Kesimpulan Analisis Yuridis Terhadap Putusan Bebas (Vrijspraak) Dalam Kasus Penyalahgunaan Dana Hibah Bantuan Sosial Apbd (Studi Putusan Pengadilan Tipikor Banda Aceh No.55/Pid.Sus-Tpk/2014/Pn.Bna)

126 BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesiimpulan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Jika ditinjau dari instrumen hukumnya,Indonesia telah memiliki banyak peraturan perundang-undangan untuk mengatur pemberantasan tindak pidana korupsi. Diantaranya KUHP, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tndak Pidana Korupsi beserta revisinya melalui Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001, bahkan sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi KPK yang dibentuk berdasarkan Undang- Undang Nomor 30 tahun 2002. Secara Substansi Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 telah mengatur berbagai aspek yang kiranya dapat menjerat berbagai modus tindak pidana korupsi yang semakin rumit. Dalam Undang-Undang ini tindak pidana korupsi telah dirumuskan sebagai tindak pidana formil, pengertian pegawai negeri telah diperluas, pelaku korupsi tidak didefinisikan hanya kepada orang per orang tetepi juga pada korporasi, sanksi yang di pergunakan adalah sanksi minimum sampai pidana mati. Akan tetapi perilaku yudisial para penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya cenderung lebih memelihara perkara, bahkan memperbesar konflik karena putusannya tidak memberikan kepastian hukum, kemanfaatan hukum dan juga keadilan. Sehinga keadilan yang sebenarnya tidak ditemukan lagi dalam peradilan, keadilan hanyalah menjadi milik mereka yang “memiliki” hukum tersebut. Penegakan hukum juga tidak dapat dilepaskan dari sejarah maupun Universitas Sumatera Utara 127 struktur sosial masyarakat. Hukum dan masyarakat memiliki keterkaitan yang erat dan saling mempengaruhi. Jika dilihat dari segi penegakan hukum, maka hukum juga akan tertarik kedalam medan pengaruh dan konfigurasi kekuasaan dalam masyarakat. 2. Perkembangan pengaturan tindak pidana korupsi di Indonesia adalah sebagai berikut: a. Peraturan Penguasa Militer No: PrtPM-061957 tanggal 9 April 1957. b. Peraturan Penguasa Perang Pusat Angkatan Darat Nomor Prt013Peperpu0131958, tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Perbuatan Korupsi Pidana dan Pemilikan Harta Benda. c. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 24 Prp Tahun1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi LN Tahun 1960. d. Undan-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi LN. 19 Tahun 1971. e. Instruksi Presiden Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. f. Keputusan Republik Indonesia No. 11 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. g. Keputusan Bersama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dan Jaksa Agung Republik Indonesia tentang Kerjasama antar Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Kejaksaan Republik Indonesia dalam Rangka Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Universitas Sumatera Utara 128 h. Inpres No. 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi 2011. i. Inpres No. 17 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012. Tindak Pidana Korupsi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk atau jenis. Dimana pelanggaran yang sering terjadi yaitu terhadap Pasal 2 dan Pasal 3. Penyalahgunaan Dana Hibah Bantuan Sosial yang diberikan Pemerintah Pusat maupun Daerah kepada masyarakat ataupun kelompok masyarakat, dan organisasi masyarakat yang berbadan hukum juga termasuk dari bentuk dan jenis tindak pidana korupsi itu sendiri sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dana Bantuan Sosial tersebut yang dihibahkan seharusnya digunakan untuk menunjang atau membantu program pemerintah atau untuk kemanfaatan masyarakat ataus sebagaimana yang telah diperjanjikan dan diatur perundang-undangan, namun digunakan untuk keuntungan sendiri atau orang lain, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara. 3. Pada Kasus Penyalahgunaan Dana Hibah Bantuan Sosial yang terjadi di Provinsi Aceh ini, yang mana perbuatan tersebut dilakukan oleh Yayasan Universitas Sumatera Utara 129 Cakradonya pada tahun 2010, dan terdakwa dalam kasus ini adalah H. Dasni Yuzar selaku Ketua yayasan Cakradonya bertempat di Jalan Merdeka Timur Nomor 51 Desa Mee kandang Kec. Muara Dua Cunda Kota Lhokseumawe, didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan: a. Primair Perbuatan Terdakwa diatur dan diancam pidana Pasal 2 ayat 1 jo. Pasal 18 Undang-Undang republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHPidana. b. Subsidair Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidan Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Kasus Penyalahgunaan Dana Hibah Bantuan Sosial yang dilakukan oleh Dasni Yuzar dengan menggunakan Yayasan Cakradonya sebagai fasilitas untuk mendapatkan dana bantuan sosial pemerintah Aceh, telah diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Aceh pada ha ri Jum‟at tanggal 12 Juni 2015 dan putusan tersebut telah diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada hari jum‟at tanggal 19 juni 2015. Dimana Terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah dan Universitas Sumatera Utara 130 meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan membebaskan Terdakwa dari dakwaan Penuntut Umum. Berdasarkan uraian tersebut, menurut Majelis Hakim yang mengadili kasus korupsi tersebut, dakwaan Primair dan subsidair yang diajukan oleh Jaksa Penuntu Umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Karena unsur salah satu unsur dari Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 KUHPidana yaitu unsur “melawan hukum”. Menurut Penulis Dakwaan Subsidair yang diajukan Jaksa Penuntu Umum memang telah terbukti melakukan perbuatan tindak pidana korupsi, yaitu “dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan meyalahgunakan kewenangan, kesempat an atau sarana yang ada padanya” dengan menyalahgunakan dana bantuan sosial yang diberikan kepada Yayasan Cakradonya. Jika dilihat dari segi keadilan hukum, putusan yang dijatuhkan oleh Hakim kepada terdakwa tidak memberikan keadilan hukum, karena putusan yang dijatuhkan tidaklah tepat dan tidak memperhatikan fakta hukum yang ada. Ditinjau dari segi kemanfaatan, putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim kurang memberi manfaat bagi masyarakat maupun pelaku korupsi itu sendiri. Putusan Bebas yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim tentunya tidak memberikan efek jera kepada pelaku itu sendiri dan tidak memberikan efek menakutkan bagi masyarakat. Universitas Sumatera Utara 131

B. Saran