7. Profil HLA. Hubungan antara profil HLA dan KNF ditemukan pada pasien KNF di berbagai
negara. Pada etnik Cina, KNF dihubungkan dengan ditemukannya HLA tipe A2 dan Bw46 Chew, 1997; Cottrill dan Nutting, 2003. Penelitian di bagian THT FKUIRSCM
tahun 1997 didapatkan fenotip antigen HLA kelas 1, HLA-A24 dan HLA-B63 untuk kemungkinan faktor penyebab bagi orang Indonesia asli Roezin, 1996; Ahmad,
2002. Penelitian di Medan menemukan alel gen paling tinggi pada penderita KNF suku Batak adalah alel gen HLA-DRB112 dan HLA-DQB0301 dimana alel gen
yang potensial sebagai penyebab kerentanan timbulnya KNF pada suku Batak adalah alel gen HLA-DRB108 Delfitri M, 2007
2.1.4 Gejala Klinik
Dari segi penderita gejala dini KNF tidak khas bahkan lebih banyak menyerupai gejala rhinitis atau sinusitis. Keluhan penderita KNF sering meragukan dan baru jelas
setelah tumor membesar dan stadium sudah lanjut. Kesulitan ini akibat sulitnya pemeriksaan nasofaring Ahmad, 2002.
Gejala yang timbul berhubungan erat dengan lokasi tumor di nasofaring dan derajat penyebaran. Gejala dini sering tidak disadari oleh penderita maupun dokter
sendiri. Gejala yang sering ditemukan : 1. Pembesaran kelenjar leher
Gejala ini paling sering ditemukan dan membawa penderita berkonsultasi dengan dokter, sebagian besar penderita datang dengan pembesaran kelenjar leher baik
unilateral atau bilateral. Pembesaran kelenjar leher ini merupakan penyebaran
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
terdekat secara limfogen dari KNF. Kelenjar limfe retrofaring lateral node of
Rouviere adalah penyaring limfatik pertama akan tetapi tidak dapat diraba.
Pembesaran kelenjar yang agak khas akibat metastasis adalah lokasi pada ujung prosesus mastoideus di belakang angulus mandibula yaitu kelenjar jugulodigastric
dan kelenjar cervical posterior atas dan tengah, kemudian diikuti kelenjar cervical tengah. Tumor biasa teraba keras, tidak nyeri. Dapat terfiksir atau mudah
digerakkan Chew, 1997; Ahmad, 2002; Cottrill dan Nutting, 2003; Thompson, 2005 2. Gejala hidung
Gejala pada hidung dapat merupakan gejala dini KNF akan tetapi gejala ini tidak khas, karena dapat juga dijumpai pada penyakit infeksi biasa seperti rhinitis kronis
atau sinusitis. Gejala dapat berupa ingus yang dinodai darah serta ludah yang bercampur darah saat membersihkan tenggorokan. Perdarahan dapat timbul
berulang-ulang, jumlah sedikit, bercampur ingus sehingga berwarna merah jambu atau terdapat garis-garis darah halus. Epistaksis biasanya dijumpai pada KNF
stadium lanjut dengan atau tanpa erosi dasar tengkorak. Sumbat hidung biasanya gejala pada stadium lanjut. Jika dijumpai pada stadium dini biasanya akibat infeksi
sekunder. Ozaena terjadi akibat nekrosis tumor dan merupakan ciri KNF stadium lanjut. Chew, 1997; Ahmad, 2002; Cottrill dan Nutting, 2003
3. Gejala telinga Dapat berupa gangguan pendengaran seperti tuli hantar, rasa penuh di telinga,
seperti ada cairan, tinitus atau berdenging. Hal ini karena umumnya tumor pertama kali timbul di fossa Rosenmuller dan menyumbat muara tuba Eustachius. Gejala ini
merupakan gejala dini KNF. Otitis media serosa dijumpai pada 41 pasien dari 237
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
pasien KNF yang didiagnosa dini. Jika seorang Cina dewasa datang dengan keluhan ini, seorang ahli THT harus mempertimbangkan kemungkinan KNF Chew,
1997; Ahmad, 2002; Wei, 2006. 4. Gejala neurologis
a. Sindroma petrosfenoidal Gejala timbul akibat perluasan tumor ke intrakranial melalui foramen laserum.
Syaraf kranial yang terlibat berturut-turut adalah : n.VI, n. III, n.IV sedang n. II paling akhir mengalami gangguan. Parese n. II menyebabkan gangguan
visus. Parese n. III menyebabkan kelumpuhan m. levator palpebra dan otot tarsalis superior sehingga menimbulkan ptosis. Parese n. III, IV dan VI akan
menyebabkan gangguan berupa diplopia karena syaraf-syaraf tersebut berperan dalam pergerakan bola mata. Parese n. V akan menimbulkan gejala
parestesi atau hipestesi pada separuh wajah. Apabila semua syaraf grup anterior n. II – n. VI terkena, maka akan timbul gejala : neuralgia trigeminal
unilateral, oftalmoplegi unilateral, serta gejala nyeri kepala hebat yang timbul akibat penekanan tumor pada duramater Sudyartono dan Wiratno, 1996;
Ahmad, 2002 b. Sindroma parafaring
Gejala ini timbul akibat gangguan syaraf kranial grup posterior n. IX, X, XI dan XII karena penjalaran retroparotidean dimana tumor tumbuh ke
belakang masuk ke dalam foramen jugularis dan kanalis nervus hipoglosus. Manifestasi kelumpuhan ialah : n. IX : kesulitan menelan karena hemiparese
m. konstriktor faringeus superior. N. X : gangguan motorik berupa afoni,
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
disfoni, disfagia dan spasme esofagus. Gangguan sensorik berupa nyeri daerah laring dan faring, dyspnoe dan hipersalivasi. N. XI : kelumpuhan atau
atrofi m. trapezius, sternokleidomastoideus serta hemiparese palatum molle. N. XII : hemiparese dan atrofi sebelah lidah. N. VII dan n. VIII jarang terkena
KNF karena letaknya agak tinggi Sudyartono dan Wiratno, 1996; Ahmad, 2002.
5. Gejala akibat metastase jauh. Sel-sel kanker dapat menjalar bersama aliran darah hematogen atau bersama
aliran limfe limfogen mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Metastase jauh dijumpai pada 3-6 penderita saat pertama kali datang, tetapi dapat
berkembang hingga 40 dari penderita KNF. Organ yang sering dikenai adalah tulang 48, diikuti paru 27 dan hati 11. Sumsum tulang jarang terlibat akan
tetapi membawa prognosis yang buruk. Metastase kelenjar limfe diluar leher jarang terjadi dan biasanya timbul pada kasus relaps. Metastase jauh merupakan stadium
lanjut dan KNF dengan prognosis buruk. Chiesa dan Paoli, 2001; Ahmad, 2002; Cottrill dan Nutting, 2003.
2.1.5 Diagnosis