Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1. Kerangka Teori

ditemukan judul tesis tentang “Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek FPJP Dalam Mengatasi Krisis Perbankan Studi Perbandingan Pemberian Bantuan Likuiditas BI-BLBI” atas nama Nia Avenasari, NIM: 077005085, fokus permasalahannya yakni mekanisme bank yang dikategorikan dalam masalah likuiditas, persyaratan pemberian BLBI dan FPJP, dan hubungan BI dengan pemerintah dalam hal pemberian bantuan likuiditas. Perbedaannya bahwa penelitian ini difokuskan kepada pengaturan pemberian kredit jangka pendek dalam sistim perbankan, penanganan Bank Century oleh BI melalui pemberian kredit jangka pendek, dan membahas faktor-faktor pertimbangan BI memberikan kredit jangka pendek kepada bank. Berdasarkan perbedaan perumusan masalah antara kedua penelitian di atas, maka penelitian ini dapat dikatakan memiliki keaslian, dan jauh dari unsur plagiat serta sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu kejujuran, rasional, objektif, dan terbuka sesuai dengan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1. Kerangka Teori

Diawali dari abad XIX, manusia semakin sadar akan kemampuannya untuk mengubah keadaan dalam segala bidang. 19 19 http:tubiwityu.typepad.comblog201002teori-hukum.html, diakses tanggal 17Maret 2011. Muncul berbagai teori pada abad XIX yang banyak memberikan kontribusi dalam ilmu hukum. Penganut positivisme Universitas Sumatera Utara berpandangan bahwa teori hukum merupakan kelanjutan dari usaha untuk mempelajari hukum positif. Para penganut positivisme menggunakan hukum positif sebagai bahan kajian dengan telaah filosofis sebagai salah satu sarana bantuan untuk menjelaskan tentang hukum. Penganut paham positivisme ini antara lain adalah H.L.A Hart, John Austin, Jeremy Bentham, Rudolph von Jhering, dan John Stuart Mill. Jeremy Bentham, Rudolph von Jhering, dan John Stuart Mill adalah para penganut teori positivisme yang utilitarian utilitarianisme. Prinsip utilitarian menyatakan bahwa: ”An action is right from an ethical point of view if and only if the sum total of utilities produceed by that act is greater than the sum total of utilities produced by any other act the agent could have performed in its place.” 20 Rudolph von Jhering sering disebut sebagai “social utilitarianism”. Rudolph von Jhering mengembangkan segi-segi positivisme dari John Austin dan menggabungkannya dengan prinsip-prinsip utilitarianisme dari Jeremy Bentham dan John Stuart Mill. Rudolph von Jhering memusatkan perhatian filsafat hukumnya kepada konsep tentang “tujuan”, seperti dikatakannya bahwa tujuan hukum merupakan tujuan dari penciptanya, tidak ada suatu peraturan hukum yang tidak Terjemahan bebas: Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika jumlah total utilitas yang dihasilkan dari tindakan tersebut lebih besar dari jumlah utilitas total yang dihasilkan oleh tindakan lain yang dilakukan. 20 Manuel G. Velasquez, Business Ethics: Concepts and Cares, Fifth Edition, New Jersey: Pearson Education Inc, 2002, hal. 76. Universitas Sumatera Utara memiliki asal-usulnya pada tujuan dari pencipta, yaitu pada motif yang praktis. Menurutnya hukum dibuat dengan sengaja oleh manusia untuk mencapai hasil-hasil tertentu yang diinginkan. Rudolph von Jhering mengakui bahwa hukum itu mengalami suatu perkembangan sejarah, tetapi menolak pendapat para teoritisi aliran sejarah, bahwa hukum itu tidak lain merupakan hasil dari kekuatan-kekuatan historis murni yang tidak direncanakan dan tidak disadari. Hukum terutama dibuat dengan penuh kesadaran oleh negara dan ditujukan kepada tujuan tertentu. 21 John Stuart Mill berpendapat hampir sama dengan Jeremy Bentham, yaitu bahwa tindakan itu hendaklah ditujukan kepada tercapainya kebahagiaan. Standar keadilan hendaknya didasarkan kepada kegunaannya. Pandangan Rudolph von Jhering dikritik oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill, mereka berpandangan bahwa “asal usul kesadaran akan keadilan itu tidak ditemukan pada kegunaan, melainkan pada dua sentimen, yaitu rangsangan untuk mempertahankan diri dan perasaan simpati”. Menurut John Stuart Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri, maupun oleh siapa saja yang mendapatkan simpati itu. Perasaan keadilan akan memberontak terhadap kerusakan, penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan individual, melainkan lebih luas dari itu, sampai kepada orang-orang lain yang disamakan dengan diri sendiri. Hakikat keadilan sebenarnya, mencakup semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia. 22 21 Ibid., hal. 70. 22 Ibid., hal. 71-72. Universitas Sumatera Utara Teori utilitarisme yang terkenal, pertama kalinya dikembangkan oleh Jeremy Bentham 1748-1832 dalam karya tulisannya berjudul “An Introduction to the Principles of Morals and Legislation” menjelaskan bahwa suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau hanya mendatangkan manfaat bagi orang sebanyak mungkin. Postulat dari Bentham yang selalu dikenang, yakni bahwa mereka diharapkan mampu memaksimalkan kebahagiaan terbesar bagi sebanyak mungkin orang. 23 Utilitarisme menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai baik atau buruk. Kualitas moral suatu perbuatan dikatakan baik atau buruk bergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. 24 Postulat Bentham yang terkenal adalah “the greatest good for the greatest number” artinya jika suatu perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar, paling memajukan kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah baik. Postulat Bentham di atas dapat dipahami sebaliknya, jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian dari pada manfaat, perbuatan itu harus dinilai buruk. 25 Utilitarian Bentham memusatkan pandangannya tentang kebahagiaan. Ada tiga karakteristik utama dari basis filsafat moral dan politik Bentham: the greatest happiness principle, universal egoism, dan the artificial identification of one’s 23 Ian Saphiro, Asas Moral Dalam Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia bekerja sama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat dan Freedom Institute, 2006, hal. 13. Karyanya Jeremy Bentham Introduction to the Principles of Morals and Legislation, pertama kali diterbitkan tahun 1789 adalah karya klasik yang menjadi rujukan locus classicus tradisi utilitarian. Utilitarisme berasal dari kata Latin “utilis” yang berarti “manfaat”. 24 A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Yogyakarta: Kanisius, 1998, hal. 93-94. 25 Erni R. Ernawan, Business Ethics: Etika Bisnis, Bandung: Alfabeta, 2007, hal. 93. Universitas Sumatera Utara interests with those of others. Semua karakteristik ini disebutkan dalam karya- karyanya, terutama dalam Introduction to the Principles of Morals and Legislation, dimana Bentham berfokus pada pengartikulasian prinsip rasional yang akan menunjukkan sebuah basis dan petunjuk untuk reformasi hukum, sosial dan moral. Filsafat moral Bentham merefleksikan apa yang disebutnya dengan “the greatest happiness principle” atau “prinsip utilitas”. Meskipun Bentham berhubungan dengan prinsip ini, namun teorinya itu tidak hanya mengacu pada kegunaan benda-benda atau tindakan, tetapi lebih jauh lagi pada benda atau tindakan yang membawa kebahagiaan umum. Khususnya kewajiban moral yang menghasilkan the greatest amount of happiness for the greatest number of people, kebahagiaan yang ditentukan dengan adanya kenikmatan dan hilangnya kesakitan atau penderitaan. Bentham menulis, “By the principle of utility is meant that principle which approves or disapproves of every action whatsoever, according to the tendency which it appears to have to augment or diminish the happiness of the party whose interest is in question: or, what is the same thing in other words, to promote or to oppose that happiness?”, artinya terjemahan bebas: dengan prinsip utilitas berarti bahwa prinsip yang menyetujui atau tidak menyetujui setiap tindakan apapun, sesuai dengan kecenderungan yang tampaknya harus menambah atau mengurangi kebahagiaan Universitas Sumatera Utara pihak lain, namun pertanyaan selanjutnya adalah apa hal yang sama dengan itu untuk mempromosikan atau untuk menentang kebahagiaan? 26 Berdasarkan tulisan Bentham di atas menunjukkan bahwa hal ini berlaku untuk “setiap tindakan secara keseluruhan” yang tidak memaksimalkan the greatest happiness seperti pengorbanan yang menyebabkan kesengsaraan secara moral adalah tindakan yang salah tidak seperti usaha pengartikulasian pada hedonisme universal, pendekatan Benthamis lebih naturalistik. Filsafat moral Bentham, secara jelas merefleksikan pandangan psikologis bahwa motivator utama dalam diri manusia adalah kenikmatan dan kesengsaraan. Bentham menerima bahwa versinya dari prinsip utilitarian adalah sesuatu yang tidak memasukkan bukti langsung, tetapi Bentham mencatat bahwa hal tersbut bukanlah sebuah masalah sebagaimana prinsip penjelasan yang tidak menunjukkan penjelasan apapun dan semua penjelaan harus dimulai pada suatu tempat. Karena itulah tidak menjelaskan mengapa kebahagiaan lain atau kebahagiaan umum harus dihitung. Dorongan teori Bentham karena pertanyaan yang sering muncul dibenaknya yaitu, mengapa kita harus peduli dengan kebahagiaan orang lain?. Bentham memandang moral harus dikedepankan. Moral biasanya mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Moralisme hukum paling baik dipahami sebagai pola alami institusional, yakni pola dari upaya untuk membuat nilai-nilai menjadi efektif untuk memberikan arahan bagi tingkah laku manusia. Moral dilegalisasi ketika ideal-ideal kebudayaan diidentikkan dengan suatu gambaran 26 Magnis Suseno, Pijar-Pijar Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 2005, hal. 78. Universitas Sumatera Utara pasti mengenai tatanan sosial. Sehingga moralisme hukum bergerak ke arah hukum punitif, yakni dengan memasukkan suatu kecendrungan untuk memberi sanksi ke dalam proses hukum. 27 Sehubungan dengan teori Bentham di atas, dalam melihat keadilan, John Rawls mengatakan: 28 Keadilan tidak membiarkan pengorbanan yang dipaksakan pada segelintir orang diperberat oleh sebahagian besar keuntungan yang dinikmati banyak orang sebab, dalam masyarakat yang adil kebebasan warga negara dianggap mapan hak-hak yang dijamin oleh keadilan tidak tunduk pada tawar-menawar politik atau kalkulasi kepentingan sosial. Satu-satunya hal yang mengijinkan kita menerima teori yang salah adalah karena tidak tidak adanya teori yang lebih baik, secara analogis, ketidakadilan bisa dibiarkan hanya ketika ia butuh menghindari ketidakadilan yang lebih besar. Sebagai kebijakan utama umat manusia, kebenaran dan keadilan tidak bisa diganggu gugat. Menurut Teori John Rawls di atas, keadilan adalah kebijakan utama dalam institusi sosial, sebagaimana kebenaran dalam sistim pemikiran. Suatu teori betapapun elegan dan ekenomisnya, harus ditolak atau direvisi jika teori itu tidak benar. Demikian juga hukum dan institusi, tidak peduli betapapun efisien dan rapinya, harus direformasi atau dihapuskan jika teori itu dianggap tidak adil. Setiap orang memiliki kehormatan yang berdasar pada keadilan sehingga seluruh masyarakat sekalipun tidak bisa membatalkannya. Atas dasar ini keadilan menolak 27 Rafael Edy Bosco, Hukum Responsif Pilihan di Masa Kini, Jakarta: Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis-Hu Ma, hal. 39. 28 John Rawls, diterjemahkan oleh: Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, A Theory of Justice: Teori Keadilan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, hal. 4. Universitas Sumatera Utara jika lenyapnya kebebasan bagi sejumlah orang dapat dibenarkan oleh hal lebih besar yang didapatkan orang lain. 29 John Rawls dalam mengungkapkan teori keadilan, bersandarkan kepada teori- teori kemanfaatan dimana semua orang bebas menggunakan prinsip-prinsip keadilan yang disebutnya dengan full theory of the good. Teori keadilan dipandang oleh John Rawls dari sudut manfaat lebih menekankan kepada hal-hal yang rasionalitas dengan menitikberatkan pada ”keadilan sebagai fairness” artinya konsep hak adalah paling tertinggi dan harus lebih didahulukan daripada konsep tentang manfaat. John Rawls pun memadukan kedua konsep ini dengan menyesuaikan antara keadilan dan kemanfaatan yang disebutnya sebagai “kongruensi”. 30 Budaya hukum legal culture tidak hanya memandang hukum an sich atau hukum adalah hukum. Pandangan hukum an sich dalam konteks pranata hukum yang didasarkan pada teori hukum untuk mencari pranata hukum yang tepat dan efektif. Agar hukum yang menanggulangi masalah hukum menjadi bermakna, maka pranata hukum harus dimuat unsur moral. Sebab, hukum yang bermuatan moral sesuai dengan rasa keadilan. Hal ini sejalan dengan tujuan teori keadilan yang diungkapkan John Rawls dengan cara memasukkan moral ke dalam struktur hukum dalam mencapai keadilan. Berdasarkan teori-teori Bentham dan teori John Rawls di atas, dapat memberi pemahaman bahwa sesuatu adalah baik jika membawa manfaat, tetapi manfaat itu 29 Ibid., hal. 3-4. 30 Ibid., hal. 513-517. Universitas Sumatera Utara harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan yang harus dipertimbangkan sebagai manfaat rasional. Oleh sebab itu, utilitarianism tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis. Konsep pemikiran utilitarisme utilitarianism untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Perbuatan yang mengakibatkan paling banyak orang merasa senang dan puas adalah perbuatan yang terbaik. 31 Dunia perbankan menyangkut anasir-anasir kepentingan umum dalam arti pihak-pihak tertentu tidak diperkenankan untuk mendahulukan kepentingan pribadi karena terkait adanya hak-hak bersifat umum di dalamnya. Teori menyangkut kepentingan umum berpandangan, bahwa orang tidak boleh menyimpang dari hal-hal yang umum atau pendapat umum. Pendapat umum dimaksud adalah doktrin-doktrin dari para ahli hukum communis opinio doctorum melainkan juga harus melibatkan pendapat selain pendapat para ahli hukum misalnya ahli perbankan dan masyarakat. Hal ini dimaksudkan dalam pembentukan pengaturan perbankan di Indonesia untuk melindungi kepentingan-kepentingan umum. Hal ini dapat dipahami dari alasan diberikannya bantuan likuiditas pada bank-bank yang masih mungkin diselamatkan misalnya melalui pemberian dana jangka pendek untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan di samping membentuk Lembaga Penjamin Simpanan LPS untuk menjamin simpanan nasabah. 32 31 K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta: Kanisius, 2000, hal. 66. 32 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006, hal. 16. Universitas Sumatera Utara Teori-teori utilitarianisme mengedepankan kepentingan umum yang dalam hal ini difokuskan kepada peran Bank Inodneisa selanjutnya ditulis BI mengemban berbagai kepentingan umum yakni kepentingan masyarakat nasabah pada bank- bank yang berada di bawah pengawasan BI. Bank-bank di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1972 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Kegiatan perbankan diawasi dan dikontrol oleh BI melalui regulasi yang dikeluarkan oleh BI dimana BI berkedudukan sebagai bank sentral. 33 Bank sentrak bertujuan untuk menjamin keberhasilan dalam memelihara stabilitas nilai mata uang negara dengan negara lain. Bank sentral yang memiliki kedudukan yang independen. 34 Dasar hukum BI adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI UU No.23 Tahun 1999 yang diundangkan pada tanggal 17 Mei 1999, kemudian pada tanggal 15 Januari 2004 ditetapkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang BI sebagai perubahan pertama atas UU No.23 Tahun 1999. Pada tanggal 13 Januari 2009, Pemerintah Republik Indonesia mengundangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI Menjadi Undang-Undang UUBI. 33 Geoffrey P. Miller, “An Interest-Group Theory of Central Bank Independence, Journal of Legal Studies, Vol. XXVII, Tahun 1998, hal. 449. 34 Rosa Maria Lastra and Geoffrey P. Miller, Central Bank Independence in Ordinary and Extraordinary Times dalam Jan Kleinman ed, Central Bank Independence, The Economic Foundations, the Constitutional Implications and Democratic Accoutability, Kluwer: International, 2001, hal. 40. lihat juga: Agunan P. Samosir, ”Analisis Kinerja Bank Mandiri Setelah Merger dan Sebagai Bank Rekapitalisasi”, Makalah, Peneliti pada PSPK, BAF, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Kajian Ekonomi dan Keuangan, Jakarta, 2003, hal. 1. Universitas Sumatera Utara Bank Sentral adalah suatu lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistim pembayaran, mengatur dan mengawasi sistim perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai the lender of the last resort LoLR yakni sebagai lembaga pemberi pinjaman terakhir. 35 Bank Sentral dalam pengertian lain adalah suatu bank yang berfungsi sebagai pengatur bank-bank yang ada dalam suatu negara tertentu. Bank Sentral hanya ada satu di setiap negara dan mempunyai kantor yang hampir ada di setiap provinsi, Bank Sentral yang ada di Indonesia adalah BI. 36 BI dalam kedudukannya sebagai badan hukum publik yaitu sebagai salah satu lembaga negara selain mempunyai wewenang dalam mengelola kekayaan sendiri yang terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN, juga berwenang untuk menetapkan peraturan dan mengenakan sanksi dalam batas kewenangannya. Dengan demikian sebagai lembaga negara, BI merupakan lembaga independen yang bidang tugasnya berada di luar Pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya, kecuali yang telah tegas diatur dalam UUBI. 37 BI mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam UU BI. Pihak luar tidak 35 Chatamarrasjid Ais, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, hal. 49. 36 Ismail, Manajemen Perbankan, Dari Teori Menuju Aplikasi, Jakarta: Kencana, 2010, hal. 13. 37 http:www.bi.go.idwebid, diakses tanggal 25 Februari 2011. Universitas Sumatera Utara dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas BI, dan BI juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Status dan kedudukan yang khusus diberikan kepada BI agar BI dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien. 38 Kemandirian BI menyebabkan pihak lain dilarang untuk melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas BI, namun, sebaliknya BI wajib pula menolak danatau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun. Akan tetapi dalam kemandiriannya itu, BI tetap berkewajiban menyampaikan informasi kepada masyarakat luas secara terbuka, menyampaikan laporan secara tertulis kepada Presiden dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat DPR. Laporan keuangan BI wajib diperiksa oleh BPK. Tujuan tunggal BI yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal BI dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai BI serta batas-batas tanggung jawabnya. 39 38 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan Keempat Edisi Revisi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010, hal. 243. Lihat Juga: Ismail, Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi, Op. cit., hal. 13-15. BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya, yaitu: menetapkan dan mekaksanakan kebijakan moneter, 39 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, Bandung: Mandar Maju, 2008, hal. 77. Universitas Sumatera Utara mengatur dan menjaga kelancaran sistim pembayaran, dan mengatur dan mengawasi bank-bank di bawahnya. Ketiga bidang tugas tersebut diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien. Bidang tugas termasuk di dalamnya dalam hal penyaluran kredit terhadap bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Sebagaimana dalam Pasal 11 ayat 1 UUBI, ditentukan bahwa, “BI dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 sembilan puluh hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bank yang bersangkutan”. Penyaluran kredit terhadap bank-bank dimaksudkan kepada bank yang bermasalah dalam hal kesulitan likuiditas dimana bank terkait tidak mampu memenuhi seluruh kewajibannya untuk melunasi hutang-hutangnya, maka dalam hal ini BI dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit jangka pendek melalui Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek FPJP.

2. Landasan Konsepsional