Hilman Hariwijaya Gola Gong

87

3.2.6 Hilman Hariwijaya

Penulis yang identik dengan serial Lupus ini lahir di Jakarta, 25 Agustus 1964. Karakter Hilman yang humoris membuatnya mendapat predikat Jago ngocol se-Indonesia. Hal tersebut terbukti dari karya- karyanya yang bertajuk populer mampu mengocok perut pembaca. Cerpen pertamanya yang berjudul Bian, Adikku Yang Tak Pernah Ada pada tahun 1978 menggondol pemenang sayembara mengarang majalah Hai. Sejak saat itu, Hilman semakin percaya diri mengasah bakat menulisnya dan menghasilkan kisah Lupus yang fenomenal di dunia penerbitan Indonesia ini. Gaya bahasa Lupus yang khas remaja melambungkan nama Hilman dan puluhan episode kisah Lupus telah terjual sebanyak jutaan kopi. Lupus juga telah diangkat ke layar lebar dan sinetron televisi. Selain Lupus, penulis produktif ini juga menggarap serial Olga, Vanya, Vladd, Lulu, dan beberapa cerita lepas lainnya yang telah disinetronkan. Kisah remaja SMA yang menarik banyak pembaca hingga “kecanduan” ini memiliki banyak versi dari Lupus Kecil, Lupus ABG, dan Lupus Milenia. Ia sempat kehilangan karakter khas Lupus saat ia telah menjadi dewasa dan lulus SMA. Namun, upaya mengembalikan karakter Lupus muncul dalam serial yang terbit berikutnya. Lupus kembali menyuguhkan karakter yang khas dalam judul selanjutnya berupa cerita yang belum sempat diceritakan saat Lupus SMA dulu. 88 Penulis berperanakan Jawa Sunda ini pernah kuliah di Universitas Nasional Jurusan Sastra Inggris. Ia juga pernah menjadi redaktur tamu dan wartawan freelance majalah Hai. Hilman mengaku tulisan-tulisannya terinspirasi dari pergaulan dengan teman-teman semasa remaja. Walaupun ia ingin mencoba beranjak dari tema remaja, namun penerbit memintanya untuk tetap menulis cerita dalam segmen kisah-kisah anak muda.

3.2.7 Gola Gong

Gola Gong adalah nama pena dari Herri Hendrayana Haris yang melambung setelah Balada Si Roy meledak di akhir dekade 80-an. Gola Gong lahir di Purwakarta, 15 Agustus 1963. Jiwa Petualangnya begitu menggelora hingga ia meninggalkan pendidikan di Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran dan memutuskan diri untuk bertualang ke berbagai tempat di nusantara hingga ke negara- negara di Asia. Selesai petualangannya menjelajah Indonesia pada tahun 1987, lahirlah kisah Balada Si Roy. Ia terinspirasi menuliskan Roy dari karya- karya terkenal dunia seperti Old Shaterhand, Tom Sawyer, Musashi, Papillon, dan Jim Bowie. Karekter-karakter mereka diramu sehingga menjadi tokoh Roy. Sayangnya, tidak sedikit pembaca-pembaca Balada si Roy yang mengambil hal-hal negatif yang dilakukan Roy. Menurut Gola Gong, pernah suatu kali remaja dari Jawa Timur datang ke rumahnya 89 mengabarkan tidak naik kelas seperti Roy. Hal tersebut membuat Gola Gong prihatin dan sepulang mengelilingi Asia pada sekitar tahun 1992, ia mengakhiri episode ke sepuluh sebagai penutup kisah panjang si Roy. Setelah itu, jari yang melahirkan cerita-cerita pedih Roy mengarungi kisah hidup seakan menjadi kaku. Enam tahun ia vakum menulis novel. Baru pada tahun 2000 Gong merampungkan novel Nyanyian Perjalanan, kumpulan cerpen bersama Helvy Tiana Rosa dan novel Al Bahri. Berbeda dengan Balada Si Roy, kini tema-tema cerita yang ditulisnya bernuansa Islami. Cerita-cerita yang Islami tersebut telah banyak diangkat sebagai sinetron di televisi. Setelah menikah dengan Tias Tatanka, Gong merasa lebih tertarik menulis cerita ber-genre Islam. Selain menulis novel, ia juga banyak menulis artikel untuk beberapa surat kabar dan puisi-puisi karyanya telah dimuat di berbagai media massa. Antologi puisinya bersama Toto ST Radik terangkum dalam Jejak Tiga, Ode Kampung, dan Bebegig. Puisi karyanya juga tergabung dalam Antologi Puisi Indonesia 1997 versi Komunitas Sastra Indonesia. Gola Gong pernah bekerja sebagai wartawan di tabloid Warta Pramuka dan tabloid Karina. Ia juga pernah menjadi reporter freelance beberapa media massa hingga akhirnya terjun ke dunia pertelevisian dan banyak menulis skenario sinetron. Ia telah menggarap banyak sinetron yang ditayangkan di stasiun televisi swasta tempatnya bekerja. Kini bersama dengan istrinya yang juga seorang penulis, ia mendirikan Rumah 90 Dunia, sebuah pusat belajar sastra, jurnalistik, rupa, dan teater yang berdiri di kebun belakang rumah mereka di Serang, Banten.

3.2.8 Zara Zettira Z.R.