Dana Alokasi Umum DAU

Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009

2.4.2 Faktor Nonekonomi

Faktor nonekonomi bersama-sama faktor ekonomi saling mempengaruhi kemajuan perekonomian. Faktor nonekonomi seperti organisasi sosial, budaya dan politik mempengaruhi faktor ekonomi. Oleh karena itu faktor nonekonomi juga memiliki arti penting di dalam pertumbuhan ekonomi. Menurut Nurkse, ”pembangunan ekonomi berkaitan dengan peranan manusia, pandangan masyarakat, kondisi politik, dan latar belakang historis.” Di dalam pertumbuhan ekonomi, faktor sosial, budaya, politk dan psikologis sama pentingnya dengan faktor ekonomi. Sebagaimana dikemukakan Profesor Kaldor, pengkajian terhadap dinamika pertumbuhan ekonomi, di luar analisa faktor ekonomi, membawa kita kepada pengkajian terhadap unsur-unsur tertentu yang bersifat psikologis dan sosiologis dalam faktor-faktor ini.

2.5 Dana Alokasi Umum DAU

Sebagaimana telah diketahui, bahwa dana alokasi umum DAU merupakan komponen terbesar dari dana perimbangan dalam APBN. Total DAU hampir mencapai 75 dari total dana perimbangan. Berdasarkan ketentuan dalam undang- undang otonomi daerah, DAU ditetapkan minimal 25 dari penerimaan dalam negeri APBN setiap tahun. Dijelaskan lebih lanjut bahwa, 90 dari 25 DAU tersebut dialokasikan kepada seluruh kabupaten-kota. Sedangkan sisanya 10 dari 25 DAU dialokasikan untuk pemerintah tingkat propinsi. Semakin besar jumlah penerimaan Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009 dalam negeri dalam APBN, maka semakin besar jumlah DAU untuk daerah dan sebaliknya. Kebijakan DAU merupakan instrumen penyeimbang fiskal antar daerah. Sebab tidak semua daerah mempunyai struktur dan kemampuan fiskal yang sama. Ketidakseimbangan antara struktur dan kemampuan fiskal ini terjadi karena masing-masing daerah memiliki perbedaan luas wilayah, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, potensi sumber daya, kondisi dan kekayaan alam, dll. Oleh sebab itu DAU, sebagai bagian dari kebijakan transfer fiskal dari pusat ke daerah, berfungsi sebagai faktor pemerataan fiskal antara daerah-daerah serta memperkecil kesenjangan kemampuan fiskal atau keuangan daerah. Kesenjangan fiskal antar daerah hingga saat ini masih relatif besar. Hal ini juga disebabkan oleh kebutuhan fiskal daerah relatof lebih besar dibandingkan dengan kemampuan atau kapasitas fiskal daerah, seperti kemampuan PAD. Dengan kata lain, besarnya DAU suatu daerah adalah total kebutuhan daerah dikurangi dengan total potensi ekonomi daerah yang bersangkutan. Sesuai dengan penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah, maka propinsi dan kabupaten-kota masing-masing memperoleh DAU yang jumlahnya berbeda-beda sesuai dengan kapasitas fiskal atau nilai bobot tiap-tiap daerah. Bobot daerah ditentukan berdasarkan hasil kajian empiris dengan memperhitungkan variabel- variabel yang relevan. Kebutuhan suatu daerah otonom dapat dicerminkan dari variabel-variabel, yakni jumlah penduduk, tingkat pendapatan penduduk dengan memperlihatkan persentase penduduk miskin, luas wilayah, dan keadaan geografis. Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009 Dengan kata lain, bobot daerah adalah proporsi kebutuhan DAU suatu daerah dengan total kebutuhan DAU seluruh daerahnya. Ada daerah yang beranggapan bahwa DAU merupakan hibah yang diberikan pusat kepada daerah tanpa adanya pengembalian. Daerah lain mengartikan bahwa DAU tidak perlu dipertanggung jawabkan karena DAU merupakan konsekuensi dari penyerahan kewenangan atau tugas-tugas umum pemerintahan ke daerah. Sementara daerah lainnya beranggapan bahwa DAU harus dipertanggung jawabkan, baik pada masyarakat lokal maupun ke pusat, karena DAU berasal dari dana APBN. Terlepas dari adanya dugaan penyimpangan DAU, daerah daerah memiliki penafsiran sendiri- sendiri mengenai otonomi daerah, termasuk implementasinya. Maka yang muncul adalah semangat memungut yang berlebihan di daerah-daerah. Maka tidak heran pula jika dalam pengalokasina DAU timbul berbagai akses dan persoalan, khususnya menyangkut sistem pembagian. Sebagian daerah merasa kekurangan dana dan berusaha meminta tambahan alokasi. Keberhasilan penggunaan DAU banyak bergantung pada sejauhmana masing- masing pemda mampu mengelola DAU dengan benar dan tepat sesuai prioritas kebutuhan masing-masing daerah. Tanpa ada skala prioritas kebutuhan pengeluaran, maka bukan tidak mungkin terjadi pemborosan dana DAU untuk hal-hal yang tidak produktif atau tidak bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Merupakan awal yang tidak baik jika pada permulaan implementasi otonomi daerah, Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009 ada pejabat pemerintah daerah yang memanfaatkan peluang untuk memperkaya diri atau kelompoknya melalui dana DAU atau dana bagi hasil. Dugaan penyimpangan DAU oleh daerah merupakan suatu indikasi yang dapat berakibat fatal bagi masa depan otonomi daerah. Dampak negatif dapat dilihat dari kecendrungan menurunnya kualitas pelayanan publik atau terjadinya stagnasi pembangunan di daerah-daerah.

2.6 Dana Alokasi Khusus DAK