Analisis Tokoh Deskripsi Data
38. Kerja keras Ibu adalah motivasiku. Semangatnya membuatku malu
bila aku harus mengeluh didepannya. Ia tidak pernah mengeluh untuk mencari nafkah seorang diri Zaez, 2014: 160-161.
Tokoh Ibu yang dimaksud di sini adalah Ibu Wiana. Tokoh Wiana yang merasa cemas dan khawatir terhadap anaknya yang lagi sakit dan
melihat anaknya dalam keadaan menangis. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikekspositori atau langsung dalam kalimat berikut ini:
39. Ibu mendekatiku, wajahnya cemas. Lalu punggung telapak
tangannya didekatkan kekeningku. Cemasnya bertambah. Ibu melepaskan tangannya. Dia menjauhiku dan ingin keluar Zaez,
2014: 8.
40. Saat menemui Ibu, Ibu merasa cemas dan khawatir menemukanku
yang menangis. Aku menceritakan semuanya sambil dengan keadaan menangis Zaez, 2014: 12.
41. Mendengar tangisku, Ibu segera datang ke dapur dengan wajah
paniknya. “Mimi kenapa?” wajah Ibu cemas. Aku masih tetap menangis sambil menatap wafer yang telah dibuka Ayah Zaez,
2014: 28.
Tokoh Ibu Wiana adalah sosok yang sangat perhatian dan peduli terhadap anaknya ketika anaknya mengalami kecemasaan. Hal itu
ditunjukkan pengarang dengan teknikdramatik atau tidak langsung dalam kalimat berikut ini:
42. Ibu mengajarkan banyak cinta darinya padaku sekalipun tak jarang
Ibu menyelipkan pahitnya hidup ini di dalam kasih sayangnya. Akan ada pembelaan besar dari Ibu untukku ketika aku mulai
cemas dan khawatir sekalipun kecemasan dan kekahawatiran itu timbul dari kesalahanku sendiri Zaez, 2014: 10.
43. Aku tidak tahu entah sudah berapa kesabaran yang Ibu tuangkan
untukku ketika aku pernah melakukan kesalahan-kesalahan. Hingga suatu ketika, pembelaan pertama yang diberikan pada Ibu
ketika Ibu berpikir aku sudah bisa mandiri untuk membeli apa-apa yang aku suka makan di dekat rumah Zaez, 2014: 10 .
44. “Sudah jangan menangis lagi. Biar Ibu yang mengurus semuanya.
Maafkan Ibu, seharusnya Ibu tidak membiarkanmu sendirian ke PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kedai buah itu. Sudah, tenanglah, Nak” Ibu mengecup keningku Zaez, 2014: 13.
45. “Aduh panas” dia agak berteriak. Aku tahu sebentar lagi dia akan
memarahiku. Ibu yang mengetahui itu ikut cemas. “Maafkan anak saya.” Pembelaan Ibu padaku. Tapi yang diminta maaf tidak
menampakkan wajah maafnya Zaez, 2014: 20.
Tokoh Wiana juga memiliki sifat tegas kepada penjaga buku untuk mengambil buku kesukaan anaknya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan
teknikdramatik atau tidak langsung dalam kalimat berikut ini: 46.
“Saya lebih paham anak saya ketimbang anda. Tolong, ambilkan saja Toh bila dia benar-benar tertarik saya akan membayarnya
untuk dibeli. Bukan Anda” Zaez, 2014: 23. Sifat kesabaran ditunjukkan Ibu Wiana ketika anaknya tidak bisa
mengerjakan soal. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik ekspositori atau langsung dalam kalimat berikut ini:
47. “Aku tidak tahu mengerjakan soal yang ini, Bu” aku menunjukkan
soal yang kumaksud. Dengan sabar Ibu menjelaskan padaku cara penyelesainnya Zaez, 2014: 37.
Sifat penyanyang Wiana tunjukkan ketika tokoh aku Mimi menangis karena dimarahi Ayahnya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik
dramatik atau tidak langsung dalam kalimat berikut ini: 48.
Ibu mengelusnya dan mencium jambang yang ditarik Ayah. “Sudah tidak apa-
apa”. Ibu mencium keningku dan aku benar-benar diam. Ibu meninggalkan kami dan melanjutkan masaknya di dapur.
Sementara aku melanjutkan mengecatku lagi Zez, 2014: 47. 49.
Ibu diam sejenak, “Ayah bukan marah. Itu hanya cara Ayah mengungkapkan sayangnya padamu.” Jawab Ibu sambil membelai
rambutku. Aku harap Ibu berkata benar Zaez, 2014: 62. 50.
“Ibu bilang juga apa. Jangan suka bersembunyi di bawah meja. Jadinya seperti ini, kan?” Ibu mengelus rambutku yang membasah
akibat terkena air mata dan keringat. Tangisku hampir mereda Zaez, 2014: 28.
Selain Ibu Wiana memiliki sifat kesabaran, ia juga sosok wanita yang pemarah ketika ia dianggap seorang istri yang tidak punya rasa tanggung
jawab terhadap keluarganya oleh Ibu mertuanya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik atau tidak langsung dalam kalimat
berikut ini: 51.
“Kau tak pantas juga berkata seperti itu padaku. Mengapa kau harus menungguku untuk makan siang saja? Maaf, aku tidak
sempat melayani semua kebutuhanmu. Terserah kau mau berkata apa padaku. Tapi aku mohon pengertian darimu, aku bukan enak-
enakkan diluar sana. Aku kerja,cari uang. Cari nafkah untuk bisa
melanjukan hidup,mengertilah” Zaez, 2014: 76. 52.
“Lalu siapa yang harus bekerja untuk makan dan kebutuhan anak- anak saya? Seharusnya Ibu bisa menghargai saya sedikit saja. Apa
yang bisa diberikan Mas Riyan ke saya? Pengangguran seperti dia bisa apa? Maaf bila saya lancang berbicara seperti ini. Naif sekali
rasanya bila Mas Riyan dan Ibu harus menuntut saya harus bagaimana bila saya sendiri tidak bisa menuntu hak saya sendiri
kepada kalian” Zaez, 2014: 81-82. Sifat kejengkelan yang ditunjukkan Ibu Wiana ketika ia bertemu
dengan Antoni. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik ekspositori atau langsung dalam kalimat berikut ini:
53. Melihat aku ada bersama Antoni, Ibu mengerutkan dahi. Ibu
me natap tidak suka pada Antoni. “Sejak kapan kau kenal dia?
Kenapa kau bisa bersamanya?” nada Ibu terdengar jengkel Zaez, 2014: 216.
Ibu Wiana yang selalu mengalah dengan sikap suaminya yang selalu memarahi. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik atau tidak
langsung dalam kalimat berikut ini: 54.
Sejatinya aku tidak mengerti apa yang dikatakan oleh mereka. Yang aku tahu Ayah tengah memarah-marahi Ibu. Kadang aku
tidak setuju dengan tindakan Ibu yang hanya diam saja ketika Ibu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mulai dibentaki Ayah. Seharusnya Ibu melawan. Bukan hanya diam Zaez, 2014: 36.
Teknik pelukisan tokoh Wiana yang digunakan dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez yaitu teknik dramatik atau tidak
langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Wiana, teknik ekspositori atau teknik langsung dapat dilihat melalui
kutipan 38-41, 47-50, dan 50 sedangkan teknik dramatik atau tidak langsung dapat dilihat melalui kutipan 35-37, 42-46, 48-52, dan 54
Berdasarkan kutipan 35 sampai dengan 38 digambarkan bahwa Wiana adalah sosok ibu yang pekrja keras yang memberi nafkah anaknya
tanpa suami. Kutipan 39 sampai dengan 41 Wiana yang kuatir dan cemas terhadap anaknya yang sedang sakit. Kutipan 42 sampai dengan 45
perhatian dan peduli ketika anaknya mengalami kecemasan. Kutipan 46 Wiana menujukkan sifat tegas terhadap penjaga tokoh buku. Kutipan 47
menunjukkan sifat kesabaran Ibu Wiana ketika anaknya tidak bisa mengerjakan soal. Kutipan 48 sampai dengan 56 menujukkan sifat
penyayang dan lemah lembut terhadap anaknya. Kutipan 52 menggambarkan Wiana yang emosi karena dianggap tidak bertanggung
jawab untuk mengurusi rumah tangganya dengan baik. Padakutipan 53 menujukkan sifak kejengkelan dan ketidaksukaan Wiana ketika bertemu
dengan Antoni keponakan suaminya. Kutipan 54 menggambarkan sifat Wiana yang mengalah terhadap sikap suaminya.
2. Penokohan Tokoh Arfansah
Tokoh Arfansah merupakan tokoh yang pemarah terhadap Ibu dan tokoh Aku. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikekspositori atau
langsung dalam kalimat berikut ini: 55.
Semakin lama, kulihat Ayah semakin arogan dan mudah tersinggung lalu marah. Aku tidak menemukan canda Ayah seperti
dulu. Ayah lebih sering memarahi Ibu. Tapi Ayah tidak pernah memukul Ibu. Tidak ada waktu luang sekalipun hanya sedikit saja
untuk bermain bersama Ayah Zaez, 2014: 30.
56. “Iya nanti Ayah lihat” nada Ayah membentak. Aku terlalu sering
mendapat perlakuan Ayah yang seperti ini sehingga tidak jarang Ayah membuatku menjadi takut dan mati semangat di hadapannya.
Ayah menatapku dengan tajam dan marah Zaez, 2014: 40.
57. “Benar- benar gila lekas kau ajak dia keluar dari kamarku
sebelum amarahku benar- benar meledak.” Zaez, 2014: 33.
Hal itu juga ditunjukkan Pengarang dengan menggunakan teknik dramatik :
58. “Diam” Ayah membentakku. Aku terkejut hebat. Ini kali
pertamanya Ayah melakukan tindakan yang kutakuti darinya. Wajahku memerah, mataku berasa lembab sebab menahan tangis.
.......................kau ajak
dia kedapur
Suruh dia
makan sendiri,terlalu banyak permintaannya Ayah membentak juga
membentak Ibu. Air mataku menitis t anpa suara. “Apa yang terjadi.
Kenapa Ayah marah-marah? Ibu masuk ke dalam kamar dan mendekati Ayah Zaez, 2014: 32
59. “Ah, dasar bodoh menunggumu berlama-lama masak. Bisa-bisa
aku mati kelaparan gara- gara kecorobohanmu.” Zaez, 2014: 17.
Meskipun Ayah seorang yang pemarah dibalik itu, Ayah juga menunjukkan sikap penyanyang terhadap anaknya yang lagi menangis dan
perhatian ketika melihat anaknya belum istrahat. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini:
60. “Aduh, anak Ayah jadi nangis..cup..cup ..cup” Ayah mengusap-
usao kepalaku. Tetap saja tangisku tidak henti. Ayah membawaku PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI