Persepsi Masyarakat tentang Dukungan Sosial Kepada Wanita Hamil yang Mengalami KDRT

Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010. 2008. Sementara dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliani 2008 didapat bahwa masyarakat sudah beranggapan bahwa suami harus memahami kondisi fisik dan psikis istri, artinya apabila suami memaksakan kehendak diluar kemampuan istri maka responden sudah mengkategorikannya sebagai tindakan KDRT. Perlu disadari, sebagai manusia yang berharkat tinggi, ada saat- saatkondisi tertentu yang bisa diterima untuk menolak hubungan seksual untuk kesehatan dan kesejahteraan bersama, misalnya ketika sedang sakit, jika suami sedang mabuk, atau jika suami menganiaya Dharmono, 2008.

5.2.3 Persepsi Masyarakat tentang Dukungan Sosial Kepada Wanita Hamil yang Mengalami KDRT

Berdasarkan hasil penelitian 71 masyarakat 88,75 mempunyai persepsi yang positif terhadap dukungan sosial kepada wanita hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Persepsi masyarakat yang positif dapat dilihat dari 69 masyarakat 86,2 setuju bahwa dukungan atau bantuan dari orang lain dapat mengurangi rasa putus asa dan beban wanita hamil yang mengalami kekerasan. Masyarakat berpersepsi bahwa bantuandukungan sosial dapat berasal dari orang- orang terdekat dan tenaga kesehatan yaitu 70 masyarakat 87,5 dan sebanyak 66 masyarakat 82,5 setuju bahwa dukungan sosial juga dapat berasal dari lembaga sosial. Persepsi ini dapat terjadi karena sebagian besar masyarakat yaitu 38 orang 47,5 semakin sadar bahwa KDRT bukan lagi masalah internal dan hanya menyangkut pihak suami dan istri. Hal ini didukung oleh penelitian Yuliani 2008 yang mengatakan bahwa masyarakat luas semakin sadar bahwa KDRT Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010. bukan lagi melulu ranah pribadi tetapi sudah menjadi ranah publik, KDRT sudah disikapi masyarakat sebagai isu global dan pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini juga didukung oleh Komnas Perempuan 2008 yang mengatakan benar bahwa wilayah rumah tangga adalah wilayah pribadi yang merupakan otoritas sebuah keluarga itu sendiri. Namun, apabila terjadi kekerasan di dalam ranah manapun, termasuk rumah tangga, maka hal ini sudah masuk ke dalam wilayah publik karena merupakan bentuk kejahatan kemanusiaan. Artinya publik atau masyarakat juga mempunyai kewajiban untuk ikut campur tangan. Sebanyak 40 masyarakat 50 tidak setuju bahwa istri harus selalu merahasiakan kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. Persepsi ini dapat terjadi karena masyarakat berpikiran bahwa kekerasan yang selalu dirahasiakan karena takut membuka aib keluarga akan memperburuk kondisi korban kekerasan dalam rumah tangga Komnas Perempuan, 2008. Sebanyak 47 masyarakat 58,8 tidak setuju bahwa kekerasan merupakan suatu hal yang wajar dilakukan oleh suami untuk mengkoreksi istri yang salah. Peneliti mengasumsikan terbentuknya persepsi masyarakat ini karena adanya nilai yang diyakini oleh masyarakat bahwa perkawinan adalah penyatuan ikatan laki-laki dan perempuan untuk membentuk keluarga yang bahagia, selain itu masyarakat juga berkeyakinan bahwa kehamilan merupakan masa dimana wanita memerlukan perlindungan dari suami Susanti, 2008. Persepsi masyarakat ini sudah benar dan sesuai dengan penjelasan Dharmono 2008 yang mengatakan bahwa seorang laki-laki tidak harus melakukan kekerasan dalam keadaan apapun termasuk bila perempuan melakukan kesalahan sekalipun. Kekerasan tidak pernah dapat diterima dan ditolerir. Tak Sondang Marisi Widyawati Sagala : Persepsi Masyarakat tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan di Lingkungan 03 Kelurahan 2 Kecamatan Medan Belawan, 2010. seorang perempuan pun pantas untuk mendapatkan perlakuan kekerasan. Sebanyak 62 masyarakat 77,5 tidak setuju bahwa istri dianiaya oleh suami pasti karena kesalahan istri seperti cerewet, membangkang. Persepsi ini sudah benar sesuai dengan pernyataan Komnas Perempuan 2008 yang menjelaskan bahwa istri seringkali dipukul karena alasan-alasan di luar kendali mereka dan menurut standar suami. Mereka dipukul karena tidak mampu memenuhi kebutuhan seksual suami, atau karena tidak dapat membuktikan bahwa mereka tidak berselingkuh. Banyak istri yang dipukul adalah mereka yang penurut dan mengalah.

5.2.4 Persepsi Masyarakat tentang Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga Selama Kehamilan