56
3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka Pasal 22 jo. Pasal 29,
4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu Pasal 22 jo. Pasal 35,
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu Pasal 22 jo. Pasal 36,
6. Saksi yang membuka identitas pelapor Pasal 24 jo. Pasal 31. Pengaturan mengenai bentuk-bentuk perbuatan korupsi sebagaimana yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 bersifat lebih rinci dibandingkan
pengaturan yang
ada dalam
undang-undang sebelumnya,
berdasarkan penafsiran terhadap ketentuan-ketentuan yang ada dalam Undang undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 maka
tindak pidana korupsi dikategorisasikan menjadi dua, yaitu tindak pidana korupsi dan tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
b. Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korupsi
Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut juga dengan teorekenbaardheid
atau criminal
responsibility yang
menjurus kepada
pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang
terjadi atau tidak. Secara leksikal, kata
“pertanggungjawaban” berasal dari bentuk kata majemuk “tanggungjawab” yang berarti keadaan wajib menanggung segala
Universitas Sumatera Utara
57
sesuatu berupa penuntutan, diperkarakan dan dipersalahkan sebagai akibat sikap sendiri dan orang
lain. Selain itu, kata “tanggungjawab” merupakan kata benda abstrak yang bisa dipahami melalui sikap, tindakan dan prilaku. Setelah bentuk
dasar, kata “tanggungjawab” mendapat imbuhan awalan “per” dan akhiran “an” menjadi “pertanggungjwaban” yang berarti perbuatan bertanggungjawab atau
suatu yang dipertanggungjawabkan.
71
Menurut Romli
Atmasasmita, pertanggungjawaban
pidana crimina
lliability diartikan sebagai suatu kewajiban hukum pidana untuk memberikan pembalasan yang akan diterima pelaku terkait karena orang lain yang dirugikan.
Sedangkan pertanggungjawaban pidana menurut Roeslan Saleh, menyangkut pengenaan pidana karena sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum
pidana. Pertanggungjawaban pidana berkaitan erat dengan perbuatan pidana,
karena perbuatan pidana menentukan sejauh mana seseorang dapat dimintai pertanggungjawabanya. Menurut Moeljatno bahwa seseorang tidak mungkin
dipertanggungjawabkan dijatuhkan pidana apabila kalau dia tidak melakukan perbuatan
pidana. Dengan
demikian bahwa,
pertanggungjawaban pidana
tergantung pada dilakukanya tindak pidana, dalam artian bahwa adanya unsur kesalahan seperti melakukan perbuatan pidana terlebih dahulu, baru seseorang itu
dapat dimintai pertanggungjawaban pidana
.
72
71
Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, hlm.1139.
72
Chairul Huda, Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Pidana dan Pertanggung jawaban Pidana, Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2006 , hlm.26.
Universitas Sumatera Utara
58
Menurut ajaran
dualistis antara
perbuatan pidana
dengan pertanggungjawaban pidana walaupun berkaitan erat haruslah dipisahkan karena
ajaran dualistis beranggapan bahwa unsur pembentuk pidana hanyalah perbuatan. Pada dasarnya tindak pidana adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan yang
padanya dilekatkan sanksi pidana. Dengan demikian, dilihat dari istilahnya, hanya sifat-sifat dari perbuatan saja yang meliputi suatu tindak pidana, sedangkan sifat-
sifat orang yang melakukan tindak pidana tersebut menjadi bagian dari persoalan lain, yaitu pertanggungjawaban pidana.
73
Oleh karena itu berdasarkan ajaran dualistis tersebut maka antara perbuatan pidana dengan pertanggungjawaban
pidana adalah berbeda namun berkaitan erat. Pemisahan antara perbuatan pidana dengan pertanggungjawaban pidana
membawa konsekuensi bahwa belum tentu jika seseorang telah terbukti melakukan perbuatan pidana, dapat dimintai pertanggungjawabannya karena bisa
saja orang yang melakukan perbuatan pidana tidak dapat dimintai pertanggung jawabannya misalnya karena orang tersebut gila, atau mungkin orang tersebut
dipaksa untuk melakukan perbuatan itu. Seseorang dinyatakan bersalah dan kepadanya dapat dimintai pertanggung
jawabnya apabila orang tersebut telah memenuhi 3 elemen, antara lain:
74
1. Kemampuan untuk bertanggungjawab;