Informan III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

disepakati bersama. Melindungi anak dari ancaman, diskriminasi juga sangat diperlukan agar anak dapat merasakan rasa aman ketika bahaya datang menghampiri anak.

5.3 Informan III

Nama : DPS Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 16 Tahun Pendidikan : Kelas XI SMA Agama : Islam Anak Ke : 2 dari 4 bersaudara Alamat : Jl. Cemara Asri Zipur I Medan Awalnya peneliti melihat dari kejauhan DPS sepertinya merupakan anak yang memiliki sifat yang emosional. Terlihat dari mimik wajahnya yang tanpa ekspresi, mata yang sedikit menantang dan alis yang berkerut. Peneliti mencoba untuk mendekati DPS dengan mengajak berkenalan secara dekat, ini dilakukan agar peneliti dapat memahami keinginan daripada DPS. Setelah peneliti berhasil berkenalan dengan DPS, ternyata DPS merupakan anak yang baik, terbuka dan ramah. Universitas Sumatera Utara Dapat diketahui bahwa DPS adalah pelajar aktif di salah satu SMA Negeri di Binjai dan sekarang menduduki bangku kelas XI SMA. Dengan mata yang berkaca-kaca DPS mulai menceritakan keadaannya selama mengetahui, bahwa keluarga yang ia harapkan menjadi pedoman pecah akibat perceraian yang dialami oleh kedua orang tuanya. DPS mengatakan bahwa ia termasuk anak yang pintar dengan mendapatkan prestasi ditiap semesternya. Tetapi sejak orang tuanya bercerai DPS mengalami penurunan prestasi dalam kelas, bukan hanya itu saja DPS juga sering murung ketika mengingat perpisahan yang dialami oleh kedua orang tuanya. Berikut penuturan DPS : “Iya kak, sebelum papa mama bercerai aku selalu mendapatkan ranking di sekolah, semester lalu aja aku dapat ranking 5 besar tapi sekarang semenjak papa mama berpisah aku kurang semangat untuk belajar, teman-teman juga sering bilang ke aku kalo aku udah berubah gak kayak dulu, aku lebih sering murung”. Peneliti mencoba memberikan sentuhan yang lembut berupa dipundaknya agar DPS tidak terbawa emosi dalam memberikan informasi kepada peneliti. DPS kembali menceritakan pengalamannya sebelum dan setelah orang tuanya berpisah, selalu menjadi beban buat DPS beserta saudara kandung lainnya. Dengan kejadian ini DPS dan saudara kandung lainnya sangat kesulitan untuk bertemu dengan L yang dimana sebagai Ibu kandung DPS karena 2 tahun terakhir setelah di putuskan oleh Pengadilan Negeri Agama bercerai, DPS beserta dengan saudara kandung lainnya diasuh oleh S yaitu Ayah kandung DPS. “Sekarang ini papa yang mengasuh kami semua kak, tapi itulah pas awal-awal papa mama pisah kami udah jarang bertemu dengan mama. Aku slalu nyariin mama, karna aku bisa dikatakan dekat dengan mama karna sering curhat gitu. Kalo aku nanyak sama papa selalu bilang gak tau dan gak usah nyariin mama”. Universitas Sumatera Utara Perceraian yang terjadi antara S dengan L disebabkan oleh perlakuan L terhadap anak- anak yang selalu tidak memperhatikan keadaan atau segala kebutuhan anak-anak dan anggota keluarga lainnya. Dilihat dari kronologis bahwa terdapat unsur yang menyebabkan perceraian itu terjadi, yakni L sebagai Ibu dari DPS sering memarahi anak-anaknya jika segala apa yang diperintahkan oleh L tidak dikerjakan, maka L tidak segan-segan untuk memarahi anaknya dan mencubiti. Seperti yang dikatakan DPS terhadap peneliti : “Memang kak mama sering memarahi kami kalo kami tidak mendengarkan apa yang disuruh mama, misalnya jangan lama-lama pulang dari sekolah. Tapikan kak, gak mungkin kan kalo aku pulang sekolah langsung pulang, aku kan mau seperti teman-teman ku yang punya acara sendiri. Jadi kalo pulang sore mama memarahi ku di depan rumah, dan itu membuat aku malu sama tetangga”. Tampak jelas dari wajah DPS yang masih kesal dan penuh emosi ketika ia mengingat dan menceritakan kembali bagaimana perlakuan L selama masih tinggal bersama-sama dengan anggota keluarga lainnya. DPS juga menceritakan keluh kesah nya kepada peneliti ketika peneliti mencoba kembali bertanya dan menggali informasi yang akurat tentang apa yang dialami oleh DPS dan saudara lainnya. Ternyata DPS selain dimarahi sering juga melihat orang tuanya berantam di depan mereka dan ketika DPS melihat pertengkaran itu, L mengurungi mereka di kamar dan dibentak. DPS dan saudara yang lainnya merasa kekurangan kasih sayang yang utuh dari seorang Ibu yang selalu memberikan kasih sayangnya kepada anak-anaknya. “Pernah kak sekali aku melihat mama dan papa bertengkar dan dengar kalo mereka bertengkar karena mama ngurus kami dengan keras dan harus sesuai apa yang diperintah mama dituruti. Tapi yang aku sesali kenapa hanya gara-gara cara mama mengasuh kami semua, keluarga kami jadi pecah gini dan papa mu masih tidak setuju mengekang kami di Universitas Sumatera Utara rumah saja. Trus mama juga gak bisa diganggu kalo udah sibuk dengan jualan onlinenya. Makanya papa selalu bilang gak becus dalam mengurusi kami”. Dilihat dari cara DPS mengungkapkan keluhannya, tampak bahwa DPS sangat menyanyangkan kejadian yang menimpa keluarganya hanya karena cara mengasuh anak-anak yang kurang komunikasi dengan anggota keluarga lainnya. Dari perisiwa ini DPS dalam kebersamaannya dengan L pun ikut mengalami kesulitan untuk bertemu atau sekedar jalan-jalan dengan DPS. Dalam penuturan DPS akan kebersamaannya dengan L 2 tahun itu terakhir jumpa pada bulan 10 tahun lalu dan itu hanya sesaat diberi kesempatan kepada DPS. “Aku terakhir jumpa sama mama bulan 10 tahun lalu kak, mama jumpai aku pas pulang sekolah, dan mama diam-diam datangi aku kesini. Trus aku tanya sama mama darimana tau aku sekolah disini, dan ternyata mama mencari tahu sekolah ku. Pas aku jumpa sama mama aku langsung peluk mama karna udah kangen kali dengan mama kak, makanya dari sepulang sekolah aku sama mama jalan-jalan ke mall dan aku gak ada ngasih tau sama papa kalo aku ketemu sama mama. Kan saat itu pembagian raport aku kasih tau sama mama kalo aku gak dapat ranking lagi trus mama bilang sama aku gak apa-apa, lagian nilai ku juga gak jelek-jelek kali”. Dari penuturan DPS terhadap L dapat diketahui bahwa hubungan antara Ibu ke anak masih memiliki hubungan batin yang baik. Tampak dari penuturan DPS ketika L datang menjemput DPS di sekolah, ia menyambut L dengan baik. Kasih sayang L yang ditunjukan ke DPS merupakan suatu kerinduan yang mendalam selama beberapa tahun terakhir tidak bertemu. Ini dapat memberikan dampak yang positif kepada psikologis DPS akan mendapatkan kasih sayang dari seorang Ibu ke anak. Universitas Sumatera Utara Sama halnya ketika peneliti mencoba kembali mempertanyakan tentang cara pengasuhan S ketika menghadapi anak-anak yang mulai beranjak besar di keluarganya. Dan DPS menjawab bahwa selama mereka diasuh oleh S, mereka mendapatkan semua keinginan yang mereka mau apabila DPS dan saudara lainnya mendapatkan suatu prestasi di sekolah atau ekstrakurikuler. Karena DPS merasa jika S melakukan itu demi kebahagiaan mereka yang tidak pernah dirasakan sejak L masih tinggal bersama. “Papa itu orangnya sebenarnya baik, tidak mau memarahi anak-anaknya jika tidak ada alasan yang pasti, kalo kami pun berbuat salah papa selalu menasehati kami dengan sabar. Apalagi kami ini udah pada besar semua, jadi sudah pantasnya kalo kami mengurusi diri sendiri. Trus kan kak papa itu orangnya royal, mau papa itu ngasih kami barang yg mewah, kayak HP inilah kak, ini papa yang ngasih supaya kami senang. Trus papa kerjaanya lumayan sibuk, walaupun begitu papa berusaha untuk menanyakkan kabar kami semua kok. Apalagi ini lagi masa liburan, biasanya papa ngajak kami jalan-jalan ke mall atau bepergian ke rumah Nenek. Dan kalo kerumah Nenek dari mama belum pernah sih kak karna kondisi keluarga kami pun udah pisah dengan keadaan papa sama mama belum baikkan”. Teman sekolah DPS pun dapat dikatakan sedikit yang mengetahui bahwa kedua orang tuanya sudah bercerai, hanya beberapa teman dekat DPS saja yang mengetahui itu. Tetapi walaupun demikian dalam menjalani kegiatan proses belajar mengajar di sekolah, DPS merasa bahwa ia menganggap keluarganya merupakan keluarga yang tidak dapat di contoh untuk teman- temannya. Bukan hanya itu saja, pihak sekolah pun sudah mengetahui bahwa kedua orang tua DPS sudah bercerai dan saat ini DPS diasuh oleh S selaku Ayah dari DPS. Pihak sekolah terutama Kepala Sekolah dan guru BP memberikan sedikit arahan dan masukan buat DPS agar Universitas Sumatera Utara dalam menjalani hari-harinya tidak harus terus merintih akan kejadian yang dialami oleh keluarga DPS. Pihak sekolah tidak akan membocorkan akan hal ini kepada guru-guru yang lainnya, karena hal ini merupakan aib suatu keluarga yang tidak pantas untuk disebarluaskan. “Iya kak, pernah kemarin papa datang kesekolah buat jemput aku trus papa menyuruh aku untuk ke ruangan Kepala Sekolah untuk memberitahukan bahwa papa sama mama berpisah. Dan papa juga bilang ke Kepala Sekolah agar kabar ini tidak sampai terdengar ke teman-teman aku, karna papa takut aku akan di hina-hina sama teman-teman lain. Apa yang bisa ku lakukan kak selain menutup diri agar teman-teman ku tidak mengetahui ini, bisa-bisa aku nanti di ejek sama mereka”. “Begitu juga dengan teman daerah lingkungan rumah ku, mereka hanya prihatin aja atas musibah yang kami alami. Tidak ada anak sebaya ku yang merhatiin, hanya saja Ibu- ibu disitu yang melihat ku sedikit sinis tapi ada juga yang memberi aku nasehat”. Sepanjang peneliti bertanya dan mendengarkan pengakuan dari DPS, dapat diketahui bahwa DPS mempunyai keinginan agar keluarga mereka bisa utuh kembali kembali seperti awal. Tetapi semua itu tidak mungkin terjadi, karena dilihat dari penjelasan DPS akan kondisi tersebut, peneliti melihat adanya kerinduan yang mendalam antara DPS dengan L. Karena DPS masih membutuhkan kasih sayang dari seorang Ibu untuk kelangsungan hidup mereka kelak. Dan ketika peneliti mempertanyakan keinginannya akan kejadian ini, dengan mata yang senduh DPS hanya berkeinginan agar ia bisa bertemu kembali dengan L walaupun hanya sebentar dan tidak dikekang lagi sama S jika DPS ingin bertemu dengan L. “Aku kangen sama mama kak, makanya pas papa bilang mau ketemu sama mama di KPAID-SU aku senang, akhirnya kami ketemu lagi walaupun hanya sesaat, tapi mudah- mudahan bukan hanya sekedar ini saja melainkan di hari selanjutnya bisa ketemu. Dan buat Universitas Sumatera Utara papa, bagaimana pun mama begitu dia tetap orang tua aku. Mama melakukan itu kan pasti ada alasan yang tidak kami ketahui dan itu buat kebaikan kami, dan kami hanya bisa menuruti apa kata orang tua, itu aja sih kak”. Selanjutnya peneliti melakukan interview dan mendapatkan informasi terhadap DPS, maka peneliti mencoba untuk memberikan kesempatan kepada L untuk bertemu dan meluapkan kerinduannya terhadap DPS. Ini dilakukan agar apa yang selama ini tertunda akibat perceraian di keluarga DPS dapat disampaikan dengan kehangatan kasih sayang seorang Ibu terhadap anak. Tetapi sebelum sesaat L masuk menjumpai DPS diruangan konseling, peneliti melihat bahwa L sangat antusias untuk dapat bertemu dengan anaknya yang sudah beberapa tahun tidak ia jumpai lagi. Ketika peneliti mempersilahkan L masuk untuk menjumpai DPS, tampak jelas dari wajah seorang Ibu yang sangat rindu terhadap anak yang sudah lama tidak ia jumpai. L segera mendatangi DPS yang menunggu di dalam ruangan. Dan akhirnya L memeluk DPS dengan tangisan haru, begitu juga dengan DPS membalas pelukan L dan mengucapkan maafnya kepada L. Tampak jelas bahwa antara Ibu dan anak ini memiliki perasaan yang sama. Dalam suasana yang haru, peneliti mencoba memberikan kesempatan keduanya untuk saling mengatakan isi hati. DPS dan L dalam pembicaraannya, peneliti melihat bahwa apa yang menyebabkan terjadi pertengkaran disebabkan karena L terlalu otoriter dalam mengasuh anak- anaknya. Sehingga S tidak menyukai cara L dalam mengasuh ke-4 anaknya dengan cara demikian. Lalu untuk mengetahui informasi selanjutnya, maka peneliti kembali mempertanyakan kebenaran tentang apa yang dikatakan DPS selama L masih tinggal bersama. Dengan keadaan yang masih terharu, L mengatakan kepada peneliti bahwa benar apa yang disampaikan DPS kepada peneliti. Berikut penuturan L : Universitas Sumatera Utara “Benar apa yang dikatakan anak saya sama mu dek, karna saya akui selama saya masih serumah dengan papa mereka, saya selalu memaksa anak-anak selalu menuruti apa yang saya perintahkan, karna saya hanya Ibu Rumah Tangga saja, makanya saya tidak mau kalau mereka salah bergaul. Trus terkadang saya kalo lagi sibuk dengan usaha kecil-kecilan diganggu anak-anak, saya memarahi mereka. Makanya papa orang ini bilang kalo saya tidak becus ngurusi anak-anak, padahal ini saya lakukan untuk mereka juga”. Dengan berlanjutnya percakapan antara peneliti dengan L, peneliti kembali mempertanyakan bahwa apa yang dilakukan L kepada anaknya dapat menimbulkan hal yang fatal. Sehingga L disini menyadari bahwasanya apa yang dikhawatirkan oleh L bisa saja terjadi pada anak-anaknya. Karena tidak diduga apa yang menjadi pemikiran L bisa memberikan efek yang tidak di harapkan terjadi. “Betul yang kamu bilang itu dek, memang sesuatu hal jika di paksa pasti tidak baik hasilnya. Apa yang saya lakukan itukan demi kebaikan anak-anak saya aja, yah walaupun itu tidak baik buat anak saya. Yang jelas saya menyesal, saya mau berkumpul kembali sama anak-anak saya. Apalagi mantan saya ini, sepertinya mendoktrin pikiran mereka supaya tidak mau bertemu dengan saya lagi. Buktinya sampai 2 tahun terakhir ini saya kesulitan untuk bertemu dengan anak. Dan bukan hanya ini saja, tetapi bisa selanjutnya. Walaupun kami sudah berpisah, jangan anak yang menjadi korban akan masalah orang tuanya, lebih baik biarlah keinginan anak-anak jika untuk bertemu dengan saya tidak dihalang-halangi”. Lalu peneliti kembali mempertanyakan kepada DPS, apakah benar S selama bercerai dengan L ada memberikan penjelasan-penjelasan yang buruk tentang L. Awalnya DPS tidak berani untuk mengatakan sebenarnya, dengan rasa bersalah DPS hanya bisa menunduk sambil L memberikan kenyakinan kepada anaknya. Dengan kepercayaan yang diberikan L kepada DPS, Universitas Sumatera Utara maka DPS mengakui bahwa selama L telah bepisah, DPS mendapatkan pencitraan yang buruk tentang L. Seperti penuturan L: “Sebenarnya bukan pencitraan yang kakak maksud, tapi lebih ke istilah seperti kami pindah rumah, pindah sekolah dan sebagainya maksudnya agar mama gak nyarik-nyarik kami. Tapi pas kami tanya kenapa, papa hanya bilang pindah tugas”. Maka dengan informasi yang cukup dari DPS, peneliti menyuruh DPS agar keluar dari ruangan. Dan akan memberikan waktu kepada S untuk masuk keruangan konseling sembari memberikan keterangan yang valid kepada peneliti. Maka selanjutnya, peneliti kembali mempertanyakan perihal awal terjadinya perceraian hingga dugaan adanya doktrin-doktrin yang negatif kepada DPS. “Iya, awalnya penyebab kami bercerai karna kami sering bertengkar yang menjadi pemicunya karna saya tidak suka dia suka memarahi anak-anak terus dan gak becus mengurusi rumah, dan alasannya itu hanya karna anak saya si DPS telat sampai dirumah sepulang sekolah. Dan dia gak segan-segan untuk mencubit. Dan anak-anak selalu melihat kami kalo berantem, makanya si kecil ketakutan sampai dia gak mau lagi untuk bertemu dengan ibu nya. Bukannya saya tidak mengijinkan anak-anak untuk bertemu dengan dia, tapi anak sendiri yang tidak mau karna masik trauma, jadi saya tidak bisa memaksa mereka”. Peneliti melihat bahwa setiap penuturan Bapak S merupakan hal yang tidak benar dengan apa yang dikatakan DPS kepada peneliti. Dalam penuturannya Bapak S seperti menghindar dari setiap tuduhan-tuduhan yang disampaikan oleh Ibu L. Maka peneliti berinisiatif untuk mencoba mempertanyaan tentang pekerjaan dan cara mengasuh anak-anak. Dapat diketahui disini bahwa Bapak L merupakan seorang prajurit TNI yang banyak menyita waktu diluar. Jadi Bapak L dalam mengasuh anak-anaknya, dia selalu menanyakkan keadaan setiap anak-anaknya. Universitas Sumatera Utara “Ya saya seorang prajurit Tentara yang banyak waktu diluar, makanya saya memberikan HP yang mempunyai fasilitas videocall jadi saya tidak khawatir sama anak-anak jika mereka bepergian sama teman-temannya. Saya juga selalu memantau setiap perkembangan belajar mereka walaupun terkadang saya sampai dirumah anak-anak sudah istirahat. Tapi saya mengusahakan agar bisa mengajari anak-anak apalagi yang masih SD ini”. Akhir wawancara yang dilakukan oleh beberapa informan, maka peneliti memberikan kesempatan kepada Bapak L, Ibu S dan DPS untuk dapat menyampaikan keinginan dari asing- masing pihak. Maka keinginan dari Ibu S agar akses untuk bertemu dengan anak-anak jangan dihalang-halangi dan agar dapat memberikan informasi tentang keberadaan dimana mereka tinggal atau sekedar informasi sekolah, supaya jika sewaktu-waktu saya ingin bertemu dengan anak mudah. Tentu semua sepengijinan dan sepengetahuan Bapak S. Begitu halnya dengan harapan dari Bapak S, beliau berkeinginan agar Ibu S dapat mengerti keadaan anak-anak seperti apa sejak terjadinya perceraian, jika misalnya anak-anak berkeinginan untuk bertemu dengan Ibunya, Bapak S tidak akan menghalangi hanya saja semua harus berkoordinasi dahulu dengan Bapak S. ANALISIS KASUS Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan informan ketiga yang berinisial DPS, telah diketahui bahwa DPS merupakan salah satu anak korban dari perceraian orang tuanya yang berinisial S dan L. Perceraian ini sudah terjadi sejak 2 tahun yang lalu, sehingga mengakibatkan hubungan antara anak dengan Ibu kandung menjadi tidak harmonis. Selama 2 tahun terakhir setelah Pengadilan memutuskan hubungan suami isteri telah ditetapkan bahwa DPS diasuh oleh S. Dalam kehidupannya sehari-hari sebelum S berpisah dengan L, perlakuan L dalam mengasuh anak-anaknya dinilai terlalu otoriter. Informan mempersepsikan Universitas Sumatera Utara apa yang dilakukan L kepada DPS merupakan perlakuan yang kasar, karena dengan cara mengekang seperti itu anak-anak akan mengalami situasi yang akan jauh lebih buruk lagi ketika mereka memulainya dengan keadaan yang berbeda. L sebelum bercerai dengan S, L cenderung menetapkan peraturan dan tata tertib yang kaku dalam keluarga. Bukan hanya itu saja, L juga cenderung kurang memperhatikan anaknya, sibuk akan bisnis onlinenya. Ini yang menyebabkan L tidak setuju dengan penerapan dalam keluarga terhadap anak-anak, sehingga L dan S sering bertengkar dan hubungan suami isteri ini berakhir di meja Pengadilan, seakan-akan L tidak bagus dalam mengurusi kebutuhan anak- anaknya. Faktor yang tampak jelas yang terjadi pada DPS adalah penurunan semangat belajar, seperti yang dikatakan DPS kepada peneliti bahwa sebelum adanya perceraian DPS selalu mendapatkan prestasi di kelas. Dampak ini menyebabkan psikis DPS menjadi turun, dia lebih cenderung murung dan suka menyendiri. Sesaat S dan L belum dipisahkan menurut keputusan Pengadilan Agama selama dalam pengasuhan L, DPS tidak mendapatkan hak-haknya sebagai mana di atur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 11 dikatakan bahwa “Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri” karena L selalu mengekang aktivitas sekolah DPS dengan cara waktu yang tepat ketika DPS dan saudara kandung lainnya sepulang sekolah. Diketahui juga dari hasil percakapan peneliti dengan DPS, ia sangat merindukan sosok L dalam kehidupannya sebagai Ibu kandungnya. Ini dikatakan DPS karena sudah 2 tahun terakhir kesulitan saat ingin bertemu dengan L. Tetapi saat DPS mempertanyakan soal keberadaan L, seakan-akan S tidak mengetahui keberadaan L dan terkadang L tidak memperdulikan keinginan Universitas Sumatera Utara DPS untuk menemui L. Kisah DPS ini tidak jauh berbeda dengan kasus informan I, karena Ayah mereka merupakan pemegang hak kuasa asuh yang ditetapkan oleh Pengadilan Agama dan memiliki cara pengasuhan yang tidak jauh beda. S selama pengasuhan anak jatuh dipihaknya, dalam mengasuh anaknya lebih cenderung kearah Pola pengasuhan demokrasi dan otoriter. Dimana selama mengasuh anak-anaknya, S cenderung memberikan segala keinginan dan kebutuhan anak yang diperlukan. Itupun dilakukan jika anak-anaknya mendapatkan prestasi, misalnya DPS mendapatkan ranking 10 besar disekolahnya maka apa yang diinginkan DPS dipenuhi oleh S. Sebagai anggota prajurit L tidak segan-segan untuk memarahi anak-anaknya jika apa yang diperintahkan L tidak didengar dan dituruti. Karena L mempunyai sifat yang tegas dan penyayang. Perpaduan antara sifat S dengan L yang tidak sejalan menyebabkan rumah tanga yang dibina selama 20 tahun ini terpisah dengan putusan Pengadilan Agama. Dalam hal ini tidak adanya kerjasama yang konkrit dalam mengasuh anak bersama, walaupun dalam keadaan yang sudah berbeda maka seharusnya tidak ada salah satu pihak yang melarang atau melupakan orang tua kandungnya. Sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 7 ayat 1 satu dikatakan bahwa “Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri”, jadi dalam hal ini tidak seharusnya S menutup askes L untuk bertemu dan menyanyangi anak-anaknya.

5.4 Informan Tambahan