Jenis-Jenis Burung yang Menjadi Potensi Wisata

Gambar 4.11 Persentase rata-rata lama waktu kunjungan di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Untuk membantu menyusun perencanaan interpretasi wisata birdwatching di PKT KRB, perlu diketahui keinginan pengunjung terhadap lamanya waktu dalam kegiatan wisata birdwatching di PKT KRB. Rata-rata persentase keinginan pengunjung pada kelompok pelajar dan umum terhadap lamanya waktu untuk kegiatan wisata birdwatching di PKT KRB yaitu kurang dari tiga jam sebesar 53 pengunjung, 3-5 jam sebesar 33 sedangkan 14 pengunjung ingin melakukan kegiatan birdwatching selama lebih dari 6 jam Gambar 4.12. Secara terperinci persentase keinginan pengunjung terhadap lamanya waktu kegiatan wisata birdwatching di PKT KRB dapat dilihat Tabel 4.13. Sebagian besar pengunjung PKT KRB dari kelompok pelajar dan umum berkeinginan untuk mengikuti kegiatan pengamatan burung selama kurang dari 3 jam, sedangkan pada KPB sebagian besar 53 menginginkan lamanya waktu kegiatan wisata birdwatching di PKT KRB adalah 3-5 jam. Tabel. 4.13 Keinginan terhadap lamanya kegiatan wisata birdwatching di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor No. Waktu berkunjung Persentase SD SMP SMA PT Umum KPB 1 3 jam 55 35 65 60 50 27 2 3-5 jam 30 35 25 40 35 53 3 6 jam 15 30 10 - 15 20 Gambar 4.12 Keinginan kelompok pelajar dan umum terhadap waktu kegiatan wisata birdwatching di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor 30 48 22 3 jam 3-5 jam 6 jam

4.3 Keinginan dan Harapan Pakar Burung dan Pengelola

4.3.1 Keinginan dan Harapan Pakar Burung

Menurut para pakar burung dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Prawiradilaga dan Sudaryanti 2013, PKT KRB sangat potensial untuk dijadikan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan wisata birdwatching melihat terdapatnya jumlah jenis burung yang bervariasi. Pengembangan wisata birdwatching di PKT KRB dapat dilaksanakan agar dapat menambah pengetahuan pengunjung yang mengikuti kegiatan wisata birdwatching sehingga dapat menumbuhkan rasa perduli terhadap burung-burung dan juga lingkungan yang ada di PKT KRB. Program yang direncanakan disarankan untuk pengenalan burung yang memiliki sebaran yang luas terlebih dahulu sehingga dapat memudahkan pengamatan bagi para pemula. Untuk kelompok umum dan pelajar SD sebagai pengenalan awal dapat diprioritaskan pada pengenalan burung-burung yang memiliki daya tarik dari bentuk tubuhnya, warna, dan suaranya. Sedangkan untuk pelajar SMP, SMA dan PT, materi yang disampaikan bisa lebih mendalam dengan memperkenalkan jenis-jenis burung yang memiliki status dilindungi oleh Negara berdasarkan UU No. 5 tahun 1990, PP No. 7 tahun 1999 dan jenis-jenis burung yang terdaftar dalam Appendix II CITES, serta jenis-jenis burung endemik Indonesia. Materi yang disusun dapat mengkaitkan hubungan antara burung- burung yang diamati dengan habitatnya. Sebagai bahan masukan untuk pengembangan program interpretasi wisata birdwatching di PKT KRB, fasilitas utama yang harus disiapkan adalah penyewaan binokuler. Selain itu, pemandu harus dilatih terlebih dahulu dan harus bisa komunikatif dengan pengunjung, sehingga materi yang disampaikan kepada pengunjung dapat diterima dengan baik. Pihak pengelola diharapkan dapat menjaga kelestarian burung-burung yang ada di PKT KRB. Semak-semak yang ada di PKT KRB hendaknya tidak dibersihkan semuanya agar kelestarian burung-burung semak seperti kareo padi, cinenen Jawa, cinenen pisang, sikatan ninon, sikatan cacing, dan perenjak Jawa tetap terjaga. Keamanan pun perlu diperhatikan untuk mencegah adanya penangkapan liar terhadap beberapa jenis burung tertentu yang dapat mengancam keberadaan jenis burung di PKT KRB.

4.3.2 Keinginan dan Harapan Pengelola

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pengelola Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor Witono dan Fijridiyanto 2013, pihak pengelola mendukung adanya program perencanaan interpretasi wisata birdwatching di PKT KRB. Selama ini belum pernah ada program untuk wisata birdwatching di PKT KRB yang dijalankan oleh pihak pengelola sendiri, namun ada yang memanfaatkan PKT KRB sebagai sarana untuk melakukan birdwatching seperti yang dilakukan oleh Burung Indonesia dalam rangka memperingati keanekaragaman burung di Indonesia dan ulang tahun ke 10 Burung Indonesia pada bulan Juli 2010 Kompas, 24 Juli 2010, Burung di Kebun Raya Bogor tinggal 50 jenis. Kegiatan wisata birdwatching di PKT KRB merupakan tantangan bagi pihak pengelola untuk mempertahankan keanekaragaman jenis burung yang ada di PKT KRB. Kegiatan ini merupakan alternatif baru bagi pengunjung PKT KRB untuk mendapatkan pengetahuan mengenai burung yang ada kaitannya dengan tumbuhan-tumbuhan yang ada di PKT KRB. Tumbuhan- tumbuhan yang ada di PKT KRB merupakan habitat dan penyedia makanan bagi burung-burung yang ada di PKT KRB. Harapan pihak pengelola yaitu agar perencanaan interpretasi wisata birdwatching di PKT KRB dapat di susun dengan matang, sehingga siap untuk dikenalkan kepada masyarakat.

4.4 Perencanaan Jalur Wisata

Birdwatching di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor Perencanaan jalur interpretasi wisata birdwatching di PKT KRB dapat dirancang berdasarkan beberapa kriteria yang merujuk pada Berkmuller 1981. Keriteria pertama adalah jalur yang dirancang diharapkan mampu mengarahkan pengunjung pada objek yang spektakuler, yaitu jenis-jenis burung yang potensial sebagai objek wisata birdwatching di PKT KRB. Kriteria lain yang perlu diperhatikan adalah landscape yang menarik dan kenyamanan jalur. Dalam merancang jalur interpretasi, perlu diketahui terlebih dahulu lokasi dan waktu pertemuan yang pasti dari masing-masing jenis burung yang akan dijadikan objek interpretasi. Setiap jenis burung memiliki frekuensi pertemuan yang berbeda-beda pada setiap lingkungan. Semakin tinggi frekuensi pertemuan suatu jenis burung dalam suatu lingkungan, maka semakin tinggi peluang untuk melihat jenis burung tersebut. Oleh sebab itu, tahap awal dalam merancang jalur interpretasi wisata birdwatching di PKT KRB adalah dengan melakukan pemilihan lokasi dari masing-masing jenis burung berdasarkan frekuensi pertemuan tertinggi dari masing-masing jenis burung tersebut. Tabel 4.14 menampilkan lokasi pertemuan setiap jenis burung yang potensial sebagai objek wisata dengan frekuensi pertemuan tertinggi. Berdasar data yang ditampilkan dalam Tabel 4.14, terdapat beberapa jenis burung yang hanya dapat ditemukan pada waktu-waktu tertentu saja. Burung caladi ulam dan bondol Jawa hanya dapat ditemukan pada waktu pagi hari dan siang hari saja sedangkan pada sore hari kedua jenis burung ini tidak dapat ditemukan. Sikep-madu Asia dan burung-madu sriganti hanya dapat ditemukan pada siang dan sore hari. Burung kareo padi hanya dapat ditemukan pada pagi hari saja, sedangkan burung serindit Jawa dapat ditemukan pada pagi dan sore hari saja. Burung-burung yang memiliki frekuensi pertemuan kecil, memberikan gambaran bahwa burung tersebut termasuk burung yang sulit untuk ditemukan di PKT KRB. Berdasarkan lokasi pertemuan setiap jenis burung yang potensial sebagai objek wisata dengan frekuensi pertemuan tertinggi, ada 3 lokasi yang potensial untuk pengembangan interpretasi wisata birdwatching di PKT KRB. Lokasi yang pertama meliputi lingkungan 1 taman Teisjmann, lingkungan 2 depan Laboratorium Treub dan lingkungan 3 sisi Barat kolam gunting, kemudian lokasi yang kedua meliputi lingkungan 4 koompassia excelsa king tree , lingkungan 5 taman Meksikokoleksi kaktus dan koleksi tanaman air, lingkungan 6 koleksi palem dan lingkungan 7 jalan kenari II sisi Selatan, sedangkan lokasi yang ketiga meliputi lingkungan 9 koleksi tanaman kayu dan lingkungan 12 koleksi tanaman obat. Tabel 4.14 Lokasi pertemuan setiap jenis burung yang potensial sebagai objek wisata dengan frekuensi pertemuan tertinggi No. Jenis Burung Lingkungan Frekuensi pada waktu pengamatan Total frekuensi Pagi Siang Sore 1. Kowak-malam kelabu 3 0.25 0.17 0.17 0.19 2. Caladi ulam 4 0.08 - - 0.03 3. Raja-udang meninting ˟ 5 0.33 0.50 0.50 0.44 4. Burung-madu kelapa ˟ 5 0.58 0.17 0.33 0.36 5. Bondol Jawa 5 0.33 0.42 - 0.25 6. Kareo padi 5 0.08 - - 0.03 7. Prenjak Jawaº 1 0.33 0.33 0.33 0.33 8. Cucak kutilang 6 0.92 0.92 0.92 0.92 9. Serindit Jawaº 6 0.08 - 0.08 0.06 10. Tekukur biasa 2 0.50 0.67 0.83 0.67 11. Betet biasa + 7 0.17 0.17 0.08 0.14 12. Cipoh kacat 7 0.58 0.67 0.67 0.64 13. Pijantung kecil ˟ 2 0.42 0.58 0.33 0.44 14. Sikep-madu Asia ˟ 9 - 0.17 0.08 0.08 15. Punai pengantenº 9 0.25 0.25 0.33 0.28 16. Takur ungkut-ungkut 9 0.25 0.17 0.33 0.25 17. Cinenen Jawaº 9 0.33 0.17 0.17 0.22 18. Kepudang kuduk-hitam 7 0.57 0.67 0.67 0.64 19. Kipasan belang ˟ 1 0.58 0.33 0.42 0.44 20. Empuloh janggut 3 0.25 0.25 0.33 0.28 21. Cekakak sungai ˟ 7 0.42 0.75 0.50 0.56 22. Cabai Jawaº 12 0.58 0.92 0.50 0.67 23. Cabai polos 12 0.17 0.25 0.33 0.25 24. Burung-madu sriganti ˟ 12 - 0.08 0.08 0.06 25. Walik kembang 12 0.42 0.25 0.42 0.36 Keterangan: Burung air ˟ Burung yang dilindungi UU No. 5 tahun 1990 dan PP No. 7 tahun 1999 + Apendiks II CITES º Burung endemik Jalur interpretasi dirancang berdasarkan tiga lokasi pusat sebaran jenis-jenis burung yang potensial sebagai objek interpretasi untuk wisata birdwatching di PKT KRB. Jalur pertama adalah “Jalur Burung Air” dengan panjang jalur 0.84 km, pada jalur ini jenis burung utama yang di perkenalkan adalah burung kowak- malam kelabu, selain itu jenis-jenis lainnya yang dapat dijumpai adalah empuloh janggut, kipasan belang, prenjak Jawa, tekukur biasa, dan pijantung kecil. Jalur kedua adalah “Jalur Burung Langka” yang memiliki panjang jalur 1.3 km, pada jalur ini terdapat sebagian dari jenis-jenis burung yang dilindungi oleh Negara yang ada di PKT KRB seperti raja-udang meninting, cekakak sungai dan burung- madu kelapa, selain itu terdapat jenis burung yang termasuk ke dalam Apendix II CITES yaitu betet biasa. Jenis burung lainnya yang dapat ditemukan pada jalur ini adalah kowak-malam kelabu, caladi ulam, bondol Jawa, kareo padi, cucak kutilang, serindit Jawa, kepudang kuduk-hitam dan cipoh kacat. Jalur yang terakhir adalah “Jalur Burung Endemik” dengan panjang jalur 1.4 km, pada jalur ini dapat ditemukan tiga jenis burung endemik, yaitu cinenen Jawa, punai penganten dan cabai Jawa. Selain itu, jenis-jenis lainnya yang dapat ditemukan pada jalur ini adalah takur ungkut-ungkut, sikep-madu Asia, cabai polos, walik kembang, dan burung-madu sriganti. Beberapa lokasi dengan landscape yang menarik pada jalur-jalur interpetasi yang dirancang dijadikan sebagai titik-titik lokasi pemberhentian untuk pengamatan. Gambaran lokasi dengan keindahan landscape , jalur-jalur yang dirancang serta objek interpretasinya dapat dilihat pada pete jalur interpretasi yang dituangkan pada Gambar 4.13, Gambar 4.14 dan Gambar 4.15.

4.4.1 Jalur Pengamatan Burung Air

A. Lokasi Kolam Gunting Jalur Burung Air berawal dari Kolam Gunting yang terletak di sisi sebelah Timur Jalan Kenari I yang terdapat di lingkungan 3. Kolam ini memiliki pulau kecil yang di tengahnya merupakan habitat dari kawanan burung kowak-malam kelabu yang dapat dijadikan sebagai atraksi utama pada jalur ini. Berdasarkan hasil penelitian, burung kowak-malam kelabu merupakan salah satu burung yang paling disukai oleh pengunjung PKT KRB dengan menduduki peringkat ketiga. Burung ini merupakan burung yang bersifat nokturnal atau aktif di malam hari. Pada sore hari burung ini terbang secara berkelompok ke arah Utara untuk mencari makan, kemudian pada pagi harinya burung kowak-malam kelabu ini kembali ke PKT KRB untuk beristirahat dan bertengger pada tajuk tertinggi pohon-pohon yang ada di sekitar kolam gunting dan pohon-pohon di pulau kecil yang terletak di tengah-tengah kolam gunting Gambar 4.16. B. Lokasi Taman Teisjmann Lokasi selanjutnya, pada jalur pengamatan Burung Air adalah lokasi Taman Teisjmann. Pada jalur menuju taman ini terdapat makam tua Belanda yang dapat dijumpai di dalam hutan bambu di sisi Timur Laut Taman Teisjmann. Makam tua Belanda ini merupakan makam dari dua orang ahli burung ornitologis yang berkebangsaan Belanda, yaitu H. Kuhl dan J. C. van Hasselt Levelink et. al. 1997. Jenis burung yang dapat ditemukan pada lokasi ini adalah burung kipasan belang. Burung kipasan belang ini merupakan salah satu burung semak, hutan bambu yang rapat menjadi salah satu habitat yang baik bagi burung ini sehingga frekuensi pertemuan di sekitar hutan bambu ini merupakan yang tertinggi apabila dibandingkan dengan lokasi lainnya. Pada sisi Tenggara hutan bambu yang terletak di lingkungan 3, dapat ditemukan burung empuloh janggut dengan frekuensi pertemuan tertinggi apabila dibandingkan dengan lingkungan lainnya. Taman Teisjmann terletak di lingkungan 1 dan dikelilingi oleh koleksi tumbuhan palem-paleman. Burung prenjak Jawa dan tekukur biasa memiliki frekuensi pertemuan tertinggi di lingkungan ini dibandingkan dengan lingkungan lainnya. Banyaknya semak-semak dan pohon palem di sekitar taman ini menjadikan lingkungan ini sebagai habitat yang baik bagi burung prenjak Jawa dan tekukur biasa. Gambar 4.13 Peta interpretasi pada jalur pengamatan burung air Gambar 4.14 Peta interpretasi pada jalur pengamatan burung langka