sedang menangis. Kutipan 146 menunjukkan peristiwa tidak adanya keistimewaan yang dilihat di dapur oleh tokoh aku. c. Pasar Latar tempat yang ketiga pada novel ini adalah pasar. Tokoh “Aku” yang diajak oleh Ibunya pergi untuk berkeliling pasar. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : 147. Ibu melihatku kelelahan dan kehausan setelah sekian lama Ibu mengajakku berkeliling pasar Zaez, 2014: 19. 148. Sesampai di pasar Ibu tidak pernah membawa masuk motor menyelinap lingkungan pasar. Ibu akan memakirkannya di tempat parkiran Zaez, 2014: 212. Kutipan 147-148 menujukkan peristiwa yang terjadi di pasar. Kutipan 147 menunjukkan peristiwa tokoh “aku” di hampiri oleh ibunya yang lagi kelelahan dan kehausan saat berkeliling pasar. Kutipan 148 menunjukkan peristiwa Ibu parkir motornya saat berada di pasar. d. Toko Buku Latar tempat yang keempat yaitu toko buku. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini : 149. Pernah beberapa waktu setelah aku memecahkan gelas dan menumpahkan kopi panas pada pemilik kopi itu, Ibu mengajak aku ke toko buku. Ibu membolehkanku menginginkan buku apa saja yang aku suka, maka aku dengan sepuasku menelusuri rak buku Zaez, 2014: 21. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 150. Ada satu buku tebal yang aku tahu isinya tentang seni suara musik. Aku meminta penjaga rak untuk mengambalikan buku itu untukku Zaez, 2014: 22. Pada kutipan 149 menujukkan peristiwa kecerobohan yang dimiliki tokoh “aku” yang telah memecahkan gelas kopi pengunjung pada saat ia memilih buku bersama ibunya di toko buku. Kutipan 150 menujukkan peristiwa tokoh “aku” pergi ke tokoh buku untuk membeli buku yang disukainya. e. Rumah Sakit Latar tempat yang kelima yaitu rumah s akit. Tokoh “aku” menunggu Ibunya melahirkan dengan ditemani adik-adiknya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini: 151. Jauh-jauh sebelumnya Ibu mewanti- wanti akan kelahiran Rifka. Maka aku diliburkan sekolah oleh Ibu. Ibu mengajak Aldi dan aku menginap di rumah sakit Zaez, 2014: 51. Kutipan 151 di atas menunjukkan tokoh aku Mimi dan adik Aldi menunggu kelahiran adiknya di rumah sakit. f. Sekolah Latar tempat yang keenam yaitu sekolah. Berikut ini akan dikutipkan peristiwa dalam cerita yang terjadi di sekolah. Hal ini ditunjukkan beberapa dalam kutipan berikut ini : 152.Skorsing itu sudah lunas. Reva, Nana, dan Retno sudah aku lihat mulai aktif lagi di sekolah Zaez, 2014: 192. 153.Di sudut sekolah aku menepis cengkeraman tangannya hingga terlepas. Aku tidak bisa mengelak dari Reva sebab ketiga temannya mengepung aku Zaez, 2014: 152. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 154.Pagi sebelumnya saat di sekolah aku diberi PR oleh Ibu Guru Zaez, 2014: 35 155. Jadwal pelajaran menggambar di Sekolah membuat aku semangat untuk belajar melukis dan mewarnai Zaez, 2014: 38. Kutipan 1152 menunjukkan peristiwa Reva dan teman-temanya kembali aktif di sekolah. Kutipan 153 menujukkan peristiwa tokoh “aku” di kepung oleh Reva dan temannya dan tidak bisa berbuat apa-apa di sudut sekolah. Kutipan 154 menunjukkan peristiwa tokoh aku Mimi di berikan pekerjaan rumah oleh gurunya. Kutipan 155 menujukkan peristiwa tokoh “aku” semamgat saat jadwal pelajaran melukis dan mewarnai . g. Kelas Latar tempat ketujuh yaitu kelas. Berikut ini akan dikutipkan peristiwa dalam cerita yang terjadi di dalam kelas. Hal ini ditunjukkan beberapa dalam kutipan berikut ini : 156. Belum lagi bel masuk bunyi, tiba- tiba Reva masuk begitu saja ke kelasku bersama ketiga teman ceweknya yang selalu aku lihat dibawanya kemana-mana di sekolah ini Zaez, 2014: 152. 157. Sebelum mereka keluar guru bahasa Indonesia di depan kelas memberikan intruksi agar tugas terakhir yang belum siap diselesaikan dapat dikerjakan di rumah dan akan diperiksa besok Zaez, 2014: 178. 158. Anak- anak masuk ke dalam kelas dengan beiring, padahal waktu istrahat masih ada sepuluh menit lagi Zaez, 2014: 169. Kutipan 156 menujukkan peristiwa tokoh aku Mimi dihampiri oleh Reva dan temannya di dalam kelas. Kutipan 157 menujukkan peristiwa guru yang sedang memberikan pengumuman di kelas kepada murid-muridnya untuk mengerjakan tugas di rumah dan di kumpulkan ke esokan harinya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kutipan 158 menujukkan peristiwa murid-murid masuk ke kelas meskipun masih ada jam istrahat. h. Kantin Latar tempat ketujuh yaitu kantin. Tokoh “aku” dan teman- temannya pergi ke kantin untuk istrahat. Hal ini ditunjukkan beberapa dalam kutipan berikut ini : 159. Anehnya saat kami akan memasuki kantin anak-anak pada berlarian menuju kantin, lalu di sudut ada sebuah tembok yang cukup besar, ada banyak anak-anak berkerumun menghadap kea rah tembok itu Zaez, 2014: 182. 160. Seharusnya dari awal aku tahu siapa orang tua Reva, Aku jadi kecewa waktu istrahat berada di kantin Zaez, 2014: 228. Kutipan 159 menunjukkan peristiwa anak berlarian memasuki kantin. Kutipan 160 menunjukkan peristiwa kekecewaan tokoh aku ketika berada istrahat di kantin. i. Perpustakaan Latar tempat kedelapan yaitu perpustkaan. Tokoh “aku” sebelum memasuki perpustakaan harus mengisi daftar pengunjung. Hal ini di tunjukkan dalam kutipan berikut ini : 161. Kami memasuki perpustakaan. Sebelum mengambil buku di rak, setiap orang diminta untuk mengisi daftar pengunjung Zaez, 2014: 156. 162. Sesampai di dalam perpustakaan aku mengisi daftar pengunjung lalu aku menuju rak sastra Zaez, 2014: 194.

Dokumen yang terkait

CITRA WANITA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL PEREMPUAN JOGJA KARYA ACHMAD MUNIF: TINJAUAN FEMINISME SASTRA DAN Citra Wanita Tokoh Utama Dalam Novel Perempuan Jogja Karya Achmad Munif: Tinjauan Feminisme Sastra Dan Relevansinya Sebagai Bahan Ajar Sastra DiSMA.

0 4 11

PENDAHULUAN Citra Wanita Tokoh Utama Dalam Novel Perempuan Jogja Karya Achmad Munif: Tinjauan Feminisme Sastra Dan Relevansinya Sebagai Bahan Ajar Sastra DiSMA.

0 2 6

CITRA PEREMPUAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LASMI KARYA NUSYA KUSWANTIN: TINJAUAN FEMINISME DAN Citra Perempuan Tokoh Utama Dalam Novel Lasmi Karya Nusya Kuswantin: Tinjauan Feminisme Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di Sma.

0 2 13

Analisis kepribadian tokoh Nedena dalam novel Dadaisme karya Dewi Sartika : suatu tinjauan psikologi sastra, dan relevansinya dalam pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester I.

2 8 167

Konflik batin tokoh utama Elin dalam novel Novelist Undercover dan relevansinya sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA kelas XI (suatu tinjauan psikologi sastra).

3 24 108

Citra wanita tokoh utama dalam novel keberangkatan karya Nh. Dini dan relevansinya dalam pembelajaran sastra di sma.

3 26 138

Analisis citra wanita tokoh utama novel Merpati Biru karya Achmad Munif dengan pendekatan feminisme dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester II.

3 22 132

Analisis citra wanita tokoh utama novel Merpati Biru karya Achmad Munif dengan pendekatan feminisme dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester II.

1 2 132

Citra sosial wanita tokoh utama novel Namaku Hiroko karya Nh. Dini dan relevansinya dalam pembelajaran sastra di SMA (analisis struktural).

4 7 174

Citra wanita tokoh utama dalam novel keberangkatan karya Nh. Dini dan relevansinya dalam pembelajaran sastra di sma

0 2 136