12
Penulisan skripsi ini berdasarkan inisiatif sendiri dengan melihat beberapa kasus
yang sangat
hangat diperbincangkan
oleh masyarakat
Indonesia. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan di Perpustakaan Universitas
Sumatera Utara Departemen Hukum Pidana pada saat pengajuan judul skripsi ini untuk didaftarkan dinyatakan bahwa belum ada tulisan yang sama yang pernah
diangkat dan dibahas oleh para pihak lain. Jadi penulisan ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, obyektif dan terbuka.
Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan
pendekatan dan perumusan masalah. Apabila ditemukan tulisan lain yang memiliki kemiripan dengan skripsi
ini, itu hanya dari segi materi pembahasannya saja, karena semua isi yang ada dalam
skripsi ini
merupakan hasil
dari karya
Penulis yang
dapat dipertanggungjawabkan.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-unsur Tindak Pidana
Para pembentuk
Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana
telah menggunakan perkataan strafbaar feit untuk menyebutkan apa yang dikenal
sebagai “tindak pidana” di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksudkan
dengan perkataan strafbaar feit tersebut.
19
19
PAF. Lamintang, Dasar-dasar Huk um Pidana Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997, hlm. 181.
Universitas Sumatera Utara
13
Pompe menyatakan, strafbaar feit itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma gangguan terhadap tertib hukum yang dengan
sengaja dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum yang terjaminnya
kepentingan umum.
20
Simons telah merumuskan strafbaar feit itu sebagai tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh
seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang yang dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.
Alasan dari Simsons, apa sebabnya strafbaar feit itu harus dirumuskan seperti di atas adalah karena:
21
a. Untuk adanya suatu strafbaar feit diisyaratkan bahwa disitu harus terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh undang-undang,
dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam itu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.
b. Agar sesuatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan di dalam undang-
undang, dan c. Setiap strafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban
menurut undang-undang,
pada hakikatnya
merupakan suatu tindakan
melawan hukum atau merupakan suatu onrechtmatige handeling.
20
Ibid, hlm. 182.
21
Ibid, hlm. 185.
Universitas Sumatera Utara
14
Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yang didefinisikan sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai
ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.
22
Ia tidak menyetujui apabila kata straf diterjemahkan menjadi “hukuman” dan dari kata wordt gestraf diartikan “dihukum”. Selanjutnya ia
mengalternatifkan terjemahan lain, yaitu “pidana” untuk kata straf dan „diancam dengan pidana” untuk kata wordt gestraf. Pertimbangannya adalah apabila kata
straf diartikan “hukuman”, maka kata strafrecht harus mengandung arti
“hukuman-hukuman”.
23
Kata straf dalam penggunaanya akan sangat tergantung dengan situasi dalam kerangka apa istilah tersebut dipergunakan, karena istilah ini tidak
memiliki arti yang pasti. Berikut beberapa penjelasan tentang arti “pidana” dan
“hukum pidana”, berikut ini beberapa kutipan definisi para ahli:
24
a. Mr. W. P. J. Pompe memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan umum mengenai
perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya. b. Moelyatno mengartikan bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan
hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar untuk, menentukan perbuatan mana yang dilarang, kapan, dan bagaimana pengenaan
pidana dilaksanakan.
22
Adami Chazawi, Pelajaran Huk um Pidana Bagian I, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2002 hlm. 71.
23
Waludi, Huk um Pidana Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2003, hlm. 1.
24
Ibid, hlm. 3.
Universitas Sumatera Utara
15
c. Sudarto mendefinisikan bahwa yag dimaksud dengan pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan
perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. d. Roeslan Saleh mengartikan bahwa yang dimaksud dengan pidana adalah
reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik.
Setiap tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada
dasarnya dapat dibagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur-unsur subjektif dan unsur-unsur objektif.
25
Unsur-unsur subjektif itu adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, termasuk ke dalamnya yaitu
segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah:
26
a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan dolus atau culpa. b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang
dimaksud di dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP. c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya dalam
kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain- lain.
d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP.
25
PAF. Lamintang, Op.cit., hlm. 193.
26
Teguh Prasetyo, Huk um Pidana Materiil Jilid I Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005. hlm.94.
Universitas Sumatera Utara
16
Unsur-unsur objektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan yaitu dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan
dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur-unsur objektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah:
27
a. sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid; b.
kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai seorang pegawai negeri” keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas di
dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP; c. kausalitas, yakni hubungan antar sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan
sesuatu kenyataan sebagai akibat. Moeljatno menyatakan suatu perbuatan dapat dikataan sebagai tindak
pidana apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
28
a. Subjek b. Kesalahan
c. Bersifat melawan hukum dari tindakan d. Suatu
tindakan yang
dilarang atau diharuskan oleh undang-undang
perundang-undangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana; e. Waktu, tempat, dan keadaan unsure objektif lainnya.
C.S.T Kansil menyatakan, tindak pidana atau delik ialah tindakan yang mengandung 5 unsur yakni:
29
a. Harus ada suatu kelakuan gedraging;
27
Ibid, hlm. 194.
28
Ibid, hlm. 211.
29
C.S.T. Kansil. Pengantar Ilmu Huk um Dan Tata Huk um Indonesia , Jakarta: PN Balai Pustaka, 1983, hlm. 276.
Universitas Sumatera Utara
17
b. Kelakuan itu harus sesuai dengan uraian undang-undang wattelijke omschrijving;
c. Kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak; d. Kelakuan itu dapat diberatkn kepada pelaku;
e. Kelakuan itu diancam dengan hukuman.
2. Pengertian Putusan Hakim dan Bentuk-bentuk Putusan Dalam Perkara Pidana