Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
diberikannya otonomi keuangan daerah yang relatif luas sehingga daerah mampu menggali sumber-sumber keuangannya sendiri dan memanfaatkannya dengan
optimal. Hal ini juga diperkuat dengan fakta bahwa hanya 38.8 penerimaan provinsi yang berasal dari pendapatan asli daerah PAD sendiri, sehingga menimbulkan
ketergantungan keuangan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat yang sangat tinggi.
Radianto 1997 menganalisis tentang peranan Pendapatan Asli Daerah
PAD dalam membiayai pembangunan diseluruh Daerah Tingkat II dengan melihat pengaruh tingkat perkembangan ekonomi daerah dan bantuan Pemerintah Pusat
terhadap Derajat Otonomi Fiskal, menentukan bahwa tingkat perkembangan ekonomi daerah dan jumlah penduduk yang mempunyai pengaruh positif terhadap perubahan
derajat otonomi fiskal daerah.
2.3 ANGGARAN PENDAPATAN ASLI DAERAH PAD
Mardiasmo 2001 mengemukakan bahwa salah satu aspek dari Pemerintah Daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah penegelolaan keuangan
daerah dan anggaran daerah. Anggaran daerah atau anggaran pendapatan dan belanja daerah adalah merupakan instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi
sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas Pemerintah Daerah. Anggaran daerah seharusnya dipergunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya
pendapatan dan pengeluaran, alat bantu untuk pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, alat otoritas pengeluaran di masa yang akan datang.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
Ukuran standar untuk evaluasi kerja serta alat koordinasi bagi semua aktivitas disemua aktivitas berbagi unit kerja.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD pada hakekatnya merupakan instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan
pelayanan umum dan kesejahteraan masyaraka di daerah. Oleh karena itu DPRD dan Pemerintah Daerah harus berupaya secara nyata dan terstruktur guna menghasilkan
APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi daerah masing-masing serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah
yang berorientasi pada kepentingan masyarakat.
Peran anggaran dalam penentuan arah dan kebijakan Pemerintah Daerah, tidak terlepas dari kemampuan anggaran tersebut dalam mencapai tujuan Pemerintah
Daerah sebagai penyelenggara pelayanan publik. Oleh karena itu Pemerintah Daerah perlu memperhatikan bahwa pada hakekatnya anggaran daerah merupakan
perwujudan amanat rakyat pada pihak eksekutif dan legislatif untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan umum kepada masyarakat dalam batas otonomi daerah
yang dimilikinya. Desentralisasi sebagai upaya untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan
pemanfaatan sumber daya daerah yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah sebagai suatu sumber pembiayaan pemerintah dan
pembangunan daerah.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
Menurut pasal 1 UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah bahwa perimbangan keuangan antara pusat dan daerah adalah suatu
sistem pembiayaan pemerintah dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta pemerataan antara
daerah secara proporsional, demokratis, adil, transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian
kewenangan serta tata cara penyelenggraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya.
Suparmoko 1986 mengatakan bahwa ada kecendrungan pada negara
berkembang menjalankan sistem fiskal terpusat jika dibandingkan dengan negara maju. Realitas hubungan fiskal antar daerah ditandai dengan tingginya kontrol pusat
terhadap proses pembangunan didaerah. Hal ini jelas terlihat dari rendahnya PAD terhadap total penerimaan daerah didalam struktur penerimaan daerah dibandingkan
total subsidi yang berasal dari Pemerintah Pusat. Indikator desentralisasi fiskal adalah rasio antara PAD terhadap total penerimaan daerah Kuncoro; 1995 .
Otonomi fiskal daerah adalah kemampuan Pemerintah Daerah dalam menigkatkan PAD. Desentralisasi fiskal dapat diketahui dengan menghitung rasio
PAD terhadap total penerimaan daerah, rasio subsidi dan bantuan Pemerintah Pusat atau pemerintah yang lebih tinggi terhadap total penerimaan daerah, rasio pajak untuk
daerah terhadap total penerimaan daerah dan rasio penerimaan daerah terhadap total
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
penerimaan negara. Pengukuran derajat desentralisasi fiskal daerah dapat terlihat dari rasio antara PAD terhadap total penerimaan daerah Suparmoko; 1979 .
Tim peneliti FISIPOL UGM bekerjasama dengan Litbang Depdagri 1991 menentukan tolak ukur kemampuan daerah dilihat dari rasio PAD terhadap APBD,
sebagai berikut :
Rasio PAD terhadap APBD 0,00 - 10,00 sangat kurang
Rasio PAD terhadap APBD 10,01 – 20,00 kurang
Rasio PAD terhadap APBD 20,01 – 30,00 cukup
Rasio PAD terhadap APBD 30,01 – 40,00 baik
Rasio PAD terhadap APBD diatas 50,00 sangat baik Keuangan daerah merupakan bagian integral dari keuangan negara dalam
mengalokasikan sumber-sumber ekonomi, memeratakan hasil pembangunan dan menciptakan stabilitas ekonomi selain stabilitas sosial politik. Peranan keuangan
daerah makin penting, selain karena keterbatasan dana yang dapat dialihkan ke daerah berupa subsidi dan bantuan, tetapi juga karena makin kompleksnya persoalan
yang dihadapi daerah dan pemecahannya membutuhkan partisipasi aktif masyarakat daerah. Selain itu, peranan keuangan daerah yang makin meningkat akan mendorong
terwujudnya otonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggung jawab.
Undang-undang pertama yang mengatur hubungan fiskal keuangan pusat- daerah adalah UU No.32 tahun 1956, yaitu :
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
1. Pendapatan Asli Daerah PAD .
Sumber PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil perusahaan daerah. Adapun pajak puat yang diserahkann kepada daerah menjadi pajak
daerah meliputi pajak verponding, pajak kendaraan bermotor, pajak jalan.
2. Sebagian dari hasil pemungutan pajak negara tertentu, bea masuk, bea keluar
dan cukai diserahkan kepada daerah. 3.
Subsidi, dan bantuan diberikan kepada daerah dalam hal-hal tertentu.
Berpijak pada tiga asas desentralisasi dekonsentrasi, desentralisasi, dan tugas perbantuan , pengaturan hubungan keuangan pusat-daerah didasarkan atas 4 prinsip,
sebagai berikut : 1.
Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat didaerah dalam rangka dekonsentrasi dibiayai dari dan atas beban APBN.
2. Urusan yang merupakan tugas pemerintah daerah sendiri dalam rangka
desentralisasi dibiayai dari dan atas beban APBD. 3.
Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat atau pemerintah tingkat atasnya, yang dilaksanakan dalam rangka tugas perbantuan, dibiayai oleh
pemerintah pusat atas beban APBN atau oleh pemerintah daerah tingkat atasnya atas beban APBD sebagai pihak yang menugaskan.
4. Sepanjang potensi sumber-sumber keuangan daerah belum mencukupi,
pemerintah pusat memberikan sejumlah sumbangan.
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
Realitas hubungan fiskal antara pusat dan daerah ditandai dengan tingginya kontrol pusat terhadap proses pembangunan daerah. Ini jelas terlihat dari rendahnya
proporsi PAD Pendapatan Asli daerah terhadapa total pendapatan daerah dibanding besarnya subsidi yang diberikan dari pusat. Indikator desentralisasi fiskal
adalah rasio antara PAD dengan total pendapatan daerah. PAD terdiri dari pajak- pajak daerah, retribusi daerah, penerimaan dari dinas, laba bersih dari perusahaan
daerah BUMD dan penerimaan lain-lain. Bila diperinci lagi, PAD hanya membiayai pengeluaran rutin daerah kurang dari 30, bahkan untuk Dati II lebih
buruk lagi karena kurang dari 22 pengeluaran rutinnya dibiayai oleh PAD. Subsidi atau transfer dana dari pusat kepada daerah selama nin melali tiga jalur, yaitu :
Pertama, SDO Subsidi Daerah Otonom, yaitu transfer kepada Pemda untuk membiayai pengeluaran rutin. Kedua, Program Inpres baik yang bersifat
sektoral maupun umum digunakan untuk membantu Pemda provinsi, kabupatenkota, desa untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan,
sekaligus sebagai upaya untuk mengatasi ketidakseimbangan struktur keuangan antar
daerah. Ketiga, pengeluaran sektoral, yang dialokasikan untuk membiayai proyek-
proyekpengeluaran pembangunan, sebagai perwujudan mekanisme dekonsentrasi. Setidaknya ada 5 penyebab utama rendahnya PAD yang pada gilirannya
menyebabkan tingginya ketergantungan terhadap subsidi dari Pusat. Pertama, kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah. Kedua, adalah
tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan. Semua pajak utama yang paling produktif, baik pajak langsung maupun pajak tidak langsung, ditarik oleh
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
pusat. Pajak penghasilan badan maupun peorangan, pajak pertambahan nilai, bea cukai, PBB, royalti, semuanya dikelola secara administratif dan ditentukan tarifnya
oleh pusat. Alasan sentralisasi perpajakan yag sering dikemukakan adalah untuk mengurangi disparitas antar daerah, efisiensi administrasi, dan keseragaman
perpajakan. Penyebab ketiga, adalah kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata
hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan.
Sekitar 90 pendapatan daerah Dati I hanya berasal dari dua sumber, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor dan Balik Nama. Di daerah Dati II, sekitar 85
pendapatan daerah hanya berasal dari 6 sumber, yaitu : pajak hotel dan restoran, penerangan jalan, pertunjukan, reklame, pendaftaran usaha, dan izin penjualan
pembuatan petasan dan kembang api. Boleh dikata, jenis pajak yang dapat diandalkan di Dati II hanya dari PBB. Pajak-pajak daerah lainnya sulit sekali untuk diharapkan
karena untuk mengubah kebijakan pajak daerah memerlukan persetujuan dari Departemen Dalam Negeri dan Menteri Keuangan.
Faktor keempat penyebab ketergantungan fiskal bersifat politis. Ada yang
khawatir apabila daerah mempunyai sumber keuangan yang tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dan separatisme. Karena itu sentralisasi diperlukan agar daerah
tetap tergantung pada pusat dan pada gilirannya bisa tetap dikendalikan oleh pusat. Apalagi UU No.5 tahun 1974 telah jelas menitik beratkan desentralisasi pada Dati II.
Penekanan tersebut sangat tepat karena fanatisme kedaerahan relatif kurang
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
dibanding Dati I. Faktor kelima penyebab adanya ketergantungan tersebut adalah
kelemahan dalam pemberian subsidi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Selama ini pemerintah memberikan subsidi bentuk blok dan spesifik. Subsidi
yang bersifat blok terdiri dari Inpres Dati I, Inpres Dati II, dan Inpres Desa. Subsidi yang bersifat spesifik meliputi Inpres pengembangan wilayah, Sekolah Dasar,
kesehatan, penghijauan dan reboisasi, ser ta jalan dan jembatan.
Perbedaan utama antar subsidi blok dan spesifik adalah daerah memiliki keleluasaan dalam penggunaan dana subsidi blok, sedang penggunaan dana subsidi
spesifik sudah ditentukan oleh pemerintah pusat dan daerah tidak punya keleluasaan dalam menggunakan dana tersebut. Apabila dilihat dari sisi jumlah batuan yang
diterima oleh pemerintah daerah sejak Repelita I, maka bantuan yang bersifat spesifik jauh lebih besar daripada blok. Maka tidak berlebihan bila disimpulkan bahwa
pemerintah pusat hanya memberikan kewenangan yang lebih kecil kepada pemerintah daerah untuk merencanakan pembangunan di daerahnya.
Tidak berlebihan bila disimpulkan bahwa manajemen pembangunan daerah yang selama ini berjalan menunjukkan kecenderungan yang ’kurang serasi’.
Pembangunan daerah terutama fisik memang cukup pesat, tetapi tingkat ketergantungan fiskal antara daerah terhadap pusat sebagai akibat dari pembangunan
tersebut juga semakin besar. Ketergantungan fiskal terlihat dari relatif rendahnya PAD dan dominannya transfer dari pusat. Memang UU No. 5 Tahun 1974 telah
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
menggarisbawahi titik berat otonomi pada Daerah Tingkat II. Namun, fakta menunjukkan justru Dati II-lah yang mengalami tingkat ketergantungan yang paling
tinggi. Kendati demikian, Pemda telah berperan sentral dalam ikut menyukseskan pembangunan infrastruktur dan pelayanan sosial, serta telah berfungsi sebagai ’alat’
pusat yang efektif dalam mendorong pembangunan daerah.
Dengan kata lain, obsesi pembangunan ekonomi keseluruh daerah Indonesia telah mendorong pemerintah pusat untuk melakukan kontrol politik dan ekonomi
terhadap pemerintah daerah. Justifikasi yang biasa diajukan adalah stabilitas politik merupakan prasyarat mutlak bagi lancarnya pembangunan. Tak pelak lagi,
sentralisasi hubungan pusat-daerah lebih mencuat ke permukaan meskipun desentralisasi secara de jure sudah didendangkan sejak awal tahun 1970-an.
Akibatnya, ’pembangunan di daerah’ memang terjadi, namun dengan inisiatif, perencanaan, dan dana dari pusat. Bila kondisi ketergantungan fiskal ini terus
berlangsung, pembangunan daerah yang pesat akan berarti pula meningkatnya beban anggaran pusat. Masalahnya sekarang adalah setelah minyak dan gas tidak dapat
diharapkan lagi sebagai motor penggerak pembiayaan pembangunan, maka kemampuan negara untuk melakukan sentralisasi semakin berkurang.
Desentralisasi mau tidak mau menjadi alternatif yang layak untuk benar-benar diwujudkan. Bila pemerintah pusat tetap memandang pentingnya subsidi transfer
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
karena alasan untuk mengurangi ketidakseimbangan struktur keuangan antar daerah, barangkali sudah saatnya meninjau ulang pola pemberian subsidi kepada daerah.
Undang-undang No.22 1999 menyerahkan fungsi, personil, dan aset pemerintah pusat kepada pemerintah propinsi, kabupaten, dan kota. Hal ini berarti tambahan
kekuasaan dan tanggung jawab diserahkan kepada pemerintahan kabupaten dan kota, serta membentuk sistem yang jauh lebih terdesentralisasi dibandingkan dengan sistem
dekonsentrasi dan koadministratif di masa lalu.perbedaan penting antara UU No.22 1999 dibanding UU sebelumnya UU No.5 1974 dan UU No.5 1979 dirangkum
dalam tabel berikut:
Tabel 2.1 Perbandingan beberapa konsep antara UU No.22 tahun 1999 dan UU No. 5
tahun 1974 dengan UU No. 5 tahun 1979
Istilah UU No. 51974
UU No. 51979 UU No.221999
Keterangan
Pemerintah Pusat
Perangkat negara kesatuan republik Indonesia yang
terdiri dari presiden beserta pembantu-pembantunya.
Perangkat negara kesatuan
Republik Indonesia yang
terdiri dari presiden beserta
para menteri menurut asas
desentralisasi. Pengertian
Pemerintah Pusat pada UU
yang baru lebih menyempit,
yaitu presiden dan para
menteri- dibending
menyebutkan pembantu-
pembantunya. Pada kebijakan
lama, dapat ditafsirkan
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
sangat luas. Desentralisasi
Penyerahan urusan pemerintahan dari
pemerintah atau daerah tingkat
atasnya kepada daerah menjadi urusan
rumah tangganya. Penterahan
wewenang pemerintahan
oleh pemerintah kepada daerah
otonom dalam kerangka NKRI
UU lama memfokuskan
kepada urusan, UU baru pada
wewenang. Urusan lebih
spesifik dan teknis tidak
memberi ruang pada aspirasi .
Dekonsentrasi Pelimpahan wewenang dari
pemerintah atau kepala wilayah atau kepala
instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-
pejabat daerah Pelimpahan
wewenang dari pemerintah pusat
kepada gubernur sebagai wakil
pemerintah dan perangkat pusat
di daerah. UU lama
menonjolkan watak
sentalisme, yaiu segala organ
daerah merupakan
perpanjangan tangan pusat.
UU baru, memperlihatkan
bahwa gubernur mengemban
tugas sebagai perangkat
pemerintha pusat.
Tugas Pembantuan
Tugas untuk turut serta dalam melakukan urusan
pemerintahan yang ditugaskan kepada
pemerintah daerah oleh pemerintah atau pemerintah
daerah tingkat atasnya dengan kewajiban
mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan.
Penugasan dari pemerintah
kepada daerah dan desa, dari
daerah ke desa untuk
melaksanakan tugas tertentu
yang disertai pembiayaan,
sarana dan prasarana serta
sumber daya manusia dengan
Pada UU lama tampak bahwa
aparat dibawah merupakan alat
dari aparat di atasnya dalam
rangka pemerintahan
pusat, NKRI . Sedangkan UU
baru, penugasan disertai
pembiayaan, sehingga dari
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
kewajiban melaporkan
pelaksanaannya dan
mempertanggung jawabkannya
kepada yang menugaskan.
menghindari pembinaan
kepada perangkat
daerah. Namun demikian,
kalusul pertanggung
jawaban yang mengikuti garis
pembiayaan, patut didiga
dapat memberikan
alasan kontrol pusat secara
berlebihan
Otonomi Daerah
Hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganyasendiri
denganperaturanperundang- undangan yang berlaku.
Kewenangan daerah
otonom untuk mengatur
dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan. UU lama
memuat unsur kewajiban. UU
baru, menekankan
bahwa otonomi merupakan
kewenagan daerah untuk
mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat
setempat-dengan menekankan
pada pentingnya aspirasi
masyarakat. Namun UU baru
tidak menyebut otonomi daerah
sebagai hak.
Daerah Otonom
Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas wilayah tertentu yang Kesatuan
masyarakat hukum yang
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur
serta mengurus rumah tangganya sendiri dalam
ikatna NKRI, sesuai dengan perundang-undangan yang
berlaku. mempunyai batas
daerah tertentu, berwenang
mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam NKRI.
Wilayah Administrasi
Lingkungan kerja perangkat pemerintah yang
menyelenggarakan pelaksanaan tugas
pemerintahan umum di daerah. Wilayah kerja
Gubernur selaku wakil Pemerintah
Wilayah kerja Gubernur selaku
wakil pemerintah UU baru
menempatkan otonomi pada
kebupatenkota, bukan provinsi.
Pada UU lama, tidak ada
kejelasan mengenai
subjek-semua organ adalah alat
pusat.
Kelurahan Suatu wilayah yang
ditempati oleh sejumlah penduduk yang nempunyai
organisasi pemerintahan terendah lansung dibawah
camat, yang tidak berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri. Wilayah kerja
lurah sebagai perangkat daerah
kebupaten dan atu daerah kota
dibawah kecamatan.
Pada UU lama, kelurahan
merupakan organ dibawah
kecamatan, demikina pula
dengan UU baru.
Pemerintah Daerah
Kepala daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah
Kepala daerah beserta perangkat
daerah otonom yang lain sebagai
badan eksekutif daerah.
Pada UU lama, tidak dipisahkan
antara eksekutif dan legislatif –
legislatif menjadi bagian
dari eksekutif.
Pemerintahan Daerah
tidak ada Penyelenggaraan
pemerintah DPRD menjadi
bagian dari
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
daerah otonom oleh pemerintah
daerah dan DPRD dan atau daerah
kota dibawah kecamatan.
pemerintah pusat, bukan
bagian dari pemerinah
Sumber : Mudrajad Kuncoro 2004
Untuk mendukung tanggung jawab yang dilimpahkan, pemerintah daerah memerlukan sumber fiskal. UU No.25 1999 menyatakan bahwa untuk tujuan
tersebut pemerintah daerah harus memiliki kekuatan untuk menarik pungutan dan pajak, dan pemerintah pusat harus mentraser sebagian pendapatan dan atau membagi
sebagian pendapatan pajaknya dengan pemerintah daerah. Struktur pajak setelah ditetapkannya UU No.25 1999, beserta basis pajaknya untuk pemerintah pusat,
provinsi, dan kabupaten kota.
Sumber pajak utama pemerintah provinsi berasal dari pajak kendaraan bermotor dan pajak balik nama kendaraan bermotor, yang dapat dipandang sebagai
variasi pajak kekayaan properti. Jenis pajak daerah yang dapat diusahakan oleh pemerintah kabupaten kota terbatas pada 7 jenis, seperti pajak hotel dan restoran,
pajak iklan, pajak atas bahan bangunan, pajak penggunaan air, pajak hiburan, pajak IMB, retribusi, dll. Pemerintah daerah tidak diperkenankan untuk meningkatkan
pendapatan daerah lewat pajak selain pajak yang disebutkan diatas. Akibatnya pendapatan dari pajak, seperti halnya derajat kebebasan dalam mengusahakan
Sarah Dina : Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kota Medan, 2009. USU Repository ©2009
pendapatan dari pajak bagi pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten kota menjadi relatif terbatas.
Denison dalam penelitiannya mengenai sumbangan berbagai faktor dalam
menciptakan pertumbuhan di sembilan negara maju antara tahun 1950-1962 telah menunjukkan bahwa pertambahan barang-barang modal hanya menciptakan 25
persen dari pertumbuhan yang terjadi di Amerika Serikat 18 persen di Erofa Barat, dan 21 persen di Inggris. Kenyataan ini membuktikan bahwa dalam pertumbuhan
ekonomi, faktor utama yang menentukan pertumbuhan tersebut adalah kemajuan teknologi dan meningkatnya kemahiran dan keterampilan tenaga kerja.
2.4 Faktor-faktor Pertumbuhan Ekonomi; Ekonomi dan ekonomi