Siklus Kekerasan dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan

Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010. perempuan sehingga berperan dalam pelestarian kondisi pembagian kekuasaan yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan.

2.3.2 Siklus Kekerasan dalam Rumah Tangga

Skema 2.1 Siklus perilaku kekerasan dalam rumah tangga Walker, 1982 dalam Mattson Smith, 2004 Siklus kekerasan pada KDRT seringkali mempunyai pola tertentu. Tindak kekerasan oleh pelaku biasanya diawali dengan suasana emosi yang meninggi, misalnya memanggil nama pasangannya dengan suara keras, gelisah, tangan mengepal-ngepal, membentak, membanting pintu, dan berbagai perilaku yang memperlihatkan ancaman kekerasan. Selanjutnya diikuti dengan ledakan emosi dan luapan perilaku kekerasan bertubi-tubi, serangkaian pukulan, tendangan, jambakan, cekikan leher, disertai teriakan dan umpatan-umpatan kasar. Setelah korban tak berdaya, emosi pelaku mulai mereda, bahkan meminta maaf, 1.Suasana emosi memanas pelaku memanggil nama korban dengan suara keras membentak, memukul meja, membanting pintu ancaman tindak kekerasan 3. Emosi pelaku mereda menyesal, minta maaf, berjanji tidak melakukan kekerasan lagi mengungkapkan kasih sayang periode bulan madu 2. Luapan emosi dan tindak kekerasan bertubi-tubi memukul, mencekik, membentur-benturkan kepala korban, kekerasan seksual, verbal. Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010. menyesali perbuatannya, mengungkapkan kata-kata manis panggilan sayang atau ungkapan cinta kasih dan janji untuk tidak mengulangi kekasarannya. Pola perilaku kekerasan seperti ini yang menempatkan korban pada situasi yang sulit dan membingungkan Walker, 1982 dalam Dharmono, 2008. Perilaku yang ditunjukkan pada fase ketiga dari siklus kekerasan memberi wanita harapan dan kekuatan untuk tetap tinggal atau menjaga hubungan dengan pasangan. Wanita berharap suaminya akan berubah dan kekerasan tidak akan terjadi lagi Mattson Smith, 2004.

2.3.3 Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan

Kehamilan sering dianggap sebagai waktu perayaan dan sukacita bagi keluarga. Namun, sejumlah besar wanita hamil mengalami kekerasan, termasuk penganiayaan fisik dan mental. Penelitian menunjukkan bahwa 4 - 12 wanita hamil mendapatkan kekerasan. Lebih dari 90 para wanita ini mendapat kekerasan dari pasangannya Depkes, 2005. Kesempatan untuk melakukan penganiayaan meningkat 60 saat seorang wanita hamil Bobak, 2004. Beberapa penelitian menyatakan bahwa kehamilan merupakan periode dengan resiko tinggi untuk mengalami kekerasan. KDRT selama kehamilan dapat merupakan lanjutan dari tindak kekerasan yang dialami wanita sebelum kehamilan, atau dimulai pada saat kehamilan dengan kehamilan sebagai faktor pemicu Johnson, 2003 dalam O’Reilly, 2007. Kekerasan dalam rumah tangga dimulai atau meningkat selama kehamilan karena kehamilan meningkatkan tanggung jawab dan masalah pada pasangan Deveci, 2007. Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010. KDRT adalah penyebab penting yang menyebabkan kesakitan pada wanita selama kehamilan. KDRT selama kehamilan merupakan penyebab utama kematian ibu hamil akibat pembunuhan yang dilakukan oleh pasangan Campbel, 1998 dalam O’Reilly, 2007. Banyak orang berpikir bahwa kekerasan akan berhenti jika seorang wanita dalam keadaan hamil. Penelitian menunjukkan bahwa kekerasan tidak berakhir ketika wanita hamil. Bahkan banyak penelitian mengatakan bahwa kehamilan dapat memperburuk tingkat kekerasan. Suatu hal yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana pasangan suami akan memperlakukan calon anak jika mereka sudah memperlakukan isteri dengan buruk Jennifer, 2008. Mulroney 2003 dalam O’Reilly, 2007 mengatakan bahwa kebanyakan wanita yang mengalami KDRT menghadapi masalahnya sendiri dan tidak membicarakannya pada orang lain, atau lebih memilih untuk berbicara kepada keluarga dan teman daripada mencari perlindungan dari luar disebabkan oleh beberapa hambatan, seperti takut, isolasi, kurang dukungan dan malu.

2.3.4 Faktor Resiko Terjadinya KDRT Selama Kehamilan