Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
Walaupun persepsi masyarakat positif terhadap faktor resiko terjadinya kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan, namun terdapat sebanyak 40
masyarakat 50 setuju dengan pernyataan kekerasan dalam rumah tangga pasti akan berhenti jika seorang wanita dalam keadaan hamil. Dapat disimpulkan
bahwa masyarakat cenderung setuju kekerasan akan berhenti selama kehamilan jika kekerasan telah terjadi sebelum wanita dalam keadaan hamil, berbeda dengan
pernyataan sebelumnya yang mengindikasikan kekerasan terjadi pada saat wanita sedang hamil. Hal ini bisa terjadi karena sebagian besar masyarakat menganggap
kehamilan sebagai waktu perayaan dan sukacita bagi keluarga Depkes, 2005. Namun, sebanyak 39 masyarakat 48,8 tidak setuju bahwa kekerasan dalam
rumah tangga pasti akan berhenti jika seorang wanita dalam keadaan hamil. Persepsi ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
kekerasan tidak berakhir ketika wanita hamil. Bahkan banyak penelitian mengatakan bahwa kehamilan dapat memperburuk tingkat kekerasan Jennifer,
2008. Bahkan CDC 2004 mengatakan bahwa komplikasi kehamilan akibat kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan lebih umum didapat dari pada
diabetes gestasional, neural tube defects, dan preeklampsia.
5.2.2 Persepsi Masyarakat tentang Jenis-jenis Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan
Dari hasil penelitian didapat bahwa persepsi masyarakat terhadap jenis- jenis kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan adalah positif sebanyak 77
masyarakat 96,25. Persepsi masyarakat positif dapat dilihat dari mayoritas
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
masyarakat memahami tentang kekerasan fisik, psikologis, sosial ekonomi, dan penelantaran.
Dari hasil penelitian dapat dilihat keseluruhan masyarakat berpersepsi bahwa melukai, menganiaya istri melalui pukulan, menunjang merupakan contoh
kekerasan yang dapat terjadi selama kehamilan yang nilai sebarannya 28 masyarakat 35 sangat setuju dan 52 orang 65 setuju. Hal ini berarti bahwa
keseluruhan responden yakin bahwa memukul merupakan kekerasan kekerasan fisik. Berbeda dengan kekerasan lainnya yang menunjukkan adanya sebaran nilai
dari jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa hanya 48 masyarakat 60 setuju bahwa
perkataan yang membuat wanita hamil ketakutan, membentak dengan kata-kata kasar secara terus-menerus merupakan suatu jenis kekerasan, sebanyak 63
masyarakat 78,8 setuju terhadap memaksa wanita hamil melakukan hubungan seksual dengan cara yang menyakitkan adalah kekerasan, sebanyak 65 masyarakat
81,2 tidak setuju bahwa wanita hamil dipaksa bekerja adalah hal yang wajar, 65 masyarakat 81,2 setuju bahwa membatasi ruang gerak secara berlebihan
isolasi adalah merupakan contoh kekerasan, dan 60 masyarakat 75 setuju bahwa sengaja membiarkan istri terlantar tanpa diberi nafkah selama kehamilan
merupakan salah satu contoh kekerasan dalam rumah tangga. Hasil ini merupakan suatu hal yang menarik untuk dibahas, dimana masih ada kecenderungan
masyarakat yang mengatakan bahwa kekerasan fisik adalah kekerasan yang sesungguhnya. Hal ini sesuai dengan penelitian LKTS 2002 yang mengatakan
masih banyak masyarakat yang memandang kekerasan dalam arti fisik saja.
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
Masyarakat masih cenderung menganggap persoalan kekerasan dari akibat yang ditimbulkan secara fisik, seperti penganiayaan, ancaman, pembunuhan dan
perkosaan. Sementara, dampakakibat yang ditimbulkan secara nonfisik belum mendapatkan perhatian khusus sebagai bentuk kekerasan.
Peneliti mengasumsikan bahwa persepsi ini muncul mungkin karena pemahaman yang keliru bahwa KDRT berkaitan dengan kekerasan fisik yang
berdampak berat. Tingkat pemahaman dan pengetahuan seseorang tentang pengertian kekerasan, berpengaruh terhadap persepsi tentang jenis-jenis
kekerasan. Pengetahuan dan pemahaman yang dilandasi oleh pengalaman yang luas, makin menambah tingkatan kualitas persepsi seseorang dalam memahami
persoalan. Demikian juga dalam hal jenis-jenis kekerasan dalam rumah tangga. Seorang yang memiliki pengetahuan, pemahaman dan pengalaman yang banyak,
pasti akan memiliki gambaran yang lebih komprehensif dalam menjelaskan tentang jenis-jenis kekerasan LKTS, 2002.
Walaupun masyarakat mempunyai persepsi yang positif terhadap jenis-jenis kekerasan dalam rumah tangga, masih terdapat sebanyak 43 masyarakat 53,8
yang tidak setuju bahwa memaksa wanita hamil untuk melayani kebutuhan seksual suami ketika istri sedang tidak siap secara fisik dan psikologis merupakan
kekerasan. Hal ini dapat dikarenakan masyarakat di tempat penelitian beranggapan bahwa istri harus selalu bersedia melakukan hubungan seksual
kapanpun suami menginginkannya, dan merupakan kewajiban seorang istri untuk memenuhinya terkait dengan sosial dan budaya responden yang sebagian besar
adalah Jawa dan Batak yang mempunyai sistem patriarki Komnas Perempuan,
Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.
2008. Sementara dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliani 2008 didapat bahwa masyarakat sudah beranggapan bahwa suami harus memahami kondisi
fisik dan psikis istri, artinya apabila suami memaksakan kehendak diluar kemampuan istri maka responden sudah mengkategorikannya sebagai tindakan
KDRT. Perlu disadari, sebagai manusia yang berharkat tinggi, ada saat- saatkondisi tertentu yang bisa diterima untuk menolak hubungan seksual untuk
kesehatan dan kesejahteraan bersama, misalnya ketika sedang sakit, jika suami sedang mabuk, atau jika suami menganiaya Dharmono, 2008.
5.2.3 Persepsi Masyarakat tentang Dukungan Sosial Kepada Wanita Hamil yang Mengalami KDRT