Defenisi Kekerasan dalam Rumah Tangga

Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010.

2.2.1 Defenisi

Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh kebudayaan yang mereka anggap sama Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dengan istilah lain saling berinteraksi. Kesatuan hidup yang berinteraksi menurut suatu sistem adat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama Kontjaraningrat, 1990 dalam Effendy, 1998. Masyarakat adalah suatu pranata yang terbentuk karena interaksi antara manusia dan budaya dalam lingkungannya, menempati wilayah dengan batas- batas tertentu, saling tergantung satu dengan lainnya, memiliki identitas bersama, bersifat dinamis dan terdiri dari individu, keluarga, kelompok, dan komunitas yang mempunyai tujuan dan norma sebagai sistem nilai Gaffar, 1999.

2.3 Kekerasan dalam Rumah Tangga

2.3.1 Defenisi

Merujuk Undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga PKDRT, maka yang dimaksud dengan kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, danatau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Lingkup rumah tangga meliputi: 1. suami, isteri, dan anak Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010. 2. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, isteri, dan anak, karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga 3. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Komnas Perempuan 2008 menyatakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu bentuk kekerasan berbasis gender, yakni kekerasan yang terjadi karena adanya asumsi gender dalam relasi laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan masyarakat. KDRT lebih buruk dari sekedar perselisihan dalam rumah tangga. KDRT bersumber pada cara pandang yang merendahkan martabat kemanusiaan dan relasi yang timpang, serta pembakuan peran-peran gender pada seseorang. Dengan demikian, KDRT bisa menimpa dan terjadi pada siapa saja yang hidup dalam rumah tangga. Bisa terjadi pada istri, suami, ibu, anak, saudara atau pekerja rumah tangga yang hidup dalam satu rumah. Tetapi, perempuan lebih banyak menjadi korban KDRT karena konstruksi masyarakat yang masih patriarkhi. Menurut Luhulima 2000 fenomena kekerasan terhadap perempuan sama sekali bukan merupakan masalah kelainan individual. Akan tetapi, merupakan bagian dari masyarakat yang membentuk ketimpangan relasi yang kemudian tercipta pembagian kekuasaan yang lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan. Kenyataan ini kemudian menciptakan sebuah kondisi sosial, penggunaan kekuasaan yang berlebihan dilakukan oleh pihak laki-laki terhadap Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010. perempuan sehingga berperan dalam pelestarian kondisi pembagian kekuasaan yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan.

2.3.2 Siklus Kekerasan dalam Rumah Tangga