Citra wanita tokoh utama Wiana dalam novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez (suatu tinjauan feminisme)dan relevansinya dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester II.
Lein, Antonina. 2016. “Citra Wanita Tokoh Utama Wiana dalam Novel Cahaya Surga di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez (Suatu Tinjauan Feminisme) dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI Semester II”. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Tokoh utama Wiana pada novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez dan relevansinya dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester II.Tujuan penelitian ini ada tiga yaitu: (1) mendeskripsikan tokoh, penokohan, dan latar dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Afa Zaez, (2) mendeksripsikan citra wanita tokoh utama Wiana dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Afa Zaez, (3) mendeskripsikan relevansi citra wanita pada tokoh utama Wiana dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester II.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif yang digunakan untuk mengungkapkan tokoh, penokohan, latar dan citra wanita pada tokoh utama Wiana. Langkah yang ditempuh peneliti dalam penelitian ini yaitu (1) menganalisis tokoh, penokohan, dan latar (2) menganalisis citra wanita tokoh utama Wiana berdasarkan citra diri dan citra sosial (3) menganalisis citra wanita pada tokoh utama Wiana dan relevansinya terhadap pembelajaran sastra di SMA kelas XI smester II.
Hasil analisis disimpulkan bahwa: (1) tokoh Wiana merupakan tokoh utama, sedangkan tokoh tambahan terdiri dari Arfansah, Mimi, Aldi, Rifka, Kaka, Antoni dan Nenek. Penokohan menunjukkan karakter para tokoh yang secara langsung maupun tidak langsung hadir dalam satu peristiwa dan berkaitan dengan tokoh Wiana. Latar yang terjadi dalam kehidupan Wiana terdiri dari latar tempat, latar waktu dan latar sosial. (2) perwujudan citra tokoh Wiana meliputi: citra diri dan citra sosial. (a) citra diri terdiri dari aspek fisik dan psikis. Dalam aspek fisik, tokoh Wiana digambarkan sebagai wanita muda dan dewasa yang tergambar melalui peristiwa hamil, melahirkan, menyusui anak, mengurus kerumahtanggaan, dan menjaga bentuk tubuh agar berpenampilan tetap cantik. Dalam aspek psikis perwujudan citra Wiana digambarkan sebagai wanita yang kuat, tegar, mandiri, penyanyang, berani berpendapat, serta selalu bersikap patuh, sabar dan setia terhadap suaminya. (b) citra sosial terdiri dari citra dalam keluarga dan citra dalam masyarakat. Citra dalam keluarga, tokoh Wiana berperan sebagai ibu, istri dan anggota keluarga yang penuh tanggung jawab, sedangkan citra dalam masyarakat,Wiana berperan sebagai wanita yang tetap aktif, tegas dan disiplin. (3) ditinjau dari segi bahasa, perkembangan psikologis, dan latar belakang budaya siswa, maka citra wanita pada tokoh utama Wiana dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Afa Zaez, dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra pada siswa SMA kelas XI Semester II).
(2)
Surga di Wajah Ibu Novel by Mura Alfa Saez (a Feminism Study) and Its Relevance to the Literature Learning for the Grade Eleven Students in Semester Two with Senior High School”. Thesis. Yogyakarta: Indonesia Literature and Language Education, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.
Figure Wiana in the Cahaya Surga di Wajah Ibu novel by Mura Alfa Saez and its relevance with literature learning for the grade eleven students in semester twoof the senior high school. This research had three goals, namely: (1) to describe the figure, characterization, and the setting in the Cahaya Surga di Wajah Ibu novel by Mura Alfa Saez, (2) to describe the woman image of the main figure Wiana in Cahaya Surga di Wajah Ibu novel by Mura Alfa Saez, and (3) to describe the relevance of the woman image of the main figure Wiana in the literature learning for the grade eleven students in semester two of the senior high school.
This research employed qualitative descriptive method which was used to reveal the figure, characterization, setting, and the woman image of the main figure Wiana. In doing this research, the researcher had taken some steps, namely (1) analyzing the figure, characterization, and the setting, (2) analyzing the woman image of the main figure Wiana based on the self-image and the social self-image, and (3) analyzing the woman self-image of the main figure Wiana and its relevance to the literature learning for the grade eleven students in semester two of the senior high school.
Based on the result, the researcher concluded that: (1) Wiana was the main figure, while the additional figures consisted of Arfansah, Mimi, Aldi, Rifka, Kaka, Antoni, and the grandmother. The characterization showed the characters of the figures which directly or not appeared in an event and related to the main figure Wiana. The settings which happened in
Wiana’s life consisted of place, time, and the social setting. (2) the actualization of the figure
Wiana included: the self-image and the social image. (a) the self-image consisted of physical and psychological aspects. In the physical aspect, Wiana was describe as a young and mature woman which depicted through the pregnancy, giving birth, breast feeding, maintaining the family, and keeping the body shape for being remain good looking. While in the psychological aspect, Wiana was described as a woman who was strong, tough, independent, compassionate, dare to argue, obedient, patient, and loyal to her husband. (b) the social image consisted of the image in the family and in the society. Related to the image in the family, Wiana acted as a mother, wife, and a family member who was responsible. While the image in the society, Wiana acted as woman who was active, firm, and discipline. (3) by observing the language aspect, psychological development, and the cultural background of the students,the woman image of the main figure Wiana in Cahaya Surga di Wajah Ibu novel by Mura Alfa Saez can be used as the literature learning material for the grade eleven students in semester two of the senior high school.
(3)
i
CITRA WANITA TOKOH UTAMA WIANA DALAM NOVEL CAHAYA SURGA DI WAJAH IBU
KARYA MURA ALFA ZAEZ (SUATU TINJAUAN FEMINISME) DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA
DI SMA KELAS XI SEMESTER II SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh Antonina Lein
091224035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2016
(4)
i
CITRA WANITA TOKOH UTAMA WIANA DALAM NOVEL CAHAYA SURGA DI WAJAH IBU
KARYA MURA ALFA ZAEZ (SUATU TINJAUAN FEMINISME) DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA
DI SMA KELAS XI SEMESTER II SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh Antonina Lein
091224035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2016
(5)
(6)
(7)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu dan senantiasa menuntun, membimbing, dan menyertai setiap langkah hidupku.
2. Kedua orangtuaku: Lukas Lein dan Maria Anastasia Unkok yang tidak pernah henti mendoakan, membimbing, serta selalu menyayangiku dengan penuh cinta dan kasih sayang.
3. Kedua kakakku : Kresensiana Don Frai dan Agustinus Karnoto. 4. Keponakan Primo Yoseppe Labora dan Nathan Yoseppe Labora. 5. Segenap keluarga besar di Adonara barat
(8)
(9)
vi
HALAMAN MOTO
“Jangan mencari ketakutanmu melainkan carilah harapan dan mimpimu. Jangan berpikir tentang frustasimu, tetapi tentang potensi yang belum terpenuhi. Perhatikan dirimu bukan dengan apa yang masih mungkin untuk melakukan
sesuatu”.
(PausYohanes XX III)
“Kemalasan adalah musuh terbesar jiwa”. (St. Benediktus )
“Mencari kekuatan hanya ada dalam diri sendiri, terus berjuang meskipun melangkah dengan lambat, tetapi tidak akan berjalan mundur ke belakang”.
(10)
(11)
viii ABSTRAK
Lein, Antonina. 2016. “Citra Wanita Tokoh Utama Wiana dalam Novel Cahaya Surga di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez (Suatu Tinjauan Feminisme) dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI Semester II”. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Tokoh utama Wiana pada novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez dan relevansinya dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester II.Tujuan penelitian ini ada tiga yaitu: (1) mendeskripsikan tokoh, penokohan, dan latar dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Afa Zaez, (2) mendeksripsikan citra wanita tokoh utama Wiana dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Afa Zaez, (3) mendeskripsikan relevansi citra wanita pada tokoh utama Wiana dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester II.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif yang digunakan untuk mengungkapkan tokoh, penokohan, latar dan citra wanita pada tokoh utama Wiana. Langkah yang ditempuh peneliti dalam penelitian ini yaitu (1) menganalisis tokoh, penokohan, dan latar (2) menganalisis citra wanita tokoh utama Wiana berdasarkan citra diri dan citra sosial (3) menganalisis citra wanita pada tokoh utama Wiana dan relevansinya terhadap pembelajaran sastra di SMA kelas XI smester II.
Hasil analisis disimpulkan bahwa: (1) tokoh Wiana merupakan tokoh utama, sedangkan tokoh tambahan terdiri dari Arfansah, Mimi, Aldi, Rifka, Kaka, Antoni dan Nenek. Penokohan menunjukkan karakter para tokoh yang secara langsung maupun tidak langsung hadir dalam satu peristiwa dan berkaitan dengan tokoh Wiana. Latar yang terjadi dalam kehidupan Wiana terdiri dari latar tempat, latar waktu dan latar sosial. (2) perwujudan citra tokoh Wiana meliputi: citra diri dan citra sosial. (a) citra diri terdiri dari aspek fisik dan psikis. Dalam aspek fisik, tokoh Wiana digambarkan sebagai wanita muda dan dewasa yang tergambar melalui peristiwa hamil, melahirkan, menyusui anak, mengurus kerumahtanggaan, dan menjaga bentuk tubuh agar berpenampilan tetap cantik. Dalam aspek psikis perwujudan citra Wiana digambarkan sebagai wanita yang kuat, tegar, mandiri, penyanyang, berani berpendapat, serta selalu bersikap patuh, sabar dan setia terhadap suaminya. (b) citra sosial terdiri dari citra dalam keluarga dan citra dalam masyarakat. Citra dalam keluarga, tokoh Wiana berperan sebagai ibu, istri dan anggota keluarga yang penuh tanggung jawab, sedangkan citra dalam masyarakat,Wiana berperan sebagai wanita yang tetap aktif, tegas dan disiplin. (3) ditinjau dari segi bahasa, perkembangan psikologis, dan latar belakang budaya siswa, maka citra wanita pada tokoh utama Wiana dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Afa Zaez, dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra pada siswa SMA kelas XI Semester II).
(12)
ix ABSTRACT
Lein, Antonina. 2016. “The Woman Image of the Main Figure Wiana in the Cahaya Surga di Wajah Ibu Novel by Mura Alfa Saez (a Feminism Study) and Its Relevance to the Literature Learning for the Grade Eleven Students in Semester Two with Senior High School”. Thesis. Yogyakarta: Indonesia Literature and Language Education, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.
Figure Wiana in the Cahaya Surga di Wajah Ibu novel by Mura Alfa Saez and its relevance with literature learning for the grade eleven students in semester twoof the senior high school. This research had three goals, namely: (1) to describe the figure, characterization, and the setting in the Cahaya Surga di Wajah Ibu novel by Mura Alfa Saez, (2) to describe the woman image of the main figure Wiana in Cahaya Surga di Wajah Ibu novel by Mura Alfa Saez, and (3) to describe the relevance of the woman image of the main figure Wiana in the literature learning for the grade eleven students in semester two of the senior high school.
This research employed qualitative descriptive method which was used to reveal the figure, characterization, setting, and the woman image of the main figure Wiana. In doing this research, the researcher had taken some steps, namely (1) analyzing the figure, characterization, and the setting, (2) analyzing the woman image of the main figure Wiana based on the self-image and the social image, and (3) analyzing the woman image of the main figure Wiana and its relevance to the literature learning for the grade eleven students in semester two of the senior high school.
Based on the result, the researcher concluded that: (1) Wiana was the main figure, while the additional figures consisted of Arfansah, Mimi, Aldi, Rifka, Kaka, Antoni, and the grandmother. The characterization showed the characters of the figures which directly or not appeared in an event and related to the main figure Wiana. The settings which happened in Wiana’s life consisted of place, time, and the social setting. (2) the actualization of the figure Wiana included: the self-image and the social image. (a) the self-image consisted of physical and psychological aspects. In the physical aspect, Wiana was describe as a young and mature woman which depicted through the pregnancy, giving birth, breast feeding, maintaining the family, and keeping the body shape for being remain good looking. While in the psychological aspect, Wiana was described as a woman who was strong, tough, independent, compassionate, dare to argue, obedient, patient, and loyal to her husband. (b) the social image consisted of the image in the family and in the society. Related to the image in the family, Wiana acted as a mother, wife, and a family member who was responsible. While the image in the society, Wiana acted as woman who was active, firm, and discipline. (3) by observing the language aspect, psychological development, and the cultural background of the students,the woman image of the main figure Wiana in Cahaya Surga di Wajah Ibu novel by Mura Alfa Saez can be used as the literature learning material for the grade eleven students in semester two of the senior high school.
(13)
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat, cinta, kasih, dan perlindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, yang berjudul: “Citra Wanita Toko Utama Wiana dalam Novel Cahaya Surga di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaes (Suatu Tinjauan Feminisme) dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra Di SMA Kelas kelas XI Semester II”.
Skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata DharmaYogyakarta.
Penulis menyadari begitu banyak hambatan dan kendala yang dihadapi selama menyusun skripsi ini, namun berkat dukungan, bantuan, dan kerja sama berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
2. Ibu Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.
3. Drs. B. Rahmanto, M.Hum, selaku dosen pembimbingaI dengan sabar dan bijaksana membimbing, menuntun, dan memberikan banyak masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skrips iini.
4. Drs. J. Prapta Diharja, S.J., M.Hum. selaku dosen pembimbing II dengan sabar dan bijaksana membibimbing, menuntun, dan memberikan banyak masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
(14)
xi
5. Semua dosen program studi bahasa sastra indonesia yang memberikan bekal ilmu pengetauan dan pengalaman kehidupan selama penulis menjadi mahasiswi Universitas Sanata Dharma.
6. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah menyediakan segala buku dan sumber informasi yang penulis butuhkan, guna menyelesaikan skripsi ini.
7. Robertus Marsidig karyawan sekretaris sekretariat PBSI yang selalu sabar memberikan pelayanan dan membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan kuliah di PBSI sampai dengan menyelesaikan skripsi ini. 8. Kedua orang tuaku Bapak Lukas Lein dan Ibu Anastasia Ungkok yang
segenap cinta dan kasih sayangnya yang tidak pernah berhenti memberikan dukungan, motivasi, semangat, dan dukungan moral maupun material kepada penulis.
9. Kedua kakakku Kresensiana Don Frai dan Agustinus Karnoto yang selalu memberikan semangat untuk terus berjuang dan doa kepada penulis. 10.Kakak ipar Abang Alek dan Kakak Tuti selalu memberikan dukungan
kepada penulis.
11.Keponakan Primo Yoseppe Labora dan Nathan Yoseppe Labora yang selalu memberikan warna inspirasi setiap harinya kepada penulis.
12.Teman-temanku: Theodorus Raya Todo Boli, Agnes, Delima Senipar, Preti Debora, Emi Makyn, Yudi Tone, Jimmy Amres, Vinsen, Fr Herman Bataona yang selalu setia, sabar, memberikan dukungan dan motivasi. 13.Segenap teman-temanku yang tergabung dalam F-MADORATE yang
(15)
(16)
xiii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
MOTO ... vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI HASIL KARYA ILMIAH ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.5 Batasan Istilah ... 5
(17)
xiv
BAB II LANDASAN TEORI ... 8
2.1 Penelitian yang Relevan ... 8
2.2 Kajian Teori ... 9
2.2.1 Sturuktur Novel ... 9
2.2.1.1 Tokoh ... 10
2.2.1.2 Penokohan ... 11
2.2.1.3 Latar ... 13
2.2.2 Feminisme ... 14
2.2.3 Citra Wanita ... 18
2.2.3.1 Citra Diri Wanita ... 19
2.2.3.2 Citra Sosial Wanita ... 21
2.3 Pembelajaran Sastra SMA ... 24
2.4 Silabus ... 28
2.5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33
3.1 Jenis Penelitian ... 33
3.2 Sumber Data dan Data Penelitian ... 33
3.3 Metode Penelitian ... 34
3.4 Instrumen Penelitian ... 34
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 34
3.6 Teknik Analisis Data ... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37
4.1 Deskripsi Data ... 37 4.2 Analisis Unsur Intrinsik Novel Cahaya Surga di Wajah Ibu
(18)
xv
Karya Mura Alfa Zaez ... 37
4.2.1 Analisis Tokoh ... 38
4.2.2 Analisis Penokohan ... 42
4.2.3 Analisis Latar ... 70
4.3 Analisis Citra Wanita Tokoh Wiana Berdasarkan Pendekatan Feminisme ... 84
4.3.1 Analisis Citra Diri Tokoh Wiana ... 85
4.3.2 Analisis Citra Sosial Tokoh Wiana ... 94
4.4 Relevansi Novel Cahay Surga di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez... 109
4.5 Silabus dan Rancangan Pelajaran Pembelajaran (RPP) ... 117
BAB V PENUTUP ... 118
5.1 Kesimpulan ... 118
5.2 Implikasi ... 122
5.3 Saran ... 122
DAFTAR PUSTAKA ... 125
Lampiran 1 ... 127
Lampiran 2 ... 129
Lampiran 3 ... 144
Lampiran 4 ... 149
(19)
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar BelakangMenurut Nurgiyantoro (2013: 11) karya sastra merupakan salah satu hasil seni, dan ada juga yang menyebutnya sebagai salah satu karya fiksi. Nurgiyantoro mengatakan (2013: 3) fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interkasinya dengan lingkungan dan sesama, interaksinya dengan diri sendiri,serta interaksinya dengan Tuhan. Sementara itu, Sumardjo (1984: 3) mengatakan bahwa karya sastra pada dasarnya adalah ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pikiran, perasaan, ide, semangat,dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Dari apa yang diungkapkan Sumardjo itu terlihat bahwa dalam karya sastra terdapat unsur isi (apa yang ingin disampaikan oleh sastrawan), ekspresi (cara pengarangnya), dan bahasa (alat atau media untuk mengungkapkannya).
Ada berbagai bentuk karya sastra, salah satunya adalah novel. Kusdirantin, dan kawan-kawan (1978: 9) dalam bukunya yang berjudul Memahami Novel Atheis mengatakan bahwa novel adalah karya sastra dengan imajinasi dan intelek bergabung untuk menggambarkan kehidupan dalam bentuk satu cerita dan imajinasi selalu diarahkan, dikontrol oleh intelek. Budianta (2002: 201) menyebutkan bahwa dalam novel, pengarang menceritakan bagaimana relasi antara satu tokoh dengan tokoh yang lain,
(20)
tokoh-tokoh dalam cerita dengan masyarakat dan konflik ketidaksetraan gender. Salah satu konflik ketidaksetraan gender yang sering diangkat dalam novel-novel Indonesia adalah feminisme.
Cahaya Surga di Wajah Ibu merupakan buku novel karya Mura Alfa Zaes tahun 2014 yang di dalam novel ini menceritakan ketegaran hati seorang ibu dalam menghadapi setiap masalah dalam hidupnya. Gambaran perempuan tercermin melalui tokoh perempuan yang bernama Wiana.Kehebatan dari seorang ibu Wiana dengan segala kesabaran, keuletan mampu menghadapi sendiri masalahnya selama bertahun-tahun tanpa seorang suami yang meninggalkannya dan ketiga anaknya.Meskipun demikian, Ibu Wiana tidak pernah mengajarkan kepada anak-anaknya tentang kebencian, melainkan selalu mengajarkan kepada anaknya tentang kebaikan.Walaupun sosok ayah dalam sebuah novel ini tidak pernah meletakkan sebuah kebaikan kepada anak-anaknya,namun sosok ibu tetap menutupi keburukan dari sosok ayah.Supaya anak-anaknya tetap merasa bahwa mereka mempunyai sosok ayah yang baik hatinya.Novel ini baik untuk dijadikan relevansi sebagai bahan pembelajaran siswa karena menceritakan bagaimana perjuangan dari sosok seorang Ibu Wianamempertahankan keutuhan keluaraganya dan tetap berjuang untuk meneruskan pendidikan anaknya meskipun tanpa dukungan yang maksimal dari suaminya. Hingga akhirnya keluarganya yang bermasalah tersebut, mampu bersatu kembali seperti semula dan kebahagiaanpun dapat diperolehnya lagi.Semua itu berkat kesabaran yang dimiliki dari sosok Ibu
(21)
Wiana yang tidak pernah untuk menyerah dalam mempertahankan keluarganya agar tetap bahagia.
Tokoh Ibu Wiana sebagai figur wanita yang mampu menyangkal anggapan dan pendapat tentang bias gender terhadap kaum wanita, karena wanita tidak hanya mempunyai peran gender yang lemah, bodoh, tertindas, dan pasrah terhadap keadaan tetapi mampu bersikap tegas untuk melawan segala bentuk ketidakadilan. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk menganalisa permasalahan citra wanita tokoh utama Wiana Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaes dengan pendekatan feminisme.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah tokoh, penokohan, dan latar dalam novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaes yang terkait dengan tokoh utama Wiana?
2. Bagaimanakah citra wanita tokoh utama Wiana dalam novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaes?
3. Bagaimana relevansi citra wanita tokoh utama Wiana dalam novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaes dalam pembelajaran sastra di SMA kelas X1 Semester II?
(22)
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas,tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeksripsikan tokoh, penokohan, dan latar dalam novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaes terkait tokoh utama Wiana. 2. Mendeskripsikan citra wanita tokoh utama Wiana dalam novel
Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaes.
3. Mendeskripsikan relevansi citra wanita tokoh utama Wiana dalam novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaes dengan pembelajaran sastra di SMA kelas X1 Semester II.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian yang dilakukan penulis diharapkan dapat mengembangkan ilmu sastra di tanah air, khususnya dalam citra perempuan karya sastra dalam bentuk novel. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan sumbangan pada pembelajaran sastra di sekolah.
(23)
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian dapat menambah referensi penelitian karya sastra indonesia dan menambah wawasan kepada pembaca tentang citra wanita dalam karya sastra.
b. Melalui pemahaman mengenai citra wanita dalam kajian feminisme diharapkan mampu membantu pembaca dalam mengungkapkan makna dalam novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaes.
1.5 Batasan Istilah
Pemahaman terhadap istilah-istilah secara cermat dan jelas yang berkaitan dengan judul penelitian ini sangat diperlukan untuk diketahui. Hal ini sangat berpengaruh dalam melakukan analisis.Berkaitan dengan itu, berikut peneliti akan mengemukakan beberapa istilah yaitu:
1. Novel adalah cerita dalam bentuk prosa dalam ukuran yang luas. Ukuran yang luas disini dapat berarti cerita dengan plot yang kompleks, karakter yang banyak,tema yang kompleks dan suasana yang beragam pula (Sumardjo, 1986: 29).
2. Citra artinya rupa,gambaran, dapat berupa gambaran yang dimilki oleh banyak mengenai pribadi atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah, kata, frase, atau kalimat dan merupakan unsur dasar yang khas dalam prosa dan puisi (Sugihastuti, 2000: 45)
(24)
3. Citra wanita adalah semua wujud gambaran mental spritual dan tingkah laku seharian yang terekspresi oleh wanita (Sugihastuti, 2000: 45).
4. Feminisme merupakan gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria (Moeliono via Sugihastuti 2003: 37).
5. Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988: 16) 6. Penokohan adalah cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku
(Aminuddin, 1987: 79).
7. Latar adalah sebagai gambaran waktu dan tempat yang melatar belakangi aksi tokoh-tokoh dalam suatu peristiwa (Sudjiman, 1988: 44).
8. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu mata pelajaran atau tema tertentu yang mencakup kompetensi inti,kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar (Faldillah 2014: 135).
9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas (Muslich, 2007: 45 ).
(25)
1.6 Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I pada penelitian ini berisi pendahuluan. Pada bab ini akan diuraikan 5 hal, yaitu: (1.1) latar belakang, (1.2) rumusan masalah, (1.3) tujuan penelitian, (1.4) manfaat penelitian, (1.5) batasan istilah, dan (1.6) sistematika penyajian.
Bab II dalam penelitian ini berisi landasan teori. Pada bab ini, akan diuraikan mengenai, (2.1) penelitian yang relevan, (2.2) kajian teori. Dalam kajian teori dipaparkan menjadi 6 sub bab, yaitu (2.2.1) struktur novel. Terdiri dari (2.2.1.1) tokoh, (2.2.1.2) penokohan, (2.2.1.3) latar.(2.2.2) feminisme, (2.2.3) citra wanita.Terdiri dari (2.2.3.1) citra diri wanita, (2.2.3.2) citra sosial wanita.(2.3) pembelajaran sastra di SMA.(2.4) silabus, (2.5) Rancangan Pelajaran dan Pembelajaran (RPP).
Bab III dalam penelitian ini berisi metodologi penelitian. Pada bab ini akan diuraikan mengenai, (3.1) jenis penelitian, (3.2) sumber data dan data penelitian, (3.3) metode penelitian, (3.4) instrumen penelitian, (3.5) teknik pengumpulan data, (3.6) dan teknik analisis data.
Bab IV dalam penelitian ini berisi hasil penelitian dan pembahasan. Pada bab ini akan diuraikan mengenai, (4.1) deksripsi data, dan (4.2) hasil analisispenelitian.
Bab V dalam penelitian ini berisi bagian penutup. Pada bagian ini akan diuraikan mengenai, (5.1) kesimpulan, (2) implikasi, dan (3) saran.
(26)
8 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Relevan
Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh Oktavianus Rendi (2011) dengan judul feminisme tokoh perempuan dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang Saya Monyet, karya Djenar Maesa Ayu. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, peneliti menemukan lima karakter feminisme tokoh perempuan yaitu berani mengutarakan pendapat, berani bertanya, berani melawan, berpendidikan dan mandiri. Selain itu,hasil penelitian dapat diterapkan dalam bidang sastra yaitu dapat menemukan nilai-nilai moral,dan budaya dalam kehidupan masyarakat.
Kristiyanti (2012) dengan judul citra wanita tokoh “aku” dalam novel
Fontenay Ke Magalianes, karya Nh Dini kajian feminisme. Metode yang digunakan adalah kualitatif. Pada novel ini, peneliti membicarakan citra sosial pada tokoh utama yaitu kepedulian terhadap lingkungan sehingga ia mampu mematahkan anggapan bahwa wanita tidak punya kemampuan, bodoh acuh tak acuh pada lingkungan. Selain itu, analisis tokoh dan penokohan dapat di implementasikan dalam pembelajaran sastra di SMA.
Peneliti yang dilakukan Marieta Sri Hermawatiningsih (2010), berjudulNilai Feminis Tokoh dalam Trilogi Jendela, Jendela Pintu, dan Atap KaryaFera Basuki. Penelitian ini menggunakan studi pustaka dengan metode deskriptif kualitatif karena data-data yang diperoleh berupa
(27)
kata-kata tertulis dan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai feminis tokoh dalam novel. Hasil penelitian menemukan tidak hanya satu tokoh yang memiliki nilai feminis, sehingga nilaifeminis dapat di klarifikasikan menjadi beberapa, yaitu: feminis ketulusan, kesabaran, kelembutan, mandiri, cerdas, berani, mapan, dan pekerja keras.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang citra wanita kajian feminisme. Penelitian-penelitian terdahulu kiranya relevan dengan penelitian ini dan sebagai untuk dijadikan sebagai sumber referensi dan bahan perbandingan.
2.2 Kajian Teori
2.2.1 Struktur Novel
Karya sastra (novel) merupakan struktur yang bermakna. Novel tidak sekedar merupakan serangkaian tulisan yang menggairahkan ketika dibaca,tetapi merupakan struktur pikiran yang tersusun dari unsur-unsur yang padu. Untuk mengetahui makna-makna atau pikiran tersebut, karya sastra (novel) harus dianalisis (Sugihastuti Suharto 2002: 43), sedangkan (Hill via Sugihastuti Suharto, 2002: 44) Novel sebagai salah satu bentuk cerita rekaan, merupakan sebuah strtuktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk memahami novel tersebut harus dianalisis .
Analisis strukturalisme merupakan prioritas pertama sebelum diterapkannya analisis yang lain. Tanpa analisis struktural, kebulatan makna intrinsik yang hanya dapat digali dari karya tersebut tidak dapat ditangkap.
(28)
Makna unsur-unsur karya sastra hanya dapat ditangkap, dipahami sepenuhnya, dan dinilai atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu di dalam keseluruhan karya sastra (Teeuw via Sugihastuti Suharto, 2002: 44).
Analisis struktural tidak sekadar memecah-mecah struktur (novel) menjadi fragmen-fragmen yang tidak berhubungan tetapi harus dapat dipahami sebagai bagian dari keseluruhan. Setiap unsur dalam siatuasi tertentu tidak mempunyai arti dengan sendirinya,melainkan ditentukan berdasarkan hubungannya dengan unsur-unsur lain yang terlibat dalam situasi itu. Makna penuh suatu kesatuan atau pengalaman dapat dipahami hanya jika berintegrasi ke dalam struktur yang merupakan keseluruhan dalam satuan itu (Hawkes via Sugihastuti Suharto, 2002: 44). Pembahasan dalam struktur novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaes hanya akan dibatasi pada unsur tokoh, penokohan, latar, karena unsur tersebut merupakan unsur yang terkait dengan citra wanita.
2.2.1.1 Tokoh
Panuti Sudjiman (1988: 16) mengemukakan tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan.
Sebagaimana yang dikemukakan (Abrams via Aminuddin, 1987: 33) tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam sesuatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
(29)
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan tokoh adalah orang yang menjadi pelaku dalam cerita fiksi yang memiliki kualitas moral yang diekspresikan melalui ucapan atau dialog dan tindakan.
Berdasarkan segi peran atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, tokoh dibedakan menjadi tokoh utama dan tambahan (Nurgiyantoro, 1995:176 -,177). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian dan konflik. Ia sangat mempengaruhi perkembangan plot. Di pihak lain, pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan,dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama, secara langsung maupun tak langsung. Tokoh utama adalah yang dibuat sinopsisnya, yaitu dalam kegiatan pembuatan sinopsis, sedangkan tokoh tambahan biasanya diabaikan.
2.2.1.2 Penokohan
Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (Sudjiman,1988: 23), Sedangkan Menurut Kusdirantin, dkk (1978: 75) penokohan adalah cara-cara penampilan pelaku melalui sikap, sifat dan tingkah laku pelakunya. Penokohan adalah penghadiran tokoh dalam cerita fiksi atau drama dengan cara langsung atau tidak langsung dan mengundang pembaca untuk menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan tindakannya.
(30)
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah cara pengarang menampilkan pelaku melalui sikap dan tingkah pelakunya yang merupakan sikap batin manusia yang mempengaruhi seluruh pikirannya dengan cara langsung atau tidak langsung.
Dalam sebuah karya fiksi, pengarang atau penilis cerita karya fiksi bisa melukiskan penokohan tokoh-tokoh dalam cerita karya fiksinya itu. Menurut Nurgiyantoro (2005: 194 - 201) beberapa cara pengarang atau penulis karya fiksi dalam melukiskan atau menggambarkan penokohan tokoh cerita dalam karya fiksi, yaitu:
1. Teknik ekspositori /analistis : pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit- belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan ciri fisiknya.
2. Teknik dramatik/ tidak langsung: teknik pelukisan tokohnya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan (baca: menyisati) para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun non verbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.
(31)
2.2.1.3 Latar
Secara umum latar dapat diartikan sebagai gambaran waktu dan tempat yang melatar belakangi aksi tokoh-tokoh dalam suatu peristiwa (Sudjiman, 1984: 120). Latar adalah elemen fiksi yang menunjukkan kepada kita dimana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung (Sayuti, 1999: 110).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa latar adalah tempat atau keadaan yang menggambarkan terjadinya peristiwa berlangsung yang dialami tokoh-tokoh.
Nurgiyantoro (1995: 227 - 233) menjelaskan unsur latar dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Latar tempat
Latar tempat tempat menyarankan lokasi terjadinya peristiwa yang yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, insial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau tidak bertentangan dengan sifat keadaan geografis tempat yang bersangkutan.
2. Latar waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.Masalah kapan
(32)
biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
3. Latar sosial
Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
2.2.2 Feminisme
Kemunculan feminisme diawali dengan gerakan emansipasi perempuan,yaitu proses pelepasan diri kaum perempuan dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah serta pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan-kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju (Moeliono, dkk 1993: 225 - 226). Sejalan itu, menurut Sugihastuti (2000: 29 - 30) feminis muncul sebagai akibat dari adanya prasangka gender yang cenderung menomorduakan kaum perempuan. Perempuan dinomorduakan karena adanya anggapan bahwa secara universal laki-laki berbeda dengan perempuan. Perbedaan itu tidak hanya terbatas pada kriteria biologis melainkan juga pada kriteria sosial dan budaya.
Wolf via Sofia (2009: 13) mengartikan sebagai sebuah teori yang mengungkapkan harga diri pribadi dan harga diri semua perempuan. Sementara itu, (Budianta 2002: 201) feminis adalah sebagai suatu kritik ideologis terhadap cara pandang yang mengabaikaan permasalahn ketimpangan dan ketidakadilan dalam pemberian peran dan identitas sosial berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Dapat dikatakan bahwa feminis
(33)
berarti kesadaran akan adanya ketidakadilan jender yang menimpa kaum perempuan, baik dalam keluarga maupun dalam masyrakat. Kesadaran itu harus diwujudkan dalam tindakan yang dilakukan baik oleh perempuan maupun laki-laki untuk mengubah suatu keadaan tersebut. Inti tujuan dari feminisme ini adalah meningkatkan kedudukan dan derajat kaum wanita agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki (Sarawasti, 2003: 156 ).
Persoalan yang mengemukaka kini adalah bagaimana penerapan gerakan feminis dikaji ke dalam karya sastra (novel). Hal inilah yang kemudian yang memunculkan istilah Kritik Sastra Feminis. Pada intinya kritik sastra feminis meneliti citra dan streotip perempuan di tengah pusaran budaya patriarkat,baik perempuan sebagai tokoh dalam sebuah karya maupun sebagai pengarang (Nurgiyantoro 2013: 109).
Menurut Sarawasti (2003: 161 - 162) jenis-jenis kritik sastra feminis yang berkembang dimasyarakat sebagai berikut:
1. Kritik Ideologis
Kritik sastra feminis ini melibatkan wanita, khususnya kaum feminis, sebagai pembaca.Yang menjadi pusat perhatian pembaca adalah citra serta stereotipe seorang wanita dalam karya sastra. Kritik ini juga meneliti kesalahpahaman tentang wanita dan sebab-sebab mengapa wanita sering tidak diperhitungkan, bahkan nyaris diabaikan.
(34)
2. Kritik yang Mengkaji Penulis-Penulis Wanita
Dalam ragam ini termasuk penelitian tentang sejarah karya sastra wanita, gaya penulis, tema genre, dan struktur penulis wanita. Di samping itu, dikaji kreatifitas penulis wanita, profesi penulis wanita sebagai suatu perkumpulan, serta perkembangan dan peraturan tradisi penulis wanita. 3. Kritik Sastra Feminis Sosialis
Feminis ini mencoba mengungkapkan bahwa kaum wanita merupakan kelas masyarakat yang tertindas. Kritik ini meneliti tokoh-tokoh wanita dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat.
4. Kritik Sastra Feminis -Psikoanalistik
Kritik ini diterapkan pada tulisan-tulisan wanita, karena para feminis percaya bahwa pembaca wanita biasanya mengidentifikasikan dirinya dengan atau menempatkan dirinya pada si tokoh wanita, sedangkan tokoh wanita tersebut pada umumnya merupakan cermin penciptanya.
5. Kritik Feminis Lesbian
Pada jenis ini hanya meneliti penulis dan tokoh wanita saja. Ragam kritik ini masih sangat terbatas karena ada beberapa faktor. Kaum feminis ini masih kurang menyukai kelompok wanita homoseksual,kurangnya jurnal-jurnal wanita yang menulis lesbianisme, kaum lesbian sendiri belum mencapai kesepakatan tentang definisi lesbianisme, kaum lesbian banyak menggunakan bahasa terselubung. Pada intinya tujuan dari kritik lesbian adalah pertama-tama mengembangkan suatu definisi yang cermat tentang makna lesbiakan. Kemudian pengkritik sastra lesbian akan menentukan
(35)
apakah definisi ini dapat diterapkan pada diri penulis atau pada teks karyanya.
6. Kritik Feminis Ras atau Etnik
Kritik feminis ini berusaha mendapatkan pengakuan bagi penulis etnik dan karyanya baik dalam kajian wanita maupun dalam kanon karya tradisional dan sastra feminis.
Pada konteks penelitian ini, peneliti hanya menggunakan jenis karya sastra feminis ideoligis karena peneliti hanya berpusat citra serta stereotipe seorang wanita dalam karya sastra khususnya novel.
Untuk mengidentifkasi suatu karya sastra menggunakan pendekatan feminisme, ada beberapa langkah yang dapat digunakan. Sarawasti (2003: 162) mengemukakan bahwa untuk mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh wanita dalam karya sastra peneliti harus mencari kedudukan tokoh-tokoh itu di dalam masyarakat, tujuan hidupnya, perilaku serta watak tokoh-tokoh perempuan dari gambaran yang langsung diberikan penulis, pendirian serta ucapan tokoh yang bersangkutan, dan hubungan tokoh dengan tokoh-tokoh lain.
Hampir sama dengan Sarawasti, Soenarjati (2000:51-53) mengemukakan bahwa langkah-langkah untuk mengkaji sebuah karya sastra dengan menggunakan pendekatan feminisme sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh utama, dan mencari kedudukan tokoh-tokoh itu di dalam masyarakat.
(36)
b. Meneliti tokoh lain, terutama tokoh-tokoh laki-laki yang memiliki keterkaitan dengan tokoh perempuan yang sedang diamati.
c. Mengamati sikap penulis karya yang sedang dikaji
2.2.3 Citra Wanita
Wolf via Adib Sofia (2009: 18) mengemukakan bahwa pada dekade 1990-an mulai muncul citra perempuan sebagai pemegang kekuasaan yang telah membebaskan perempuan untuk membayangkan diri mereka sebagai makhluk yang tidak hanya menarik dan memberi perasaan yang ingin menyayangi, melainkan juga dapat menimbulkan rasa hormat, bahkan rasa takut. Sementara itu, citra yang mendorong ke arah aksi adalah citra tentang agresivitas, keahlian, dan tantangan, ketimbang pencitraan tentang korban.
Sugihastuti (2000: 45) citra artinya rupa, gambaran, dapat berupa gambaran yang dimilki oleh banyak mengenai pribadi atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah, kata, frase, atau kalimat dan merupakan unsur dasar yang khas dalam prosa dan puisi. Citra wanita yang dimaksud dalam hal ini ialah semua gambaran mental spritual dan
tingkah laku keseharian wanita (indonesia), yang menunjukkan “wajah” dan
ciri khas wanita sebagai maklhluk individu dan sebagai makhluk sosial (Sugihastuti, 2000:7). Dengan demikian, wanita dicitrakan sebagai maklhluk individu beraspek fisik dan psikis dan sebagai makhluk sosial yang beraspek keluarga dan masyarakat (Sugihastuti, 2000:46).
(37)
Dalam kehidupan sehari-hari, misalnya citra wanita sebagai individu masih sering ditampilkan sebagai individu yang ragu-ragu atas peranannya dalam masyarakat dan sebagai anggota keluarga sehingga selalu perlu diusahakan suatu sikap kompromi. Wanita berada dalam masyarakat sebagai sumber daya manusia yang potensinya tidak dapat diremehkan,maka sifat kewanitaannya terlepas dari kata yang harus dipertahankan. Wujud citra itu dibatasi pada masalah pikiran dan perasaan wanita dalam tingkah laku keseharian sebagai pribadi,sebagai anggota keluarga, dan sebagai anggota masyarakat. Wujud citra wanita itu dapat dihubungkan dengan aspek fisik,psikis,dan sosial budaya dalam kehidupan wanita yang melatarbelakangi wujud citra wanita (Sugihastuti, 2000: xiii). Citra wanita dapat diuraikan menjadi dua bagian yaitu :
2.2.3.1Citra Diri Wanita
Citra diri wanita terwujud sebagai sosok individu yang mempuyai kemampuan untuk berkembang dan membangun dirinya. Berdasarkan pola pilihannya sendiri, wanita bertanggung jawab atas potensi diri sendiri sebagai maklhluk individu. Citra diri wanita memperlihatkan bahwa apa yang dipandang sebagai perilaku wanita bergantung pada bagaimana aspek fisik dan aspek psikis diasosiasikan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat (Sugihastuti, 2000:113).
Citra diri wanita sebagai makhluk yang feminine ditunjukkan oleh caranya berhias, berpakaian, dan bertingkah laku. Ciri-ciri feminine bercitrakan pada diri wanita dengan segala tingkah laku yang
(38)
menandaikelembutannya, perhatiannya, dan daya asuh pada orang lain, cara berpakaian dan berhias, semuanya itu menandai citra diri wanita (Sugihastuti, 2000:16).
1. Citra Fisik Wanita
Menurut Sugihastuti (2000: 112) dilihat dari aspek fisik, citra diri wanita yang khas dilihat melalui pengalaman-pengalaman tertentu yang hanya dialaminya, yang tidak dialami oleh pria seperti sobeknya selaput dara, melahirkan, menyusui anak. Secara fisik, citra diri wanita berbeda dengan pria, antara lain ditunjukkan oleh fisik yang lembut, lincah, dan lemah. Perbedaan ini akan tetap ada karena ada pengalaman-pengalaman hidup yang diterimanya pun berbeda atas dasar itu, citra diri wanita terwujud sebagai sosok individu yang mempunyai pendirian dan pilihan sendiri atas berbagai aktivitasnya berdasarkan kebutuhan-kebutuhan pribadi maupun sosial.
Citra fisik wanita yang tergambar adalah citra fisik wanita dewasa, wanita yang sudah berumah tangga. Secara fisiologis,wanita dewasa dicirikan oleh tanda-tanda jasmani antara lain dengan dialaminya haid dan perubahan-perubahan fisik lainnya,seperti tumbuhnya bulu dibagian badan tertentu,perubahan suara dan lain sebagainya. Secara fisis kodrat biologis sudah tidak dapat diubah. Wanita memiliki fisik yang berbeda dengan laki-laki, akan tetapi secara psikis dan sosial, kodrat fisik itu dapat dikembangkan sehingga wanita mencapai martabat yang sesuai (Sugihastuti, 2000: 85).
(39)
2. Citra Psikis Wanita
Ditinjau dari aspek psikisnya, wanita juga makhluk psikologi, makhluk yang berpikir,berperasaan dan beraspirasi. Hal ini menentukan dan mempengaruhi citra perilakunya (Sugihastuti, 2000: 95). Dalam aspek psikis, kejiwaan wanita dewasa ditandai oleh sikap pertanggungajwaban penuh terhadap diri sendiri, nasib sendiri, dan pembentukan diri sendiri. Citra wanita itu dapat dtercitrakan dari gambaran pribadi. Gambaran pribadi wanita dewasa itu secara karakteristik dan normatif telah terbentuk dan relatif stabil sifatnya (Kartono via Sugihastuti 2000:100 - 101). Dengan stabilan ini dimungkinkan baginya untuk memilih relasi sosial yang sifatnya juga stabil. Misalnya perkawinan,pilihan sikap, pilihan pekerjaan, dan sebagainya (Sughastuti, 2000: 102).
2.2.3.2 Citra Sosial Wanita
Menurut Sugihastuti (2000: 146) citra sosial wanita dalam kerangka relasinya dengan pria merupakan insan yang berada dalam pertarungan jenis yang ditentangnya. Penentuan wanita atas sikap pria itu karena berbagai sebab dalam aspek sosial dan pengalaman budaya. Wanita berada dalam sistem budaya patriakal,tempat banyak kekuasaan laki-laki mendominasi kehidupan masyarakat. Dalam sistem ini citra sosial wanita adalah insan yang diatur oleh kekuasaan tanpa kekuatan fisik,kekuatan budayalah yangmengaturnya. Citra wanita dalam aspek sosial disederhanakan ke dalam dua peran, yaitu peran wanita dalam masyarakat dan Peran wanita dalam keluarga.
(40)
1. Citra Wanita dalam Keluarga
Sugihastuti (2000: 125) citra wanita dalam keluarga menggambarkan wanita sebagai insan yang secara ekonomi tergantung pada suami karena pekerjaan pekerjaan yang tidak menghasilkan uang. Perasaan bahagia dalam rumah tangga muncul karena wanita merasa puas dengan pilihan yang tersedia baginya. Tugas rutin itu dianggap menyenangkan dan memuaskan karena tidak diperlukan daya pikir lebih untuk melakukannya. Sikap seperti ini menutup kemungkinan terhadap gagasan-gagasan lain yang tidak relevan dengan yang peranannya. Ada wanita yang menerima peran domestik itu seadanya,namun ada pula yang tidak sepenuhnya rela menerima. Citra wanita dalam keluaraga ini relatif dinamis.
Citra wanita dalam aspek keluarga berperan sebagai istri, seorang ibu dari anak-anaknya, dan sebagai anggota keluarga. Sebagai seorang istri dan kekasih suaminya,wanita bersikap sesuai dengan aspek fisis dan psikis yang dimilikinya,akan tetapi adakalanya pria yang dikasihi itu menyalahgunakan citra diri wanita sehingga wanita merasa tersudut ketempat yang tidak membahagiakan. Dalam perananya sebagai ibu dari anak-anak,wanita tetap berada dalam peran semestinya sesuai dengan aspek biologisnya, mengasuh, mendidik, dan memelihara anak-anak. Wanita sebagai anggota keluarga tercitrakan sebagai makhluk yang disibukkan dengan berbagai aktivitas domestik rumah tangga, pekerjaan rumah yangga menjadi tanggung jawab wanita (Sugihastuti, 2000: 129 - 130).
(41)
2. Citra Wanita dalam Masyarakat
Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya memerlukan manusia lain. Demikian juga wanita, hubungannya dengan manusia lain dapat bersifat khusus maupun umum tergantung pada bentuk sifat hubungannya itu. Hubungan manusia dalam masyarakat dimulai dari hubungan antar orang, termasuk hubungan antara wanita dengan pria (Sugihastuti, 2000: 132). Banyak gagasan tradisional dan streotip tentang wanita dalam peran mereka. Ada anggapan bahwa wanita kurang memiliki kemampuan, bodoh, acuh tak acuh terhadap lingkungan mereka (Sugihastuti, 2000: 133).
Streotip-streotip tradisional masih menandai citra sosial wanita antara lain ditunjukkan oleh superioritas pria. Streotip tradisional antara lain mengatakan bahwa wanita sudah sewajarnya hidup terbatas dalam lingkungan rumah tangga. Wanita perlu menyuarakan dan memperjuangkan hak-haknya dan berusaha melawan streotip tersebut (Sugihastuti, 2000: 135).
Dalam citra masyarakat, wanita melihat dan merasakan bahwa ada superioritas pria, ada kekuasaan laki-laki atas wanita. Dalam posisi demikian, wanita sadar atau tidak sadar menerima dan menyetujuinya sebagai sesuatu yang semestinya terjadi. Tiada kuasa bagi wanita untuk menyingkirkan kekuasaan itu, yang dirasakan hanyalah kegeraman (Sugihastuti, 2000: 136).
(42)
2.3 Pembelajaran Sastra di SMA
Pembelajaran sastra merupakan salah satu media yang baik untuk menumbuhkan karakter siswa. Menurut Rahmanto (1988: 16-19) menyatakan pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh dengan beberapa cara. Diantaranya, pertama membantu keterampilan berbahasa yang dikuti dengan keterampilan membaca, dan mungkin ditambah sedikit keterampilan menyimak, bicara, dan menulis yang masing-masing saling erat hubungannya. Kedua, meningkatkan pengetahuan budaya. Pengetahuan tersebut dapat merangsang siswa-siswa untuk memahami fakta-fakta dalam karya sastra dan dipahami bukan hanya sekedar fakta-fakta tentang benda, tetapi fakta-fakta tentang kehidupan. Pemahaman budaya dapat menumbuhkan rasa bangga,percaya diri dan rasa ikut memiliki. Yang ketiga, mengembangkan cipta dan rasa. Dalam pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan adalah kecakapan yang bersifat indra, bersifat penalaran, afektif, bersifat sosial serta bersifat yang religius.
Tujuan pengajaran sastra adalah untuk beroleh pengalaman dan pengetahuan tentang sastra. Tujuan untuk memperoleh pengalaman dalam pengajaran sastra ada dua, yaitu (1) tujuan untuk memperoleh pengalaman sastra dan (2) tujuan untuk memperoleh pengetahuan sastra (Rusyana, 1982: 6 - 8).
(43)
Menurut Rahmanto (1988: 27 - 33) ada tiga macam cara dalam memilih bahan pengajaran yaitu:
1. Bahasa
Penguasaan suatu bahasa sebenarnya tumbuh dan berkembang melalui tahap-tahap yang nampak jelas pada setiap individu. Sementara perkembangan karya sastra melewati tahap-tahap yang meliputi banyak aspek kebahasaan. Aspek kebahasaan dalam sastra tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas, tetapi juga faktor-faktor lain seperti: cara penulisan yang dipakai si pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan, dan kelompok pembaca yang ingin di jangkau pengarang. Oleh karena itu, agar pengajaran sastra dapat lebih berhasil, Guru kiranya perlu mengembangkan ketrampilan khusus untuk memilih bahan pengajaran sastra yang bahannya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswanya (Rahmanto, 1988: 27).
Dalam praktek, ketepatan pemilihan bahan ini sering kurang diperhatikan, dan dalam beberapa hal faktor-faktor kebahasaan memang sulit dipisahkan dari faktor-faktor lain. Meski demikian, seorang Guru hendaknya selalu berusaha memahami tingkat kebahasaan siswa-siswanya sehingga berdasarkan pemahaman itu Guru dapat memilih materi yang cocok untuk disajikan (Rahmanto, 1988: 28).
2. Psikologi
Perkembangan psikologis dan taraf anak menuju kedewasaan ini melewati tahap-tahap tertentu yang cukup jelas untuk dipelajari. Dalam
(44)
memilih pengajaran sastra, tahap-tahap perkembangan psikologis hendaknya diperhatikan karena tahap-tahap ini sangat berpengaruh terhadap minat dan keanganan anak didik dalam banyak hal. Tahap perkembangan psikologis ini sangat berpengaruh besar terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas,kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan problem yang dihadapi (Rahmanto, 1988: 30).
Menurut Rahmanto (1988: 30) ada beberapa pentahapan dalam memahami tingkat perkembangan psikologi anak-anak yaitu:
1. Tahap Pengkhayal (8-9 Tahun).
Pada tahap ini, imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata tetapi masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan.
2. Tahap Romantik (10-12 Tahun).
Pada tahap ini, anak mulai menigkatkan fantasi-fantasi dan mengarah ke realitas. Meski pandangannya tentang dunia ini masih sangat sederhana, tetapi pada tahap ini anak telah menyenangi ceritera-ceritera kepahlawanan, petualangan, dan bahkan kejahatan.
3. Tahap realistik (13-16 tahun).
Sampai pada tahap ini,anak sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi,dan sangat berminat pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi. Mereka terus berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan nyata.
(45)
Pada tahap ini,anak sudah tidak lagi berminat pada hal-hal praktis saja tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis suatu fonemena. Dengan menganalisis fenomena, mereka berusaha menemukan dan merumuskan penyebab utama fenomena itu yang kadang-kadang mengarah ke pemikiran filsafat untuk menemukan keputusan-keputusan moral.
3. Latar Belakang Budaya
Biasanya, siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang yang erat hubungannya dengan latar belakang kehidupan mereka, terutama bila karya sastra itu menghadirkan tokoh yang berasal dari lingkungan mereka dan mempunyai kesamaan dengan mereka atau orang yang di sekitar mereka. Dengan demikian, Guru hendaknya memilih bahan pengajaran dengan menggunakan prinsip mengutamakan karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa. Guru sastra hendaklah memahami apa yang diminati oleh para siswanya sehingga dapat menyajikan suatu karya sastra yang tidak terlalu menuntut gambaran di luar jangkauan kemampuan pembayangan yang dimiki oleh para siswanya (Rahmanto, 1988: 31).
Menurut Rahmanto (1988: 31) situasi yang menyadarkan akan perlunya karya-karya sastra dengan latar belakang budaya sendiri yang dikenal siswa faktornya adalah pertama, tuntutan itu mencerminkan adanya kesadaran bahwa karya sastra hendaknya menghadirkan sesuatu yang erat
(46)
hubungannya dengan kehidupan siswa. Kedua, siswa hendaknya terlebih dahulu memahami budaya sebelum mencoba mengetahui budaya lain.
2.4 Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu mata pelajaran atau tema tertentu yang mencakup kompetensi inti,kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar. (Faldillah 2014: 135).
Mulyasa (2008: 138 - 141) dalam implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) setiap Sekolah diberi kebebasan dan keluasan untuk mengembangkan silabus sesuai dengan karakteritik peserta didik serta kondisi dan kebutuhan masing- masing. Dalam pengembangan silabus,ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, diantaranya :
1. Relevansi
Relevansi mengandung arti bahwa cakupan, kedalaman, tingkat kesulitan, serta urutan penyajian materi dan kompetensi dasar dalam silabus sesuai dengan karakteristik peserta didik, baik kemampuan spiritual, intelektual, sosial, emosional, maupun perkembangan fisik.
2. Fleksibilitas
Fleksibilitas merupakan pelaksanaan program, peserta didik, dan lulusan memiliki ruang gerak dan kebebasan dalam bertindak.
(47)
3. Kontinuitas
Kontinuitas dalam pengembangan silabus mengandung arti bahwa setiap program pembelajaran yang dikemas dalam silabus memiliki keterkaitan satu sama lain dalam membentuk kompetensi dan kepribadian peserta didik.
4. Efektivitas
Efektivitas dalam pengembangan silabus berkaitan dengan terlaksananya dalam pembelajaran, dan tingkat pembentukkan kompetensinya sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) dalam standar isi. Silabus yang efektif adalah yang dapat diwujudkan dalam pembelajaran di kelas, sebaliknya silabus tersebut dapat dikatakan kurang efektif apabila banyak hal yang tidak dapat dilaksanakan.
5. Efesiensi
Efesiensi berkaitan dengan upaya untuk menghemat penggunaan data, daya, dan waktu tanpa mengurangi hasil atau kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Efesiensi silabus dapat dilihat dengan cara membandingkan antara biaya, tenaga, dan waktu yang digunakan untuk pembelajaran dengan hasil yang dicapai atau kompetensi yang dapat dibentuk oleh peserta didik. Dengan demikian, setiap guru dituntut untuk dapat mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang sehemat mungkin, tetapi dapat menghasilkan hasil belajar dan pembentukkan kompetensi peserta didik secara optimal.
(48)
6. Konsistensi
Yaitu antara kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memiliki hubungan yang konsisten dalam membentuk komptensi peserta didik.
7. Memadai
Yaitu ruang lingkup indikator,materi standar, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian yang dilaksanakan dapat mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan.
2.5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Perencanaan merupakan bagian penting yang harus diperhatikan dalam implementasi KTSP, yang akan menentukan kualitas pendidikan serta kualitas sumber daya manusia (SDM), baik di masa sekarang maupun di masa depan. Oleh karena itu, dalam kondisi dan sitausi bagaimanapun, guru tetap harus membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) (Mulyasa 2008: 153 - 154 ).
Faldillah (2014: 144) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah suatu bentuk perencanaan pembelajaran yang akan dilaksnakan oleh pendidik dalam kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini, seorang pendidik telah memerhatikan secara cermat, baik materi, penilain, alokasi waktu,sumber belajar, maupun metode pembelajaran yang akan digunakan sehingga secara detail kegiatan pembelajaran sudah tersusun secara rapi
(49)
dalam perencanaan pekasanaan pembelajaran). Pendapat lain yang menyebutkan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas (Muslich, 2007: 45 ).
Menurut Mulyasa (2008: 156 - 166) Pengembangan RPP harus memperhatikan minat dan perhatian perserta didik terhadap materi standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dijadikan bahan kajian. Dalam hal ini, harus diperhatikan agar guru jangan hanya berperan sebagai transformator, tetapi juga harus berperan sebagai motivator yang dapat membangkitkan dan mendorong peserta didik untuk belajar, dengan mengggunakan berbagai variasi media dan sumber belajar yang sesuai serta menunjang pembentukkan kompetensi dasar. Ada beberapa prinsip dalam pengembangan RPP dalam menyukseskan implementasi KTSP, diantaranya:
1. Kompetensi yang dirumuskan dalam RPP harus jelas, konkret, dan semakin tepat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk membentuk kompetensi tersebut.
2. Rencana pembelajaran harus sederhana dan fleksibel, serta dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik.
3. Kegiatan-kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam RPP harus menunjang dan sesuai dengan komnpetensi dasar yang telah ditetapkan.
(50)
4. RPP yang dikembangkan harus utuh dan menyeluruh,serta jelas pencapaiannya.
5. Harus ada koordinasi antarkomponen pelaksana program di sekolah. Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menutut suatu pemikiran ,pengambilan keputusan,dan pertimbangan dari seorang guru yang profesional,serta memerlukan usaha yang intelektual,pengetahuan yang teoritik.Dapat dikatakan sebagai guru profesional dalam arti bahwa guru bisa memodifikasi, mengubah serta menyesuaikan dengan kondisi sekolah dan daerah.
(51)
33 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang berjudulCitra Wanita Tokoh Utama dalam Novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deksriptif kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati secara holistic (utuh) (Bog dan Tylor via Moleong 2006:3). Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif karena data yang diperoleh berupa kata-kata dan bertujuan untuk mendeskripsikan citra wanita tokoh utama Wiana novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez dengan pendekatan feminisme.
3.2 Sumber Data dan Data Penelitian
Sumber data adalah subjek dari mana data itu diperoleh (Arikunto 2006:129). sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaescetakan pertama tahun 2014 dan diterbitkan olehRumah Orange,Jakarta. Novel ini terdiri dari 312 halaman. Sedangkan data penelitian berupa kutipan-kutipan kalimat dan paragraph dalam novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez tersebut yang menggambarkan citra wanita yang di fokuskan pada tokoh utama yaitu tokoh Wiana.
(52)
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu, atau bidang tertentu, dalam hal ini secara actual dan cermat (Hasan, 2002: 22). Peneliti memilih metoe deksriptif karena peneliti penulis ingin mendeksripsikan secara nyata, aspek-aspek citra wanita tokoh utama dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez menggunakan pendekatan kritik sastra feminis dalam pembelajaran sastra di SMAKelas XI Semester II.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2006: 160). Peneliti di sini berperan sebagai instrument penelitian karena peneliti sendiri yang berusaha mengumpulkan data, yakni mencatat dan mengolah data yang berkaitan dengan topik penelitian ini.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah pencatatan peristiwa-peristiwa hal-hal atau keterangan-keterangan sebagian atau seluruh elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian (Hasan, 2002: 83). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik baca
(53)
dan teknik catat. Teknik baca digunakan untuk memperoleh data-data yang terdapat dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez dan teknik catat digunakan untuk mencatat kalimat-kalimat dalam noveln Cahaya Surga Di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez yang mengandung citra wanita pada tokoh utama Wiana.
Langkah-lanagkah yang dilakukan peneliti dalam memperoleh data dalam peneltian ini sebagai berikut :
1. Membaca berulang kali dengan seksama dan memhami isi dari novel 2. Mencari dan mengutip kalimat dan paragraph yang menunjukkan
gambaran tokoh utama, tokoh tambahan, dan citra wanita tokoh utama Wiana.
3. Mengelompokkan kalimat dan paragraph yang dikutip berdasarkan tokoh utama, tokoh tambahan, dan citra wanita tokoh utama Wiana 3.6 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. (Bogdan dan Biklen via Moleong, 2006: 248).Analisis yang digunakan dalam penelitian berjudul Citra Wanita Tokoh Uatama Wiana dalam Novel Cahaya Surga di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez Adalah analisis deskripsi. Langkah kegiatan analisis sebagai berikut :
(54)
1. Melakukan studi pustaka dengan mencari dan mengumpulkan teori dari berbagai sumber seperti buku, internet yang berkaitan dengan penelitian yang relevan ini.
2. Mendeksripiskan pendekatan struktural yaitu unsur intrinsik yang berupa tokoh, penokohan, dan latar.
3. Menentukan tokoh utama dan tokoh tambahan dalam novelCahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez.
4. Mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh utama, dan mencari kedudukan tokoh-tokoh di dalam masyarakat.
5. Mendeksripsikan tokoh utama dalam novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez berdasarkan teori citra wanita dengan menggunakan pendekatan kritik sastra feminis. Peneliti memfokuskan tokoh tokoh utama untuk dianalisis berdasarkan citra wanita yang berupa citra diri wanita dan citra sosial yang berdasarkan pada kritik sastra feminis yaitu kritik sastra feminis ideologis.
6. Mengamati sikap penulis karya yang sedang dikaji.
7. Merelevansikan novelCahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaes di SMA kelas X1 semester 11.
8. Membuat kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian tersebut. 9. Menyajikan dalam bentuk lapora
(55)
37 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data
Dalam bab ini, secara keseluruhan hasil penelitian dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian. Hasil penelitian tersebut meliputi (1) Analisis unsur tokoh, Penokohan, dan Latar dalam novel Cahaya Surga di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez. (2) Analisis citra wanita novel Cahaya Surga di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez dengan pendekatan feminisme (3) Relevansinya sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester II.
Novel yang akan dianalisis dalam penelitian iniberjudul Cahaya Surga di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez terdiri dari 305 halaman, diterbitkan Rumah Orange pada tahun 2014.
4.2 Analisis Unsur Intrinsik Novel Cahaya Surga di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez
Tokohadalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa Panuti Sudjiman (1988: 16).Dalam bagian ini akan dipaparkan analisis tokoh dan penokohan.
(56)
4.2.1 Analisis Tokoh 1. Tokoh Wiana
Wiana adalah seorang ibu yang bekerja sebagai tenaga pengajar di salah satu sekolah SMP. Hal itu ditunjukkan pengarang dalam kalimat berikut ini:
1. Ibu bekerja sebagai seorang pendidik Pegawai Negeri,Ibu mengajar di salah satu sekolah SMP ( Zaez, 2014: 8).
2. Ibu mengikuti program sertifikasi, Ibu terlalu sibuk menyibukkan diri dengan urusan-urusan sekolahnya ( Zaez, 2014: 8).
Wiana memiliki tiga orang anak. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut ini :
3. Ibu sekarang sedang bahagia sebab dari pernikahan Ibu bersama Ayah,Ibu bisa mendapatkan kamu, mendapatkan Aldi, Rifka. Ibu menghapus air matanya (Zaez, 2014: 62).
Wiana senang menulis.Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut ini :
4. “Wah,Ibu dulu jago buat puisi cinta. Makanya Ayahmu itu bisa jatuh cinta samaIbu. Padahal hanya ibu kirimkan surat yang isinya
puisi cinta saja.” (Zaez, 2014: 125).
2. Tokoh Arfansah
Arfansah adalah suami dari Wiana. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut ini:
5. “MasArfansah sendiri suka kok, Bu, dengan penampilan sederhana saya.Mas sendiri bilang seperti itu, iya kan Mas, ya!?”Ibu menuntut pembelaan dari Ayah ( Zaez, 2014: 67).
6. “Kau berdusta,” dia menatapku dengan lurus. Paman Arfansah yang
(57)
aku pulang dari belanja itu. Antoni terkejut, dia terdiam cukup lama. (Zaez, 2014: 255).
Arfansah bekerja di salah kantor swasta. Hal inidapat dibuktikan dalam kutipan berikut ini :
7. Ayah bekerja di sebuah kantor swasta. Setiap pulang Ayah hanya membawa tas segi empat dari rumah saja (Zaez, 2014: 30).
8. “Buat apa juga ngoyo-ngoyo kerja?” Kerja di kantor kan sudah cukup (Zaez, 2014:36).
3. Tokoh “aku”( Mimi)
Tokoh “aku “ yang dimaksud disini adalah Mimi. Hal itu dapat dibuktikan dalam kutipan berikut ini:
9. Kini Ayah agak menjauh mendekati kulkas. Aku mulai tertawa dan
sedikit bersuara pelan. “ Ayah, Mimi ada disini...” aku cekikan
(Zaez, 2014: 26).
10. “Mimi kenapa?” wajah Ibu cemas, aku masih tetap menangis sambil menatap wafer yang telah dibuka Ayah ( Zaez, 2014: 28). 11. Aku mengambilnya dan kutemukan ada tulisan pada secarik kertas
dalam gambarku. Dari ayah. “ AYAH SAYANG MIMI.” Aku
sangat senang dan merasa puas. Aku memeluk kertas itu dan membawanya tidur kembali (Zaez, 2014: 43).
Mimi adalah anak sulung dari Ibu Wiana . Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut ini :
12. Sarapan dan makan malam adalah waktu yang paling tepat buat ibu, adik-adikku,dan aku berkumpul secara utuh (Zaez, 2014: 115).
13. Saat aku pulang sekolah diantar oleh Kaka, adik-adikku itu langsung menyambutku ( Zaez, 2014:247).
14. Sesampai di rumah aku telah menemukan Ayah bersama Ibu dan adik-adikku (Zaez, 2014: 299).
15. “Mimi? Anaknya Wiana yang sulung itu ?” perempuan itu menebak dan menyebut nama ibu. Bagaimana bisa dia tahu?(Zaez, 2014: 295).
(58)
Mimi mempunyai kegemaran membaca buku dan menggambar. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut ini :
16. Ibu mengajak aku ke toko buku. Ibu membolehkanku menginginkan buku apa saja yang aku suka (Zaez, 2014: 21). 17. “Tapi aku menginginkan buku itu. Aku ingin membacanya”(Zaez,
2014: 22).
18. “Bu, aku suku buku ini. Aku ingin membacanya.” Kataku sambil sedikit berteriak karena kegirangan (Zaez, 2014: 23).
19. Jadwal pelajaran menggambar di sekolah membuat aku semangat untuk belajar melukis dan mewarnai ( Zaez, 2014: 38).
20. Aku lebih banyak membaca dari pada menulis (Zaez, 2014: 159). 4. Tokoh Aldi
Aldi adalah adik Mimi. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut ini :
21. Perut Ibu lebih besar dari kepalaku,kak Mimi! Sambung Aldi. Caranya masih celat ( Zaez, 2014: 50).
22. Adikku yang satu ini kini telah duduk di kelas enam SD. Sebentar lagi dia akan menghadapi ujian nasionalnya (Zaez, 2014: 98). 5. Tokoh Rifka
Rifka adalah adik perempuan Mimi. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut ini :
23. Pagi ini Rifka sudah ikut rapi dan terlihat cantik sepertiku (Zaez, 2014: 109).
6. Tokoh Kaka
Kaka adalah kakak kelas dan cucu pemilikyayasan sekolah Mimi. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut ini :
(59)
24. Aku tau dari banyak siswa di sekolah kalau dia adalah cucu dari pemilik yayasan sekolah (Zaez, 2014: 105).
25. “Nggak kok Bu. Kaka nolong aku”.
“Siapa Kaka ?”Kaka kelas. Cucu pemilik yayasan ( Zaez, 2014: 111).
26. .“Jangan mentang-mentang kau cucu pemilik yayasan sok belagu di
sini!” ( Zaez, 2014: 106).
Kaka gemar bernyanyi. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut ini :
27. Dia menyanyikan lagu tentang cinta dan perasaan yang cukup mendalam. Aku pikir dia sangat berbakat (Zaez, 2014: 140).
28. Lagu kedua adalah lagu terakhir yang dipersembahkan oleh Kaka, setelah itu dia minta ijin turun dari panggung dan menemuiku. (Zaez, 2014: 142)
29. Aku terkagum. Pantas aku tidak pernah mendengar lagu itu di mana pun sebelumnya. Ternyata lagu bagus itu adalah ciptaan lagunya (Zaez, 2014: 142).
7. Tokoh Antoni
Antoni adalah keponakan Ayah dari Mimi. Hal ini Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut ini :
30. Antoni itu kemanakan ayahmu. Aku terkejut. Selama ini aku tidak pernah tahu siapa kemanakan Ayah. Berarti, Antoni adalah sepupuku (Zaez, 2014: 217).
31. “Kau kenal Arfansah?” aku melihat wajahnya terkejut saat aku
menyebut nama ayahku. “oh kenal ! Dia pamanku ( Zaez, 2014:
255).
8. Tokoh Nenek
Nenek adalah orang tua dari ayahnya Mimi. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut ini :
(60)
32. “Kita mau kemana, Bu? Aku tidak sabar dengan penasaranku. “Mau kerumah Nenek. Ayah ingin kita jalan-jalan ke rumah nenek dari
Ayah minggu ini.” (Zaez, 2014: 63).
33. Ayah jarang mengajakku untuk bermain ke rumah Nenek, orang tua Ayah ( Zaez, 2014: 63).
34. Ini pertemuan mendadak, sebab Nenek dan Kakek dari Ayah datang dengan beralasan liburan disaat sekolah belum libur. ( Zaez, 2014: 77-78).
4.2.2 Analisis Penokohan
Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (Sudjiman, 1986: 58).
1. Penokohan Tokoh Wiana
Pada analisis tokoh utama sudah disebutkan bahwa Wiana adalah seorang ibu sudah berkeluarga memiliki tiga orang anak dan berkerja sebagai pengajar di salah satu sekolah. Tokoh Ibu adalah sosok pekerja keras. Ia mampu menghidupkan anak-anaknya hanya seorang diri. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik atau tidak langsung dalam kalimat berikut ini:
35. Bagiku dia adalah perempuan hebat yang mampu berkarir sendiri untuk menghidupkan tiga orang anaknya dalam sebuah rumah yang telah dimiliki secara pribadi. Tanpa ada pihak dari siapa pun ( Zaez, 2014: 160).
36. “Tentu Ibu tau sendiri, kan? Suami yang baik tidak akan rela
membiarkan istrinya mencari nafkah seorang diri di luar sana. ”Ibu
mulai membela diri. ( Zaez, 2014: 81).
37. “Aku tidak pernah menyia-nyiakanmu, Mas. Aku kerja juga untuk membantumu. Meringankan bebanmu dalam urusan ekonomi
rumah tangga kita” ( Zaez, 2014: 16).
Hal itu juga ditunjukkan pengarang dengan menggunakan teknik ekspositori atau langsung :
(1)
147
3. Pengertian Citra Wanita
Menurut Sugihastuti (2000: 45) citra artinya rupa, gambaran, dapat berupa gambaran yang dimilki oleh banyak mengenai pribadi atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah, kata, frase, atau kalimat dan merupakan unsur dasar yang khas dalam prosa dan puisi. Yang dimaksud citra wanita adalah semua wujud gambaran mental spritual dan tingkah laku seharian yang terekspresi oleh wanita (Heraty, 2000: 45).
Citra diri wanita merupakan sosok individu yang mempunyai pendirian dan pilihannya sendiri. Wanita juga mempunyai kemampuan untuk berkembang membangun dirinya. Berdasarkan pola pilihannya sendiri, wanita bertanggung jawab atas potensi diri sendiri sebagai makhluk individu (Sugihastuti, 2000: 113). Citra diri wanita terbagi menjadi dua yaitu citra fisis dan citra psikis.
Citra fisis wanita yang tergambar adalah citra fisis wanita dewasa, wanita yang sudah berumah tangga. Secara fisiologis, wanita dewasa dicirikan oleh tanda-tanda jasmani antara lain dengan dialaminya haid dan perubahan-perubahan fisik lainnya, seperti tumbuhnya bulu dibagian badan tertentu, perubahan suara dan lain sebagainya. Secara fisis kodrat biologis sudah tidak dapat diubah. Wanita memiliki fisik yang berbeda dengan laki-laki, akan tetapi secara psikis dan sosial, kodrat fisik itu dapat dikembangkan sehingga wanita mencapai martabat yang sesuai (Sugihastuti, 2000: 85).
Ditinjau dari aspek psikisnya, wanita juga makhluk psikologi, makhluk yang berpikir, berperasaan dan beraspirasi. Hal ini menentukan dan mempengaruhi citra perilakunya (Sugihastuti, 2000: 95).
Selain dari citra diri, adanya citra wanita dalam aspek sosial disederhanakan ke dalam dua peran, yaitu peran wanita dalam masyarakat dan Peran wanita dalam
(2)
keluarga. Wanita sebagai anggota keluarga tercitrakan sebagai makhluk yang disibukkan dengan berbagai aktivitas domestik rumah tangga, pekerjaan rumah yangga menjadi tanggung jawab wanita (Sugihastuti, 2000: 129-130). Hubungan manusia dalam masyarakat dimulai dari hubungan antar orang, termasuk hubungan antara wanita dengan pria (Sugihastuti, 2000: 132). Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya memerlukan manusia lain. Demikian juga wanita, hubungannya dengan manusia lain dapat bersifat khusus maupun umum tergantung pada bentuk sifat hubungannya itu
(3)
149
Sinopsis Novel
Novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaes tahun 2014
menceritakan tentang perjuangan seorang perempuan yang bernama Wiana. Ibu Wiana berprofesi sebagai guru disalah satu sekolah swasta. Ibu Wiana mempunyai suami yang bernama Arfansah dan mereka mempunyai tiga orang anak yang bernama Rifka, Mimi dan Aldi. Kehidupan dalam keluarga Wiana tidak seperti yang diharapkan. Perpecahan dan ketidakharmonisan kehidupan keluarganya dipicu dengan berbagai masalah yang datang. Salah satunya adalah ketidaksukaan orang tua suaminya. Orang tua Arfansah menginginkan agar anaknya menikah dengan seorang wanita yang lebih kaya dari Wiana. Dari konflik yang dialami di dalam keluarganya sehingga berdampak kepada suaminya yang berperilaku kasar terhadap dirinya dan anak-anaknya. Bukan hanya itu saja, akhirnya suaminya dipecat dari pekerjaannya. Suami Wiana juga tidak peduli sama kelahiran Rifka sehingga pergi begitu saja. Meskipun banyak perlakuan yang kurang baik dari suaminya, tetapi Ibu Wiana selalu tetap membela suaminya dan mengatakan kalau suaminya itu sangat menyayangi anak-anaknya. Wiana tidak pernah menunjukkan rasa benci dan mengeluh di depan suaminya maupun anak-anaknya.
Keadaan yang dilalui keluarganya inilah, menjadi pemicu Mimi anaknya Ibu Wiana yang sulung untuk semakin benci terhadap sosok Ayahnya. Mimi
(4)
selalu menjadi anak yang pendendam dan pembenci ketika orang selalu bertanya keberadaan dan keadaan Ayahnya. Ibu Wiana berusaha mengatasi sikap anaknya yang membenci Ayahnya, walaupun sosok Ayah dalam sebuah novel ini tidak pernah meletakkan sebuah kebaikan kepada anak-anaknya, namun sosok Ibu Wiana tetap menutupi keburukan dari sosok suaminya supaya anak-anaknya tetap merasa bahwa mereka mempunyai sosok Ayah yang baik hati.
Ketegaran dan kesabaran hati seorang Ibu Wiana dalam menghadapi setiap masalah maupun cobaan yang dialaminya dalam kenyataan hidupnya. Berbagai upaya yang dilakukannya agar keluarganya tetap bersatu tetapi tidak demikian suaminya. Arfansah memilih untuk meninggalkan Wiana dan anak-anaknya demi memenuhi permintaan Ibunya untuk menikahi seorang perempuan janda yang kaya karena faktor dari persugihan yang dilakukan ibunya. Arfansah terpaksa memenuhi permintaan ibunya, agar Wiana dan anak-anaknya bisa selamat dari persugihan ibunya.
Hari-hari kehidupan Wiana yang dilalui tanpa kehadiran sosok suami, tetapi Wiana selalu menunjukkan sifat semangat dan pantang menyerah untuk menghidupkan dan memperjuangkan pendidikan anak-anaknya hanya seorang diri. Wiana menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Sindiran selalu menghampiri keluarga Wiana. Bukan hanya terhadap dirinya tetapi dampak kepada anaknya bernama Mimi. Di sekolah Mimi menjadi bahan sindirian oleh teman-temannya. Sindiran menjadi seorang anak janda, membuatnya tidak merasa nyaman terhadap lingkungan sekolahnya. Meskipun demikan keadaannya, Mimi mendapatkan teman-teman yaitu Risma dan Kaka yang selalu menolong dan
(5)
151
memberikan perhatian kepadanya sehingga ia merasa mampu menghadapi segala bentuk penghinaan yang di lakukan Reva terhadapnya.
Semua berkat kesabaran yang dimiliki oleh ibu Wiana yang tidak pernah menyerah dengan kehidupan masalah keluarganya, Hingga akhirnya dia dapat membuktikan kepada anak-anaknya bahwa pandangan terhadap sosok ayah mereka itu salah. Wiana dapat menyatukan kembali suaminya dihadapan anak-anaknya.
(6)
BIODATA PENULIS
Antonina Lein, lahir di Pinjawan, Kalimantan Barat pada 14 Februari 1991. Penulis memulai pendidikan formal di SD No 05 Pinjawan pada tahun 1997 dan selesai pada tahun 2002. Setelah lulus SD, penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTPN 01 Embaloh Hulu dan selesai pada tahun 2006. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 1 Banua Martinus dan selesai pada tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan ke Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.