Analisis tingkat pemenuhan sarana proteksi aktif dan sarana penyelamatan jiwa di area pabrik PT. sentarfood Indonusa tahun 2010

(1)

DAN SARANA PENYELAMATAN JIWA DI AREA PABRIK

PT. SENTRAFOOD INDONUSA TAHUN 2010

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH :

FAJAR IQBAL AMRULLAH 104101003184

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/ 2010 M


(2)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, Juni 2010

Ketua

(Iting Shofwati, ST. MKKK)

Anggota I

(Dr. Arif Sumantri, MKes)

Anggota II

(Farida Tusafariah, MKes)


(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juni 2010

(Fajar Iqbal Amrullah)


(4)

Judul Skripsi

ANALISIS TINGKAT PEMENUHAN SARANA PROTEKSI AKTIF DAN SARANA PENYELAMATAN JIWA DI AREA PABRIK

PT. SENTRAFOOD INDONUSA TAHUN 2010

Telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, Juni 2010 Mengetahui

Iting Shofwati, ST, MKKK Pembimbing Skripsi


(5)

Skripsi, Juni 2010

FAJAR IQBAL AMRULLAH, NIM: 104101003184

Analisis Tingkat Pemenuhan Sarana Proteksi Aktif dan Sarana Penyelamatan Jiwa di Area Pabrik PT. Sentrafood Indonusa Tahun 2010

xxi + 135 halaman, 21 tabel, 8 gambar, 6 lampiran

ABSTRAK

Kebakaran adalah sesuatu hal yang sangat tidak diinginkan yang dapat menyebabkan penderitaan dan malapetaka. Api terbentuk jika terdapat keseimbangan unsur-unsur yang terdiri dari bahan bakar, panas dan udara atau sering disebut segitiga api (Depnaker, 1995). Terjadinya kebakaran di industri tidak hanya menghilangkan harta benda maupun nyawa, akan tetapi mengganggu keberlangsungan kegiatan operasional sehingga mengganggu stabilitas dan kontinuitas kegiatan industri yang pada akhirnya menyebabkan semakin besarnya kerugian financial yang ditanggung oleh perusahaan. PT. Sentrafood Indonusa yang bergerak dalam bidang produksi mie instant dengan jenis normal noodle, dalam kegiatan proses pembuatan hariannya perusahaan menggunakan beragam bahan yang dapat menimbulkan efek panas, dan menghasilkan energi panas yang merupakan efek dari penggunaan mesin secara terus-menerus, dan listrik bertegangan tinggi. Semua hal tersebut berpotensi menimbulkan bahaya kebakaran.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemenuhan sarana proteksi aktif dan sarana penyelamatan jiwa di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa tahun 2010 berdasarkan beberapa standar acuan seperti KEPMEN PU No.10/KPTS/2000, Permenaker No.02/MEN/1983, Permenaker No.04/MEN/1980 dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Pada penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan menggunakan pendekatan observasional dengan jenis penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan sistem proteksi kebakaran di PT. Sentrafood Indonusa.

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada area pabrik PT. Sentrafood Indonusa tahun 2010, didapatkan bahwa tingkat pemenuhan sarana proteksi aktif di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa sebesar 51,6 %, dengan rincian yaitu alarm kebakaran 75 %, APAR 91 %, hidran 92 %, sistem deteksi (detektor) tidak ada dan sprinkler tidak ada. Sedangkan tingkat pemenuhan sarana penyelamatan jiwa di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa sebesar 68,57 %, dengan rincian yaitu sarana jalan


(6)

ii

keluar 80 %, pintu darurat 43 %, tangga darurat 50 %, tempat berhimpun 100 %, lampu darurat 71,42 % dan sistem pengendali asap 67 %.

Saran yang dapat direkomendasikan adalah melengkapi sarana proteksi aktif seperti pengadaan sistem detektor dan sprinkler yang belum terdapat pada area pabrik PT. Sentrafood Indonusa sedangkan pada sarana penyelamatan jiwa melengkapi pemenuhan pada pintu darurat dan tangga darurat yang ada di PT. Sentrafood Indonusa sehingga dapat mencegah dan mengetahui dengan segera terjadinya bahaya kebakaran.


(7)

OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY Skripsi, in June 2010

FAJAR IQBAL AMRULLAH, NIM 104101003184

The Analysis of Protection Level Facilities on Compliance and Life Saving Facilities in Factory Area PT Sentrafood Indonusa Year 2010

xxi + 135 pages + 21 tables + 8 pictures + 6 attachments

ABSTRACT

Fire is something that is highly undesirable that may cause suffering and misfortune. Fire was formed if there are elements of balance that consists of fuel, heat and air, or often called the fire triangle ( Depnaker, 1995 ). Occurrence of fires in the industry not only eliminate the property or lives, but the sustainability of operational activities that disrupt the stability and continuity of industrial activities which eventually led to the widening financial losses incurred by companies. PT. Sentrafood Indonusa engaged in the production of instant noodles with a normal type of noodle, in activities of daily manufacturing process the company uses a variety of materials that can cause the heating effect and produces heat energy which is the effect of using the machine constantly, and high-voltage electric. All of these are potentially dangerous fire.

This study aimed to determine the level of active protection and fulfillment facilities life-saving tool in the PT. Sentrafood Indonusa karawang district in 2010 based on several reference standards such as Kepmen PU No.10/KPTS/2000, Permenaker No.02/MEN/1983, Permenaker No.04/MEN/1980 and the Indonesian National Standard (SNI). In this research uses a qualitative design using an


(8)

observational and descriptive research, ie research that describes the fire protection systems in PT. Sentrafood Indonusa.

From the results of research conducted at PT. Sentrafood Indonusa year 2010, it was found that the level of compliance means of active protection in the PT. Sentrafood Indonusa 51,6%, with details that 75% of fire alarms, APAR 91%, hydrant 92%, sprinkler and the detector is not available. While the level of fulfillment of life-saving tool in the PT. Sentrafood Indonusa of 68.57%, with details of means of exit 80%, 43% emergency exit, emergency ladder 50%, where the assembled 100%, 71,42% of emergency lights and smoke control system is 67%.

Suggestions that can be recommended is the complete active protection facilities such as provision of sprinklers that have not been on PT. Sentrafood Indonusa while in the complete fulfillment of life-saving tool in the emergency exit and fire stairs are there at. Sentrafood Indonusa so it can prevent and find out immediately the occurrence of a fire hazard.


(9)

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan Skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta para sahabat dan para pengikutnya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat sebagai Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) dengan judul “Analisis tingkat pemenuhan sarana proteksi aktif dan sarana penyelamatan jiwa di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa tahun 2010”. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, petunjuk, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu dengan ikhlas dan penuh kerendahan hati penulis ingin menghaturkan rasa syukur sebagai implementasi dari rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Jamal selaku manager MEDCO yang sudah banyak membantu kelancaran proses penulisan Skripsi

2. Bapak Meidi Lazuardi selaku Direktur Utama PT. Sentrafood Indonusa yang telah mengijinkan tempat dan waktunya selama proses penulisan Skripsi.

3. Bapak Tris Suharsono selaku Pembimbing Lapangan yang telah memberikan bimbingan , nasihat, pengarahan, dan koreksi dalam mengevaluasi laporan skripsi ini.


(10)

4. Bapak Beny dan Bapak Munir yang sudah mengantarkan sampai ke tempat lokasi.

5. Bapak Supriyanto, SH selaku HRD PT. Sentrafood Indonusa yang sudah banyak membantu penulis

6. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK. selaku Pembimbing Skripsi dan penanggung jawab peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, dorongan, dan kritik dalam penyusunan laporan Skripsi ini.

7. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS, SKM, Selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat

8. Ibunda yang tercinta yang membesarkan penulis dan yang selalu mendo’akan penulis sampai laporan skripsi ini selesai. Luv u so Much. 9. Kakak tercinta beserta Istrinya Mas Dedy, Mba Ana yang sudah banyak

membantu penulis, baik Moral maupun Moril sehingga laporan Skripsi ini selesai.

10. Keluarga Besar Hj. Zubaedah yang sudah banyak membantu penulis sampai Skripsi ini selesai. “Jasa-jasamu akan ku kenang selalu”

11. Nurhilmiawati yang telah memberi support, perhatian, keceriaan dan kesetiaanya yang selalu menemani sang penulis.

12. Sahabat-sahabat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta yang telah banyak membantu penulis dengan memberikan semangat dan saran dalam penyusunan laporan Skripsi ini.


(11)

13. Sahabat-sahabat hidup se-kontrakan (Irwan Kurniawan, Purwanto, Surma Adnan, dan Darif), yang telah menemani penulis hingga sekitar dua tahun untuk menjalani kerasnya kehidupan sebagai mahasiswa di Ciputat.

14. Dan berbagai pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.

Kepada Allah jualah akhirnya penulis serahkan segalanya serta panjatkan doa semoga amal kebajikan mereka diterima disisi-Nya, serta diberikan pahala yang berlipat ganda sesuai dengan amal perbuatannya.

Penulis berharap semoga Laporan Skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta bagi para pembaca pada umumnya. Saran dan kritik senantiasa penulis harapkan agar dapat dijadikan masukan di waktu mendatang.

Jakarta, juni 2010


(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ..iii

LEMBAR PERNYATAAN... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN... vi

PANITIA SIDANG... vii

RIWAYAT HIDUP... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xx

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.4.1 Tujuan Umum ... 7

1.4.2 Tujuan Khusus ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

1.5.1 Bagi Perusahaan ... 9

1.5.2 Bagi Prodi KESMAS ... 10


(13)

1.5.3 Bagi Peneliti ... 10

1.6 Ruang Lingkup Penelitian... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Api dan Terjadinya Api ... 12

2.2 Klasifikasi Kebakaran ... 13

2.3 Sebab-sebab Terjadinya Kebakaran... 15

2.4 Tingkat Bahaya Kebakaran ... 17

2.5 Dasar Hukum Pengawasan Penanggulangan Kebakaran dan Pencegahan Kebakaran ... 20

2.6 Sistem Proteksi Kebakaran ... 21

2.6.1 Sarana Proteksi Aktif ... 22

1. Alarm Kebakaran ... 23

2. Detektor... 24

3. Sprinkler... 27

4. APAR ... 29

5. Hidran... 32

2.6.2 Sarana Penyelamatan Jiwa ... 34

1. Jalan Keluar... 35

2. Pintu Darurat ... 35

3. Tangga Darurat... 36

4. Tempat Berhimpun... 37

5. Lampu Darurat ... 38

6. Sistem Pengendali Asap... 39


(14)

2.7 Teknik Skoring... 40

BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep ... 42

3.2 Definisi Istilah... 43

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian... 53

4.2 Lokasi & Waktu Penelitian ... 53

4.3 Informan... 53

4.4 Pengumpulan Data ... 54

4.5 Pengelolaan Data... 55

4.6 Teknik & Analisis Data... 55

BAB V HASIL 5.1 Gambaran Umum PT. Senrafood Indonusa ... 57

5.1.1 Sejarah & Perkembangan PT. Sentrafood Indonusa...57

5.1.2 Visi dan Misi PT. Sentrafood Indonusa...59

5.1.3 Lokasi Pabrik...59

5.1.4 Tata Letak Pabrik...60

5.1.5 Tata Letak Alat...61

5.2 Struktur Organisasi...62

5.3 Ketenagakerjaan...65

5.3.1 Sistem dan Jam Kerja Karyawan………...65

5.3.2 Sistem Gaji Karyawan………...66

5.3.3 Kesejahteraan Karyawan...66


(15)

5.4. Pemasaran Produk………....69

5.5 Bahaya kebakaran...70

5.5.1 Identifikasi bahaya kebakaran pada PT. Sentrafood Indonusa ...70

5.5.2 Klasifikasi bahaya kebakaran pada PT. Sentrafood Indonusa ...72

5.6 Sarana Proteksi Kebakaran di PT. Sentrafood Indonusa...74

5.6.1 Sarana Proteksi Aktif Kebakaran...74

a. Alarm Kebakaran ... ...74

b. Detektor... 76

c. Sprinkler ... 77

d. APAR ... 77

e. Hidran... 86

5.6.2 Sarana Penyelamatan Jiwa ... 88

a. Jalan Keluar... 88

b. Pintu Darurat ... 89

c. Tangga Darurat... 91

d. Tempat Berhimpun... 93

e. Lampu Darurat ... 94

f. Sistem Pengendali Asap ... 96

5.7 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Sarana Proteksi Aktif...98

5.8 Rata-rata Tingkat Pemenuhan Sarana Penyelamatan Jiwa...99


(16)

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian………...100

6.2 Bahaya Kebakaran………...100

6.2.1 Identifikasi Bahaya Kebakaran...100

6.2.2 Klasifikasi Kebakaran………...103

6.3 Sarana Proteksi Aktif………...105

a. Alarm Kebakaran...106

b. Detektor... ...108

c. Sprinkler ... 109

d. APAR ... 111

e. Hidran... 115

6.4 Sarana Penyelamatan Jiwa...116

a. Jalan Keluar... ..117

b. Pintu Darurat ... 118

c. Tangga Darurat... 120

d. Tempat Berhimpun... 122

e. Lampu Darurat ... 123

f. Sistem Pengendali Asap ... 125

6.5 Tingkat Pemenuhan Sarana Proteksi Aktif...126

6.6 Tingkat Pemenuhan Sarana Penyelamatan Jiwa...127


(17)

BAB VII PENUTUP

7.1 Kesimpulan………...129 7.2 Saran………...131 Daftar Pustaka... …133 Lampiran


(18)

Halaman Tabel 2.1 Distribusi tingkat bahaya kebakaran di bangunan

pabrik...19 Tabel 2.2 Pemilihan jenis detektor sesuai dengan fungsi

ruangan...27 Tabel 2.3 Syarat tekanan air dan kapasitas aliran pompa pada komponen

pemipaan...28 Tabel 2.4 Jenis APAR dan Kelas kebakaran... 31 Tabel 2.5 Klasifikasi sistem hidran... 33 Tabel 2.6 Standar persyaratan penempatan titik hidran berdasarkan risiko

bahaya jenis hunian ... 33 Tabel 2.7 Tingkat penilaian audit kebakaran ... 40 Tabel 4.1 Tingkat penilaian audit kebakaran ... 55 Tabel 5.1 Identifikasi potensi bahaya kebakaran di PT. Sentrafood

Indonusa ... 71 Tabel 5.2 Tingkat pemenuhan Alarm darurat di PT. Sentrafood

Indonusa ... 75 Tabel 5.3 Jenis APAR di PT. Sentrafood Indonusa ... 82

Tabel 5.4 Tingkat pemenuhan APAR berdasarkan per Elemen di PT. Sentrafood

Indonusa ... 83 Tabel 5.5 Tingkat pemenuhan hidran di PT. Sentrafood Indonusa... 86


(19)

Tabel 5.6 Tingkat pemenuhan Jalan keluar di PT. Sentrafood Indonusa... 88 Tabel 5.7 Tingkat pemenuhan Pintu darurat di PT. Sentrafood Indonusa ... 90 Tabel 5.8 Tingkat pemenuhan Tangga darurat di PT. Sentrafood

Indonusa ... 92 Tabel 5.9 Tingkat pemenuhan Tempat berhimpun di PT. Sentrafood

Indonusa ... 93 Tabel 5.10 Tingkat pemenuhan Lampu darurat di PT. Sentrafood

Indonusa ... 95 Tabel 5.11 Tingkat pemenuhan sistem pengendali asap di PT. Sentrafood

Indonusa ... 96 Tabel 5.12 Rata-rata tingkat pemenuhan sarana proteksi aktif di PT. Sentrafood

Indonusa ... 98 Tabel 5.13 Rata-rata tingkat pemenuhan sarana penyelamatan jiwa di


(20)

Gambar 2.1 Adanya tiga Unsur Penyebab Kebakaran... 16

Gambar 3.1 Kerangka konsep ... 42

Gambar 5.1 Teori segitiga api... 73

Gambar 5.2 Hasil pemeriksaan gambar tanda pemasangan APAR ... 78

Gambar 5.3 Hasil pemeriksaan tinggi huruf APAR... 79

Gambar 5.4 Hasil pemeriksaan tinggi tanda panah APAR ... 80

Gambar 5.5 Hasil pemeriksaan APAR yang dipasang menggantung pada dinding Di PT. Sentrafood Indonusa... 81

Gambar 5.6 Gambar APAR ... 82


(21)

NAMA LENGKAP : Fajar Iqbal Amrullah TEMPAT/TGL LAHIR : Cirebon, 18 Mei 1986 JENIS KELAMIN : Laki-laki

ALAMAT : Perum. Taman kota Rt.010 Rw.016 Bekasi jaya -

Bekasi timur.

KEWARGANEGARAAN : Indonesia

AGAMA : Islam

GOL. DARAH : A, Rhe +

TELEPHONE : 0815 1100 7666

E-MAIL : K3_iqbal@yahoo.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun Riwayat Pendidikan

2004- sekarang S1- Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)

Fakultas Kedokteran & Ilmu Kesehatan UIN Jakarta 2001-2004 MAN 1 Cirebon

1998-2001 MTSI Ciledug-Cirebon 1992- 1998 SDN 01 Losari-Cirebon

PENGALAMAN ORGANISASI

Tahun Pengalaman Organisasi

2004-2005 Ketua Divisi Pendidikan & Kesehatan BEM FKIK

UIN Jakarta

2005-2006 Training ESQ (Emotional Spiritual Quetient) in house UIN Jakarta angkatan 2

2006-2007 Asisten Training Sport (ATS) ESQ Eksekutif angkatan 49 Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat


(22)

1.1.Latar Belakang

Kecelakaan dan sakit di tempat kerja membunuh dan memakan lebih banyak korban jika dibandingkan dengan perang dunia. Riset yang dilakukan badan dunia ILO menghasilkan kesimpulan, setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal, setara dengan satu orang setiap 15 detik, atau 2,2 juta orang per tahun akibat sakit atau kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Jumlah pria yang meninggal dua kali lebih banyak ketimbang wanita, karena mereka lebih mungkin melakukan pekerjaan berbahaya. Secara keseluruhan, kecelakaan di tempat kerja telah menewaskan 350.000 orang. Sisanya meninggal karena sakit yang diderita dalam pekerjaan seperti membongkar zat kimia beracun (ILO, 2003).

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan diberbagai sektor kehidupan. Hal ini memicu manusia untuk bersifat lebih kreatif dan inovatif dalam menciptakan penemuan-penemuan baru yang lebih bermanfaat, hal ini nantinya akan berdampak pada perkembangan ekonomi suatu bangsa, salah satunya di bidang industri.

Salah satu permasalahan kecelakaan terbesar di dunia industri adalah masalah kebakaran, karena apabila terjadi kebakaran akan banyak pihak yang dirugikan, antara lain pihak investor, para pekerja, pemerintah maupun masyarakat luas. Berdasarkan data kasus kebakaran yang ditulis dari Pusat Laboratorium Fisika Forensik Mabes Polri dari tahun 1990-2001 sebagai berikut (Tahun 1990-1996, 2033


(23)

Kasus/Tahun). 1997-2001, 1121 Kasus) dan terbanyak dari rentetan kasus ini berlokasi di tempat kerja sisanya kasus bukan di tempat kerja.

Dari data tersebut dapat dinyatakan tempat kerja lebih besar peluangnya untuk terjadi kebakaran, karena semua unsur yang dapat memicu kebakaran terdapat di tempat kerja. Dan ternyata teridentifikasi pula, bahwa 20% dari kejadian kebakaran berakibat habis total. Oleh karena itu upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran harus dijadikan program dalam suatu kebijakan manajemen perusahaan dengan dukungan dari pihak pekerja.

Kebakaran adalah sesuatu hal yang sangat tidak diinginkan yang dapat menyebabkan penderitaan dan malapetaka, kejadian kebakaran selalu membawa kerugian material dan korban (Surapto,1984). Kebakaran terjadi apabila terpenuhi persyaratan segitiga api, yaitu adanya bahan bakar, panas dan udara. Akan tetapi, studi lanjut mengenai fisika dan kimia menyatakan bahwa peristiwa kebakaran mempunyai tambahan unsur, yaitu rantai reaksi kimia (chain reaction). Konsep ini dikenal dengan bidang empat api (tetrahedron of fire). Secara teori dengan memotong salah satu unsur tersebut maka dapat mencegah kejadian kebakaran (Depnaker, 1995).

Terjadinya kebakaran di industri tidak hanya dapat menghilangkan harta benda maupun nyawa, akan tetapi mengganggu keberlangsungan kegiatan operasional sehingga mengganggu stabilitas dan kontinuitas kegiatan industri yang pada akhirnya menyebabkan semakin besarnya kerugian finansial yang ditanggung oleh perusahaan.


(24)

Seiring meningkatnya ukuran, kompleksitas bangunan gedung, dan perkembangan teknologi yang digunakan maka sudah seharusnya diiringi pula dengan peningkatan perlindungan terhadap pekerja yang sebagaimana telah diatur pada UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Hal ini berarti mencakup jaminan keselamatan kerja dari bahaya kebakaran seperti yang tertuang pada pasal 3 ayat 1 dan pasal 9 ayat 3 yang berbunyi mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran.

PT. Sentrafood Indonusa yang bergerak dalam bidang produksi mie instan dengan jenis normal noodle, dalam kegiatan proses pembuatan hariannya perusahaan menggunakan beragam bahan yang dapat menimbulkan efek panas dan menghasilkan energi panas yang merupakan efek dari penggunaan mesin secara terus-menerus, dan listrik bertegangan tinggi. Semua hal tersebut berpotensi menimbulkan bahaya kebakaran. Salah satu contoh di PT. Sentrafood Indonusa pernah terjadi kebakaran kecil tahun 2004 yang berasal dari konsrleting listrik bertegangan tinggi saat produksi berlangsung, tetapi tidak ada korban atau kerugian, namun proses produksi terhenti selama 4-5 jam.

Sebagai perusahaan yang besar, tentunya PT. Sentrafood Indonusa akan senantiasa berusaha mencegah terjadinya kebakaran, sebab kebakaran merupakan bagian dari kecelakaan yang harus bisa dicegah oleh para pekerja sendiri, sebab jika terjadi kebakaran di industri akan menimbulkan kerugian dalam jumlah yang cukup besar.

Berdasarkan studi awal dari hasil observasi peneliti didapatkan bahwa area pabrik PT. Sentrafood Indonusa belum mempunyai sarana proteksi yang memadai hal


(25)

ini didasarkan pada belum tersedianya sarana proteksi pada setiap gedung perawatan secara menyeluruh, baik sarana proteksi aktif maupun sarana penyelamatan jiwa. Pada sarana proteksi aktif belum tersedianya alat instalasi detektor dan sprinkler. Detektor adalah alat yang berfungsi untuk mendeteksi secara dini adanya suatu kebakaran awal (Permenaker No.02/MEN/1983), sedangkan Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk deflector pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata (Kepmenneg 10/KPTS/2000). Sedangkan pada sarana penyelamatan jiwa belum terpenuhinya semua elemen-elemen yang ada, seperti pada Sarana jalan keluar belum terpasangnya lapisan kasar dengan bahan anti slip (Kepmen PU No.10/KPTS/2000). Pada Pintu darurat tidak terdapat Pintu dapat menutup secara otomatis (Kepmen PU No.10/KPTS/2000). Pada Tangga darurat jumlah anak tangga antar bordes jumlahnya terlalu sedikit sehingga menyebabkan tangga curam (SNI 03-1735 tahun 2000). Pada Lampu darurat belum terpenuhinya kemampuan Lampu darurat bartahan minimal 1 jam berdasarkan hasil wawancara terhadap informan {SNI 03-6574 tahun 2001) dan pada Sistem pengendali asap tidak terdapat sistem pengendali asap yang dikendalikan secara otomatis (Kepmen PU No.10 tahun 2000).

Oleh karena itu, berdasarkan masalah yang telah dikemukan di atas, maka peneliti ingin mengetahui Analisis tingkat pemenuhan sarana proteksi kebakaran aktif yang meliputi: alarm kebakaran, detektor, spinkler, alat pemadam api ringan (APAR), dan hidran serta sarana penyelamatan jiwa yang meliputi: sarana jalan keluar, pintu darurat kebakaran, tangga darurat kebakaran, tempat berhimpun, lampu darurat dan sistem pengendali asap berdasarkan Kepmen PU No.10/KPTS/2000, Permenaker


(26)

No.02/MEN/1983, Permenaker No.04/MEN/1980 dan Standar Nasional Indonesia (SNI).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan studi awal dari hasil observasi yang dilakukan peneliti bahwa sarana sistem proteksi kebakaran di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa belum memadai. Seperti belum terdapatnya alat instalasi detektor dan spingkler pada sarana proteksi aktif, sedangkan pada sarana penyelamatan jiwa belum terpenuhinya semua elemen-elemen yang ada. Melihat kondisi lingkungan yang ada di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa yang proses produksinya berhubungan dengan mesin bertemperatur panas dan sangat rentan menimbulkan potensi api yang dapat mengakibatkan terjadinya kebakaran. PT. Sentrafood Indonusa dalam proses produksinya mengalami terjadinya kebakaran kecil akibat dari arus listrik yang menyebabkan terjadinya korsleting. Disamping itu, belum pernah diadakan penelitian sebelumnya mengenai sarana sistem proteksi kebakaran di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa. Maka berdasarkan masalah tersebut peneliti ingin mengetahui analisis tingkat pemenuhan sarana proteksi kebakaran aktif dan sarana penyelamatan jiwa di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa tahun 2010 berdasarkan Kepmen PU No.10/KPTS/2000, Permenaker No.02/MEN/1983, Permenaker No.04/MEN/1980 dan Standar Nasional Indonesi (SNI).


(27)

1.3Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran tingkat pemenuhan alarm kebakaran di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan Permenaker No.02/MEN/1983 dan SNI-03-6574 tahun 2000 ?

2. Bagaimana gambaran tingkat pemenuhan detektor kebakaran di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan Permenaker No.02/MEN/1983?

3. Bagaimana gambaran tingkat pemenuhan sprinkler di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan Kepmen PU No.10/KPTS/2000?

4. Bagaimana gambaran tingkat pemenuhan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan Permenaker No.04/MEN/1980?

5. Bagaimana gambaran tingkat pemenuhan Hidran di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan Kepmen PU No.10/KPTS/2000?

6. Bagaimana gambaran rata-rata tingkat pemenuhan sarana proteksi aktif di area pabrik PT. Sntrafood Indonusa?

7. Bagaimana gambaran tingkat pemenuhan jalan keluar di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan Kepmen PU No.10/KPTS/2000?

8. Bagaimana gambaran tingkat pemenuhan pintu darurat kebakaran di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan Kepmen PU No.10/KPTS/2000 dan SNI 03-1746 tahun 2000?

9. Bagaimana gambaran tingkat pemenuhan tangga darurat kebakaran di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan SNI 03-1735 tahun 2000 dan SNI 03-1746 tahun 2000?


(28)

10. Bagaimana gambaran tingkat pemenuhan tempat berhimpun di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan Kepmen PU No.10/KPTS/2000 dan SNI 03-6571 tahun 2000?

11. Bagaimana gambaran tingkat pemenuhan lampu darurat di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan SNI-03-6574 tahun 2001?

12. Bagaimana gambaran tingkat pemenuhan pengendali asap di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan Kepmen PU No.10/KPTS/2000?

13. Bagaimana gambaran rata-rata tingkat pemenuhan sarana penyelamatan jiwa di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa?

14. Bagaimana gambaran rata-rata tingkat pemenuhan sistem sarana proteksi aktif dan sarana penyelamatan jiwa di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa?

1.4Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui Gambaran Tingkat Pemenuhan Sarana Proteksi Aktif dan Sarana Penyelamatan Jiwa di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa tahun 2010 berdasarkan Kepmen PU No.10/KPTS/2000, Permenaker No.02/MEN/1983, Permenaker No.04/MEN/1980 dan Standar Nasional Indonesia (SNI).


(29)

1.4.2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran tingkat pemenuhan alarm kebakaran di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan Permenaker No.02/MEN/1983 dan SNI-03-6574 tahun 2000

b. Diketahuinya gambaran tingkat pemenuhan detektor kebakaran di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan Permenaker No.02/MEN/1983

c. Diketahuinya gambaran tingkat pemenuhan sprinkler di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan Kepmen PU No.10/KPTS/2000

d. Diketahuinya gambaran tingkat pemenuhan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan Permenaker No.04/MEN/1980

e. Diketahuinya gambaran tingkat pemenuhan hidran di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan Kepmen PU No.10/KPTS/2000

f. Diketahuinya gambaran rata-rata tingkat pemenuhan sarana proteksi aktif di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa

g. Diketahuinya gambaran tingkat pemenuhan jalan keluar di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan Kepmen PU No.10/KPTS/2000 h. Diketahuinya gambaran tingkat pemenuhan pintu darurat kebakaran di

area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan Kepmen PU No.10/KPTS/2000 dan SNI 03-1746 tahun 2000


(30)

i. Diketahuinya gambaran tingkat pemenuhan tangga darurat kebakaran di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan SNI 03-1735 tahun 2000 dan SNI 03-1746 tahun 2000

j. Diketahuinya gambaran tingkat pemenuhan tempat berhimpun di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan Kepmen PU No.10/KPTS/2000 dan SNI 03-6571 tahun 2000

k. Diketahuinya gambaran tingkat pemenuhan lampu darurat di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan SNI-03-6574 tahun 2001

l. Diketahuinya gambaran tingkat pemenuhan pengendali asap di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa berdasarkan Kepmen PU No.10/KPTS/2000.

m. Dikethuinya gambaran rata-rata tingkat pemenuhan sarana penyelamatan jiwa di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa

n. Dikethuinya gambaran rata-rata tingkat pemenuhan sistem sarana proteksi aktif dan sarana penyelamatan jiwa di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa.

1.5Manfaat Penelitian 1. Bagi Perusahaan

a. Sebagai bahan masukan untuk evaluasi program keselamatan dan kesehatan kerja khususnya dalam program alat proteksi kebakaran.

b. PT. Sentrafood Indonusa dapat mengetahui gambaran dan masalah pada kondisi sarana proteksi kebakaran aktif dan sarana penyelamatan jiwa


(31)

yang disesuaikan berdasarkan Kepmen PU No.10/KPTS/2000, Permenaker No.02/MEN/1983, Permenaker No.04/MEN/1980 dan Standar Nasional Indonesia (SNI).

2. Bagi Prodi. Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

a. Sebagai bahan masukan yang dapat dijadikan mutu pendidikan bagi bidang kesehatan dan keselamatan kerja khususnya mengenai kebakaran. b. Sebagai bahan rujukan yang berkaitan dengan masalah sarana proteksi

aktif dan sarana penyelamatan jiwa.

3. Bagi Peneliti

a. Sebagai aplikasi dan metode yang telah di dapatkan di Bangku kuliah dan wahana untuk menambah pengalaman dan pengetahuan tentang sistem proteksi kebakaran aktif dan penyelamatan jiwa di PT. Sentrafood Indonusa

b. Mengetahui tingkat pemenuhan sarana proteksi aktif dan sarana penyelamatan jiwa di PT. Sentrafood Indonusa.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Melihat sarana proteki kebakaran di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa belum memadai dan pernah terjadi kebakaran kecil akibat hubungan arus listrik yang bertegangan tinggi yang menyebabkan konsleting listrik dan belum pernah diadakan penelitian sebelumnya mengenai sarana proteksi aktif dan sarana penyelamatan jiwa


(32)

di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa. Maka, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran tingkat pemenuhan pada sarana proteksi aktif yang meliputi: alarm kebakaran, detektor, sprinkler, APAR, dan hidran serta sarana penyelamatan jiwa yang meliputi: jalan keluar, pintu darurat, tangga darurat, tempat berhimpun, lampu darurat dan sistem pengendalian asap di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa Krawang Jawa Barat tahun 2010. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan tekhnik wawancara terhadap informan serta menggunakan lembar observasi terhadap sarana proteksi berdasarkan Kepmen PU No.10/KPTS/2000, Permenaker No.02/MEN/1983, Permenaker No.04/MEN/1980 dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan observasional dengan jenis penelitian deskriptif.


(33)

2.1.Teori Api dan Terjadinya Api

Nyala api adalah suatu fenomena yang dapat diamati gejalanya yaitu adanya cahaya dan panas dari suatu bahan yang sedang terbakar. Menurut Dinas Kebakaran DKI Jakarta (1994), yang dimaksud api adalah suatu masa zat gas yang timbul karena adanya reaksi yang bersifat exotermis dan dapat menghasilkan panas, nyala, cahaya, asap dan bara. Gejala lainnya yang dapat diamati adalah, bila suatu bahan telah terbakar maka akan mengalami perubahan baik bentuk fisiknya maupun sifat kimianya. Keadaan fisik bahan yang telah terbakar akan berubah menjadi arang, abu atau hilang menjadi gas dan sifat kimianya akan berubah pula menjadi zat baru. Gejala perubahan tersebut menurut teori perubahan zat dan energi adalah perubahan secara kimia. Unsur pokok terjadinya api dalam teori klasik yaitu teori segitiga api (Triangle of Fire) menjelaskan bahwa untuk dapat berlangsungnya proses nyala api diperlukan adanya tiga unsur pokok yaitu adanya unsur: bahan yang dapat terbakar, oksigen, yang cukup dari udara atau dari bahan oksigen dan panas yang cukup. Dengan teori itu maka apabila salah satu dari unsur dari segitiga api tersebut tidak berada dalam keseimbangan yang cukup, maka api tidak akan terjadi.

Bahaya kebakaran adalah kondisi dimana api tumbuh dan berkembang, 3 elemen yang diperlukan untuk memulai dan mendukung terjadinya api adalah oksigen, bahan bakar, dan panas. Karena oksigen secara alami merupakan sesuatu


(34)

yang paling banyak berada di bumi, bahaya kebakaran biasanya melibatkan bahan bakar atau panas.(Geotsch, 2008)

2.2. Klasifikasi Kebakaran

Klasifikasi kebakaran adalah penggolongan atau pembagian kebakaran berdasarkan jenis bahan bakarnya, dengan adanya klasifikasi tersebut akan lebih mudah, lebih cepat, dan lebih tepat pemilihan media pemadam yang digunakan untuk memadamkan kebakaran. (Depnaker, 1995)

Setiap jenis bahan yang mudah terbakar memiliki karakteristik yang berbeda, karena itu harus dibuat prosedur yang tepat dalam melakukan tindakan pemadaman dan jenis media yang diterapkan harus sesuai dengan karakteristiknya, mengacu pada standar. Klasifikasi jenis kebakaran terdapat dua versi standar yang sedikit agak berbeda. Klasifikasi jenis kebakaran menurut standar inggris yaitu LPC (Loss Prevention Comittee) yang sebelumnya adalah FOC (Fire Office Comittee) menetapkan klasifikasi kebakaran dibagi kelas A, B, C, D dan E sedang standar Amerika yaitu NFPA (National Fire Prevention Assosiation), menetapkan klasifikasi kebakaran menjadi kelas A,B,C dan D pengklasifikasian jenis kebakaran yang didasarkan menurut jenis material yang terbakar hal ini diperkuat dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.04/Men/1980 kebakaran di klasifikasikan menjadi 4 kelas yaitu:

1. Kelas A

Dalam kebakaran Kelas A, bahan-bahan yang terbakar adalah: sampah, katun, kayu dan kertas. Kelas ini memiliki ciri khusus yaitu setelah terjadi pembakaran akan


(35)

meninggalkan arang dan abu karena biasanya unsur yang terbakar adalah mengandung karbon. Pemadaman yang tepat untuk kelas ini adalah dengan mendinginkan dan menyiramkan bahan pemadam seperti air atau soda acid, karena prinsip kerja air dalam memadamkan api adalah menyerap kalor/panas dan dapat menembus sampai bagian dalam.

2. Kelas B

Dalam kebakaran kelas B yang terbakar adalah bahan-bahan seperti: minyak, pelumas, cat bensin, terpentin atau cairan mudah terbakar lainnya. Kelas ini terdiri dari bahan yang mengandung hydrocarbon dari minyak bumi, aplikasi media pemadam yang cocok untuk bahan cair seperti: busa, uap dan kabut air, prinsip kerja busa dalam memadamkan api adalah menutup permukaan cairan yang akan mengapung pada permukaan. Sedangkan aplikasi bahan yang cocok untuk pemadaman gas adalah jenis bahan yang bekerja atas dasar substitusi oksigen atau memutuskan reaksi berantai yaitu sejenis :Tepung kimia kering atau Gas CO2”.

3. Kelas C

Dalam kebakaran kelas C, bahan yang terbakar terdapat bahan-bahan kelas A atau kelas B, tetapi didalamnya terdapat instalasi listrik yang bertegangan. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa bahan pemadam kebakarannya harus yang tidak dapat mengalirkan listrik. Cara memadamkannya ialah memutuskan aliran listrik dan memadamkan apinya dengan pemadam kebakaran yang Non-Konduktif seperti: Gas, atau tepung kimia kering. Oksigen akan disekat oleh bahan pemadam dan panasnya dikurangi.


(36)

4. Kelas D

Kebakaran Kelas D menyangkut tepung logam yang sudah terbakar seperti: Magnesium, seng dan lain-lain. Cara memadamkannya dengan menggunakan tepung kimia kering khusus atau dengan menutup permukaan bahan yang terbakar dengan cara menimbun.

Klasifikasi kebakaran menurut NFPA dibagi kedalam 4 kelas yaitu:

1) Kelas A yaitu kebakaran bahan padat kecuali logam, misalnya kebakaran kertas, kayu, tekstil, plastik, karet, busa dan lain-lain.

2) Kelas B yaitu kebakaran cair atau gas yang mudah terbakar, misalnya kebakaran bensin, aspal, minyak (oli), alkohol, gas LPG dan lain-lain.

3) Kelas C yaitu kebakaran listrik yang bertegangan.

4) Kelas D yaitu kebakaran logam, misalnya alumunium, magnesium, kalium.

2.3. Sebab-sebab terjadinya Kebakaran

Kebakaran adalah suatu bentuk dari kecelakaan. Menuut Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Trasmigrasi Nomor 158 tahun 1972, Kebakaran adalah timbulnya api yang tidak dikehendaki akibat kebakaran adalah kerugian materil dan moril, yaitu berupa harta benda atau korban jiwa dan raga. Kebakaran dapat lebih mudah dicegah jika kita mengetahui dasar-dasarnya. Kebakaran terjadi, apabila tiga unsur terdapat bersama-sama. Unsur tersebut adalah zat asam, bahan mudah terbakar dan panas, tanpa oksigen tidak terjadi pembakaran, tanpa bahan mudah terbakar, tak mungkin terjadi kebakaran dan tanpa panas tidak mungkin akan terjadi kebakaran. (Suma’mur 1981)


(37)

Oksigen Panas

Bahan yang dapat menyala

Gambar 2.1. Adanya 3 unsur penyebab kebakaran

Sumber kebakaran menurut ILO (1987) adalah : a. API terbuka

Penggunaan api terbuka di daerah berbahaya atau terdapat bahan-bahan yang mudah menyala sering dapat terjadi sumber penyebab terjadinya kebakaran antara lain: pengelasan, pemotongan dengan gas acetilin, dapur api dan lain-lain.

b. Permukaan panas

Pesawat atau instalasi pemanas, pengering, oven apabila tidak terkendali atau kontak dengan bahan hingga mencapai suhu penyalaan dapat menyebabkan kebakaran.

c. Peralatan listrik

Peralatan listrik juga mempunyai potensi bahaya kebakaran apabila tidak memenuhi standar keamanan dalam pemakaian misalnya; pembebanan berlebihan, tegangan melebihi kapasitas, dan bunga pada motor listrik.


(38)

d. Reaksi exothermal

Panas akibat reaksi bahan kimia terutama akibat reaksi yang terjadi disamping mengeluarkan panas juga menghasilkan gas yang mudah terbakar seperti: reaksi batu karbit dengan air, reaksi bahan kimia yang peka terhadap asam.

e. Gesekan mekanis

Akibat gerakan secara mekanis seperti pada peralatan yang bergerak bila tidak diberi pelumasan secara teratur dapat menimbulka panas. Bunga api mekanis atau bram bubutan gerinda dapat menjadi sumber nyala bila kontak dengan bahan yang mudah terbakar.

f. Loncatan bunga api listrik statis

Akibat pengaruh mekanis pada bahan non konduktor akan dapat terjadi penimbunan elektron (akumulasi listrik statis). Misalnya minyak adalah bahan non konduktor, bila minyak dialirkan melalui selang dengan tekanan tinggi, maka elektron akan tertimbun pada minyak tersebut, dan pada keadaan tertentu dapat menjadi loncatan elektron dan dapat menjadi sumber penyebab kebakaran.

2.4 Tingkat Bahaya Kebakaran

Menurut Perda DKI Jakarta No.03 tahun 1992, tingkat bahaya kebakaran dibagi menjadi beberapa jenis yaitu :

1. Bahaya kebakaran ringan adalah ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai nilai dan kemudahan terbakar rendah dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas rendah, sehingga penyaluran api lambat.


(39)

2. Bahaya kebakaran sedang 1 adalah ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 m dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga penjalaran api sedang.

3. Bahaya kebakaran sedang 2 adalah ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan titik tidak lebih dari 4 m dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panah sedang, sehingga penjalaran api sedang

4. Bahaya kebakaran sedang 3 adalah ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar agak tinggi, sehingga penjalaran api agak cepat

5. Bahaya kebakaran berat/tinggi adalah ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai nilai dan kemudahan terbakar 1 dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas tinggi.

Kebakaran yang terjadi di bangunan (pabrik) industri, yaitu bangunan yang peruntukkannya dipakai untuk segala macam kegiatan kerja, produksi, tingkat bahanya dapat diklasifikasikan kedalam tingkat bahaya ringan, sedang I, sedang II, sedang III dan tinggi tergantung dari jenis produksinya. Berikut ini tabel yang menggambarkan tingkat bahaya kebakaran di bangunan pabrik (industri).


(40)

Tabel 2.1

Distribusi tingkat bahaya kebakaran di bangunan pabrik (industri) No Tingkat bahaya kebakaran Jenis bangunan

1 Bahaya ringan • Pabrik ubin

• Pabrik konstruksi

• Pabrik perakitan sepeda 2 Bahaya sedang I • Pabrik roti

• Pabrik minuman

• Pabrik susu

• Pabrik meteran listrik dan komponen alat-alat listrik

• Pabrik kaleng

3 Bahaya sedang II • Pabrik makanan ternak

• Pabrik peleburan besi dan baja

• Pabrik komponen kendaraan bermotor

• Pabrik perakitan kendaraan bermotor

• Pabrik keramik

• Pabrik tekstil 4 Bahaya sedang III • Pabrik korek api

• Pabrik thiner

• Pabrik spirtus

5 Bahaya tinggi • Pabrik mesin atau bahan peledak

• Pabrik pemintalan dan perajutan

• Pabrik cat

• Pabrik battery

• Pabrik bahan kimia Sumber: Dinas kebakaran DKI jakarta


(41)

2.5. Dasar Hukum Pengawasan Penanggulangan Kebakaran dan Pencegahan Kebakaran

Tugas pokok pegawai pengawas adalah menjalankan pengawasan, peraturan perundangan dibidang ketenagakerjaan, termasuk ketentuan keselamatan kesehatan kerja (K3) dibidang penanggulangan kebakaran, kebakaran di tempat kerja adalah termasuk kecelakaan kerja, dimana kejadian kebakaran dapat membawa konsekwensi mengancam keselamatan jiwa tenaga kerja dan berdampak merugikan banyak pihak.

Ketentuan pokok yang berkaitan dengan K3 penanggulangan kebakaran adalah sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang No.1 tahun 1970, beberapa hal yang mendasar khususnya yang berkaitan langsung dengan penanggulangan kebakaran adalah:

a. Tujuan K3 pada umumnya termasuk masalah penanggulangan kebakaran (Fire Safety Objective) adalah tersirat dalam Undang-undang No 1 1970, yaitu bertujuan melindungi tenaga kerja dan orang lain, aset dan lingkungan masyarakat.

b. Syarat-syarat K3 penanggulangan kebakaran sesuai ketentuan pasal 3 ayat (1) huruf b, d, q dalam Undang-undang No 1 tahun 1970, adalah merupakan sasaran yang ingin diwujudkan di setiap tempat kerja, yang berbunyi:

ƒ Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran

ƒ Memberikan kesempatan jalan untuk menyelamatkan diri pada waktu kebakaran


(42)

c. Pasal 9 ayat (3), mengatur kewajiban pengurus menyelenggarakan latihan penanggulangan kebakaran.

Ketentuan-ketentuan tersebut diatas, dijabarkan lebih lanjut dengan peraturan dan standar yang lebih tekhnis yang meliputi aspek tekhnis dan adminisratif K3 penanggulangan kebakaran dilandasi dengan ilmu pengetahuan menemukenali potensi bahaya kebakaran, membuat risiko dan metode pengendaliannya serta menyiapkan sumber daya untuk mengantisipasi bila terjadi kebakaran.

Pencegahan kebakaran dan penanggulanggan korban kebakaran menurut Suma’mur (1996), tergantung dari 5 prinsip pokok sebagai berikut:

1. Pencegahan kecelakaan sebagai akibat kecelakaan atas keadaan panik 2. Pembuatan bangunan tahan api

3. Pengawasan yang teratur dan berkala

4. Penemuan kebakaran pada tingkat awal dan pemadamannya

5. Pengendalian kerusakan untuk membatasi kerusakan sebagai akibat kebakaran.

2.6. Sistem Proteksi Kebakaran

Menurut Suprapto (1995) Penerapan sistem proteksi kebakaran atau sumber daya yang direncanakan untuk mengantisipasi bahaya kebakaran, yang direncanakan sesuai dengan tingkat risiko bahaya pada hunian yang bersangkutan, perencanaan sistem proteksi kebakaran yang direncanakan ada 2 sistem strategi yaitu:

1. Sarana proteksi kebakaran aktif yaitu berupa alat atau instalasi yang dipersiapkan untuk mendeteksi dan memadamkan kebakaran seperti sistem deteksi dan alarm, APAR, Hidran dan Sprinkler.


(43)

2. Sarana penyelamatan jiwa yaitu berupa alat, sarana atau metoda mengendalikan penyebaran asap panas dan gas berbahaya bila terjadi kebakaran seperti sistem kompartemensasi, treatment atau clotting fire retardant, sarana pengendalian asap (Smoke Conrol System), sarana evakuasi, sistem pengendalian asap dan api (Somoke damper, fire damper, fire stopping), alat bantu evakuasi dan rescue.

2.6.1 Sarana Proteksi Aktif

Definisi sarana proteksi menurut Kepmen PU No.10/KPTS/2000 adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan menggunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman.

Tujuan utama dari sistem proteksi aktif menurut Kepmen PU No.10/KPTS/2000 adalah:

a) Melindungi penghuni dari kecelakaan atau luka, dengan memperingatkan kepada penghuni akan adanya suatu kebakaran, sehingga dapat melaksanakan evakuasi dengan aman.

b) Melindungi penghuni dari kecelakaan atau luka pada waktu melakukan evakuasi pada saat kejadian kebakaran.


(44)

1. Alarm Kebakaran

Menurut dinas kebakaran DKI Jakarta (1994) alarm kebakaran adalah suatu cara untuk memberi peringatan secara dini kepada penghuni gedung atau petugas yang ditunjuk tentang adanya kejadian kebakaran di suatu bagian gedung. Komponen alarm gedung yang dirangkai dengan instalasi kabel yaitu :

a) Manual Call Box (Titik panggil manual) b) Alat pengindra kebakaran (Fire Detector) c) Panel Control (Main control panel).

Menurut Permenaker No.02/MEN/1983 Persyaratan tekhnis Alarm Kebakaran meliputi :

1. Terdapat alarm kebakaran automatic 2. Alarm mudah di jangkau

3. Alarm selalu dalam kondisi baik dan siap pakai

4. Alarm dipasang pada setiap bagian bangunan kecuali apabila bagian bangunan tersebut telah dilindungi dengan sistem pemadam kebakaran automatic

5. Setiap almari dalam tembok yang memiliki tinggi lebih dari 2 m dan mempunyai sisi lebih dari 3 m harus dipasang detector

6. Setiap lantai gedung yang secara khusus dipasang saluran pembuangan udara harus dilindungi sekurang-kurangnya 1 detektor asap

7. Setiap sistem alarm kebakaran mempunyai gambar instalasi secara lengkap yang mencantumkan letak detector dan kelompok alarm


(45)

8. Terdapat prosedur pemeliharaan.

2. Sistem Deteksi (detektor)

Menurut SNI-03-6574 tahun 2000 Detektor adalah alat yang berfungsi mendeteksi secara dini adanya suatu kebakaran awal. Persyaratan Detektor menurut Permenaker No.02/Men/1983 adalah :

1. Detektor harus dipasang pada bagian bangunan kecuali apabila bagian bangunan tersebut telah dilindungi dengan sistem pemadam kebakaran automatic.

2. Setiap almari dalam tembok yang memiliki tinggi lebih dari 2 m dan mempunyai sisi lebih dari 3 m harus dipasang detektor

Jenis-jenis detektor berdasarkan cara kerjanya antara lain: 1. Detektor Panas

Detektor yang bekerja berdasarkan pengaruh panas (temperatur) tertentu pengindraan panas. Syarat untuk detektor panas menurut Permenaker No.02/Men/1983 adalah :

a. Jarak antara detektor dengan detektor tidak lebih dari 7 m keseluruhan ruang

b. Jarak antara detektor dengan detektor tidak lebih dari 10 m dari koridor c. Jarak detektor panas dengan tembok atau dinding pembatas paling jauh

3 m pada ruang biasa dan 6 m dalam koridor serta paling dekat 30 cm d. Detektor disusun dalam jarak tidak boleh lebih dari 3 m dari dinding e. Sekurang-kurangnya setiap sisi dinding memiliki satu detector.


(46)

2. Detektor Nyala Api

Detektor yang bekerjanya berdasarkan radiasi nyala api, ada dua tipe detektor nyala api yaitu : a. Detektor nyala api ultra violet

b. Detektor nyala api infra merah

Menurut Permenaker No. 02/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis, persyaratan untuk detektor nyala api yaitu:

a. Detektor nyala api harus mempunyai sifat yang stabil dan kepekaannya tidak terpengaruh oleh adanya perubahan tegangan dalam batas kurang atau lebih 10% dari tegangan nominalnya.

b. Kepekaan dan kestabilan detektor nyala api harus sedemikian rupa sehingga bekerjanya tidak terganggu oleh adanya cahaya dan radiasi yang berlebihan.

c. Pemasangan detektor nyala api dalam gardu listrik atau daerah lain yang sering mendapat sembaran petir, harus dilindungi sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan alarm palsu.

3. Detektor Asap

Detektor yang bekerja berdasarkan terjadinya akumilasi asap dalam jumlah tertentu. Deteksi asap dapat mendeteksi kebakaran jauh lebih cepat dari detektor panas. Syarat untuk detektor asap menurut Permenaker No.02/Men/1983 yaitu :

a. Bila detektor asap dipasang secara terbenam,maka alas dari elemen penginderaannya harus berada sekurang-kurangnya 40 mm dibawah permukaan langit-langit


(47)

b. Bila detektor asap dipasang dalam saluran udara yang mengalir dengan kecepatan lebih dari 1 m/ detik perlu dilengkapi dengan alat penangkap asap

c. Bila disuatu tempat dekat langit-langit atau atap dimungkinkan dapat timbul suhu tinggi, maka detektor perlu diletakan jauh di bawah langit-langit atau atap tersebut agar detektornya dapat bereaksi sedini mungkin d. Apabila detektor asap dipasang dekat saluran udara atau dalam ruang

ber-air conditioning harus diperhatikan pengaruh aliran udara serta gerakan asapnya

e. Untuk setiap 92 m luas lantai harus dipasang sekurang-kurangnya satu detector asap

f. Gerak antar detektor asap tidak boleh lebih dari 12 m dalam ruangan biasa dan 18 m di dalam koridor

g. Jarak dan titik pusat detektor asap yang terdekat ke dinding atau pemisah tidak boleh melebihi dari 6 m dalam ruang biasa dan 12 m di dalam koridor

h. Desain system alat penangkap asap harus sedemikian rupa sehingga bila asap memasuki titik tangkap yang terjauh untuk mencapai elemen penginderaan harus dapat dicapai dalam waktu 80 detik.


(48)

Tabel 2.2

Pemilihan Jenis Detektor Sesuai dengan Fungsi Ruangan

Jenis Detektor Fungsi Ruangan

Asap Ruang peralatan kontrol bangunan, Ruangan recepsionis, Ruang tamu, Ruang mesin, Ruang lift, Ruang pompa, Ruang AC, Tangga, Koridor, Lobby, Aula, Perpustakaan dan Gudang Gas Ruang diesel, Ruang yang berisi bahan yang mudah

menimbulkan gas yang mudah terbakar

Nyala Api Gudang material yang mudah terbakar, ruang kontrol instalasi peralatan vital

Sumber : SNI-03-6574 tahun 2000

3. Sprinkler

Menurut SNI 03-3989 tahun 2000 Springkler adalah alat pemancar untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar kesemua arah secara merata. Sedangkan menurut Kepmen PU No.10/KPTS/2000, sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar kesemua arah secara merata. Komponen utama sistem springkler terdiri dari:

ƒ Persediaan air ƒ Pompa

ƒ Siamese conection ƒ Jaringan pipa ƒ Kepala springkler


(49)

Tabel 2.3

Syarat Tekanan Air dan Kapasitas Aliran Pompa pada Komponen Pemipaan

Jenis Kebakaran Tekanan air Kapasitas aliran Bahaya kebakaran ringan 10 bar 300 liter/ menit Bahaya kebakaran sedang kel I 12 bar 375 liter/ menit Bahaya kebakaran sedang kel II 14 bar 725 liter/ menit Bahaya kebakaran sedang kel III 16 bar 1100 liter/ menit Bahaya kebakaran berat 22 bar 2300-9650 liter/ menit Sumber : SNI 03-3989 tahun 2000

Persyaratan untuk sprinkler menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 sebagai berikut :

1) Setiap lantai bangunan dilindungi dengan sarana sprinkler penuh 2) Sprinkler minimal dapat menyemburkan air selama 30 menit 3) Instalasi pemipaan sprinkler dicat warna merah

4) Terdapat prosedur pemeriksaan dan uji coba

5) Kepala sprinkler dalam keadaan baik dan tidak dicat 6) Kepala sprinkler tidak menghalangi benda lain 7) Terdapat instalasi sprinkler

8) Terdapat sambungan kembar dinas kebakaran dengan ukuran 2,5 inci 9) Sumber daya sprinkler minimal berasal dari 2 sumber

10) Kapasitas aliran pompa 375 liter/ menit 11) Tekanan air pada kepala sprinkler 10 bar


(50)

4. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Referensi Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per/04/Men/1980, Alat Pemadam Api Ringan (APAR) direncanakan untuk memadamkan api pada awal kebakaran, desain konstruksinya dapat dijinjing dan mudah dioperasikan oleh satu orang. Adapun syarat pemasangan-pemasangan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) menurut Permenaker No.04/MEN/1980 sebagai berikut:

1. Terdapat APAR yang sesuai dengan jenis kebakaran

2. APAR diletakkan pada posisi yang mudah dilihat dengan jelas 3. APAR diletakkan pada posisi yang mudah dicapai dan diambil 4. APAR dilengkapi dengan pemberian tanda pemasangan 5. Tinggi pemberian tanda pemasangan 125 cm dari dasar lantai

6. Gambar tanda pemasangan yaitu segitiga sama sisi dengan ukuran 35 cm 7. Warna dasar tanda pemasangan APAR yaitu merah

8. Tinggi huruf 3 cm dan berwarna putih

9. Tinggi tanda panah 7,5 cm dan berwarna putih

10. Penempatan APAR yang satu dengan yang lainnya tidak boleh lebih dari 15 m, kecuali ditetapkan lain oleh ahli keselamatan kerja atau pegawai pengawas

11. APAR tidak berlubang dan tidak cacat karena karat

12. APAR dipasang menggantung pada dinding dengan penggunaan selang atau ditempatkan dalam lemari atau peti (box) yang tidak dikunci


(51)

14. Bagian paling atas APAR berada pada ketinggian 1,2 m dari permukaan lantai

15. APAR tidak dipasang dalam ruangan dimana suhu melebihi 490C atau turun sampai minus 440C

16. APAR diperiksa 2 kali dalam setahun

17. Bagian-bagian luar dari tabung tidak boleh cacat termasuk andel dan label harus selalu dalam keadaan baik

18. Mulut mancar tidak boleh tersumbat dan pipa pancar tidak boleh retak 19. Terdapat keterangan petunjuk penggunaan APAR yang dapat dibaca

dengan jelas

20. Terdapat label catatan pemeriksaan

Setiap jenis APAR memiliki daya kemampuan untuk memadamkan api jenis dan ukuran tertentu. Untuk menilai kemampuan pemadaman dilakukan pengujian secara labratoris dengan mengacu Standar pengujian lasifikasi dan rating.

Pengujian rating A, digunakan standar uji kayu dengan kubikasi tertentu hasil pengujian kelas A dinyatakan dengan notasi: 1A, 2A, 3A, 4A, 6A, 10A, 20A, dan 40A. Nilai 1 A setara dengan 5 liter air, 2A setara dengan 10 liter air dan seterusnya. Pengujian rating B, digunakan standar uji cairan dengan ukuran luasan tertentu. Hasil pengujian kelas B dinyatakan dengan notasi: 1B, 2B, 3B. 4B, 6B, 10B, 20B, dan 40B. Nilai 1B dengan ukuran luas bujur sangkar 475 mm x 475mm. Nilai 2B, 3B seterusnya adalah perkalian dari luasan 1A. Pengujian rating C, adalah pengujian produktivitas listrik


(52)

dengan standar uji disemprotkan pada sasaran yang bertegangan 10.000 Volt dengan jarak 10 mm tidak terindikasi adanya arus listrik, pada pengujian kelas C, tidak diberikan angka rating.

Hal yang harus diperhatikan adalah jenis, dan tipe konstruksinya yaitu tipe stored pressure atau type gas cartridge. Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per 04/Men/1980 terdapat petunjuk pemeriksaan dan pengujian yang dapat menyesatkan, yaitu tidak semua jenis APAR dapat diperiksa dengan membuka tutup kepalanya, yang dapat dilakukan dengan cara ini adalah jenis tabung tipe gas cartridge.

Menurut Zaini (1998), faktor yang menjadi dasar dalam memilih Alat Pemadam Api Ringan (APAR) adalah :

1) Memilih APAR sesuai dengan kelas kebakaran yang akan dipadamkan 2) Harus memperhatikan keparahan yang mungkin terjadi

3) APAR disesuaikan dengan pekerjaannya

4) Memperhatikan kondisi daerah yang dilindungi.

Tabel 2.4

Jenis APAR dan kelas kebakaran

KELAS BAHAN YANG TERBAKAR APAR

A Kayu, kertas, teks, plastik. Karet, busa, styrofoam, file

Tepung kimia serba guna, Air, CO2

B Bahan bakar minyak oli, aspal, cat, alkohol, elpiji, gemuk, karbit

Tepung kimia biasa, CO2


(53)

sentral telepon

D Logam, magnesium, sodium, titanium, potasium, aluminium

Tepung kimia khusus logam

Sumber: Gempur Santoso, 2004

5. Hidran

Menuurut Kepmen PU N0.10/KPTS/2000, Hidran adalah alat yang dilengkapi dengan selang dan mulut pancar (nozzle) untuk mengalirkan air bertekanan yang digunakan bagi keperluan pemadaman kebakaran. Komponen utama sistem hidran kebakaran adalah sebagai berikut:

1. Persediaan air yang cukup

2. Sistem pompa yang handal, pada umumnya terdiri dari 3 macam pompa yaitu: pompa jocky, pompa utama dan pompa cadangan.

3. Siamase connection atau sambungan untuk mensuplai air dari mobil

cadangan

4. Jaringan pipa yang cukup

5. Selang dan Nozle yang cukup melindungi seluruh bangunan.

Perencanaan instalasi hidran harus memenihi ketentuan standar yang berlaku dan perhitungannya hidrolik kebutuhan debit air dan tekanan ideal sesuai klasifikasi bahaya pada bangunan atau obyek yang dilindungi, beberapa kriteria dasar untuk perencanaan hidran antara lain sebagai berikut:


(54)

Tabel 2.5

Klasifikasi Sistem Hidran

Klasifikasi System Hydrant

Kriteria Kelas I Kelas II Kelas III

Debit air minimal 500 US GPM 500 US GPM 500 US GPM Tekanan pada nozel

terjauh

4,5-7 kg/Cm2 4,5-7 kg/Cm2 4,5-7 KG/Cm2

Ukuran slang 1 ½ Inc 2 ½ Inc 1 ½ dan 2 ½ Inc

Persediaan air 45 menit 60 menit 90 menit

Tabel 2.6

Standar persyaratan penempatan titik hydrant berdasarkan risiko bahaya jenis hunian

Risiko Ringan Luas 1000-2000 m2, 2 titik hydrant, dan tambahan 1 titik setiap 1000 m2

Risiko Sedang Luas 800-1600 m2, 2 titik hydrant, dan tambahan 1 titik setiap 800 m2

Risiko Berat Luas 600-1200 m2, 2 titik hydrant, dan tambahan 1 titik setiap 600 m2

Untuk menjamin kesesuaian terhadap ketentuan dan persyaratan teknis, setiap perencanaan dan pemasangan instalasi hidran dikendalikan secara administratif melalui pemeriksaan, pegujian dan pengesahaan.

Menurut Kepmen PU No.10/KPTS/2000 Persyaratan Hidran yaitu : 1. Minimal debit air 380 liter/menit

2. Diameter selang maksimal 1,5 inci (untuk hidran gedung), dan 2,5 inci (untuk hidran halaman)


(55)

3. Menggunakan pipa tegak 6 inci (15 cm)

4. Letak kotak hidran dalam gedung mudah dicapai 5. Panjang selang maksimal 30 m

6. Kelengkapan hidran: hidran harus mempunyai selang, sambungan selang, nozzle (pemancar air), kran pembuka

7. Pada setiap luas lantai 1000m2 minimal terdapat 1 titik hidran 8. Kotak hidran mudah dibuka, dilihat dan dijangkau

9. Hidran ditempatkan ditempat yang mudah dicapai dan tidak terhalang 10. Hidran dicat merah

11. Selang dalam keadaan baik (tidak melilit) 12. Nozzle terpasang pada selang

13. Dilakukan uji operasional terhadap hidran gedung dan halaman minimal setiap 1 tahun sekali.

2.6.2 Sarana Penyelamatan Jiwa

Menurut Kepmen PU No.10/KPTS/2000 tentang ketentuan teknis pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan, Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta benda bila terjadi kebakaran pada suartu bangunan gedung dan lingkungan.


(56)

1. Sarana Jalan Keluar

Sarana Jalan Keluar terbagi menjadi tiga tipe, yaitu langsung menuju tempat terbuka, melalui koridor atau gang, dan melalui terowongan atau tangga kedap asap/api. Faktor yang dapat dijadikan pedoman dalam perencanaan jalan landai adalah klasifikasi hunian, lamanya waktu keluar, panjang jarak tempuh, dan lebar pintu exit (Depnaker-UNDP, 1987).

Menurut Kepmen PU No.10/KPTS/2000 tentang ketentuan teknis pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan persyaratan jalan landai yaitu :

1. Jalan Landai terbuat dari bahan yang tidak licin 2. Diberi lapisan kasar dengan bahan anti slip 3. Kemiringan tidak lebih dari 1:2

4. Lebar jalan tidak kurang dari 1 m

5. Ujung jalan langsung menuju pintu keluar.

2. Pintu Darurat Kebakaran

Menurut SNI-03-1746 tahun 2000, penempatan pintu darurat harus diatur sedemikian rupa sehingga dimana saja penghuni dapat menjangkau pintu keluar tidak melebihi jarak yang telah ditetapkan. Jumlah pintu darurat minimal 2 buah pada setiap lantai yang mempunyai penghuni kurang dari 60, dan dilengkapi dengan tanda atau sinyal yang bertuliskan keluar yang menghadap ke koridor, mudah dicapai dan dapat mengeluarkan seluruh penghuni dalam waktu 2,5 menit.


(57)

Menurut Kepmen PU No.10 tahun 2000, pintu kebakaran adalah pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan apabila terjadi kebakaran, pintu darurat tidak boleh dikunci dan dapat menutup secara otomatis sehingga dapat menghalangi masuknya asap.

Menurut Kepmen PU No.10 tahun 2000 dan SNI 03-1746 (2000), persyaratan pintu darurat yaitu :

1. Lebar pintu minimal 90 cm, maksimal 120 cm 2. Tinggi pintu 210 cm

3. Pintu dalam keadaan tidak terkunci 4. Pintu dapat menutup secara otomatis 5. Dilengkapi Push bar system

6. Jumlah pintu untuk satu lantai yang > 60 penghuni minimal 2 buah 7. Terdapat petunjuk pintu (exit).

3. Tangga Darurat Kebakaran

Menurut SNI 03-1735 tahun 2000 tangga darurat adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi kebakaran. Pada koridor tiap jalan ke luar menuju tangga darurat dilengkapi dengan pintu darurat yang tahan api (lebih kurang 2 jam) dan panic bar sebagai pegangannya sehingga mudah dibuka dari sebelah tangga (luar) untuk mencegah masuknya asap kedalam tangga darurat.

Sedangkan Menurut SNI 03-1746 tahun 2000 tangga darurat yaitu: Bentuk tangga tidak spiral, lebar untuk 45 penghuni minimal 110 cm, lebar


(58)

injakan minimal 30 cm, tinggi pegangan dari lantai 110 cm, tinggi maksimal injakan 17,5 cm, jumlah anak tangga antar bordes minimal 8 buah dan maksimal 18 buah, permukaan tangga kasar dan tidak ada penghalang, ada ventilasi berupa pengendali asap dan tangga diterangi lampu minimal 10 Lux. Menurut Suma’mur 1996, Tangga darurat yaitu bagian dari suatu

bangunan untuk turun atau naik dari satu dataran ke dataran lain. Tangga darurat harus terbuat dari lempengan besi yang dilengkapi dengan pegangan, permukaaan lantai tidak licin dan bebas dari barang-barang, baik pijakan maupun pada bagian bawah tangga.

Persyaratan Tangga Darurat menurut SNI 03-1735 tahun 2000 dan SNI 03-1746 tahun 2000 adalah :

1. Bentuk tangga tidak spiral

2. Lebar untuk < 45 penghuni minimal 110 cm 3. Lebar injakan minimal 30 cm

4. Tinggi pegangan dari lantai 110 cm 5. Tinggi maksimal injakan 17,5 cm

6. Jumlah anak tangga antar Bordes min 8 buah dan max 18 buah 7. Permukaan tangga kasar dan tidak ada penghalang

8. Ada ventilasi berupa pengendali asap.

4. Tempat Berhimpun

Menurut SNI 03-1746 tahun 2000 yang dimaksud tempat berhimpun atau daerah tempat berlindung adalah suatu tempat berlindung yang


(59)

pencapaiannya memenuhi persyaratan rute sesuai ketentuan yang berlaku. Sedangkan menurut SNI 03-6571 tahun 2001 adalah daerah pada bangunan yang dipisahkan dari ruang lain oleh penghalang asap kebakaran dimana lingkungan yang dapat dipertahankan dijaga untuk jangka waktu selama daerah tersebut masih dibutuhkan untuk dihuni pada saat kebakaran.

Menurut SNI 03-6571 (2001), persyaratan tempat berhimpun, yaitu : a. Tersedia tempat berhimpun setelah di evakuasi

b. Tempat berhimpun berada pada tempat yang aman, jauh dari kemungkinan tertimpa sesuatu

c. Luas minimum 0,3 m2 per orang.

5. Lampu Darurat

Menurut SNI 03-6574 tahun 2001 lampu darurat adalah sebuah lampu yang di rancang untuk digunakan pada sistem pencahayaan darurat. Sedangkan menurut Perda DKI Jakarta No.3 tahun 1992 lampu darurat harus dapat bekerja secara otomatis bila terjadi gangguan sedangkan lampu darurat yang menggunakan baterei atau lampu jinjing dilarang dipakai sebagai sumber penerangan utama sarana jalan keluar, warna lampu kuning dan kemempuan bertahan minimal 1 jam.

Persyaratan Lampu Darurat Menurut SNI 03-6574 tahun 2001 adalah : 1. Sumber listrik berasal dari genset dan baterai

2. Kemampuan baterai min 60 menit 3. Waktu peralihan min 10 detik


(60)

4. Warna lampu kuning.

5. Kemampuan bertahan minimal 1 jam 6. Penempatan genset terpisah

7. Penerangan darurat terdiri dari min.2 sumber listrik yang berbeda.

6. Sistem Pengendali Asap

Menurut Depnaker UNDP ILO (1987), ada empat metode pengendalian asap yang dapat melemahkan, yaitu:

a. Melemahkan (delution) yaitu dengan cara memberikan ventilasi untuk memasukan udara segar dari luar dan memberi saluran asap.

b. Menghabiskan (exhaust) yaitu dengan cara memberikan peralatan mekanis untuk mengendorkan atau menyedot asap.

c. Membatasi yaitu dengan cara memasang sarana penghambat asap untuk mencegah menjalarnya asap ke suatu daerah.

d. Tekanan udara yaitu tempat-tempat jalur pelarian koridor dan ruang tangga harus dijamin aman sementara dari serangan asap dan gas dengan cara memberikan tekanan udara sedikit lebih tinggi.

Menurut SNI 03-6571 tahun 2001, yang dimaksud dengan sistem pengendali asap adalah pola atau sistem baik secara manual maupun otomatis dalam upaya membebaskan ruangan penyelamatan dari asap akibat kebakaran dengan penyediaan tekanan udara positif.

Menurut Kepmen PU No.10 tahun 2000 ketentuan sistem pengendali asap harus:


(61)

a. dipasang pada jalur penyelamatan

b. pengendalian menggunakan ventilasi khusus atau mekanis untuk mengendalikan asap

c. dapat dikendalikan secara otomatis maupun manual dari ruangan kontrol.

2.7. Teknik Skoring

Teknik skoring data dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemenuhan terhadap hasil observasi sarana proteksi kebakaran aktif dan sarana penyelamatan jiwa dengan melihat kesesuaian item data dengan peraturan perundangan.

Penentuan tingkat pemenuhan dari hasil skoring terhadap sarana proteksi kebakaran berdasarkan nilai rata-rata pada sarana proteksi aktif dan sarana penyelamatan jiwa dengan ketentuan menurut Arikunto (2002), nilai yang berada diatas rata-rata menunjukan kategori ”Baik” dan nilai yang lebih rendah dari rata-rata menunjukan kategori ”Kurang”.

Tabel 2.7

Tingkat Penilaian Audit Kebakaran

Nilai Kesesuaian Keandalan

> 80% - 100% Sesuai persyaratan Baik (B)

60% - 80% Terpasang tapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai dengan persyaratan


(62)

< 60% Terpasang tapi ada sebagian besar instalasi yang tidak sesuai dengan persyaratan

Kurang (K)

0% Tidak sesuai sama sekali Tidak ada

Sumber : Puslitbang Pemukiman tahun 2005


(63)

3.1. Kerangka Konsep

Dalam penelitian ini elemen yang akan diperiksa adalah elemen yang sesuai dengan standar yang meliputi, Sarana proteksi aktif kebakaran: Alarm kebakaran, Detektor, Spinkler, APAR (alat pemadam api ringan), Hidran dan Sarana penyelamatan jiwa: Jalan keluar, Pintu darurat, Tangga darurat, Tempat berhimpun, Lampu darurat, Pengendali asap. Secara rinci kerangka konsep dapat dilihat pada tabel 3.1

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Sistem tanggap darurat

kebakaran :

Membandingkan dengan menggunakan standar acuan yang digunakan yaitu :

1. Sarana proteksi aktif

• Alarm Kebakaran

• Detektor

• Spinkler

• APAR

1. KEPMEN PU No.10/KPTS/2000.

• Hidran Kesesuaian

terhadap standar 2. Sarana penyelamatan jiwa

2. Permenaker No.02/MEN/1983.

• Jalan Keluar

• Pintu Darurat

3. Permenaker No.04/MEN/1980.

• Tangga Darurat

• Tempat Berhimpun 4. Standar Nasional Indonesia (SNI).

• Lampu Darurat

• Pengendali Asap


(64)

3.2. Definisi Istilah

1. Sarana Proteksi Aktif adalah Sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan menggunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadaman kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman (Kepmen PU No.10 tahun 2000).

Cara ukur : observasi dan wawancara

Alat Ukur : checklist, meteran, penggaris, thermometer Hasil ukur : persentase tingkat pemenuhan berdasarkan standar yang berlaku

1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara > 80% - 100%

2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara 60% - 80%

3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian < 60%

4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian 0%.

a. Alarm Kebakaran menurut Dinas Kebakaran DKI Jakarta (1994) adalah Suatu cara untuk memberi peringatan secara dini kepada penghuni gedung atau petugas yang ditunjuk tentang adanya kejadian kebakaran di suatu bagian gedung.


(65)

Cara ukur : observasi dan wawancara

Alat Ukur : checklist, meteran

Hasil ukur : persentase tingkat pemenuhan berdasarkan standar yang berlaku 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki

tingkat kesesuaian antara > 80% - 100%

2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara 60% - 80%

3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian < 60%

4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian 0%.

b. Detektor menurut SNI 03-6574 tahun 2000 adalah alat yang berfungsi mendeteksi secara dini adanya suatu kebakaran awal. Terdapat 3 macam detektor yaitu: detektor panas (heat detector), detektor nyala api (flame detector), dan detektor asap (smoke detector)

Cara ukur : observasi dan wawancara

Alat Ukur : checklist, meteran,thermometer Hasil ukur : persentase tingkat pemenuhan berdasarkan standar yang berlaku

1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara > 80% - 100%

2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara 60% - 80%


(66)

3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian < 60%

4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian 0%.

c. Sprinkler menurut SNI 03-3989 tahun 2000 adalah alat pemancar untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tundung berbentuk deflector pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar kesemua arah secara merata.

Cara ukur : observasi dan wawancara

Alat Ukur : checklist, thermometer

Hasil ukur : persentase tingkat pemenuhan berdasarkan standar yang berlaku 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki

tingkat kesesuaian antara > 80% - 100%

2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara 60% - 80%

3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian < 60%

4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian 0%.


(67)

d. Alat Pemadam Api Ringan (APAR), menurut Gempur Santoso (1994) adalah Alat pemadam api berbentuk tabung (berat maksimal 16 kg) yang mudah dilayani atau dioperasikan oleh satu orang untuk pemadaman api pada awal terjadi kebakaran.

Cara ukur : observasi dan wawancara

Alat Ukur : checklist, meteran, penggaris dan thermometer

Hasil ukur : persentase tingkat pemenuhan berdasarkan standar yang berlaku 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki

tingkat kesesuaian antara > 80% - 100%

2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara 60% - 80%

3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian < 60%

4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian 0%.

e. Hidran menurut Kepmen Pu No.10/KPTS/2000 adalah Alat yang dilengkapi dengan selang dan mulut pancar (nozzle) untuk mengalirkan air bertekanan yang digunakan bagi keperluan pemadaman kebakaran.

Cara ukur : observasi dan wawancara Alat Ukur : checklist


(68)

1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara > 80% - 100%

2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara 60% - 80%

3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian < 60%

4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian 0%.

2. Sarana Penyelamatan jiwa adalah Sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan melakukan pengaturan terhadap komponen bangunan gedung dari aspek artisektur dan struktur sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran (Kepmen PU No.10 tahun 2000).

Cara ukur : observasi dan wawancara

Alat Ukur : checklist, meteran, penggaris Hasil ukur : persentase tingkat pemenuhan berdasarkan standar yang berlaku

1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara > 80% - 100%

2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara 60% - 80%

3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian < 60%


(69)

4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian 0%.

a. Jalan Keluar menurut Kepmen PU No.10 tahun 2000 adalah Salah satu sarana penyelamatan jiwa (evakuasi) pada saat terjdi kebakaran. Sedangkan menurut Depnaker UNDP (1987) adalah Klasifikasi hunian, lamanya waktu keluar, panjang jarak tempuh, dan lebar pintu keluar (exit).

Cara ukur : observasi dan wawancara Alat Ukur : checklis

Hasil ukur : persentase tingkat pemenuhan berdasarkan standar yang berlaku 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki

tingkat kesesuaian antara > 80% - 100%

2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara 60% - 80%

3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian < 60%

4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian 0%.

b. Pintu Darurat menurut SNI 03-1746 tahun 2000 adalah Penempatan pintu darurat harus diatur sedemikian rupa sehingga dimana saja penghuni dapat menjangkau pintu keluar tidak melebihi jarak yang ditetapkan. Menurut


(70)

Kepmen PU No.10/KPTS/2000 yaitu Pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan apabila terjadi kebakaran.

Cara ukur : observasi dan wawancara

Alat Ukur : checklist, meteran

Hasil ukur : persentase tingkat pemenuhan berdasarkan standar yang berlaku 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki

tingkat kesesuaian antara > 80% - 100%

2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara 60% - 80%

3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian < 60%

4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian 0%.

c. Tangga Darurat menurut Perda DKI Jakarta No.3 tahun 1992 adalah Terbuat dari bahan tidak mudah terbakar, bebas halangan dan terdapat pegangan rambat (handrail) sehingga membantu orang agar aman menggunakan tangga. Sedangkan menurrut SNI 03-1735 tahun 2000 adalah Tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi kebakaran.

Cara ukur : observasi dan wawancara

Alat Ukur : checklist, meteran, penggaris Hasil ukur : persentase tingkat pemenuhan berdasarkan standar yang berlaku


(71)

1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara > 80% - 100%

2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara 60% - 80%

3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian < 60%

4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian 0%.

d. Tempat Berhimpun menurut SNI 03-6571 tahun 2001 adalah Daerah pada bangunan yang dipisahkan dari ruang lain oleh penghalang asap kebakaran dimana lingkungan yang dapat dipertahankan dijaga untuk jangka waktu selama daerah tersebut masih dibutuhkan untuk dihuni pada saat kebakaran. Sedangkn menurut Perda DKI Jakarta No.3 tahun 1992 adalah Tempat berhimpun minimal berukuran 0,3 orang m2/orang dan mempunyai daya tahan api minimal 2 jam.

Cara ukur : observasi dan wawancara Alat Ukur : checklist

Hasil ukur : persentase tingkat pemenuhan berdasarkan standar yang berlaku 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki

tingkat kesesuaian antara > 80% - 100%

2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara 60% - 80%


(72)

3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian < 60%

4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian 0%.

e. Lampu Darurat menurut SNI 03-6574 tahun 2001 adalah sebuah lampu yang dirancang untuk digunakan pada sistem pencahayaan darurat.

Cara ukur : observasi dan wawancara

Alat Ukur : checklist, meteran

Hasil ukur : persentase tingkat pemenuhan berdasarkan standar yang berlaku 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki

tingkat kesesuaian antara > 80% - 100%

2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara 60% - 80%

3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian < 60%

4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian 0%.

f. Pengendali Asap menurut Kepmen PU No.10 tahun 2000 adalah Pola atau sistim baik secara manual maupun otomatis dalam upaya membebaskan ruangan penyelamatan dari asap akibat kebakaran dengan penyediaan tekanan udara positif.


(73)

Cara ukur : observasi dan wawancara Alat Ukur : checklist

Hasil ukur : persentase tingkat pemenuhan berdasarkan standar yang berlaku 1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki

tingkat kesesuaian antara > 80% - 100%

2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian antara 60% - 80%

3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian < 60%

4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisis memiliki tingkat kesesuaian 0%.


(74)

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan observasional dengan jenis penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan sistem proteksi kebakaran di PT. Sentrafood Indonusa.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Mei 2010 di PT. Sentrafood Indonusa, Desa Anggadita Kecamatan Klari Kabupaten Krawang Timur Propinsi Jawa Barat.

4.3. Informan

Informan dalam penelitian ini berasal dari Supervisor, Pelaksana K3 atau karyawan PT. Sentrafood Indonusa.

Pemilihan informan berdasarkan pada alur pelaporan kebakaran dimana dalam mengatasi kebakaran pihak karyawan atau pelaksana K3 bersama supervisor merupakan sarana pelaporan sebelum dilakukannya upaya pencegahan dan antisipasi terjadinya kebakaran.


(75)

4.4. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 yaitu data primer dan data sekunder, dengan rincian sebagai berikut :

1. Data Primer :

Data primer berupa kondisi dan kelengkapan sarana atau fasilitas tanggap darurat kebakaran, diperoleh melalui 2 cara yaitu :

a. Pencatatan langsung pada daftar periksa terhadap sarana sistem tanggap darurat kebakaran berdasarkan observasi lapangan dengan bantuan lembar observasi, meteran, dan penggaris yang diperlukan pada saat pengukuran jarak antar APAR, tinggi APAR, tinggi tanda pemasangan APAR, jarak antara hidran, lebar sarana jalan landai, jarak antar lampu darurat, tinggi pintu darurat, jarak antara pintu darurat, luas tempat berhimpun.

b. Wawancara mendalam dengan pihak-pihak dari PT. Sentrafood Indonusa diantaranya Supervisor, Pelaksana K3 atau karyawan PT. Sentrafood Indonusa yang dapat memberikan informasi terkait sarana sistem proteksi aktif dan sarana penyelamatan jiwa, sebagai upaya untuk memperjelas akan temuan yang didapatkan ketika melakukan observasi.

2. Data Sekunder :

Data sekunder data yang berupa dokumen-dokumen dan arsip perusahaan yang mendukung terhadap program pencegahan dan kebijakan penanggulangan bahaya kebakaran yang diperoleh dari laporan kebakaran.


(1)

f. Sistem pengendali asap yang terdapat di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa di dapat tingkat pemenuhan sistem pengendali asap sebesar 67 %.

7.2 Saran

1) Perlu adanya peninjauan ulang dari pihak PT. Sentrafood Indonusa terhadap tinggi alarm darurat dan titik pemanggil manual dilengkapi dengan kaca yang mudah dipecahkan

2) Sebaiknya mengaplikasikan sistem detektor di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa untuk mendeteksi dengan cepat apabila terjadinya keadaan darurat kebakaran.

3) Perlu adanya peninjauan ulang dari pihak PT. Sentrafood Indonusa terhadap tinggi APAR, APAR dipasang menggantung pada dinding dan APAR diperiksa 2 kali dalam setahun.

4) Perlu adanya sosialisasi secara berkala minimal 6 bulan sekali kepada karyawan PT. Sentrafood Indonusa terhadap penggunaan hidran

5) Sebaiknya mengaplikasikan sistem sprinkler di area pabrik PT. Sentrafood Indonusa agar bila terjadi kebakaran dapat ditangani dengan segera sebelum kebakaran tersebut membesar.

6) Perlu adanya peninjauan ulang oleh pihak PT. Sentrafood Indonusa mengenai lebar tinggi dan jumlah anak tangga antar bordes pada tangga darurat.

7) Pintu darurat di PT. Sentrafood Indonusa perlu ditinjau ulang mengenai lebar dan tinggi pintu


(2)

132

8) Sarana jalan keluar di PT. Sentrafood Indonusa perlu ditambah dengan diberi lapisan kasar dengan bahan anti slip

9) Untuk Lampu darurat perlu ditinjau ulang kembali oleh pihak PT. Sentrafood Indonusa agar kemampuan untuk bertahan lampu minimal 1 jam

10) Sistem pengendali asap di PT. Sentrafood Indonusa perlu ditinjau ulang mengenai pengendali asap dapat dikendalikan secara otomatis.


(3)

Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Himpunan Perundang-undangan Kesehatan Keselamatan Kerja. Direktorat Jenderal Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan.

Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Bahan Training Keselamatan Kerja Penanggulangan Kebakaran. 1987. Depnaker-UNDP_160 INS/84/012.

Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Prinsip-Prinsip teknis Penanggulangan Kebakaran. 1995.

Departemen Tenaga Kerja.1991. “Check List” Pencegahan Kebakaran. Pusat Hiperkes Departemen Tenaga Kerja RI. Jakarta Pusat.

Dinas Kebakaran DKI Jakarta. Dasar-dasar Penanggulangan Kebakaran (Essentials of fire Fighting). 1993-1994. Jakarta: International Fire Service Training Association.

Dinas Pemadam Kebakaran (DPK) Provinsi DKI Jakarta. Statistik Kebakaran hingga Akhir 2007.2007 (cited 2008 Mar 10). Available: www.jakartafire.com. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 04/MEN/1980; tentang

penempatan APAR.

Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor: 10/Kpts/2000; tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan.


(4)

134

Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor: 10/Kpts/2000; tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.

Modul Kesehatan dan Keselamatan Kerja FKM UI. Fire Prevention and Protection Program. Jakarta: UI Press.

Permenaker No.04/MEN/1980 tentang syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan APAR

Permenaker No.02/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis.

Perda DKI Jakarta No.3 tahun 1992; tentang Penanggulanggan Bahaya Kebakaran dalam Wilayah DKI.

P.K., Dr. Suma’mur. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. 1981. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.

Saraswati, Dian Pitaloka. 2009. Kebakaran di DKI Jakarta (Diakses tanggal 20 juli 2009)http://www.kontan.co.id

Standar Nasional Indonesia 1728.1989. Tentang Rencana Tindak Darurat Kebakaran pada bangunan gedung.

Standar Nasional Indonesia 03-1746. 1989. Tentang tata cara pemasangan alat Bantu evakuasi untuk pencegahan bahaya kebakaraan pada bangunan rumah dan gedung.

Standar Nasional Indonesia 03-1735. 2000. Tentang akses bangunan dan lingkungan. Standar Nasional Indonesia 03-1746. 2000. Tentang tata cara perencanaan dan

pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung.


(5)

Standar Nasional Indonesia 03-3989-2000. Tentang Sprinkler Otomatis

Standar Nasional Indonesia 03-6574-2000. Tentang Sistim Deteksi dan Alarm Darurat.

Standar Nasional Indonesia 03-6571-2001. Tentang Sistim Pengendali Asap

Zaini, Mochamad. 1998. Panduan Pencegahan dan Pemadaman Kebakaran. Abdi Tandur, Jakarta.


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat izin penelitian

2. Struktur Organisasi PT. Sentrafood Indonusa 3. Peta Lokasi PT. Sentrafood Indonusa

4. Peta Tata Letak Pabrik

5. Daftar Lembar Cheklist Evaluasi Sarana Proteksi Aktif dan Sarana Penyelamatan Jiwa di PT. Sentrafood Indonusa

6. Daftar Wawancara Mendalam Karyawan PT. Sentrafood Indonusa