tiga macam yaitu untuk tidur, untuk kerja, untuk kegiatan-kegiatan di luar pekerjaannya Suhardjo, dkk, 1992.
2.7. Supir Angkutan Kota Angkot
Angkutan Kota atau angkot adalah salah satu sarana perhubungan dalam kota dan antar kota yang banyak digunakan di Indonesia, berupa mobil jenis minibus atau
van yang dikendarai oleh seorang supir dan kadang juga dibantu oleh seorang kenek. Tugas kenek adalah memanggil penumpang dan membantu supir dalam perawatan
kendaraan ganti ban mobil, isi bahan bakar, dan lain-lain. Setiap jurusan dibedakan melalui warna armadanya atau melalui angka.
Angkutan Kota sebenarnya cuma diperbolehkan berhenti di halte- halteTempat perhentian bus tertentu, namun pada praktiknya semua supir angkot
akan menghentikan kendaraannya di mana saja untuk menaikkan dan menurunkan penumpang..
Tarif angkot biasanya ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat, namun orang yang menumpang jarak pendek atau anak sekolah biasanya membayar lebih
sedikit. Hal ini tidak dirumuskan dalam peraturan tertulis, namun menjadi praktik umum.
Biasanya, angkot-angkot tersebut adalah milik sebuah perusahaan. Misalnya berbentuk CV, UD, dan lainnya. Di beberapa daerah, angkot-angkotnya adalah milik
pribadi dan tidak bergantung pada perusahaan manapun. Seperti di Irian, misalnya. Angkot-angkot di beberapa daerah sana adalah milik pribadi supirnya dan dinamai
sesuai keinginan pemiliknya.
Di Medan, ada berbagai macam angkot. Contohnya ; CV. Nitra, UD. Mabar Jaya, UD. Mekar Jaya, CV. Karya Sari, PT. Rahayu Medan Ceria RMC dan masih
banyak lagi. Sedangkan rute angkot-angkot ini didasarkan pada nomornya. Misal, RMC 104 mengambil rute Unimed-Simalingkar, Medan. Sedangkan RMC 54
mengambil rute Unimed-Simalingkar B. Biasanya, supir-supir angkot adalah laki-laki, walau ada juga yang
perempuan. Pendapatan supir angkot tidaklah besar. Rata-rata dari mereka cuma bisa mendapatkan 100-150 ribu rupiah dalam satu hari. Itu setelah dikurangkan biaya
bahan bakar, uang rokok dan uang adminstrasi di stasiun ataupun terminal angkutan umum. Dalam beberapa kasus, supir angkot bahkan cuma bisa mendapatkan di bawah
100 ribu sehari. Sopir-sopir angkot nantinya akan menyetor kepada perusahaan tempat ia menyewa mobil angkutan itu. Maksudnya kepada pemilik kenderaan
tersebut. Besarnya setoran ini tergantung kesepakatan supir dan pemilik kenderaan. Ada juga beberapa supir angkot adalah pemilik kenderaan itu juga. Jika begitu,
pendapatannya akan lebih besar sedikit dibandingkan supir-supir angkot yang menyewa kenderaan lainnya.
Supir-supir angkot Medan jarang yang ceria. Kalaupun ada, kebanyakan mereka masih lajang dan belum mempunyai tanggungan. Jika supirnya adalah orang
tua, rata-rata kening mereka berkerut dan mata sayu. Pastinya mereka pusing memikirkan pendapatan yang sedikit dan setoran kepada bos-nya. Apalagi terjadi
kerusakan hingga mengharuskan supir membawa angkot ke bengkel. Sudah uang keluar, harus pula berhenti narek selama perbaikan.
Kehidupan supir Angkot sudah terpuruk karena tidak sebandingnya pengeluaran dengan pendapatan. Tingkat pendidikan sopir angkot yang rendah dan
tidak adanya keterampilan yang dimiliki membuat mereka tetap memilih pekerjaan supir. Karena terlalu mengejar sewapenumpang kadang membuat supir lupa untuk
makan sehingga terjadi pola makan yang salah.
2.8. Kerangka Konsep Penelitian