2. Melakukan diskusi terbuka dengan staff KPAID-SU khususnya Pokja Pengaduan dan
Fasilitasi dalam proses penentuan informan dan kronologis kasus hak kuasa asuh yang dialami oleh anak korban perceraian.
Dari penelitian yang telah dilakukan di lapangan, diperoleh berbagai data-data melalui observasi dan wawancara mendalam dengan informan. Untuk melihat gambaran yang lebih jelas
dan rinci, maka penulis mencoba menguraikan petikan wawancara dengan informan serta narasi penulis tentang data-data tersebut diteliti, ditelaah, maka selanjutnya adalah mengadakan
kategorisasi dan perbandingan-perbandingan sebelum akhirnya menarik kesirnpulan.
5.1 Informan I
Nama :
MD Jenis Kelamin
: Perempuan Usia
: 12
Tahun Pendidikan
: Kelas V SD Agama
: Islam
Anak Ke : 1 dari 2 bersaudara
Alamat :
Jl. Denai
No. 88
Medan MD merupakan pelajar aktif di salah satu sekolah dasar di Kota Medan dan sekarang
duduk dikelas V SD. MD juga merupakan anak yang berprestasi, semester lalu MD mendapat peringkat II. Sebelumnya selalu mendapatkan peringkat I semenjak pindah sekolah di Jalan Tuar.
MS memiliki paras yang cantik, dengan rambut yang lurus tergerai, warna kulit yang hitam manis dan memiliki kemiripan dengan sang ayah. Kala itu MD datang bersama S yang
Universitas Sumatera Utara
merupakan Ayah dan adik perempuannya DK yang sedikit agak pendiam daripada kakaknya. Tetapi setelah dilihat dari wajahnya, MD memiliki keberanian terhadap semua orang, walaupun
awalnya MD sedikit malu ketika penulis datang menghampiri tetapi setelah penulis membujuk dengan cara bermain bersama, maka MD beserta adiknya mau diajak berkomunikasi.
Pada saat itu Penulis mengajak MD beserta adiknya untuk bermain boneka-bonekaan agar mereka tidak terlalu tegang ketika penulis memulai menanyakan sedikit kehidupannya
tentang Ayah dan Ibu ketika mengasuh mereka. Tetapi ketika penulis menanyakan tentang DS sebagai Ibu kandungnya, MD menangis dan merasakan ketakutan. Begitu juga dengan DK yang
tertunduk diam dengan ketidakpahaman akan dialami oleh kakaknya. Dilihat dari kronologisnya, MD beserta adiknya diasuh oleh Bapak S. Ayah dan Ibu MD
sudah berpisah sudah 4 tahun lamanya tepat sejak tahun 2010. Tidak ada ketentuan hak kuasa asuh jatuh di salah satu pihak, hanya saja anak-anak yang ingin bersama Ayahnya. MD dan DS
sudah 4 tahun pula tidak bertemu dengan Ibu mereka, dan ternyata MD dan DS yang tidak ingin bertemu dengan sang Ibu DS. MD menuturkan kepada pendamping KPAID-SU bahwa MD tidak
merindukan akan kehadiran Ibu nya. Berikut penuturannya : “Aku takut jumpa mamak, aku gak rindu mamak, mamak jahat, sering dicubit tangan
kakak. Kalo aku dengar mamak teleponan, aku di cubit. Trus aku pernah melihat bapak sama mamak berantam, mamak yang selalu melawan bapak”.
MD dengan tersedu-sedunya menceritakan bahwa dia sering dicubit sama Ibu DS ketika MD mendengar obrolan Ibu dengan orang lain. Sehingga MD merasa trauma ketika berjumpa
dengan Ibunya. Pendamping dari KPAID-SU mencoba menjelaskan dengan MD bahwa seorang Ibu merupakan seseorang yang sangat penting dalam menjalani kehidupan. Tetapi setelah diajak
cerita MD masih dengan keadaan menangis meluapkan kekesalan selama bersama dengan DS.
Universitas Sumatera Utara
”Mamak gilak pergi-pergi sama laki-laki lain, pas ditelepon bapak mamak ngaku, Bapak pernah bilang kalo mamak sering happy-happy sama laki-laki lain, bapak gak pernah tau
kalo mamak kayak gitu”. Selama MD tidak bertemu dengan DS, DS pernah memberikan sesuatu buat MD berupa
jam tangan tetapi MD tidak pernah memakainya hingga rusak dan sekarang masih terletak di kamar MD. MD tidak menyukai pemberian DS karena masih ingat dengan perbuatan DS dengan
MD sehingga MD masih merasa ketakutan jika ada hubungannya dengan DS. “Iya mamak pernah ngasih jam tangan tapi gak mau aku makeknya, itu masik dikamar
udah rusak. Trus kata bapak juga pernah bilang sama aku kalo perhiasan kami semua dijual sama mamak buat happy-happy sama laki-laki lain”.
Peneliti mencoba untuk menggali lebih dalam, apakah S yang merupakan Ayah dari MD pernah menjelaskan keadaan DS diluar rumah. MD pernah mengatakan sama MD jika S pernah
memberitahukan sama MD kalau perhiasaan daripada MS telah dijual oleh DS dengan tujuan untuk bersenang-senang dengan orang lain.
DS pernah datang ke sekolah untuk niat menjemput pulang sekolah tetapi tindakan Ibu DS yang sering memaksa untuk ketemu MD membuat MD menjadi semakin takut ketika
diperjumpakan dengan DS. Tampak jelas ketika Peneliti menanyakan keintesannya DS sering menjumpai ke sekolah. Dan Ibu DS juga pernah datang ke rumah dengan cara memaksa agar
MD bisa tinggal bersama DS. Begitu dengan mengajak rekreasi, MD kembali takut ketika DS mengajak jalan-jalan dengan sikap yang sama, sehingga membuat MD merasa ketakutan jika itu
terulang.
Universitas Sumatera Utara
“Mamak pernah datang ke rumah jemput kakak tapi aku gak mau, takut mamak ngajak dengan paksa. Trus pernah jugak mamak ngajak jalan-jalan, aku gak mau. Dalam sebulan
itu pernah mamak ngajak ketemuan tapi aku gak ingat berapa kali”. MD dengan keadaannya yang masih trauma, terus mengatakan ketakutannya saat DS
datang menjumpai MD. Tampak jelas disetiap perkataan MD yang terus berkata takut dengan disertai tangisan. Ketika Peneliti menanyakan siapa yang mengurus segala keperluan MD beserta
DS, MD mengatakan S yang berperan penting dalam mengasuh MD. “Selama ini bapak yang mengasuh aku sama adek, sebelum bapak pergi kerja, bapak
masak dulu buat kami. Nyuci baju aku, nyiapin seragam sekolah ku, antar jemput sekolah. Dan kadang-kadang Nenek sama Kakek datang ke rumah. Karena rumah mereka berdekatan
dengan rumah kami”. Ketika Peneliti membujuk untuk bertemu dan memeluk DS, MD awalnya menolak untuk
bertemu dengan DS, tetapi setelah diberi penjelasan MD akhirnya mau bertemu dengan DS. Dengan penjelasan yang diberikan oleh Pendamping KPAID-SU, MS berani untuk bertemu
dengan DS tanpa ketakutan dan tangisan lagi. “Aku mau ketemu sama mamak tapi bentar aja ya, gak mau lama-lama. Aku takut sama
mamak nanti dibawa paksa lagi kayak kemarin”. Ketika DS datang menghampiri MD, mencium dan memeluk, MD hanya terdiam dan
tidak membalas kehangatan yang diberikan DS kepada MD. Sama halnya dengan DK yang masih bingung, DS berkesempatan untuk memeluk dan memangku DK dengan penuh rasa
kerinduan. Setelah Peneliti dan Pendamping KPAID-SU berhasil mempertemukan MD beserta DK dengan DS, dengan usaha yang dilakukan DS buat anak-anaknya agar mau menerima
Universitas Sumatera Utara
kehadiran DS, DS memberikan baju lebaran untuk MD dan adiknya agar bisa dipakai untuk hari Lebaran.
Pendamping KPAID-SU beserta Peneliti mencoba untuk memberi kesempatan kepada MD untuk mengatakan sesuatu kepada DS. Dalam kondisi yang masih menangis DS
mengharapkan ini bukan pertemuan yang terakhir buatnya untuk dapat bertemu dengan anak- anaknya tetapi MD hanya berkeinginan untuk pertama dan terakhir bertemu dengan DS. Peneliti
kembali memberikan penjelasan terhadap MD agar tetap memberikan waktunya untuk dapat bertemu kembali dengan DS dalam waktu yang tidak dapat ditetapkan. Peneliti juga melihat
bahwa MD masih belum bisa membuka hatinya untuk menerima kembali keberadaan DS. Ketika Peneliti sudah mendapatkan setiap pengakuan yang dialami oleh MD, maka
Peneliti kembali mempertanyakan kebenaran perihal apa yang dialami oleh MD kepada Peneliti. Awalnya S kecewa dengan Pendamping KPAID-SU karena S tidak mau berlama-lama anaknya
di dalam ruangan bersama Ibunya, karena S memahami sekali keadaan anak-anaknya jika dipertemukan dengan DS.
“Udah lah buk jangan lama-lama anak saya di dalam situ, karna pas saya ajak pun kesini buat bertemu dengan mamaknya, anak-anak takut apalagi si MD itu masih trauma dia
dengan apa yang diperbuat mamaknya ke dia. Ini aja tadi sebelum kesini, saya bilang MD sama DK agar jangan takut jika ketemu sama mamaknya”.
Setelah MD dan DK meninggalkan ruangan, maka DS dan S dipertemukan dalam ruangan konseling seperti halnya ketika MD dan DK dimintai keterangannya akan kasus yang
dialami oleh keduanya. S memberikan keterangannya mengapa pernikahan antara DS dengan S pisah di pengadilan. Dengan kekesalannya S meluapkan alasan mengapa mereka bercerai kepada
Universitas Sumatera Utara
Pendamping KPAID-SU dan Peneliti tetapi dengan rasa bersalahnya DS hanya menunduk tanpa adanya pembelaan.
“Asal Ibu tau kenapa saya dengan dia bisa bercerai? Dia itu berselingkuh, sampai orang itu menelepon dan memarahi saya sambil mengatakan jangan kau marahi isteri saya.
Padahal pada saat itu dia masih berstatus sebagai isteri saya. Makanya saya khawatir kalo MD dan DK diasuh sama dia, terganggu psikologis anak-anak saya”.
“Awalnya si DK itu diasuh sama DS tapi karena dia terlalu sibuk dengan kerjaannya, DK diserahkan ke rumah saya lewat kakaknya. Yah dari situ juga semenjak DK diantar ke
rumah, sampai sekarang DK tinggal bersama saya”. S dengan tergesa-gesa menceritakan asal mulanya mengapa S dan DS bisa bercerai.
Tanpa rasa malu, S mencurahkan segala isi hatinya kepada Peneliti, Pendamping KPAID-SU, dan DS didalam ruangan konseling. DS pada saat itu hanya bisa mendengarkan segala tuduhan
yang diajukan kepada S. Tetapi ketika Pendamping KPAID-SU memberikan penjelasan akan hak-hak anak yang akan dipenuhi oleh DS, DS berkeinginan agar jangan ditutup akses
mempertemukan DS dengan MD dan DK. “Tidak mungkin saya melarang anak-anak untuk bertemu dengan Ibu kandungnya,
bagaimana pun dia, itu tetap jadi Ibu kandung yang melahirkan anak-anak”. “Buktinya setiap saya mengajak anak-anak untuk bertemu dengan Ibunya, mereka selalu
bilang gak mau, takut bertemu dengan mamaknya, dan jika ada tersebutkan keinginan anak- anak untuk bertemu dengan mamaknya, pasti saya telpon ke KPAID-SU agar dapat
menjadwalkan pertemuan kembali mantan saya dengan anak”. “Dan habis ini aja pasti anak-anak ngajak saya buat jalan-jalan, karna saya akan lakuin
untuk anak, apapun yang dia mau saya turutin selama itu masih sewajarnya”.
Universitas Sumatera Utara
Setelah kedua pihak selesai memberikan informasi akan hal yang dialami dalam keluarga mereka, Peneliti memberikan kesempatan kepada DS dan S untuk saling mengutarakan
keinginan masing-masing pihak. Ini dilakukan agar kedua pihak yang telah bercerai dapat memberikan yang terbaik untuk anak. Karena bagaimana pun keadaan kedua orang tua yang
telah bercerai, itu tetap sebagai orang tua kandungnya. Tidak ada seorang pun yang dapat menggantikan posisi itu selama orang tuanya masih hidup. Ini penuturan DS kepada Peneliti :
“Saya hanya berkeinginan agar akses bertemu dengan anak jangan dipersulit, karna kemarin pas saya telpon ke hp nya dia tidak mau memberikan kesempatan kepada saya untuk
mengobrol sebentar dengan anak. Dan saya juga ingin sekali, kalo suatu saat anak-anak mau ketemu dengan saya, tolong hubungi saya. Sama halnya jika anak-anak sakit, tolong
diberitahukan biar saya datang kesana untuk menjenguk anak-anak. Itu saja”. Sama halnya dengan keinginan S. S juga memberikan keinginannya kepada DS agar
tidak memaksa anak untuk dapat bertemu dengan dia. Ini penuturan S kepada Peneliti : “Kalo saya oke-oke aja, asalkan anak-anak yang mau sendiri dari mulutnya. Karna saya
gak mau memaksa anak-anak agar bisa ketemu dengan ibunya kalo dari mereka pun tidak ada mengucapkan itu. Tapi saya selalu mengingatkan agar mau ketemu dengan Ibunya.
ANALISIS KASUS Sesuai dengan hasil wawancara Peneliti dengan informan pertama yang berinisial MD,
telah diketahui bahwa MD adalah anak pertama dari dua bersaudara hasil pernikahan Bapak S dengan Ibu DS. Dapat diketahui juga MD merupakan anak korban perceraian dari orang tua yang
sudah 4 tahun bercerai dan terpisah dari Ibu DS. Dalam setiap percakapan peneliti dengan MD, tampak sangat jelas bahwa MD masih dalam kondisi trauma akan perceraian yang dialami oleh
kedua orang tuanya. Bahkan kedua orang tua MD dan DK tampak terlihat sama-sama masih
Universitas Sumatera Utara
menyimpan rasa kecewa dari masing-masing pihak. Jika dilihat dari percakapan Peneliti dengan S sangat jelas jika S merupakan sosok Ayah yang dapat dikatakan tegas dalam mengasuh anak-
anaknya dan DS saat ini sangat merindukan kehangatan pelukan dari anak-anaknya yang sudah 4 tahun tidak bertemu.
Kita ketahui juga dari hasil percakapan Peneliti dengan MD tersebut, bahwa dia tidak merindukan sesosok DS didalam kehidupannya sebagai Ibu kandungnya. Ini dia lakukan karena
MD masih trauma dengan apa yang diterimanya selama DS masih tinggal satu rumah dengan S. Kekecewaan itu menimbulkan suatu masalah yang diterima oleh DS ketika DS mendengar dari
MD sendiri yang mengatakan bahwa MD tidak ingin lagi bertemu dengan DS. Penulis dapat melihat bahwa ketika MD dan DS masih tinggal bersama, DS tidak memperlakukan MD sebagai
anak yang semestinya mendapatkan kasih sayang yang berlimpah. Dari hasil percakapan yang berlangsung, Peneliti mempersepsikan akan adanya
pengekangan dan perlakuan kasar yang diterima oleh MD. Hal itu dikarenakan DS selama tinggal bersama dengan MD dan DK mempunyai alasan yang kuat untuk tidak memperhatikan
anak-anaknya dan anggota keluarga lain, sesuai dengan apa yang disampaikan MD tentang DS, DS sering memperlakukan anak-anaknya dengan kasar, menjaga jarak dengan keluarga, dan
tidak adanya komunikasi yang intensif antara keluarga dengan anak. Ini disebutkan dalam hasil wawancara Peneliti dengan MD bahwasanya DS sering bepergian dengan pria lain selain S.
Berbeda dengan S memberikan pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, tanpa ragu mengendalikan anak-anak dengan mendasari pemikiran-pemikiran yang rasio akan hal yang
dialami sekarang. Dari penuturannya S selama masih dalam status Istri dari DS menyebutkan bahwa S tidak mengekang apa yang dirasakan oleh anak-anaknya, mendengar dan memberikan
apa yang diinginkan MD serta DK selama dalam pengasuhannya. Tidak ada perubahan yang
Universitas Sumatera Utara
terjadi pada S saat mengasuh anak-anaknya baik sebelum dan sesudah bercerai. Karena tampak jelas cara mengasuh S kepada kedua anaknya lebih cenderung untuk selalu memberi kebebasan,
tegas dan konsisten, mendengar keinginan dan pandangan anak serta lebih menghargai hak-hak anak akan kebutuhan kasih sayang.
Perpaduan sifat dan cara mengasuh orang tua yang berbeda ketika masih hidup bersama dapat menyebabkan pandangan terhadap anak juga menimbulkan perspektif sendiri. Misalnya,
seorang ayah lebih memanjakan anak-anaknya dan sosok ibu dominan kearah mengekang, dapat dipastikan sifat anak pun akan berubah-ubah. Anak akan mengikuti sifat dari salah satu orang
tuanya yang menganggap sebagai tempat pemenuhan keinginan sianak, maka dapat dipastikan kedua orang tua yang memiliki dasar pemikiran yang berbeda dapat menimbulkan masalah.
Pertengkaran yang terus-terusan terjadi merupakan faktor yang dominan saat tidak kesesuaian dalam mendidik dan mengasuh anak. Tidak adanya kerjasana antara suami dan isteri untuk
mendidik anak menjadi lebih baik. Sama halnya dengan Bapak S dan Ibu DS, yang memiliki sifat dalam pengasuhan yang
berbeda. Dapat dipastikan anak-anak yang menjadi korban dari pertengkaran yang dilakukan orang tuanya, sehingga anak akan memilih kepada orang tua yang lebih menuruti dan melindungi
sianak. Tetapi dalam pembicaraan tersebut ada beberapa keganjilan dari cara mengasuh S terhadap MD. Disebutkan dalam pembicaraan tersebut, MD mengatakan bahwa S telah
memberikan penjelasan akan keburukan DK, ketika MD bertanya akan keberadaan kepemilikan perhiasannya sehingga S memperjelaskan bahwasanya perhiasan tersebut telah diperjualkan
demi kesenangan semata. Anak dalam hal ini sangat mudah untuk dapat diberi pernyataan-pernyataan yang negatif
kepada anak. Ini dilakukan oleh salah satu pihak dengan alasan membenci pelapor sehingga anak
Universitas Sumatera Utara
yang menjadi sarana untuk dapat dijadikan sebagai alasan jika suatu saat anak mengingat ayah atau ibu nya. Terdapat dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 26 Ayat 1 dikatakan bahwa “Orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; b. menumbuhkembangkan anak sesuai
dengan kemampuan, bakat, dan minatnya.”, sehingga berdasarkan konteks ini, Ayah dari MD tidak selayaknya telah salah dalam menempatkan posisi anak. Ayah MD tidak melaksanakan
kewajibannya sebagai orangtua dalam mendidik dan memenuhi kebutuhan dan hak anak. MD bukanlah sosok yang harus disalahkan, karena dia hanyalah anak yang belum tahu apa tujuan
dari yang telah dilakukannya, dan apa yang harus didapatnya.
5.2 Informan II