Diagnosis Karsinoma Nasofaring .1 Anatomi Nasofaring

disfoni, disfagia dan spasme esofagus. Gangguan sensorik berupa nyeri daerah laring dan faring, dyspnoe dan hipersalivasi. N. XI : kelumpuhan atau atrofi m. trapezius, sternokleidomastoideus serta hemiparese palatum molle. N. XII : hemiparese dan atrofi sebelah lidah. N. VII dan n. VIII jarang terkena KNF karena letaknya agak tinggi Sudyartono dan Wiratno, 1996; Ahmad, 2002. 5. Gejala akibat metastase jauh. Sel-sel kanker dapat menjalar bersama aliran darah hematogen atau bersama aliran limfe limfogen mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Metastase jauh dijumpai pada 3-6 penderita saat pertama kali datang, tetapi dapat berkembang hingga 40 dari penderita KNF. Organ yang sering dikenai adalah tulang 48, diikuti paru 27 dan hati 11. Sumsum tulang jarang terlibat akan tetapi membawa prognosis yang buruk. Metastase kelenjar limfe diluar leher jarang terjadi dan biasanya timbul pada kasus relaps. Metastase jauh merupakan stadium lanjut dan KNF dengan prognosis buruk. Chiesa dan Paoli, 2001; Ahmad, 2002; Cottrill dan Nutting, 2003.

2.1.5 Diagnosis

Dari sebuah penelitian pada 4768 penderita KNF, gejala yang dikeluhkan pada saat pertama datang adalah benjolan di leher 76, gangguan hidung 73, gangguan telinga 62, sakit kepala 35, penglihatan ganda 11, rasa kebas di wajah 8, penurunan berat badan 7 dan trismus 3. Tanda klinis yang ditemukan saat diagnosa ditegakkan adalah pembesaran kelenjar getah bening leher M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008 75 dan kelainan syaraf kranial 20. Syaraf kranial yang sering terkena adalah syaraf kranial III, V, VI dan XII. Bila secara klinis dicurigai menderita KNF dan tumor tidak terlihat pada pemeriksaan endoskopi, harus dilakukan pencitraan dengan potongan lintang CT Scan atau MRI. Diagnosis pasti KNF ditegakkan melalui biopsi nasofaring yang didukung oleh visualisasi melalui endoskopi atau pencitraan dengan potongan lintang Wei dan Sham, 2005. Jika penderita datang dengan gejala KNF, penderita harus dievaluasi secara klinis adanya tanda-tanda fisik KNF kelenjar limfe leher, cairan di telinga tengah, keterlibatan syaraf kranial. Anamnesa lengkap, terutama gejala neurologi dan keluhan yang menyarankan adanya metastase jauh sangat penting untuk ditanyakan kepada penderita. Karena radioterapi adalah terapi utama sangat penting untuk menanyakan faktor-faktor yang berpotensi terjadinya komplikasi yaitu riwayat radiasi sebelumnya, merokok, alkohol, gizi buruk dan kelainan gigi Cottrill dan Nutting, 2003; Wei, 2006. Pemeriksaan yang dianjurkan untuk penderita KNF : Untuk seluruh penderita : - Nasofaringoskopi langsung dan biopsi pada tumor primer - Pemeriksaan darah - Profil biokimia termasuk tes fungsi hati dan laktat dehidrogenase LDH - Serologi virus Epstein-Barr IgA anti VCA, IgA anti EA - X-ray dada - CT resolusi tinggi dengan kontras intravena atau scan MRI pada fossa cranii media, nasofaring, sinus paranasal, leher dan inlet dada - Orthopantomogram Cottrill dan Nutting, 2003. M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008 Untuk penderita dengan keterlibatan kelenjar limfe lanjut N3 atau diduga adanya metastase jauh : - Scan tulang dan radiografi polos pada daerah yang abnormal atau daerah yang menunjukkan gejala. - Scan ultrasound hati Cottrill dan Nutting, 2003. Pemeriksaan penunjang : - Audiometri jika ada indikasi klinis atau pada pemberian kemoterapi platinum - Bersihan kreatinin atau bersihan EDTA pada pemberian kemoterapi platinum Cottrill dan Nutting, 2003. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik harus diarahkan ke cavum nasi dan nasofaring. Pemeriksaan tidak langsung daerah nasofaring dapat dilakukan dengan cermin rinoskopi posterior, tetapi variasi anatomi pada penderita akan menganggu evaluasi yang adekwat pada daerah nasofaring. Rinoskopi posterior juga dibatasi oleh refleks faring, kerjasama penderita dan ketidakmampuan membuka mulut. Akan tetapi, pemeriksaan dengan cermin masih tetap cara tercepat untuk menilai nasofaring. Dengan bantuan nasoendoskopi kaku atau nasoendoskopi fleksibel dapat dilihat perluasan tumor primer, yang dapat tumbuh eksofitik, atau tampak hanya berkurangnya batas dari fossa Rosenmuller. Perluasan ke palatum mole, dinding faring dan orofaring harus dilihat dengan inspeksi dan palpasi. Bukti adanya defisit syaraf kranial dapat dilihat dari paralise dan atrofi palatum atau lidah. Evaluasi lengkap syaraf kranial lainnya harus M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008 dilakukan pemeriksaan visual dan pemeriksaan membran timpani Chew, 1997; Cottrill dan Nutting, 2003; Wei, 2006 Biopsi nasofaring Konfirmasi pasti diagnosa KNF diperoleh dengan hasil biopsi positif yang diambil dari tumor di nasofaring. Prosedur standar adalah biopsi transnasal dengan panduan endoskopi. Teleskop kaku Hopkins 0° dan 30° memberikan pandangan yang baik dari nasofaring. Jika terdapat deviasi septum, endoskop 70° dimasukkan melalui cavum nasi yang berlawanan dapat memberikan visualisasi tumor yang adekwat. Endoskop 70° yang dimasukkan di belakang palatum molle dapat memberikan visualisasi atap nasofaring dan kedua muara tuba Eustachius. Endoskop kaku tidak mempunyai jalur penghisap atau jalur biopsi. Darah dan mukus yang menutupi tumor harus dibuang dengan penghisap terpisah untuk mendapatkan pandangan yang jelas pada daerah patologis. Forsep biopsi harus dimasukkan bersebelahan dengan endoskop untuk mendapatkan biopsi tumor dibawah pandangan langsung Chew, 1997; Cottrill dan Nutting, 2003; Wei, 2006. Endoskop fleksibel memberikan pemeriksaan yang teliti pada seluruh nasofaring, walau dimasukkan melalui satu sisi cavum nasi. Ujungnya dapat bermanuver di belakang septum nasi ke sisi sebelah. Endoskop ini memiliki jalur penghisap dan forsep biopsi dapat dimasukkan melaluinya untuk mengambil biopsi tumor dibawah pandangan langsung. Walaupun demikian, gambaran visual yang diperoleh dari endoskop fleksibel kurang baik dibandingkan endoskop kaku dan ukuran forsep biopsi kecil, sehingga pengambilan jaringan tidak optimal Cottrill dan Nutting, 2003; Wei, 2006 M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008 Pada beberapa keadaan seperti : keadaan umum kurang baik, penderita tidak kooperatif, faring terlalu sensitif, trismus atau pada anak, dilakukan eksplorasi nasofaring dimana selain dilakukan biopsi, juga dilakukan kuretase daerah nasofaring. Hal ini juga dilakukan pada penderita yang telah dilakukan biopsi dengan anestesi lokal tetapi tidak menunjukkan hasil positif sedangkan gejala dan tanda yang ditemukan menunjukkan ciri KNF Ahmad, 2002. Pada kasus KNF yang tidak dapat dikonfirmasi dengan biopsi endoskopi konvensional, dapat dilakukan biopsi aspirasi jarum halus di nasofaring. Tumor yang terletak dalam yang tidak dapat diambil dengan biopsi konvensional dapat dicapai oleh biopsi aspirasi jarum halus dengan hasil yang cukup akurat Lubis, 1993. Biopsi nasofaring tetap dilaksanakan walaupun tumor primer tidak terlihat di nasofaring pada keadaan : 1. Limfadenopati kelenjar leher akibat metastase tumor ganas. 2. Pareseparalise unilateral n.IV dan n.VI dengan sebab yang tidak jelas. 3. Asimetri nasofaring pada CT scan. 4. Terdapat 2 dari 3 gejala yaitu gejala telinga, gejala hidung dan gejala neurologis Ahmad, 2002. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan foto polos dapat menilai destruksi tulang dan massa jaringan lunak yang menutupi jalan nafas atas. Akan tetapi teknik ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah dan hanya sedikit memberikan keterangan tentang invasi dan perluasan tumor Ahmad, 2002; Wei dan Sham, 2005. M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008 Pemeriksaan fisik termasuk endoskopi dapat memberikan informasi yang bernilai mengenai keterlibatan mukosa dan perluasan tumor ke hidung dan orofaring, tetapi tidak dapat menilai perluasan ke dalam, erosi dasar tengkorak, atau penyebaran intrakranial, kecuali terdapat gejala dan tanda ekstensi yang luas melalui jalur tersebut Wei dan Sham, 2005. Pencitraan potong lintang telah meningkatkan efektivitas terapi pada penderita KNF. Pencitraan tumor primer yang sesuai sangat penting bukan hanya untuk menentukan stadium tetapi juga untuk perencanaan radioterapi yang akurat. Dalam menentukan stadium, CT dapat mengidentifikasi penyebaran paranasofaring yaitu jenis penyebaran yang paling sering pada KNF, dan dapat menunjukkan penyebaran perineural melalui foramen ovale yang merupakan jalur penyebaran intrakranial yang penting. Penyebaran perineural melalui foramen ovale juga diperhitungkan sebagai bukti CT adanya keterlibatan sinus kavernosa tanpa erosi dasar tengkorak Cottrill dan Nutting 2003; Wei dan Sham, 2005 MRI lebih baik dari CT dalam memperlihatkan jaringan lunak nasofaring superfisial atau dalam dan untuk membedakan tumor dengan jaringan lunak. MRI juga lebih sensitif untuk menilai metastase kelenjar retrofaring dan kelenjar leher dalam. Akan tetapi MRI kemampuannya terbatas dalam detail tulang dan CT harus dilakukan bila status dasar tengkorak tidak dapat ditentukan dengan jelas oleh MRI. Dalam penentuan stadium, MRI dapat mendeteksi infiltrasi tumor ke sumsum tulang, dimana CT tidak dapat mendeteksinya kecuali dijumpai erosi tulang yang terlibat. Infiltrasi ke sumsum tulang dihubungkan dengan peningkatan resiko metastase jauh. Pada suatu studi komparatif, lebih banyak penderita KNF didapati dengan stadium lebih tinggi M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008 dengan pemeriksaan CT dibandingkan MRI Cottrill dan Nutting 2003; Wei dan Sham, 2005. Deteksi metastase jauh saat diagnosa dengan radiografi konvensional, CT dan MRI biasanya tidak berhasil. Beberapa laporan telah menyimpulkan bahwa scan tulang, scintigrafi hati, ultrasonografi abdominal dan biopsi sumsum tulang memiliki nilai yang kecil dalam pemeriksaan stadium rutin dan direkomendasikan untuk tidak digunakan Wei dan Sham, 2005. Saat digunakan untuk memonitor kondisi penderita setelah terapi, baik CT dan MRI memiliki sensitivitas rendah dan spesifisitas sedang dalam mendeteksi rekurensi tumor, walaupun secara umum MRI lebih baik dari CT dalam menunjukkan rekurensi tumor dan komplikasi post radiasi Wei dan Sham, 2005. Pemeriksaan Serologi Virus Epstein-Barr dapat mempengaruhi manusia dalam berbagai bentuk. Virus ini dapat menyebabkan infeksi mononukleosis dan juga berhubungan dengan limfoma Burkitt dan KNF. VEB tergolong virus herpes dan antigen spesifik VEB dapat dikelompokkan menjadi antigen replikatif awal, antigen fase laten dan antigen akhir. Pada pasien KNF, antibodi imunoglobulin A IgA memberikan respon terhadap early antigen EA dari kelompok pertama, dan viral capsid antigen VCA dari kelompok ketiga memiliki nilai diagnostik. Keduanya juga berperan dalam skrining bagi penderita KNF asimtomatik pada populasi resiko tinggi. IgA anti VCA lebih sensitif tetapi kurang spesifik dibandingkan IgA anti EA. Walau kurang spesifik, peninggian LDH serum juga berhubungan dengan metastase Ahmad, 2000; Cottrill dan Nutting, 2003; Wei, 2006. M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

2.1.6 Histopatologi dan Stadium

Dokumen yang terkait

Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Pada Karsinoma Hidung Dan Sinus Paranasal

3 55 106

Vascular Endothelial Growth Factor pada Karsinoma Nasofaring

0 47 7

Hubungan Ekspresi Imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs) dengan Tipe Histopatologi dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

0 0 18

Hubungan Ekspresi Imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs) dengan Tipe Histopatologi dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

0 0 2

Hubungan Ekspresi Imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs) dengan Tipe Histopatologi dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

0 0 5

Hubungan Ekspresi Imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs) dengan Tipe Histopatologi dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

0 0 23

Hubungan Ekspresi Imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs) dengan Tipe Histopatologi dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

0 0 3

Hubungan Ekspresi Imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs) dengan Tipe Histopatologi dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

0 0 13

Hubungan antara Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dengan Karakteristik Klinikopatologik Karsinoma Payudara Duktal Invasif

0 1 6

Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor dan Peningkatan Microvessel Density pada Karsinoma Nasofaring Tidak

0 0 6