yang menjadi sarana untuk dapat dijadikan sebagai alasan jika suatu saat anak mengingat ayah atau ibu nya. Terdapat dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 26 Ayat 1 dikatakan bahwa “Orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; b. menumbuhkembangkan anak sesuai
dengan kemampuan, bakat, dan minatnya.”, sehingga berdasarkan konteks ini, Ayah dari MD tidak selayaknya telah salah dalam menempatkan posisi anak. Ayah MD tidak melaksanakan
kewajibannya sebagai orangtua dalam mendidik dan memenuhi kebutuhan dan hak anak. MD bukanlah sosok yang harus disalahkan, karena dia hanyalah anak yang belum tahu apa tujuan
dari yang telah dilakukannya, dan apa yang harus didapatnya.
5.2 Informan II
Nama :
MKJ Jenis Kelamin
: Laki-laki Usia
: 14
Tahun Pendidikan
: Kelas VIII SMP Agama
: Katolik
Anak Ke : 1 dari 3 bersaudara
Alamat : Jl. Setiajadi No. 39 Medan
MKJ merupakan pelajar aktif siswa kelas VIII SMP di salah satu sekolah swasta ternama di Kota Medan. Jika dilihat dari bentuk fisiknya, MKJ mempunyai paras yang manis, berkulit
putih dan disebelah pipi kirinya terdapat lesung pipi. Awalnya peneliti tidak menyadari bahwa seseorang yang datang bersama seorang wanita itu adalah MKJ. Karena peneliti melihat MKJ itu
seperti anak yang tidak mempunyai suatu permasalahan. Tetapi setelah peneliti mencoba untuk mendekati MKJ dengan mengajak berkenalan, dia merupakan anak yang memiliki sifat pendiam.
Universitas Sumatera Utara
MKJ ini bisa dikatakan sebagai anak yang sulit untuk diajak berkomunikasi, karena ketika peneliti terus mencoba untuk berinteraksi, MKJ hanya menjawab setiap pertanyaan yang peneliti
ajukan tidak dijawabnya. Mungkin MKJ menutup diri dengan seseorang yang baru ia kenal. Selang beberapa waktu peneliti berkomunikasi dengan MKJ, maka Pendamping dari
KPAID-SU menyuruh MKJ untuk memasuki ruangan konseling. Ini dilakukan guna menghindari MKJ dari segala pernyataan dari salah satu pihak. Sehingga selama dalam proses
pembicaraan dapat kondusif dan nyaman. Saat Pendamping ingin memulai pertanyaan soal perkara tentang keluarga orang tuanya, peneliti melihat wajah MKJ yang penuh ketegangan,
sehingga dalam menjawab pertanyaan MKJ merasa ketakutan. Menyakinkan setiap anak-anak yang akan di wawancara atau di konseling itu merupakan
faktor yang terpenting. Saat seorang pendamping atau seseorang yang ingin mendapatkan informasi tentang apa yang dirasakan oleh setiap anak, pendamping harus bisa memberikan rasa
nyaman, sehingga anak-anak tersebut bisa lebih rileks saat dia memberikan informasi tersebut. Lalu dengan berjalannya waktu saat pembicaraan, MKJ sudah merasakan keadaan yang
menurutnya tidak ada hal-hal yang menekannya. Selanjutnya pendamping menanyakan tentang keberadaan SJ yang berada di KPAID-SU untuk bertemu dengan MKJ, berikut penuturannya :
“Iya kak ada papa disitu, udah lama jugak gak jumpa papa, pas tau papa kesini aku senang. Trus pas tau disini aku langsung salam papa dan tadi juga papa meluk aku. Terakhir
jumpa sama papa akhir 2013 lalu, pas papa ngajak jalan-jalan lupa sudah berapa kali”. MKJ pada saat ini diasuh oleh Ibu M sejak bercerai dengan Bapak SJ pada tahun 2013.
Dilihat dari kronologisnya, perceraian yang terjadi pada tahun 2013 diakibatkan SJ berselingkuh dengan wanita lain. Perceraian itu mengakibatkan terpisahnya hubungan antara Bapak dan anak,
seperti penuturan MKJ diatas bahwa ia sudah lama tidak bertemu dengan Bapak SJ. Tetapi saat
Universitas Sumatera Utara
pendamping menyinggung tentang masalah perceraian, MKJ mengetahui bahwa kedua orang tuanya sudah berpisah.
“Aku tau papa sama mama gak satu rumah lagi, karna kemarin aku tanya sama mama, papa kok gak pulang-pulang lagi kerumah trus mama bilang kalo papa sama mama pisah
rumah karna ada masalah, tapi gak tau apa masalahnya mama gak ngasih tau”. Disini tampak jelas bahwa Ibu M dalam mengasuh MKJ tidak ingin membiarkan anak-
anaknya tahu apa yang menjadi penyebab terjadinya perceraian. Kemudian MKJ kembali bercerita yang ia alami selama tinggal bersama Ibu M.
“Mama selama ini dalam mengurusi kami baik-baik aja, gak ada membedakan dengan adik yang lain. Kalo misalnya mama beli jajanan kami semua dapat biar gak brantam. Trus
pas papa mama masih satu rumah dulu, mama selalu antar jemput aku sama adek sekolah. Kalo papa jarang mungkin sibuk juga, sama-sama dokter mereka buk”.
Dengan kepolosan yang dimiliki oleh MKJ peneliti melihat dalam mengutarakan kesaksiannya, MKJ selalu gugup untuk diberi sejumlah pertanyaan. Terkadang menunduk, diam,
dan hanya menggelengkan kepala, itu yang dilakukan oleh MKJ ketika mulai merasa jenuh. Peneliti dan pendamping sesekali membuat MKJ untuk tertawa dengan candaan yang peneliti
buat. Agar dalam suasana tidak serasa seperti berada diruangan persidangan. Saat peneliti, pendamping, dan MKJ larut dalam candaan, peneliti sengaja menyinggung tentang kebersamaan
MKJ dengan Bapak SJ dan diketahui selama Ibu M dan Bapak SJ bercerai, MKJ tidak pernah dilarang oleh Ibu M untuk bisa bertemu dengan Bapak SJ.
“Pernah aku bilang sama mama untuk jalan-jalan dengan papa, mama ngasi dan papa ngjemput aku sama adikku nomor 2. Tapi gak bisa sore-sore kali pulang karna harus belajar
Universitas Sumatera Utara
malamnya, dan mama pun berpesan sama papa. Dan bukan itu aja, pas hari Imlek kemarin pun papa ngajak ke rumah Nenek, dan mereka sambutannya baik”.
Terlihat dari setiap penuturan hubungan Bapak dan anak masih berjalan dengan baik. Ibu M tidak melarang anaknya untuk bisa bertemu dengan Ayah kandungnya. Ini yang diharapkan
dari setiap anak atau orang tua yang telah bercerai, dapat menemui anak hasil buah pernikahan. Dengan keadaan yang berbeda tidak ada hukum yang tertulis bahwa salah satu pihak dapat
melarang anak untuk bertemu dengan orang tuanya. Sama halnya dengan kondisi lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar rumah, MKJ
dapat menjalaninya dengan biasa sebelum dan sesudah adanya perceraian. Ada beberapa teman- teman MKJ yang mengetahui akan orang tua yang telah berpisah, sehingga MKJ hanya dapat
mendengar dan menerima hujatan-hujatan dari teman sepermainnya. Pihak sekolah juga sudah mengetahui akan kejadian ini, karena pada saat pengambilan raport Ibu M selalu yang
mengambilnya. Sehingga pihak sekolah mempertanyakan akan hal itu dan Ibu M menjelaskan dengan apa yang dialami oleh keluarganya.
“Ada beberapa teman satu kelasku yang mengejek aku buk, mereka bilang aku gak serumah lagi dengan papa, orang tua ku bercerai, jadi aku hanya bisa diam aja lah buk gak
tau mau bilang apa. Lalu wali kelas ku memarahi dia. Aku bilang jugak sih sama mama tentang ini, mama bilang gak usah di lawan dia aja”.
Lalu setelah pendamping mempertanyaan itu, MKJ sepertinya tampak memendam rasa malu ketika teman satu kelasnya mengetahui keadaan orang tuanya yang sudah bercerai.
Keadaan ini bisa memberikan dampak yang mengakibatkan anak menjadi depresi dan cenderung menyendiri sehingga dia berpikir orang tuanya bercerai akibat kelakuannya. Pendamping
menjelaskan kepada MKJ “bahwasanya orang tua yang bercerai itu karena tidak mendapatkan
Universitas Sumatera Utara
solusi dalam masalah rumah tangga, bukan karena papa sama mama tidak sayang sama MKJ tetapi ini adalah urusan orang dewasa, jadi MKJ tidak perlu untuk menyalahi diri sendiri,
menganggap ini karena MKJ dan adik yang lainnya”. MKJ hanya bisa menunduk dan sesekali membalas percakapan pendamping dengan
MKJ. Pendamping pun memberikan kesempatan buat MKJ agar bisa menyampaikan keinginan dan harapannya kedepan kepada Bapak SJ dan Ibu M.
“Aku maunya papa sama mama kembali seperti dulu, bareng-bareng lagi, trus papa aku maunya seperti dulu bisa jalan bareng lagi, walaupun papa sama mama gak bisa bersatu
lagi, aku pengen hubungan kita gak putus. Aku sama adik disini, baik-baik aja”. Dalam percakapan tersebut MKJ memiliki impian yang besar akan keutuhan rumah
tangga antara Bapak SJ dan Ibu M bisa kembali seperti dulu. Setiap anak pasti menginginkan keluarganya utuh, sama halnya dengan apa yang dikatakan MKJ kepada peneliti. Tetapi tidak
semua harapan seorang anak itu tercapai, karena ada beberapa alasan mengapa keputusan untuk berpisah menjadi kebaikan bersama. Maka pendamping memberikan suatu masukan kepada
MKJ, “Agar ia dapat menjalani hari-harinya tanpa menghiraukan apa kata orang tentang keluargamu, walaupun papa sama mama sudah tidak tinggal bersama lagi, mereka masih tetap
sayang sama kamu dan adik-adik. Trus kalo misalnya papa rindu sama MKJ mau kepengen ngajak jalan-jalan dan mama melarang bilang aja kalo kamu pun mau. Karna bagaimanapun
dia, itu orang tua kita, yang membesarkan kita, memberi kasih sayang sampai sebesar ini kan, jadi diskusi aja sama mama kalo kamu keberatan untuk ketemu sama papa bilang juga kalo
kamu gak mau ketemu, pasti papa ngerti”. Lalu setelah kira-kira 10 menit dalam ruangan saat peneliti dan pendamping melakukan
sesi wawancara, sehingga mendapatkan dan mengetahui informasi terkait dengan apa yang
Universitas Sumatera Utara
dialami oleh MKJ. Peneliti memanggil Bapak SJ untuk masuk ke ruangan konseling agar bisa berbicara kepada MKJ lebih banyak dan menyampaikan segala keinginan Bapak SJ dengan
pihak KPAID-SU. Saat didalam ruangan Bapak SJ langsung memeluk dan mencium MKJ dengan penuh kasih sayang, begitu juga dengan sebaliknya MKJ membalas pelukan Bapak SJ
dan memberi salam dengan memberikan kabar. Saat pertemuan antara anak dengan Bapak dalam ruangan, tampak jelas dari raut wajah
Bapak SJ yang sangat merindukan anak laki-laki jagoannya itu dengan tidah henti-hentinya menatap MKJ. Tidak selang berapa lama, pendamping mulai memberikan beberapa pernyataan
akan kebenaran yang disampaikan oleh MKJ terkait dengan perceraian yang dialami oleh Bapak SJ dengan Ibu M. Dan Bapak SJ memberikan pernyataannya kepada peneliti dan pendamping,
bahwasanya perceraian yang dialami oleh kedua pihak itu dikarenakan beberapa faktor, sehingga jalan menurut keduanya terbaik adalah dengan berpisah dengan baik-baik. Saat Bapak SJ untuk
menyampaikan seluruh kejadian, peneliti menyuruh MKJ untuk meninggalkan ruangan konseling, ini dilakukan supaya apa yang dikatakan oleh Bapak SJ tidak di dengar MKJ yang
akan menjadi drop. Pendamping menyuruh peneliti untuk memanggil Ibu M agar bisa saling mendengarkan
pernyataan dari masing-masing pihak. Didalam ruangan, pendamping mempersilahkan kepada Bapak SJ untuk menyampaikan segala permasalahan yang dialami oleh Bapak SJ ketika ingin
bertemu dengan anak. Berikut pernyataan Bapak SJ : “Saya akui ini semua adalah kesalahan dari saya, karna saya yang menodai janji
pernikahan saya dengan Ibu M. Pas anak saya yang kedua berumur 4 tahun, saya kepincut dengan wanita lain, dan itu diketahui oleh dia saat memeriksa HP saya. Dan mulai dari
situlah kami sering bertengkar dan akhirnya kami putuskan untuk berpisah. Kalo soal anak
Universitas Sumatera Utara
mengetahui alasan kami berpisah tanyak aja sama dia, karna yang mengasuh anak-anak saat ini ada sama Ibu ini. Tapi saya yakini kalo MKJ tidak tau penyebab papa sama mama
nya bercerai, karna kalo dia tau pasti MKJ membenci saya dan tidak mau bertemu dengan saya. Trus saya juga kasihan sama anak-anak. Apalagi sama MKJ pas saya tau kalo dia
diejek sama teman sekolahnya, gara-gara tau orang tuanya sudah gak sama lagi”. Bapak SJ tampak menyesali perbuatannya yang mengakibatkan anak-anaknya tidak
mendapatkan kasih sayang dari seorang bapak dengan sepenuhnya. Selanjutnya Bapak SJ juga mengungkapkan kesulitannya untuk bisa bertemu dengan anak selama diasuh oleh Ibu M. Tentu
dengan cara menghalangi SJ untuk dapat bertemu dengan anak, membuat Bapak SJ menjadi sulit untuk memenuhi hak-hak dasar anak. Lalu Bapak SJ menyampaikan keinginannya untuk tidak
dihalang-halangi oleh Ibu M saat ingin bertemu dengan anak. Berikut pernyataannya : “Iya, saya terakhir jumpa sama anak saya akhir Juni tahun lalu, itupun kenapa bisa
karna awal-awal kami bercerai. maksudnya biar anak-anak saya tidak curiga papanya gak serumah lagi sama mamanya. Dan kemarin keputusan Pengadilan mengatakan bahwa saya
bisa ngejenguk anak tapi tidak bisa saya bawa nginap kerumah saya. Itu keputusannya saat kami menjalani proses mediasi tapi kenyataannya dia mempersulit itu”.
Lalu pendamping mencoba mengkilas kebelakang akan kronologis yang telah masuk ke catatan KPAID-SU bahwasanya Bapak SJ mempunyai kewajiban sebagai orang tua yang
bertanggungjawab. Tetapi SJ hanya memenuhi kewajiban itu tidak penuh sehingga Ibu M seakan-akan menutup akses bertemu antara Bapak dan anak. Ini dilakukan agar Bapak SJ bisa
benar-benar bertanggungjawab akan kesepakatan yang sudah ditetapkan bersama. “Kalo soal kewajiban itu memang tidak penuh saya kirim, karna sejujurnya saya sudah
punya keluarga yang baru jadi kurang banyaknya saya kirim sebagian. Kalo misalnya itu
Universitas Sumatera Utara
yang menyebabkan saya kurang bisa bertemu anak, maka saya usahain untuk memenuhinya. Demi anak akan saya lakukan agar mereka bisa dekat kembali dengan Bapaknya dan tidak
kekurangan kasih sayang”. Saat SJ mengakui perbuatannya kepada peneliti, pendamping mengingatkan kepada SJ
agar mampu memenuhi segala kewajiban yang telah ditetapkan bersama. Karena ketika orang tua tidak memenuhi hak-hak anak dan menafkahi segala keperluan si anak, maka salah satu
orang tua tersebut akan diberi sanksi bahkan masuk dalam kasus penelantaran anak. SJ hanya bisa terdiam saat pendamping mengatakan seperti itu, sehingga SJ menyadari akan kesalahan
yang ia lakukan kepada MKJ. Sesaat setelah SJ menyampaikan keinginannya kepada Pendamping, maka peneliti mempersilahkan kepada Ibu M untuk bisa memberikan informasi
akan pernyataan SJ. “Apa yang disampaikan Bapak ini betul, saya dengan dia berpisah karna dia menyukai
wanita selain saya. Ibu bayangkan saja gimana sakitnya saya, pas tau dia mempunyai wanita lain dan pada saat itu saya lagi hamil anak ke 3, dimana perasaan dia. Kalo soal dia
kesulitan menemui anaknya, yah gimana ya buk, dia aja jarang memenuhi kewajibannya dan sekarang mau seenaknya aja menemui anak saya. Kalo mau bertemu dengan anak saya,
cobalah dulu untuk bertanggungjawab lewat kewajiban yang sudah kami tetapkan. Misalnya tidak juga penuh dikirim, jangan salah saya kalo anak-anak saya tutup aksesnya untuk
bertemu dengan bapaknya”. Peneliti melihat sejak Ibu M mengutarakan kekesalannya, peneliti menyimpulkan bahwa
M memiliki sifat yang tegas cenderung pendendam. Dengan sifat M seperti itu bisa dipastikan bahwa M masih memendam rasa amarah dengan Bapak SJ. Kemudian pendamping mengijinkan
M untuk melanjutkan pembicaraan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
“Dan soal saya menutup akses bertemu dengan anak, sebenarnya bukan seperti itu tepatnya. Saya memberikan ruang buat anak saya untuk tidak terlarut dalam kesedihan papa
mamanya bercerai. dan bukan hanya itu saja saya tidak setuju kalo dibilang menutup akses untuk bertemu dengan anak. Buktinya terakhir dia ketemu dan bawa anak-anak jalan-jalan
dan saya tidak melarangnya, hanya saja saya tidak mengijinkan kalo seandainya anak-anak dibawa nginap kerumah dia. Karna saya takut psikologis anak saya bisa terganggu saat tau
papanya sudah menikah lagi. Jadi harapan saya kepada Bapak SJ agar bisa memenuhi segala kewajibannya untuk menafkahi lahir batin atas keperluan anak-anak saya”.
Atas segala penuturan yang telah disampaikan oleh kedua pihak masing-masing, maka dari pihak KPAID-SU menginginkan bahwa setiap orang tua harus senantiasa memenuhi
segala kebutuhan anak-anak. Hak-hak dasar anak harus diperhatikan ketika sepasang suami isteri tidak tinggal bersama lagi, sehingga apabila sianak tidak mendapatkan hak tersebut bisa
dilaporkan kepada pihak Pengadilan agar dalam masa pengasuhan dapat berpindah tangan ke pihak lain. Tetapi ketika seorang Ayah tidak melaksanakan segala kewajibannya berupa
menafkahi anak, dapat dilaporkan kepihak Kepolisian terkait dengan kasus penelantaran anak.
ANALISIS KASUS Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan informan kedua yang
berinisial MKJ dimana MKJ ini merupakan anak korban perceraian yang dialami oleh kedua orang tuanya yang berinisial SJ dan M. Penyebab perceraian tersebut dikarenakan SJ melakukan
perselingkuhan. Perceraian ini sudah terjadi sejak setahun yang lalu, sehingga mengakibatkan hubungan antara anak dengan Ayah kandung menjadi terpisah. Selama setahun terakhir ini
setelah Pengadilan memutuskan hubungan suami isteri ditetapkan bahwa MKJ diasuh oleh M.
Universitas Sumatera Utara
Dapat dilihat dari hasil wawancara peneliti lakukan bahwa MKJ ini merupakan anak yang memiliki sifat yang tidak mudah untuk diajak komunikasi dengan orang yang belum ia kenal.
Dalam penuturannya tampak jelas bahwa MKJ merupakan sosok anak yang dekat dengan orang tuanya.
M selaku pemegang hak kuasa asuh yang ditetapkan oleh Pengadilan, dalam hal mengasuh anaknya merupakan hal yang diinginkan oleh anak-anaknya. Jika MKJ berkeinginan
untuk bisa bertemu dengan SJ, maka M memberikan kesempatan kepada SJ untuk membawa anak-anak berekreasi. Tetapi disisi lain M juga memiliki sifat yang tegas kepada anak-anaknya
jika suatu saat MKJ tidak diberikan waktu untuk bertemu dengan ayah kandungnya. M yang memiliki sifat yang adil juga Nampak dari cara M dalam memberikan sesuatu kepada semua
anaknya. Ini dilakukan agar anak-anaknya dapat merasakan kesenangan dan tidak memberikan rasa iri dengan saudara kandungnya.
Begitu halnya dengan SJ, ketika memberikan waktu luangnya untuk membawa anak-anak SJ berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi anaknya. SJ melakukan ini supaya anak-
anaknya tetap merasakan kasih sayang dari seorang ayah walaupun keadaan sudah berbeda. Tetapi ada sedikit kekhawatiran SJ akan lingkungan sekolah terutama teman sekolahnya yang
sudah mengetahui bahwa orang tuanya sudah berpisah, sehingga MKJ mendapatkan celaan dari teman sekolahnya.
Terdapat dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 26 Ayat 1 dikatakan bahwa “Orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: a.
mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya.”, sehingga tidak ada alasan untuk tidak
bertanggungjawab dengan menafkahi segala kebutuhan anak lewat pemenuhan yang telah
Universitas Sumatera Utara
disepakati bersama. Melindungi anak dari ancaman, diskriminasi juga sangat diperlukan agar anak dapat merasakan rasa aman ketika bahaya datang menghampiri anak.
5.3 Informan III