Gema Sebuah Hati Karya Marga T.

47

3.1.3 Gema Sebuah Hati Karya Marga T.

Terbit pada tahun 1976, novel Gema Sebuah Hati telah dicetak ulang sebanyak sembilan kali hingga tahun 2002. Novel ini merupakan karya Margaretha Harjamulia atau yang lebih dikenal sebagai Marga T. Novel ini bercerita tentang kisah cinta Monik dengan setting perebutan kekuasaan politik Indonesia pada masa 1960-an . Novel Gema Sebuah Hati menggunakan latar kejadian sekitar tahun 60-an pada masa pascapemberontakan PKI. Novel ini sarat dengan unsur politik dan kondisi sosial Indonesia yang pada saat itu belum stabil. Melalui sudut pandang orang ketiga, dikisahkan gejolak politik dan kegamangan hati Monik dalam menentukan pilihan soal cinta. Tokoh utama novel ini bernama Monik, seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran di universitas Res Publica yang kemudian berganti nama menjadi Universitas Trisakti. Monik memiliki kekasih bernama Steve. Diam-diam Martin, satu di antara teman Monik, ternyata sangat mencintai Monik. Namun Monik tak pernah menganggap cinta Martin serius. Hanya Steve lelaki yang ada dalam hatinya. Kisah cinta segitiga Monik, Steve, dan Martin diwarnai dengan kondisi politik senat kampus yang awalnya dikuasai golongan “Merah” atau CGMI - mahasiswa prokomunis. Steve, Monik, dan Martin adalah golongan mahasiswa non- “merah”. Beserta teman-teman lain dalam PMKRI, mereka kontrakomunis. Persaingan mahasiswa CGMI dan PMKRI di Universitas Res Publica begitu ketat. Mahasiswa proletariat yang tergabung dalam CGMI 48 disetir oleh PKI. Mereka terdiri dari Liu, Chen, dan beberapa teman lain yang prokomunis. Sedangkan PMKRI adalah mahasiswa borjuis yang tidak mau dijadikan sebagai “robot”. Melalui tokoh Steve, Martin, dan Monik, secara tidak langsung diungkapkan pemberontakan terhadap paham-paham komunis. Konflik mengklimaks saat PKI berkuasa di Indonesia. Martin mengajak Monik untuk mengungsi ke Jerman karena politik Indonesia akan segera dikuasai komunis. Namun, Monik menolak ajakan Martin. Anak-anak kontrakomunis di-black list pihak universitas. Steve bersama dengan teman PMKRI yaitu Polok, Jerry, dan Markus diskors dengan tuduhan kontrarevolusi dan menghina suster-suster Husada. Tuduhan tersebut merupakan formalitas belaka karena sebenarnya suster-suster Husada tidak merasa dihina oleh keempat mahasiswa non-“merah”. Namun skors tidak berlangsung lama karena tidak lama kemudian pihak komunis telah kalah. Peristiwa G 30 SPKI mengubah kondisi politik Indonesia. Tujuh orang Jendral yang terkubur dalam Lubang Buaya menjadi simbol peristiwa itu. Keadaan berubah 180 derajat. Jika dulu mahasiswa kontrarevolusi di-black list, kini segala sesuatu yang berhubungan dengan PKI dan antek-anteknya dimusnahkan. Steve dan kawan-kawan berjaya dalam PMKRI, sedangkan Liu, Chen dan mahasiswa CGMI lainnya diburu. Keberadaan mahasiswa CGMI yang prokomunis menyebabkan Universitas Res Publica dianggap sebagai universitas komunis. Res Publica dibakar. Monik sangat terpukul karena tidak semua mahasiswa 49 Universitas Res Publica adalah komunis. Akhirnya, Universitas Res Publica berganti nama menjadi Universitas Trisakti. Steve kini menjadi orang penting. Monik berusaha untuk mengerti keadaan Steve yang sangat sibuk. Saat itu, Martin sangat terpukul karena kehilangan saudara kembar yang bernama Robert. Robert berkuliah di Bandung dan meninggal karena dibunuh PKI di Jalan Braga. Hal itu begitu mempengaruhi jiwa Martin. Akhir kisah terungkap siapa diri Steve sebenarnya. Monik selalu mengerti kesibukan Steve dan tak pernah mengeluh ketika Steve berkata tak ada waktu untuk urusan pribadi. Namun ia sangat kecewa saat mengetahui perselingkuhan Steve dengan Inge, teman dekatnya sendiri. Saat itu Monik menyadari kesalahannya mengambil keputusan. Ia kini sangat merindukan Martin, sosok yang selalu ada saat Monik bersedih. Namun Martin telah pergi entah kemana. Kematian saudara kembar membuat Martin kehilangan jiwanya. Novel ini memuat banyak nilai sejarah pascakekalahan PKI di Indonesia. Gejolak politik diungkap sebagai konflik yang mengiringi kisah cinta Monik sebagai tokoh utama. Ketegangan perebutan kekuasaan antara golongan “merah” dan non-“merah” dikemas dengan konflik yang terdapat dalam kondisi sosial politik saat itu. Koran menjadi media massa yang disetir oleh golongan tertentu dan selalu mengabarkan berita baik yang dimanipulasi. Ada juga demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan 50 mahasiswa dalam menuntut Tritura. Nasakom dianggap gagal menyatukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Novel ini tidak hanya menceritakan kisah cinta yang seringkali mendominasi tema novel tahun 70-an. Unsur sejarah yang diangkat juga merupakan hal yang sangat perlu diungkap. Ada juga diskriminasi etnis Tiong Hoa dalam novel ini namun tidak menjadi konflik utama yang diangkat Marga T. Harga sembako yang meningkat, kesulitan mencari bahan makanan dan segelintir permasalahan sosial lain juga melatari kondisi perekonomian saat itu.

3.1.4 Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W.